Anda di halaman 1dari 44

PEMBINAAN MAJELIS TA’LIM BAITUR RIDWAN

KESAMBI KOTA CIREBON

Proposal Pengabdian Masyarakat

Mendapat Bantuan dari Dana Pengabdian Masyarakat


IAI Bunga Bangsa Cirebon
Tahun Anggaran 2016
Sesuai Dengan Kontrak No: A.0210/LP2M/IAIBBC/I/2016

Peneliti:

Ketua:
Ibnu Farhan, M.Hum

Anggota:
Ulfain, M. Si

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN


LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
IAI BUNGA BANGSA CIREBON
TAHUN 2016

i
KONTRAK/ MOU PENELITIAN

Pada hari Senin Tanggal 18 Bulan Januari Tahun 2016, bertempat di Ruang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat (LP2M) IAI Bunga Bangsa
Cirebon, telah berlangsung kontrak penelitian antara:
- Nama lengkap : Ibnu Farhan, M. Hum
NIDN : 2105018904
Dalam kontrak ini berperan sebagai Penerima Bantuan Aggaran Penelitian.
Selanjutnya,
Nama lengkap : Iffan Ahmad Gufron, M.Phil.
NIDN : 2112088001
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan
Pengabdaian Masyarakat (LP2M) IAI
Bunga Bangsa
Dalam MoU ini berperan sebagai Pemberi Dana Penelitian.
Keduanya bersepakat, bahwa:
1. Pihak Pertama memberikan dana bantuan Penelitan kepada pihak kedua sejumlah
Rp.2.000.000,- (Dua Juta Rupiah)
2. Pihak Kedua berkewajiban melaksanakan penelitian sesuai dengan Juknis dan
Juklak Penelitian yang telah ditetapkan oleh LP2M IAI BBC, sekaligus berhak
mendayagunakan anggaran penelitian tersebut untuk penyelesaian penelitian.
Demikain Kontrak Kesepahaman ini dibuat untuk dilaksanakan sepenuhnya.

Cirebon, 18 Januari 2016


PIHAK I PIHAK II

Iffan Ahmad Gufron, M.Phill Ibnu Farhan, M.Hum


NIDN. 2112088001 NIDN. 2105018904

LEMBAR PENGESAHAN

ii
PEMBINAAN MAJELIS TA’LIM BAITUR RIDWAN
KESAMBI KOTA CIREBON

Proposal Pengabdian Masyarakat


Mendapat Bantuan Anggaran Dana Pengabdian Masyarakat
IAI Bunga Bangsa Cirebon
Tahun Anggaran 2016
Sesuai Dengan Kontrak No: A.0210/LP2M/IAIBBC/I/2016

Peneliti:
Ketua:
Ibnu Farhan, M.Hum

Anggota:
Ulfain, M.Si

Mengesahkan
Rektor IAI BBC Ketua LPPM

H. Oman Fathurrohman, M.A. Iffan Ahmad Gufron, M.Phil.

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

iii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Ibnu Farhan, M.Hum
NIDN. : 2105018904
Dosen : Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul: "PEMBINAAN MAJELIS
TA’LIM BAITUR RIDWAN KESAMBI KOTA CIREBON", beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan plagiat atau
pengutipan dengan cara-cara yang yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, dan untuk digunakan
sebagaimana mestinya.

Cirebon, 18 Januari 2016


Yang membuat pernyataan,

Ibnu Farhan, M.Hum.


NIDN. 2105018904

KATA PENGANTAR

iv
Alhamduillah, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. atas ridlo dan
inayah-Nya kegiatan Pendampingan dan pemberdayaan Majlis Ta'lim Program
Pengabdian kepada Masyarakat IAI Bunga Bangsa Cirebon, sekaligus
penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan tersebut dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan. Sholawat dan salam semoga Allah mencurahkan
kepada pembawa risalah kebenaran, cahaya kehidupan untuk segenap ummat manusia
yakni Nabi Muhammad Saw. untuk keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya.
Laporan kegiatan ini, memuat keseluruhan rangkaian kegiatan yang telah
dilaksanakan yakni kegiatan pembinaan mpengelolaan majlis ta'lim dalam upaya
pemberdayaan majlis ta'lim sebagai salah satu lembaga peningkatan mutu pendidikan
dan kemandirian ummat. Laporan ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban
pelaksana program sekaligus untuk menunjukan profesionalisme kerja dan
akuntabilitas dalam menjalankan amanat.
Program pemberdayaan majlis ta'lim yang telah dilaksanakan tersebut
merupakan salah bentuk keseriusan kampus IAI Bunga Bangsa Cirebon dalam
membantu pemerintah meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui
pemberdayaan lembaga-lembaga pendidikan non formal di masyrakat yang salah
satunya adalah majlis talim. Sebab, majlis ta'lim merupakan sector penting
kelangsungan proses belajar mengajar di masyarakat. Oleh karena itu dalam konteks
pembangunan, peran majlis ta'lim sangat dibutuhkan sebab bagian dari komponen
pembelajaran yang secara langsung tempat berinteraksi/ bersentuhan antara ustadz
(sebagai guru) dengan jamaah (sebagai peserta) Dengan harapan, jika program
pembinaan ini berhasil maka akan mampu menjawab segala permasalahan yang
terkait dengan pendidikan keagamaan di masyarakat.
Semoga laporan hasil kegiatan ini dapat memberikan pencerahan bagi
pengelola majlis ta'lim sekaligus menjadi tolak ukur terhadap peran majlis talim
dalam peningkatan kualitas pendidikan keagamaan di Kabupaten Cirebon. Amin.

Cirebon, 18 Januari 2016


Penyusun,

Ibnu Farhan, M.Hum.


NIDN. 2105018904
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................i
MOU .........................................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................iii

v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ....................................................................iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
DAFTAR ISI ............................................................................................................vi

BAB I LAPORAN HASIL KEGIATAN ...............................................................1


A. Latar Belakang ......................................................................................................1
B. Dasar Hukum ........................................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................................3
D. Hasil yang diharapkan ..........................................................................................3
E. Tempat dan Waktu ...............................................................................................3
F. Peserta, Narasumber dan fasilitator ......................................................................3
G. Metode Kegiatan...................................................................................................4
H. Materi Kegiatan ....................................................................................................5
I. Sumber Pembiayaan .............................................................................................5
J. Tata Tertib ............................................................................................................5
K. Anggaran Biaya ....................................................................................................5
L. Hasil Yang diperoleh ............................................................................................6
M.Penutup .................................................................................................................6

BAB II KEGIATAN DAN LAMPIRAN – LAMPIRAN .....................................7

vi
LAPORAN HASIL KEGIATAN
PEMBINAAN MAJELIS TA'LIM BAITUR RIDWAN
KESAMBI KOTA CIREBON
A. Latar Belakang
Pelaksanaan program pembinaan Majlis Ta'lim ini berdasarkan pada
bebrapa persoalan yang terkait dengan pembelajaran Alquran di sekolah umum.
Persoalan-persoalan terebut meliputi:
1. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah serta
memiliki keanekaragaman suku, budaya, dan agama. Meski beragam agama,
namun Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama
Islam. Menurut data tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (dalam situs
www.bps.go.id) 87,18% masyarakat menganut agama Islam, Kristen
sebanyak 6,96%, Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, Budha 0,72%, Khonghucu
0,05%, dan lainnya 0,13%. Artinya ada sebanyak 87,18% masyarakat muslim
yang memiliki potensi untuk dibina baik itu dari segi ilmu pengetahuan
umum dan agama, sampai keterampilan dan ekonomi, agar masyarakat
muslim Indonesia mampu berdaya dalam segala hal.
2. Masyarakat harus mampu berdaya, tentu agar mereka dapat menjalani hidup
dengan baik dan memiliki masa depan yang cerah. Jika masyarakat sudah
berdaya, maka masyarakat dapat dikatakan sudah mandiri. Menurut
Sulistiyani (dalam blog Aniamaharani) bahwa tujuan yang ingin dicapai dari
pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat
menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian
masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang
ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan
sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang
dihadapi dengan mempergunakan daya/ kemampuan yang dimiliki.
Pengertian pemberdayaan menurut Rappaport dalam Edi Suharto (2005:59)
adalah suatu cara di mana rakyat, organisasi, dan komunikasi diarahkan agar
mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya.
3. Penyelengagraan program "pemberdayaan majlis ta'lim melalui
pendampingan" merupakan salah satu program yang sangat dibutuhkan guna
memberdayakan majlis ta'lim sebagai pusat pendidikan masyarakat dalam hal
kegamaan;

1
4. Majelis ta’lim merupakan satuan dari pendidikan keagamaan Islam yang
disamping mengajarkan ilmu agama dan pengamalannya, namun juga
pendidikan keagamaan Islam memiliki peran startegis dalam memberdayakan
masyarakat sekitar, utamanya adalah pendidikan keagamaan Islam nonformal
yang berbentuk diniyah dan pesantren. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun
2007 Pasal 21 dikatakan bahwa “majelis ta’lim merupakan salah satu satuan
pendidikan diniyah nonformal.”
5. Berdasarkan hasil survei, peran majlis ta'lim sebagai pusat pendidikan
keagamaan di masyarakat selama ini masih belum menunjukan perannya
yang optimal. Hal ini karena masih rendahnya SDM pengelola majlis ta'lim.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang–undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5601)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor
4769);
6. Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Pendidikan Agama pada Sekolah;
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama;
8. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI Nomor
128 Tahun 1982 dan 44 A Tahun 1982 Tentang Usaha Peningkatan
Kemampuan Baca Tulis Alquran Bagi Umat Islam dalam Rangka
Peningkatan Penghayatan dan Pengamalan Alquran dalam Kehidupan Sehari-
hari;
9. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri

2
Agama Nomor 4/U/SKB/1999, dan No. 570 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Pendidikan Agama Pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah di
Lingkungan Pembinaan Dirjen Dikdasmen;
10. Keputusan Menteri Agama Nomor 211 Tahun 2011 tentang Panduan
Pengembangan Standar Nasional Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah;
11. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007 Pasal 21 dikatakan bahwa “majelis
ta’lim merupakan salah satu satuan pendidikan diniyah nonformal.”
C. Tujuan
Kegiatan pemberdayaan majlis ta'lim melalui pendampingan, bertujuan:
1. Memberikan pemahaman terhadap para pengelola di majlis ta'lim dalam hal
manajemen majlis ta'lim sebagai sentral pendidikan agama di masyrakat;
2. Membekali pemahaman terhadap pengelola majlis ta'lim terkait dengan visi
dan misi, landasan/ regulasi, metodologi sekaligus aksi pemberdayaan majlis
ta'lim sebagai pusat pendidikan agama islam di masyarakat Jawa Barat;
3. Meningkatkan peran masjlis ta'lim sebagai pusat pendidikan keagamaan
masyrakat dan pusat dakwah islam.
D. Hasil yang diharapkan
Hasil (out come) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:
1. Bangkitnya geliat dan semangat bertanggung jawab pengelola Majlis Ta'lim
untuk lebih aktif dalam mendukung program pemerintah terutama program
pemberdayaan majlis ta'lim sebagai pusat dakwah dan pendidikan
keagamaan;
2. Meningkatnya keratifitas dan inovasi pengelola majlis ta'lim dalam
memanajerial lembaga dan masyarakat baik dari aspek pendidikan, ekonomi
maupun social politik;
3. Meningkatkan peran majlis ta'lim di masyarakat sebagai pusat dakwah dan
pendidikan keagamaan ummat;
E. Waktu dan tempat
Program pemberdayaan majlis ta'lim mealalui pendampingan ini ini
dilaksanakan selama satu semester (1 bulan) mulai Januari 2016. Sedangkan
tempat kegiatan ini secara terpusat di Majlis Ta'lim Baitur Ridwan Kedambi
Cirebon.
F. Peserta, Narasumber dan Fasilitator
1. Peserta
Peserta kegiatan Pemberdayaan majlis ta'lim melalui pembinaan
ini diikuti oleh sejumlah kepengurusan majlis ta'lim, pengurus DKM

3
Baitur Ridwan dan pengurus Mushola yang ada di sejkitar majlis ta'lim
baitur ridwan. Peserta ini adalah utusan dari mushola dan majlis ta'lim
yang ada di sekitar Masjid Baitur Ridwan dengan jumlah utusan / delegasi
dari masing-masing mushola sebanyak 4 orang. Sehingga jumlah
keseluruhan peserta tiap kegiatan itu sejumlah 64 orang.
2. Narasumber/fasilitator
: Sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut berasal dari MDI
Kabupaten Cirebon, dan dosen-dosen IAI Bunga Bangsa Cirebon Adapun
nama dan durasi jam tiap-tiap narasumber adalah sebagai berikut :
No Narasumber Lembaga Durasi
Waktu
(per JPL)*
1 H. Abu Bakar Sidiq, MDI 8
M.Ag

2 Muhammadun, M.Si IAI BBC 6


3 Dr. Iffan Ahmad Gufron, IAI BBC 6
M.Phill
4 Sulaiman, M.M.Pd. IAI BBC 6
5 Eman Sulaeman, S.Pd.I, IAI BBC 6
M.Ag.

6 Dr. Amin Haedari, M.Pd. IAI BBC 6


Jumlah 38 JPL

* JPl = Jam Pelajaran. Durasi waktu Tiap JPL 45 Menit.

3. Panitia pelaksana
Sebagai panitia pelaksana dalam kegiatan tersebut yaitu dosen IAI
BBC dan dibantu oleh para mahasiswa dan pengurus Majelis Ta'lim Baitur
Ridwan
G. Metode Kegiatan
Proses kegiatan Pemberdayaan majlis ta'lim melalui pendampingan
mengikuti skenario sebagai berikut:
a. Presentasi materi
b. Tanya jawab

4
H. Materi kegiatan
Adapun materi yang disampaikan pada kegiatan tersebut, meliputi:
1. Kebijakan Kementerian Agama Kabupaten Cirebon dalam Pembinaan
pengembangan Pendidikan Agama Islam di masyarakat;
2. Peran dan fungsi Majelis Talim dalam peningkatan mutu pendidikan kegamaan
di Masyrakat;
3. Model dan Strategi majelis Ta'lim dalam peningkatan pendidikan dan dakwah
di masyarakat;
4. Manajemen Majlis ta'lim
5. Strategi pengembangan Majlis ta'lim
6. Pemberdayaan SDM dan Ekonomi Masjid;
7. Materi dakwah dan pelatihan di majlis ta'lim
I. Sumber Pembiayaan
Seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan Materi dakwah dan pelatihan di
majlis ta'lim dibebankan kepada anggaran belanja IAIBBC dan sponsor masyarakat
melalui dokumen anggaran (DPA) penelitian dan pengabdian masyarakat tahun
2016.
J. Tata Tertib
Tata-tertib yang dibangun selama kelangsungan kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Melaporkan/mendaftarkan kehadirannya kepada panitia penyelenggara
sebelum pertemuan dan chekin;
2. Mengikuti semua kegiatan yang telah ditetapkan oleh panitia secara aktif dan
teratur dalam melakukan penilaian;
3. Menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan sesuai dengan jadwal acara;
4. Menjaga dan memupuk suasana kekeluargaan di dalam dan di luar ruang
pertemuan;
5. Selama penilaian berlangsung, tim pembina tidak diperkenankan
meninggalkan tempat kegiatan, kecuali seizin Ketua Penyelenggara;
6. Menandatangani daftar hadir yang telah disediakan
K. Anggaran Biaya
Adapun biaya yang dihabiskan untuk kelangsungan acara tersebut adalah:
No Kebutuhan Volume Harga satuan/ Jumlah
pertemuan Keseluruhan
1 Honorarium 6 orang x 3 80.000 1.440.000
Narasumber pertemuan

5
2 Konsumsi 100 5 000 500.000
Narasumber dan
panitia
3 Honararium 6 orang 10.000 60.000
Panitia
Jumlah 2. 000 000
Jumlah anggaran keseluruhan yang dibutuhkan (untuk 3 pertemuan)
adalah Rp. 2 000 000,- (terbilang: Dua Juta Rupiah).
L. Hasil Yang Diperoleh
Adapun hasil yang diperoleh dari pendampingan ini yaitu:
1. Peningkatan SDM pengelola mesjid dan majlis ta'lim
Peningkatan program kerja layanan majlis talim;
2. Ketersediaan sarana pendidikan dan dakwah di majlis ta'lim
3. Kemudahan akses dan layanan program pendidikan dan dkwah di
masyrakat.
M. Penutup
Demikian laporan kegiatan ini kami susun sebagai bahan evaluasi sekaligus
untuk pertimbangan merumuskan kebijakan-kebijakan berikutnya. Mudah-
mudahan kegiatan ini dapat memberikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan
pemberdayaan majlis ta'lim di provinsi Jawa Barat.

6
KEGIATAN DAN LAMPIRAN-LAMPIRAN MATERI
Seperti lazimnya kegiatan yang lain, kegiatan ini juga diawali dengan
pembukaan (opening ceremony) yang secara langsung dibuka oleh Kementrian
agama Kabupaten Cirebon. Dalam pembukaan ini, kementrian agama sekaligus
memberikan amteri terkait dengan kebijakan pemerintah (kementrian agama)
dalam hal pengembangan pendidikan keagamaan dan dakwah islam di
masyarakat. Dalam materi ini kepala kementrian agama lebih focus menegaskan
tentang peranan majlis ta'lim sebagai pusat dakwah dan pendidikan keagamaan
perlu disinergikan dengan kebijakan pemerintah sehingga kehadirannya dapat
menunjang pembangunan keagamaan di kabupaten Cirebon.
Setelah pembukaan kemudian disampaikan materi-materi secara berkala
(dua minggu sekali) yang bertempat di mesjid al-Hidayah. Adapun amteri-materi
tersebut sebagai mana pelaksanaannya terlampir dalam jadwal berikut:
No Waktu Materi Institusi Narasumber
1 Pembukaan DMI Kabupaten Cirebon MDI
dalam Pembinaan
pengembangan
Pendidikan Agama Islam
di masyarakat, Peran dan
fungsi Majlis Talim
dalam peningkatan mutu
pendidikan kegamaan di
Masyrakat
2 Minggu kedua Monitoring dan IAIBBC
bulan juli pendampingan
pengelolaan ,
Pemberdayaan SDM dan
Ekonomi Masjid, Materi
dakwah dan pelatihan di
majlis ta'lim,
3 Minggu ke Tiga Monitoring dan IAIBBC
bulan Juli pendampingan
pengelolaan dan
penutupan kegiatan
Untuk gambaran umum materi dan proses tanya jawab dari masing-masing sesi
yaitu sebagai berikut:

7
MATERI I
PERAN MAJLIS TA'LIM

8
SEBAGAI PUSAT DAKWAH DAN PENDIDIKAN MASYRAKAT

a. Pengantar
Ada beberapa gejala menarik dalam perkembangan kehidupan keagamaan
dimasyarakat belakangan ini. Observasi umum memperlihatkan, bahwa setidak-
tidaknya dua dasawarsa terakhir kehidupan keagamaan dimasyarakat terlihat
begitu semarak. Dan bila di lihat perkembangan kehidupan keagamaan tersebut
merupakan sebuah aplikasi dan konsekuensi dari perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan sosial, budaya politik ekonomi dalam masyarakat. Salah
satu bentuk perkembangan kehidupan keagamaan khususnya dalam pembinaan
umat adalah “lembaga” Majelis Ta’lim. Majelis Ta’lim merupakan salah satu
lembaga pendidikan non formal yang mempunyai fungsi dan peranan dalam
pembinaan umat, sebagai taman rekreasi rohaniah dan sebagai ajang dialog dan
silaturrahmi antara ulama, umara dengan umat.
Islam merupakan agama yang sempurna dan universal, agama yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia. Ia adalah sebuah sistem kehidupan yang tidak
ada sistem manapun yang dapat menandingi dan menyamainya karena semua
sistem tersebut adalah ciptaan manusia. Sedangkan Islam adalah ciptaan Allah
swt, Tuhannya manusia. Oleh karena itulah, manusia dibekali akal pikiran untuk
merumuskan sistem yang dapat dijadikan sebagai alat atau jalan untuk
menjelaskan pemahaman tentang Islam.
Pada dasarnya konsep Islam tentang pendidikan, bertujuan untuk memelihara
fitrah manusia, mewariskan nilai-nilai, dan pembentukan manusia seutuhnya insān
kāmil yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Untuk itulah
manusia dibekali dengan akal pikiran agar dapat menciptakan metode pendidikan
yang dinamis, efektif dan dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hidup dunia-
akhirat.
Kenyataannya, dewasa ini ditemukan banyak metode, kurikulum, dan
lembaga pendidikan yang hanya membentuk menurut keinginan dunia modern
pada satu sisi dan tidak memperhatikan aspek lain yang tidak dijangkau oleh
kemodernan itu sendiri seperti aspek –aspek batiniyah, aspek-aspek rohaniyah
bahkan diperparah lagi dengan konsep-konsep pendidikan yang menjerumuskan
manusia pada penyimpangan fitrah.
Kondisi seperti ini menuntut adanya penggalian kembali konsep pendidikan
yang berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Upaya penggalian
ini telah dilakukan tanpa henti oleh para cendekiawan Islam dari masa ke masa

9
dan hail dari itu telah dilihat dalam pentas sejarah berbagai macam bentuk
pendidikan baik berupa pendidikan informal, formal dan nonformal. Lembaga
pendidikan ini pada umumnya berfungsi sebagai sarana pewarisan nilai-nliai.
Salah satu model pendidikan nonformal yang diharapkan dapat berkembang
bersama dengan lembaga pendidikan lainnya adalah majelis ta’lim. Model
pembinaan majelis ta’lim diharapkan dapat menawarkan sebuah solusi dari
problematika yang dihadapi umat di antaranya berupa tantangan akibat kemajuan
teknologi, masalah hubungan sosial. Masalah pembianaan keluarga dan masalah
pendidikan anak (Zakiah Daradjat, 1980: 9-11).
Melihat posisi strategis majelis ta’lim yang berdiri sejajar dengan lembaga
pendidikan lainnya seperti sekolah, madrasah atau pesantren menempatkan
dirinya mengakar di masyarakat. Sehingga peranannya sebagai sarana pembinaan
umat sangatlah penting. Dapat diprediksikan jika seandainya umat Islam hanya
terikat pada pendidikan formal yang terbatas pada lembaga sekolah atau madrasah
sehingga banyak celah yang tidak tertutupi, sehingga pilihan alternatifnya dapat
dialihkan pada majelis ta’lim yang berperan sebagai pembinaan umat.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis mencoba mengangkat permasalahan
sekitar majelis ta’lim yang meliputi pengertian, latar belakang munculnya, serta
fungsi dan peran majelis ta’lim dalam pembinaan umat

b. Pengertian Majelis Ta’lim


Meskipun kata majelis ta’lim berasal dari bahasa Arab, tetapi istilah ini
sendiri tidak digunakan oleh negara atau masyarakat Arab. Istilah dan penamaan
majelis ta’lim lebih banyak ditemukan di Jakarta, Khususnya di kalangan
masyarakat Betawi sementara di daerah-daerah lain lebih dikenal dengan
Pengajian agama Islam (Ensiklopedi Islam, 1994: 120).
Dari segi etimologis, perkataan majelis ta’lim berasal dari bahasa Arab,
yang terdiri dari dua kata yaitu majelis dan ta’lim. Majelis artinya tempat duduk,
tempat sidang, dewan. Dan ta’lim diartikan dengan pengajaran (Ahmad Warson
Munawwir, 1997: 202; Tutty Alawiyah AS, 1997: 5). Dengan demikian, secara
lughawi “Majelis Ta’lim” adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau
pengkajian agama islam. Adapun pengertia secara istilah tentang majelis ta’lim,
sebagaimana yang dirumuskan pada musyawarah Majelis Ta’lim se DKI Jakarta
tahun 1980 adalah: Lembaga pendidikan nonformal Islam yang memiliki
kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, yang diikuti oleh
jamaah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan

10
hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT., antara
manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungannya, dalam
rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT. (Nurul Huda,
dkk., 1984: 5).
Berdasarkan pengertian di atas, tampak bahwa penyelenggaraan majelis
ta’lim berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan islam lainya. Seperti
pesantren dan madarasah, baik menyangkut sistem, materi maupun tujuannya. Hal
ini dapat dilihat bahwa perbedaan antara majelis ta’lim dengan yang lainnya,
sebagai berikut:
a. Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan nonformal Islam.
b. Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana halnya
sekolah atau madrasah.
c. Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak), bukan pelajar atau
santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majelis ta’lim bukan merupakan
kewajiban murid menghadiri sekolah atau madrasah.
d. Tujuannya yaitu memasyarakatkan ajaran Islam.

c. Latar Belakang Historis Majlis Ta'lim


Ditinjau dari segi historisnya, majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan
tertua dalam Islam sebab sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW.
(Hasbullah, 1996: 96). Meskipun tidak disebut dengan istilah majelis ta’lim.
Pelaksanaannya dikenal dengan pengajian (ta’lim bahasa Arabnya). Pengajian
Nabi Muhammad saw berlangsung di rumah Arqam bin Arqam secara sembunyi-
sembunyi. Kemudian pengajian ini berkembang di tempat-tempat lain dan
dilaksanakan secara terbuka. Hal ini dilandasi dengan adanya perintah Allah swt
untuk menyiarkan Islam secara terang-terangan.
Pengajian (majelis ta’lim dalam konteks pengertian sekarang) dengan
berbagai dimensinya yang berbeda-beda telah berkembang sejak zaman
Rasulullah. Apa lagi pada periode Madinah yang mana Islam telah menjadi
kekuatan nyata dalam masyarakat, sehingga menjadikan penyelengggaraan
pengajian tersebut lebih pesat, seiring dengan perkembangan ajaran Islam dikala
itu.
Seiring dengan perkembangan tersebut, maka muncullah berbagai jenis
kelompok pengajian sukarela disebut dengan halaqah yaitu kelompok pengajian di
majelis Nabawi atau al-Haram, biasanya ditandai dengan salah satu pilar masjid

11
untuk tempat berkumpulnya peserta kelompok masing-masing dengan seorang
sahabat (M. Arifin, 1995: 118).
Adapun metode pengajian yang dilaksanakan pada masa Rasulullah yaitu
Rasulullah duduk di masjid Nabawi untuk memberikan pengajian kepada para
sahabat dan kaum muslimin ketika itu. Dengan metode tersebut Nabi saw. telah
berhasil pula membentuk karakter dan kekuatan umat. Lebih jauh dari itu, Nabi
juga berhasil membina para pejuang Islam, yang tidak saja gagah perkasa di
medan perjuangan bersenjata dalam membela dan menegakkan Islam, tapi juga
terampil dalam mengatur pemerintahan dan membina kehidupan kemasyarakatan
(Hasbullah, 1999: 203). Pada zaman Nabi, di kalangan anak-anak juga
dikembangkan kelompok pengajian khusus yang disebut al-Kuttab yang
mengajarkan baca al-Qur’an, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi
semacam pendidikan formal untuk anak-anak, karena di samping baca al-Qur’an
juga diajarkan ilmu agama seperti Fikih, Ilmu Tauhid dan sebagainya (M. Arifin,
1995: 119).
Pengajian yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. tersebut dilanjutkan dan
diterapkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan seterusnya sampai
generasi sekarang. Bahkan di masjid al-Haram sendiri sampai saat ini terdapat
pengajian (majelis ta’lim) yang diasuh oleh ulama-ulama terkenal dan terkemuka
serta dikunjungi para jamaah dari berbagai bangsa.
Pada masa puncak kejayaan Islam, majelis ta’lim tidak hanya dipergunakan
sebagai tempat untuk menuntut ilmu, tetapi juga merupakan tempat para ulama
dan pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak
akan salah jika dikatakan bahwa para ilmuan islam dalam berbagai disiplin ilmu
ketika itu, merupakan produk dari majelis ta’lim (Nurul Huda dkk., 1984: 7).
Sementara itu di Indonesia, terutama di saat-saat penyiaran Islam oleh para
wali dahulu, juga mempergunakan majelis ta’lim untuk menyampaikan
dakwahnya. Oleh sebab itu, di Indonesia, majelis ta’lim juga merupakan lembaga
pendidikan Islam tertua. Barulah kemudian seiring dengan perkembangan ilmu
dan pemikiran dalam mengatur pendidikan, di samping majelis ta’lim yang
bersifat nonformal, tumbuh lembaga pendidikan yang lebih formal sifatnya seperti
pesantren, madrasah dan sekolah.
Jika diamati perkembangan majelis ta’lim, maka dapatlah dipahami bahwa
majelis ta’lim adalah cikal bakal pendidikan formal yang dilaksanakan sekarang
ini. Hanya saja penyelenggaraannya sudah terdapat beberapa perbedaan. Majelis

12
ta’lim digolongkan sebagai pendidikan nonformal, sedangkan sekolah atau
madrasah sebagai pendidikan formal (baca lembaga pendidikan).

d. Fungsi Dan Peranan Majelis Ta’lim Dalam Pembinaan Umat


Pembinaan umat sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
beragama. Agama Islam bukan hanya sekadar konsep ajaran yang dogmatis,
melainkan ajaran yang disampaikan oleh Tuhan melaui Nabi harus membumi
pada umatnya.
Untuk membumikan ajaran Islam tersebut diperlukan satu wadah yang dapat
mengkoordinir umat Islam khususnya, agar cita-cita dan tujuan untuk
menciptakan umat yang menghayati dan mengaplikasikan ajaran-ajaran agama
dapat terealisir.
Salah satu wadah yang dimaksud, adalah “majelis ta’lim”. Wadah ini
diharapkan dapat memberi jawaban yang memuaskan bagi pertanyaan-pertanyaan
yang menghadang penghayatan dan mengaplikasikan agama dalam benak umat.
Kemudian dapat mendorong untuk meraih kesejahteraan lahir dan batin sekaligus
menyediakan sarana dan mekanismenya.
Jika ditinjau dari strategi pembinaan umat, maka dapat dikatakan bahwa
majelis ta’lim merupakan wadah atau wahana dakwah islamiyah yang murni
institusional keagamaan yang melekat pada agama islam itu sendiri. Hal ini
senada dengan apa yang dikemukakan oleh M. Arifin bahwa majelis ta’lim
menjadi sarana dakwah dan tabligh yang Islami di samping berperan sentral dalam
pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam juga diharapkan dapat
menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati, memahami, dan
mengamalkan ajaran agama yang kontekstual sehingga dapat menjadikan umat
Islam sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok umat Islam (Arifin,
1995: 119-120).
Berkaitan dengan hal tersebut, fungsi dan peranan majelis ta’lim, tidak lepas
dari kedudukannya sebagai alat dan sekaligus media pembinaan kesadaran
beragama. Usaha pembinaan umat atau masyarakat dalam bidang agama biasanya
menggunakan beberapa bentuk pendekatan, yakni: a) lewat propaganda; yang
lebih menitikberatkan kepada pembentukan publik opini, agar mereka mau
bersikap dan berbuat sesuai dengan maksud propaganda. Sifat propaganda adalah
masal, caranya dapat melalui rapat umum, siaran radio, TV, Film, Drama,
Spanduk dan sebagainya; b) melalui indoktrinasi yaitu menanamkan ajaran
dengan konsepsi yang telah disusun secara tegas dan bulat oleh pihak pengajar

13
untuk disampaikan kepada masyarakat, melalui kuliah, ceramah, kursus-kursus,
training centre dan sebagainya; c) meleui jalur pendidikan, dengan
menitikberatkan kepada pembangkitan dan matang dari karsa sehingga cara
pendidikan ini lebih mendalam dan matang dari pada propaganda dan indoktrinasi
(Salahuddin Sanusi, 1964: 112).
Salah satu di antaranya dengan pendekatan pembinaan mental spiritual
melalui jalur pendidikan, inilah yang banyak dipergunakan seperti di sekolah,
madrasah, pesantren dan pengajian, termasuk majelis ta’lim. Dengan demikian
majelis ta’lim mempunyai kedudukan yang sangat penting di tengah masyarakat.
Sebagai lembaga pendidikan nonformal, majelis ta’lim berfungsi sebagai berikut:
a. Membina dan megembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
b. Sebagai taman rekreasi rohaniyah, karena penyelenggaraannya bersifat sentral.
c. Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi yang dapat menghidupsuburkan
dakwah dan Ukhuwah Islamiyah.
d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara dengan
umat.
e. Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat
dan bangsa pada umumnya (Nurul Huda dkk., 1984: h. 9).
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jamaahnya, majelis ta’lim
dapat dikelompokkan dalam beberapa macam, yaitu (1) majelis ta’lim yang
jamaahnya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan
campuran (tua, muda, pria dan wanita), (2) majelis ta’lim yang diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga sosial/keagamaan, kelompok penduduk di suatu daerah,
instansi dan organisasi tertentu (Ensiklopedi Islam, 1994: 121).
Untuk metode penyajiannya berupa metode ceramah, halaqah, dan campuran.
Sedangkan materi yang dipelajari dalam majelis ta’lim mencakup: pembacaan al-
Qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ulumul Qur’an, Hadist dan Mustalahnya,
Fiqhi dan Ushul Fiqhi, Tauhid, Ahklak serta materi-materi yang dibutuhkan para
jamaah. Disamping kegiatan pengajian rutin, majelis ta’lim juga melakukan
kegiatan-kegiatan lain seperti peringatan hari-hari besar Islam dan kegiatan sosial
yang lainnya. Perkembangan majelis ta’lim dewasa ini cukup mengembirakan dan
senantiasa dihadiri banyak jamaah. Hal ini tidak lepas dari adanya kebutuhan dan
hasrat masyarakat terhadap pengetahuan tentang agama. Dengan demikian,
pengaktualisasian nilai-nilai dan ajaran agama dapat ditingkatkan, sehingga

14
berimplikasi pada umat yang bertanggung jawab terhadap diri, sesama,
lingkungan dan Tuhannya.

e. Penutup
Dari uraian yang telah dipaparkan maka dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa majelis ta’lim pada awalnya diistilahkan dengan pengajian atau pengajaran
agama Islam. Majelis ta’lim juga merupakan lembaga pendidikan nonformal yang
mempunyai fungsi dan peranan dalam pembinaan umat.
Adapun fungsinya adalah untuk membina dan mengembangkan ajaran
agama Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada Allah,
dapat menghidup suburkan dakwah dan ukhuwah Islamiyah, sebagai sarana dialog
antara ulama dan umara dengan umatnya.
Selanjutnya peranannya adalah sebagai sarana dakwah dan pendidikan
dalam rangka peningkatan kualitas ajaran agama, sehingga umat Islam dapat
menghayati, memahami dan mengamalkanya. Dengan demikian, terciptalah
suasana Islami dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tutty AS., Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim Cet. I;
Bandung: Mizan, 1997.
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan; Islam dan Umum Cet. III; Jakarta:
Bumi Aksara, 1995.
Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Orang Dewasa. Prasaran Penulis dalam
Seminar “Pendidikan Orang Dewasa” yang diselenggarakan oleh PB PGRI Pusat,
tanggal 29-31 Mei 1975 di Tanjung Karang. Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Cet. III; Jakarta: PT.
Ichtiar Van Hoeve, 1994.
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Grafindo
Persada, 1996.
—–. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet. III; Jakarta: Grafindo Persada,
1999.
Huda, Nurul. Dkk. Pedoman Majelis Ta’lim. Jakarta: Proyek Penerangan
Bimbingan Dakwah Khotbah Agama Islam Pusat, 1984
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir-Kamus Arab-Indonesia. Cet.
XIV; Surabaya: Pustaka Progresif 1997, h. 202. Lihat juga Tutty Alawiyah AS,
Strategi dakwah di lingkungan Majelis Ta’lim. Cet. I; Bandung: Mizan, 199

15
MATERI II
MANAJEMEN MAJELIS TA’LIM DALAM MENINGKATKAN MUTU
DAKWAH DAN PENDIDIKAN DI MASYARAKAT

Pendahuluan
Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal yang
menyelenggaraan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan
masyarakat muslim di Indonesia. kebanyakan majelis ta’lim dikelola secara
tradisional dengan menggunakan pendekatan pahala dan konsep lillahitaala,
sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan permintaan jamaah , tidak
terencana dengan baik. Oleh karena itu majelis ta’lim yang masih dikelola dengan
tradisional, mesti melakukan perbaikan dalam pengelolaannya dengan manajemen
yang lebih baik. Pengelolaan yang baik atau manajemen yang baik di dalamnya
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dalam proses perencanaan paling tidak majelis ta’lim mempunyai visi dan
misi yang dikaitkan dengan tujuan majelis ta’lim dan mempunyai izin
operasional. Dalam pengorganisasian di dalamnya pembagian tugas dan
menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub organisasi sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Selanjutnya penggerakan, disini pimpinan yang memberikan
motivasi kepada anggotanya untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya.
Kemudian adanya pengawasan. Pengawasan biasanya dilakukan oleh dewan
penasehat atau pengawas.

Pengertian Manajemen Majlis Ta'lim


Setiap organisasi memerlukan pengambilan keputusan, pengkoordinasian,
aktifitas penanganan manusia, pembagian tugas dan kewenangan, serta
pengawasan atau evaluasi, semuanya ini merupakan aktifitas manajemen.
Menurut Harsey dan Blanchard manajemen adalah proses kerjasama melalui
orang-orang atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. (Sagala, S. 2004, h.

16
13). Oleh karena itu manajemen adalah sesuatu yang sangat penting karena ia
berhubungan dengan pencapaian tujuan.
Menurut Nanang Filah, manajemen merupakan sesuatu proses
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan organisasi dengan
segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Dengan
demikian manajemen sangat diperlukan, bahkan Allah Swt pun mencintai
perbuatan yang termanaj dengan baik, hal ini dapat dilihat dalam surat Ash Shaf
ayat 4 yang artinya: “ Sesungguhnya Allah Swt sangat mencintai orang-orang
yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang kokoh”. ( Choirunisa, C &
Pudjosumedi, 2013, h. 87)
Majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan non formal mesti memiliki
manajemen yang baik. Menurut Kulsum Minangsih dalam jurnalnya, Urgensi
Ilmu Manajemen Mewujudkan Majelis Ideal, bahwa kebanyakan majelis ta’lim
dikelola secara tradisional dengan menggunakan pendekatan pahala dan konsep
lillahitaala, sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan permintaan jamaah ,
tidak terencana dengan baik, metode penyampaiannya menggunakan jiping ( ngaji
kuping), dan hafmul ( hafal mulut), tanpa mengenal huruf hijaiyah, sumber daya
manusianya belum dikelola dengan baik. (Kulsum, 2014 ) Dengan demikian,
majelis ta’lim yang masih dikelola dengan tradisional, mesti melakukan perbaikan
dalam pengelolaannya dengan manajemen yang lebih baik. Pengelolaan yang baik
atau manajemen yang baik di dalamnya terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. (Herujuto, Y. 2001, h. 3)
Dengan manajemen yang baik, maka mutu pendidikan majelis ta’lim
semakin meningkat. Mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan
dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan
kemampuan belajar seoptimal mungkin. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan manajemen yang bisa meningkatkan mutu pendidikan majelis
ta’lim
Manajemen berasal dari kata to manage berarti control. Dalam Bahasa
Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani, atau mengelola
( Herujito,y. 2001, h.1). Untuk memberikan pemahaman tentang manajemen perlu
diketahui beberapa definisi yang dikemukakan para ahli diantaranya: 1) menurut
Frederick Winslow Taylor, “Management is knowing exactly what you want to do
and then seeing that they do it in the best ang cheapest way” (manajemen adalah
mengetahui secara tepat apa yang Anda ingin kerjakan dan kemudian anda
melihat bahwa mereka mengerjakan dengan cara yang terbaik dan termurah). 2)

17
Menurut James A. F. Stoner, “management is the process of planning, organizing,
leading, and controlling the efforts of organizational members ang the use of other
organizational resources in other to achieve stated organizational goals”.
(manajemen adalah proses dari perencanaan, pengorganisasian, pemberi
pimpinan, dan mengendalikan dari suatu usaha dari anggota organisasi yang
menggunakan sumber daya organisatoris untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.). 3) Menurut George R. Terry, “ Management is distinct process
of planning, organizing, actuating, controlling, performed, to determine and
accomplish stated objective the use of human beings and other resources.”
(manajemen adalah suatu proses yang nyata, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan menyelesaikan sasaran yang telah ditetapkan dengan menggunakan
orang dan sumber-sumber daya lainnya) ( Sagala, S, 2004, h. 14 &15).
Dari berbagai pendapat di atas bahwa manajemen adalah menjalankan
fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Manajemen
mesti bisa menggunakan sumber-sumber daya yang ada dengan baik. Manajemen
merupakan suatu proses yang mengintegrasikan sumber-sumber yang semula
tidak berhubungan satu sama lain menjadi satu system yang menyeluruh. Majelis
Ta’lim Kata majelis ta’lim berasal dari Bahasa Arab terdiri dari dua kata majelis
dan ta’lim. Majelis artinya tempat duduk dan ta’lim artinya pengajaran atau
pengajian. Jadi majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal yang
menyelenggaraan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan
masyarakat muslim di Indonesia. Baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lain.
Penamaan majelis ta’lim lebih banyak ditemukan di Jakarta, khususnya kalangan
masyarakat Betawi, sementara daerah-daerah lain terkenal dengan “ Pengajian
agama Islam ”.
Meskipun kata majelis ta’lim berasal dari Bahasa Arab, namun istilah itu
sendiri tidak digunakan di masyrakat Arab. (Ensiklopedi, 2000, h. 120-122).
Pengertian majelis ta’lim menurut pengurus majelis ta’lim se DKI Jakarta, adalah
suatu lembaga pendidikan Islam non formal yang memiliki kurikulum sendiri ,
diselenggarakan secara berkala dan teratur dan diikuti oleh jamaah yang relatif
banyak yang bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun
dan serasi antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya,
lingkungannya dalam membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah Swt
(Umar.H, 2007, h.1).

18
Dari pengertian di atas, bahwa majelis ta’lim merupakan lembaga
pendidikan Islam non formal yang mempunyai perencanaan, pengorganisasian,
dan pelaksanaan . Kalau dilihat dari sisi manajemen, pengertian majelis ta’lim di
atas masih ada kurang yaitu tidak adanya pengawasan baik internal maupun
eksternal. Pengawasan merupakan hal yang sangat penting. Menurut Anthony,
Dearden, dan Bedford yang dikutip oleh Syaiful Sagala bahwa , pengawasan
bertujuan untuk memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang
diinginkan dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi.
Paradigma Majelis Ta’lim dan Perkembangannya Bila dilihat dari struktur
organisasinya, majelis ta’lim termasuk organisasi pendidikan luar sekolah (non
formal) yang bercirikan khusus keagamaan Islam. Bila dilihat dari tujuan, majelis
ta’lim termasuk lembaga atau sarana dakwah Islamiyah yang secara self standing
dan self disciplined dapat mengatur dan melaksanakan kegiatankegiatannya.
Didalamnya berkembang prinsip demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk
mufakat demi untuk kelancaran pelaksanaan ta’lim islami sesuai dengan tuntutan
pesertanya. Dilihat dari segi historis, majelis ta’lim dengan dimensinya yang
berbedabeda telah berkembang sejak zaman Rosulullah Saw. Pada zaman itulah
muncul berbagai jenis kelompok pengajian sukarela, tanpa bayaran, yang disebut
halaqah. Halaqah yaitu kelompok pengajian di masjid Nabawi atau Al Haram,
ditandai dengan salah satu pilar masjid untuk tempat berkumpulnya peserta
kelompok masing-masing dengan seorang sahabat yaitu ulama terpilih.
Tujuan dari halaqah itu untuk berdakwah. Rosulullah sendiri
menyelenggarakan sistem ta’lim secara periodic di rumah sahabat Arqam di
Mekah, dimana pesertanya tidak dibatasi oleh usia, lapisan sosial atau rasial. Di
kalangan anakanak pada waktu itu (Zaman Nabi) dikembangkan kelompok
pengajian untuk anak-anak yang disebut Kutab. Kutab ini pada masa selanjutnya
menjadi semacam pendidikan formal untuk anak-anak, karena di samping belajar
Al Qur’an juga diajarkan ilmu agama seperti Ilmu Fikih, Ilmu Tauhid dan lain
sebagainya. Namun yang menjadi ciri khas dari system belajar agama melalui
kelompok tersebut adalah sikap ikhlas dan sukarela dan tanpa pamrih dari
gurunya. Sedangkan para pesertanya didorong untuk kewajiban menuntut ilmu
sepanjang hayat, terutama ilmu agama yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadis.
(Ramayulis, 2008) Menurut uraian di atas, bahwa majelis ta’lim
merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang memiliki tujuan
mengembangkan pendidikan agama dan meningkatkan pemahaman keagamaan

19
khususnya agama Islam bagi peserta didiknya. Peserta didiknya terdiri dari
berbagai strata sosial. Oleh sebab itu majelis ta’lim mesti memiliki manajemen
yang baik agar menyumbangkan sumber daya manusia sesuai dengan amanat
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. A. Dasar Hukum Majelis Talim
Majelis ta’lim mempunyai dasar hukum yang kuat yaitu, Peraturan Pemerintah No
55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Paragraf 2
Pasal 21 yang berbunyi, “ Pendidikan diniyah non formal diselenggarakan dalam
bentuk pengajian kitab, majelis ta’lim, pendidikan Al Qur’an, Diniyah Takmiliyah
atau bentuk lain yang sejenis.” Jadi dari pasal tersebut bahwa majelis ta’lim
merupakan pendidikan non formal. Majelis ta’lim bertujuan untuk meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt dan akhlak mulia peserta didik serta
mewujudkan rahmat bagi alam semesta. (PP. No 5, 2007, h. 9).

B. Manajemen majelis ta’lim dalam meningkatkan mutu pendidikan islam


Manajemen majelis ta’lim adalah suatu proses mengatur atau
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengawasi terhadap suatu
lembaga pendidikan Islam non formal untuk menyelenggarakan kurikulum yang
diselenggarakan secara berkala dan teratur agar dapat membina jamaah. (Ismail,
2009, h. 1). Dalam proses perencanaan paling tidak majelis ta’lim mempunyai visi
dan misi yang dikaitkan dengan tujuan majelis ta’lim tersebut. Selain itu mesti
mempunyai izin operasional. Untuk mendapatkan izin operasional harus
memenuhi persyaratan. Menurut Ahmad persyaratan tersebut diantaranya: 1) ada
struktur kepengurusan 2) melampirkan daftar jamaah 3) jadwal dan tempat secara
lengkap 4) nama majelis ta’lim. (Ahmad, 2015) Setelah proses perencanaan
dilanjutkan dengan pengorganisasian.
Tujuan pengorganisasian untuk mempermudah proses pencapaian tujuan
majelis ta’lim dalam proses belajar mengajar. Pengorganisasian menurut Gorton
yang dikutip Syaiful Sagala, adalah terbaginya tugas ke dalam berbagai unsur
organisasi. Dengan kata lain, pengorganisasian yang efektif adalah membagi tugas
dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub organisasi. (Sagala, 2004, h. 23
). Dalam tahap pengorganisasian majelis ta’lim terdiri dari : 1. Umum a) Nama
majelis ta’lim b) Tempat dan kedudukan c) Tempat dan waktu pendirian d)
Sekretariat e) Email dan nomor telepons 2. Susunan pengurus, yang terdiri dari: a)
Dewan Pembina dan penasehat b) Ketua dan wakil ketua c) Sekretaris d)
Bendahara e) Bidang tabligh dan ta’lim f) Bidang tarbiyah g) Bidang sosial dan
ekonomi h) Bidang informasi dan komunikasi i) Bidang khusus pembangunan

20
mushola atau masjid 3. Tugas- tugas Tugas-tugas disesuaikan dengan bidangnya
masing-masing. Misalnya dewan Pembina dan penasihat bertugas melakukan
pembinaan dan pengarahan kepada pengurus majelis ta’lim. Ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara, dan juga bidangbidang yang lain menjalankan tugas sesuai
dengan bidangnya.
Selanjutnya majelis ta’lim menyususn kurikulum sesuai dengan visi dan
misi juga tujuan majelis ta’lim. ( Qasim, 2010) Dari uraian di atas, bahwa
manajemen majelis ta’lim penting untuk diterapkan, supaya program kerja terarah
sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan pembagian tugasnya sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Tahap selanjutnya controlling (Penggerakan). Yang
dimaksud dengan penggerakan adalah usaha membujuk orang melaksanakan
tugas-tugasnya yang telah ditentukan dengan penuh semangat untuk memcapai
tujuan institusi. Tugas menggerakan dilakukan oleh ketua sebagai tugas
manajerial. Oleh karena itu, ketua atau pimpinan mempunyai peran yang sangat
penting dalam menggerakan anggotanya sehingga semua program kerja
terlaksana. Untuk menggerakan anggota dibutuhkan strategi, terutama strategi
kepemimpinan dengan mengoptimalisasikan seluruh sumber daya organisasi.
(Sagala, 2004, h. 25). Setelah adanya penggerakan, mesti dilakukan pengawasan.
Pengawasan adalah suatu konsep yang luas yang dapat diterapkan pada manusia ,
benda , maupun organisasi. Fungsi dari pengawasan adalah memastikan agar
anggota organisasi melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan,
menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk
mengendalikan organisasi. Pengawasan meliputi tindakan untuk menuntun dan
memotivasi usaha pencapaian tujuan maupun tindakan untuk mendeteksi dan
memperbaiki pelaksanaan yang efektif dan efesien. (Sagala, 2004, h. 26 ). Oleh
karena itu pengawasan penting dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau
untuk lebih memberikan kualitas pada proram kerja yang telah dilaksanakan.
Pengawasan bisa dilakukan oleh dewan Pembina ataupun dewan penasehat.
Dengan demikian manajemen majelis ta’lim akan berkembang sesuai dengan
tujuan lembaga.

Kesimpulan
Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal yang
menyelenggaraan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan
masyarakat muslim di Indonesia. kebanyakan majelis ta’lim dikelola secara
tradisional dengan menggunakan pendekatan pahala dan konsep lillahitaala,

21
sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan permintaan jamaah , tidak
terencana dengan baik. Oleh karena itu majelis ta’lim yang masih dikelola dengan
tradisional, mesti melakukan perbaikan dalam pengelolaannya dengan manajemen
yang lebih baik. Pengelolaan yang baik atau manajemen yang baik di dalamnya
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam
proses perencanaan paling tidak majelis ta’lim mempunyai visi dan misi yang
dikaitkan dengan tujuan majelis ta’lim dan mempunyai izin operasional. Dalam
pengorganisasian di dalamnya pembagian tugas dan menstrukturkan tugas-tugas
ke dalam sub-sub organisasi sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Selanjutnya penggerakan, disini pimpinan yang memberikan motivasi kepada
anggotanya untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya. Kemudian
adanya pengawasan. Pengawasan biasanya dilakukan oleh dewan penasehat atau
pengawas.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. (2015). Manajemen Majelis Ta’lim. Bimas –Kemenag . go.id. di
akses Jum’at 31 Juli 2015
Basit, A. (2010). Peranan Majelis Ta’lim dalam Meningkatkan
Pengamalan Ibadah. (skripsi) Choirunisa & Pudjosumedi. (2013). Manajemen
Pendidikan. Jakarta: Uhamka
Press Herujito, Y. (2001). Dasar- Dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo
Kementerian Agama. (2007). Peraturan Pemerintah No 55 tentang Pendidikan
Agama dan Keagamaan.
Minangsih, K. (2014). Paradigm Baru Pengelolaan Institusi Dakwah :
Urgensi Ilmu Manajemen Mewujudkan Majelis Ta’lim Ideal. Jurnal
Kontektualita, Volume 29 No 2 tahun 2014
Qamar, M. (2007). Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga
Ramayulis, (1998). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia Sagala, S. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyrakat:
Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta: Nimas Multima.
Tim Ensiklopedi. (2000). Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Haeve

22
MATERI III
PEMBINAAN MANAJEMEN DAN KURIKULUM
ORGANISASI MAJELIS TA’LIM [1]
Oleh : Sulaeman, M.MPd
A.     PENDAHULUAN
Menurut akar katanya, istilah Majelis Ta’lim tersusun dari gabungan dua
kata; majlis (tempat) dan ta’Iirn (pengajaran) yang berarti tempat pengajaran
apengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran Islam. Sebagai
sebuah sarana da’wah dan pengajaran agama Islam, Majelis Ta’lim sesungguhnya
memiliki basis tradisi yang kuat, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW mensyiarkan
agama Islam di awal-awal risalah beliau.
Di masa Islam Mekkah, Nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Islam
secara sembunyi-sembunyi, dari satu rumah ke rumah lain dan dari satu tempat ke
tempat lain. Sedangkan di era Madinah, Islam mulai diajarkan secara terbuka dan
diselenggarakan di masjid-masjid. Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW yaitu mendakwahkan ajaran-ajaran Islam, balk di era Mekkah ataupun
Madinah-adalah cikal bakal berkembangnya Majelis Ta’lim yang kita kenal saat
ini.
Di awal masuknya Islam ke Indonesia, Majelis Ta’lim merupakan sarana
yang paling efektif untuk memperkenalkan sekaligus mensyiarkan ajaran-ajaran
Islam ke masyarakat sekitar. Dengan berbagai kreasi dan metode, Majelis Ta’lim
menjadi ajang berkumpulnya orang-orang yang berminat mendalami agama Islam
dan sarana berkomunikasi antar-sesama umat. Bahkan, dari Majelis Ta’limlah
kemudian muncul metode pengajaran yang lebih teratur, terencana dan
berkesinambungan, seperti pondok pesantren dan madrasah.

23
Meski telah melampaui beberapa fase pergantian zaman, eksistensi Majelis
Ta’lim cukup kuat dengan tetap memelihara pola dan tradisi yang baik sehingga
mampu bertahan di tengah kompetisi lembaga-lembaga pendidikan keagamaan
yang bersifat formal. Bedanya, kalau dulu Majelis Ta’lim hanya sebatas tempat
pengajian yang dikelola secara individual oleh seorang kyai yang merangkap
sebagai pengajar sekaligus, maka perkembangan kemudian Majelis Ta’lim telah
menjelma menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau
pengajian agama Islam dan dikelola dengan cukup baik, oleh individu, kelompok
perorangan, maupun lembaga (organisasi).
Dalam prakteknya, Majelis Ta’lim merupakan tempat pengajaran atau
pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat waktu. Majelis
Ta’lim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis
kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore,
ataupun malam hari. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan di rumah, masjid,
mushala, kantor, aula, halaman (lapangan) dan sebagainya.
Selain itu, Majelis Ta’lim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai
lembaga da’wah dan lembaga pendidikan non-formal. Fleksibilitas Majelis Ta’lim
inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga
pendidikan Islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis Ta’lim
juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat
dengan para ustadz, dan antara sesama anggota jamaah Majelis Ta’lim.
Dengan demikian Majelis Ta’lim menjadi lembaga pendidikan keagamaan
alternatif bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu dan kesempatan
menimba ilmu agama di jalur pendidikan formal. Inilah yang menjadikan Majelis
Ta’lim memiliki nilai dan karakteristik tersendiri dibanding lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan Iainnya.
Mengingat pelaksanaannya yang fleksibel dan terbuka untuk segala waktu
dan kondisi, keberadaan Majelis Ta’lim telah menjadi lembaga pendidikan
seumur hidup bagi umat Islam.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memikirkan dan memberdayakan
keberadaan Majelis Ta’lim saat ini dan masa mendatang agar bisa bertahan dan
terus berkembang lebih balk, serta menjadi rahmat bagi umat. Untuk itu kami
melihat ada dua hal yang perlu menjadi perhatian khusus kita bersama dalam
upaya memaksimalkan peran dan fungsi Majelis ta’lim, yaitu penataan sistem
pengelolaan (manajemen) dan penataan sistem kurikulum dan model
pembelajaran.

24
 
B.     Fungsi dan Peranan Majelis Ta’lim
a.      Fungsi Majelis Ta’lim
1. Fungsi keagamaan, yakni membina dan mengembangkan ajaran Islam
dalam rangka membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT;
2. Fungsi pendidikan, yakni menjadi pusat kegiatan belajar masyarakat
(learning society), keterampilan hidup, dan kewirausahaan;
3. Fungsi sosial, yakni menjadi wahana silaturahmi, menyampaikan
gagasan, dan sekaligus sarana dialog antara ulama, umara dan umat:
4. Fungsi ekonomi, yakni sebagai sarana tempat pembinaan dan
pemberdayaan ekonomi jama’ah;
5. Fungsi seni dan budaya, yakni sebagai tempat pengembangan seni dan
budaya Islam;
6. Fungsi ketahanan bangsa, yakni menjadi wahana pencerahan umat da!am
kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.

b.                  Peranan Majelis Ta’lim.


Peranan majelis ta’lim dalam masyarakat sebagaimana yang dijelaskan
oleh Arifin (1991 : 120): “adalah mengokohkan landasan hidup manusia di bidang
mental spritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya
secara integral, lahiriyah dan batiniyah, duniawi dan ukhrawi yang bersamaan,
sesuai dengan ajaran Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan di
dunia dan segala bidang kegiatannya”.
Sedangkan Hasbullah (1996 : 206) memberikan rincian peranan majelis
ta’lim adalah sebagai berikut:
1) Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT,
2) Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat
santai,
3) Sebagai ajang berlangsungnya silaturahim massal yang dapat
menghidupkan dan menyuburkan da’wah dan ukhuwah Islamiah,
4) Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama dan umara serta
umat,
5) Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi
pembangunan umat dan bangsa pada umumnya.

25
 
C.  Penataan Manajemen Majelis Ta’lim
Dari beberapa fungsi dan peranan yang diterangkan di atas, hal yang perlu
diperhatikan bahwa pelaksanaan kegiatan majelis ta’lim dapat dilakukan
berdasarkan prinip-prinsip manajemen da’wah yakni, adanya Planning,
Organizing, Actuating dan Controlling (POAC), yaitu :
a. Perencanaan (planning): yaitu merencanakan setiap kegiatan
pembinaan yang akan dilaksanakan oleh majelis ta’lim dengan sebaik-baiknya.
Dalam merencanakan sebuah kegiatan, MajelisTa’lim hendaknya mengetahui
kemampuan yang dimilikinya, baik tenaga, biaya ataupun sarana dan fasilitas.
Selain itu, perlu diperhatikan apakah sebuah kegiatan yang direncanakan tersebut
benar-benar diperlukan untuk mencapai tujuan atau tidak.
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam membuat sebuah
perencanaan yaitu:
1) Menetapkan tujuan yang akan dicapai. Perencanaan dimulai dengan
keputusan-keputusan tentang kebutuhan organisasi. Tanpa rumusan tujuan yang
jelas, organisasi akan menggunakan dayanya secara tidak efektif. Kegiatan yang
tidak secara langsung menjurus tujuan yang telah ditetapkan, pada dasarnya
adalah sebuah pemborosan dan tidak perlu dimasukkan ke dalam rencana kegiatan
MajelisTa’lim
2) Merumuskan keadaan saat ini. Pemahaman akan posisi organisasi
sekarang dari tujuan yang hendak dicapai atau sumber yang tersedia untuk tujuan
adalah sangat penting karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan
datang. Analisa rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana
kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi terutama keuangan
dan data statistik yang didapatkan melalui komunikasi dalam organisasi.
3) Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan. Segala kekuatan,
kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasi untuk mengukur
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui
faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yang dapat membantu organisasi
mencapai tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit
dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan serta ancaman yang
mungkin terjadi diwaktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
4) Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian
tujuan. Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan

26
berbagai alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan, penilaian alternatif tersebut
adalah pemilihan alternatif terbaik.
 
b. Pengorganisasian (organizing): yaitu mengatur atau
meng¬organisasikan semua tenaga, biaya dan sarana yang dimiliki Majelis
Ta’lim. Termasuk di dalamnya adalah pembagian tugas antar pengurus,
pengaturan tempat, pengaturan ta’Iim (pengajaran) dan pengaturan biaya
(keuangan). Semua kegiatan hendaknya dikelola dan dikordinasikan secara balk
guna mencapai tujuan bersama. Menurut Handoko (2001 : 24) pengorganisasian
dapat dilakukan dengan cara:
1) Penentuan sumber daya–sumber daya dan kegiatan–kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi,
2) Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja
yang akan dapat “membawa” hal tujuan,
3) Penugasan tanggung jawab tertentu,
4) Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu–individu
untuk melaksanakan tugas – tugasnya.
 
c. Aksi/tindakan (actuating): yaitu menyelenggarakan atau melaksanakan
rencana-rencana kegiatan yang telah disepakati dalam tindakan nyata sesuai
dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Pelaksanaan program dan
kegiatan ini harus benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Karenanya, dibutuhkan semangat dan kemampuan pengurus agar program atau
kegiatan yang telah direncanakan bisa berjalan dengan baik dan sesuai keinginan
dan tujuan semula. Memperhatikan unsur kesatuan (Unity) pendapat dan
pemikiran serta faktor hubungan (koherensi) antar anggota majelis ta’lim dengan
tetap menjaga hubungan hati.
d. Pengawasan (controlling): yaitu mengawasi dan mengevaluasi semua
kegiatan Majelis Ta’lim dan semua penggunaan dana dan sarana (fasilitas) untuk
kemudian memperbaiki dan meningkatkan kemampuan lembaga (Majelis Ta’lim)
untuk mencapai tujuan secara optimal. Dalam hal ini, Majelis Ta’lim harus bisa
mengawasi dan menilai jalannya sebuah kegiatan, untuk dikemudian dievaluasi
hal-hal yang menyangkut keberhasilan, kegagalan, dan hambatan-hambatannya.
 
G. Penataan Kurikulum Majelis Ta’lim

27
Dalam prakteknya, banyak Majelis Ta’lim yang tidak menyusun atau
menerapkan kurikulum (rancangan) ta’lim sebagai dasar pengajaran. Pengurus
majelis ta’lim biasanya hanya menyerahkan pilihan materi ta’lim kepada ustadz
(pengajar) tanpa konsep yang disusun oleh Majelis Ta’lim terlebih dahulu.
Seyogyanya pengurus Majelis Ta’lim perlu membuat semacam perencanaan atau
rancangan ta’lim (kurikulum) agar kegiatan Majelis Ta’lim bisa berjalan dengan
terencana, sistematis dan lebih mudah untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang
telah berjalan, sekaligus bisa memberikan manfaat yang lebih baik kepada
anggotanya. Salah satunya adalah dengan menyusun sebuah kurikulum atau
rancangan ta’lim yang nantinya bisa dijadikan dasar pengajaran bagi Majelis
Ta’lim itu sendiri.
Kurikulum bisa diartikan sebagai rencana atau rancangan pengajaran
(ta’lim) yang dibuat dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan ta’lim yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, kurikulum berisi susunan materi ta’lim yang dijadikan
pedoman atau panduan seorang mualim dalam menyampaikan materi. Materi
ta’lim ini disusun berdasarkan urutan atau tahapan dari satu pertemuan ke
pertemuan berikutnya, sehingga memudahkan ustadz dalam mengajar dan
memudahkan jamaah untuk memahami materi ta’limnya.
Dalam penataan kurikulum yang dapat menunjang keberhasilan
pembinaan dari majelis ta’lim tersebut perlu diperhatikan beberapa hal di
antaranya:
1)     Penetapan standard kompetensi yang akan dituju dari pengajian yang
dilakukan. Seperti:
·         Jamaah dapat mengagumi, mencintai dan mengamalkan Al-
Quran serta menjadikannya sebagai bacaan istimewa dan pedoman
utama.
·         Jamaah dapat memahami serta mengamalkan Dinul Islam
dengan segala aspeknya dengan benar dan proposional.
·         Jamaah menjadi muslim yang kaffah dan memiliki akhlakul
karimah.
·         Jamaah bisa melaksanakan ibadah harian yang sesuai dengan
kaedah-kaedah keagamaan secara baik dan benar.
·         Jamaah mampu menciptakan hubungan silaturahim dengan baik.
·         Jamaah bisa meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih
baik.

28
2)     Pembinaan Materi pengajian. Sebaiknya materi pengajian yang
diberikan meliputi enam sasaran yaitu; pembacaan al-Qur’an, ilmu-
ilmu al-Qur’an, hadits, aqidah, syari’ah, akhlak dan sejarah Islam.
Materi ini sebaiknya diberikan dalam bentuk kurikulum tetap,
sehingga jamaah dalam menyerap materi yang disampaikan
berkesinambungan sekaligus sebagai panduan pokok pembimbing
pengajian. Penyusunan kurikulum pengajian dapat disesuaikan dengan
kebutuhan materi dari pada jamaah pengajian.
Contoh materi pengajian Majelis Ta’lim :
I.   Materi Aqidah.
1. Makna Iman dan pengaruhnya dalam kehidupan
2. Tauhid dan Karakteristik Aqidah Islam
3. Bahaya Kemusyrikan
4. Aliran-aliran menyimpang dalam Islam
 
II.  Materi fiqh ibadah.
1. Pengertian fiqh ibadah dan aspeknya
2. Thaharah dan aspeknya
3. Shalat dan aspeknya
4. Puasa dan apeknya
5. Zakat dan aspeknya
6. Haji dan aspeknya
 
III.  Materi Fiqh Munakahat,
1. Khitbah dan aspeknya
2. Tujuan Menikah
3. Hadhonah dan urgensinya
4. Perkawinan beda agama
5. Nikah siri dan aspeknya
6. Thalaq/cerai dan efeknya
7. Kiat membangun keluarga sakinah
 
IV.  Ekonomi Islam / Fiqh.
1. Karakteristik ekonomi Islam
2. Prilaku ekonomi Islam
3. Jual Beli dan aspeknya

29
4. Wakaf dan aspeknya
5. Hibah dan hadiah
6. Perbankan
7. Riba dan implikasinya pada perekonomian
 
V.  Materi akhlak.
1. Akhlak dan ruang lingkupnya
2. Manfaat akhlak Dalam kehidupan
3. Kiat membangun insan berakhlak mulia
 
VI.  Materi Islam dan Kesehatan.
1.Konsep sehat menurut Islam
2. Faktor yang mempengaruhi kesehatan
3. Beberapa penyakit, gejala dan pengobatannya
4. Beberapa hal yang berkaitan dengan penyakit dalam
5. Wanita dan permasalahan kesehatannya
6. Makanan dan kesehatan
7. Kesehatan mental
8. Kesehatan spiritual
9. Islam dan tindak pencegahan
10. Sikap prefentif, kuratif dan edukatif
 
VII. Materi manajemen Majelis Ta’lim
1. Hakekat manajemen
2. Perencanaan (planing) kegiatan majelis ta’lim
3. Pengaturan (organizing) majelis ta’lim
4. Pelaksanaan (actuating) majelis ta’lim
5. Evaluasi Pelaksanaan kegiatan (controlling) majelis ta’lim
6. Manajemen keuangan majelis ta’lim
7. Manejemen sumber daya manusia (SDM) majelis ta’lim
8. Pengelolaan kekayaan dan aset majelis ta’lim
9. Pengelolaan administrasi majelis ta’lim
10. Pengembangan kerjasama (networking)
 
VIII. dan lain-lain
 

30
3)     Metode pengajaran. Pengajian yang diberikan kepada jamaah dapat
dilakukan dengan berbagai metode antara lain:
·         Ceramah,
·         Tanya jawab,
·         Diskusi,
·         Demonstrasi dan praktek
·         Latihan
·         Studi tour (karya wisata), dll
Beragamnya metode pengajian yang dilakukan menyesuaikan dengan
materi yang akan disampaikan, selain itu dengan menggunakan metode
yang beragam dapat mengurangi kejenuhan jamaah pada saat
mengikuti pengajian.
4)     Lokasi pengajian. Tempat pengajian yang efektif adalah masjid,
walau tidak menutup kemungkinan pengajian dilakukan di rumah salah
satu jamaah. Akan tetapi masjid adalah tempat yang baik untuk
melaksanakan pengajian, sebab masjid merupakan wadah beribadah
dan bersilaturahim bagi umat Islam. Penggunaan masjid sebagai
wadah pelaksanaan kegiatan majelis ta’lim sekaligus sebagai upaya
mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat kegiatan da’wah Islam.
Selain beberapa hal di atas, ada beberapa model pembinaan lagi yang
dapat dilakukan antara lain; pesantren kilat, penataran keterampilan keagamaan.
biro konsultasi agama, dan pembinaan seni keagamaan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya,  Departemen Agama RI
Ambary, Hasan Muarif, dkk., Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
2001
Arifin, HM. Kapita selekta Pendidikan dan Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Aini, Dahyatul. Skripsi Efektifitas Penyuluh Agama Islam dalam Pembinaan
Majelis Taklim Kelompok Wanita Kecamatan Gading Cempaka Kota
Bengkulu, Bengkulu: Perpustakaan STAIN Bengkulu, 1989.
Baiquni, dkk.  Kamus Istilah Agama Islam Lengkap. Surabaya: Indah, 1996.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazh al-
Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, t.th
Darajat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung:
Remaja Rosdakarya. 1993.

31
Faqih, Aunur Rahim dan Pasir, Supriyanto. Esensi, Urgensi dan Problem
Dakwah, Yogyakarta: LPPAI. 2006.
Handoko, T. Hani. Manajemen, Yogyakarta: BPFE. 2001.
Hamka. Tafsir Al-Azhar Juzu III, Jakarta: Pustaka Panjimas. t.th.
Hasbullah. 1996. Kapita selekta Pendidikan Islam¸ Jakarta.: Raja Grapindo
Persada.
Munir, M dan Ilaihi, Wahyu. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006.
Saefudin, AM. “Serial Khutbah Jumat No. 183 Fenomena Majelis Ta’lim”,
Jakarta: Ikatan Masjid Indonesia. 1996.

MATERI IV
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA MAJLIS TA'LIM
Oleh: Dr. Amin Haedari
a. Pengertian
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna
mencapai tujuan yang ditetapkan (Panggabean, 2007:15).
Manajemen sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset
dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi
bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non
fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (Sulistiyani dan Rosidah,
2009:11).
Manajemen sebagai ilmu dan seni untuk mencapai suatu tujuan
melalui kegiatan orang lain. Artinya, tujuan dapat dicapai bila dilakukan oleh
satu orang atau lebih. Sementara itu manajemen sumber daya manusia sebagai
suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan
manusia dalam suatu perusahaan.

32
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian pelaksanaan dan pengendalian (Veithzal, 2009:1).
Manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mengatur
tentang cara pengadaan tenaga kerja, melakukan pengembangan, memberikan
kompensasi, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja melalui proses-proses
manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Yuli, 2005:15).
Manajemen sumber daya manusia terdiri atas serangkaian keputusan
yang terintegrasi tentang hubungan ketenagakerjaan yang memengaruhi
efektivitas karyawan dan organisasi. Manajemen sumber daya manusia
merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia di
dalam organisasi dapat digunakan secara efektif guna mencapai berbagai tujuan.
Bermacam-macam pendapat tentang pengertian manajemen sumber
daya manusia, antara lain: adanya yang menciptakan Human Resources, ada
yang mengartikan sebagai man power management serta ada yang menyertakan
dengan pengertian manajemen sumber daya manusia sebagai personal
(personalia, kepegawaian, dan sebagainya).

33
Manajemen Sumber Daya Manusia mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut :
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif
sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description (pembagian
tugas dan tanggung jawab), job specification (spesifikasi pekerjaan), job
reqruitment(syarat pekerjaan), dan job evaluation (evaluasi pekerjaan).
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asa
the ringht man in the right place and the right man in the right job
(menempatkan karyawan pada tempat dan kedudukan yang tepat).
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian produktivitas karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk
meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai
produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat di pahami karena semua
kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung kepada manusia yang
mengelola organisasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, sumber daya manusia
tersebut harus dikelola agar dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam
mencapai tujuan organisasi.

B. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia


Adapun Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Menurut
Cherrington (1995:11) yaitu :
a. Staffing/Employment

34
Fungsi ini terdiri dari tiga aktivitas penting, yaitu perencanaan, penarikan,
dan seleksi sumber daya manusia. Sebenarnya para manajer bertanggung jawab
untuk mengantisipasi kebutuhan sumber daya manusia. Dengan semakin
berkembangnya perusahaan, para manajer menjadi lebih tergantung pada
departemen sumber daya manusia untuk mengumpulkan informasi mengenai
komposisi dan keterampilan tenaga kerja saat ini.
Meskipun penarikan tenaga kerja dilakukan sepenuhnya oleh departemen
sumber daya manusia, departemen lain tetap terlibat dengan menyediakan
deskripsi dari spesifikasi pekerjaan untuk membantu proses penarikan.
Dalam proses seleksi, departemen sumber daya manusia melakukan
penyaringan melalui wawancara, tes, dan menyelidiki latar belakang pelamar.
Tanggung jawab departemen sumber daya manusia untuk pengadaan tenaga kerja
ini semakin meningkat dengan adanya hukum tentang kesempatan kerja yang
sama dan berbagai syarat yang diperlukan perusahaan.
b. Performance Evaluation
Departemen sumber daya manusia dan para manajer. Para manajer
menanggung tanggung jawab utama untuk mengevaluasi bawahannya dan
departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengembangkan
bentuk penilaian kinerja yang efektif dan memastikan bahwa penilaian kinerja
tersebut dilakukan oleh seluruh bagian perusahaan.
Departemen sumber daya manusia juga perlu melakukan pelatihan terhadap para
manajer tentang bagaimana membuat standar kinerja yang baik dan membuat
penilaian kinerja yang akurat.

c. Compensation
Dalam hal kompensasi/reward dibutuhkan suatu koordinasi yang baik
antara departemen sumber daya manusia dengan para manajer. Para manajer
bertanggung jawab dalam hal kenaikan gaji, sedangkan departemen sumber daya
manusia bertanggung jawab untuk mengembangkan struktur gaji yang baik.

35
Sistem kompensasi yang memerlukan keseimbangan antara pembayaran
dan manfaat yang diberikan kepada tenaga kerja. Pembayaran meliputi gaji,
bonus, insentif, dan pembagian keuntungan yang diterima oleh karyawan.
Manfaat meliputi asuransi kesehatan, asuransi jiwa, cuti, dan sebagainya.
Departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
kompensasi yang diberikan bersifat kompetitif diantara perusahaan yang sejenis,
adil, sesuai. dengan hukum yang berlaku (misalnya:UMR), dan memberikan
motivasi.
d. Training and Development
Departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk membantu
para manajer menjadi pelatih dan penasehat yang baik bagi bawahannya,
menciptakan program pelatihan dan pengembangan yang efektif baik bagi
karyawan baru (orientasi) maupun yang sudah ada (pengembangan keterampilan),
terlibat dalam program pelatihan dan pengembangan tersebut, memperkirakan
kebutuhan perusahaan akan program pelatihan dan pengembangan, serta
mengevaluasi efektifitas progam pelatihan dan pengembangan. Tanggung jawab
departemen sumber daya manusia dalam hal ini juga menyangkut masalah
pemutusan hubungan kerja Tanggung jawab ini membantu restrukturisasi
perusahaan dan memberikan solusi terhadap konflik yang terjadi dalam
perusahaan.
e. Employe Relations
Dalam perusahaan yang memiliki serikat pekerja, departemen sumber
daya manusia berperan aktif dalam melakukan negosiasi dan mengurus masalah
persetujuan dengan pihak serikat pekerja. Membantu perusahaan menghadapi
serikat pekerja merupakan tanggung jawab departemen sumber daya manusia.
Setelah persetujuan disepakati, departemen sumber daya manusia membantu para
manajer tentang bagaimana mengurus persetujuan tersebut dan menghindari
keluhan yang lebih banyak.
Tanggung jawab utama departemen sumber daya manusia adalah untuk
menghindari praktek-praktek yang tidak sehat (misalnya: mogok kerja,
demonstrasi). Dalam perusahaan yang tidak memiliki serikat kerja, departemen
sumber daya manusia dibutuhkan untuk terlibat dalam hubungan karyawan.
Secara umum, para karyawan tidak bergabung dengan serikat kerja jika gaji
mereka cukup memadai dan mereka percaya bahwa pihak perusahaan
bertanggung jawab terhadap kebutuhan mereka.

36
Departemen sumber daya manusia dalam hal ini perlu memastikan
apakah para karyawan diperlakukan secara baik dan apakah ada cara yang baik
dan jelas untuk mengatasi keluhan. Setiap perusahaan, baik yang memiliki serikat
pekerja atau tidak, memerlukan suatu cara yang tegas untuk meningkatkan
kedisiplinan serta mengatasi keluhan dalam upaya mengatasi permasalahan dan
melindungi tenaga kerja.
f. Safety and Health
Setiap perusahaan wajib untuk memiliki dan melaksanakan program
keselamatan untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan dan menciptakan
kondisi yang sehat. Tenaga kerja perlu diingatkan secara terus menerus tentang
pentingnya keselamatan kerja Suatu program keselamatan kerja yang efektif dapat
mengurangi jumlah kecelakaan dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja secara
umum. Departemen sumber daya manusia mempunyai tanggung jawab utama
untuk mengadakan pelatihan tentang keselamatan kerja, mengidentifikasi dan
memperbaiki kondisi yang membahayakan tenaga kerja, dan melaporkan adanya
kecelakaan kerja.

g. Personnel Research
Dalam usahanya untuk meningkatkan efektifitas perusahaan, departemen
sumber daya manusia melakukan analisis terhadap masalah individu dan
perusahaan serta membuat perubahan yang sesuai. Masalah yang sering
diperhatikan oleh departemen sumber daya manusia adalah penyebab terjadinya
ketidakhadiran dan keterlambatan karyawan, bagaimana prosedur penarikan dan
seleksi yang baik, dan penyebab ketidakpuasan tenaga kerja. Departemen sumber
daya manusia bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menganalisis
informasi yang menyinggung masalah ini. Hasilnya digunakan menilai apakah
kebijakan yang sudah ada perlu diadakan perubahan atau tidak.

37
LAMPIRAN 1
POTO-POTO KEGIATAN

38

Anda mungkin juga menyukai