Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

INTERPRETASI DATA LAB

PEMERIKSAAN KIMIA DARAH / SERUM UNTUK PENYAKIT


JANTUNG DAN GINJAL

Disusun Oleh (Kelompok III) :

Rahman S. Sianu 1943700054

Desy Permatasari 1943700173

Santi Nadia 1943700141

Regina Florencia 1943700202

Hardianti Syamsuddin 1943700097

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya, yang telah
diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Interpretasi
Data Lab tentang Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah Dan Kadar Gula Darah, ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua anggota kelompok yang
telah berkontribusi dalam proses pembuatan Makalah ini. Kami menyadari di dalam
Makalah ini jauh dari kata sempurnah.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhir
kata kami mengharapkan Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta , 15 September 2019

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................1


KATA PENGANTAR ......................................................................................2
DAFTAR ISI ....................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................4


1.1 Latar Belakang .....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................5
1.3 Tujuan .................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................6


2.1 CK/CPK ................................................................................................6
2.1.1 Definisi........................................................................................6
2.1.2 Sub Unit ......................................................................................6
2.1.3 Fungsi .........................................................................................7
2.2 CKMB ..................................................................................................7
2.2.1 Definisi........................................................................................7
2.3 Troponin ...............................................................................................8
2.3.1 Definisi........................................................................................8
2.3.2 Pemeriksaan Marka Jantung ........................................................9
2.4 LDH (Lactate dehydrogenase) ..............................................................10
2.4.1 Definisi........................................................................................10
2.4.2 Manfaat Pemeriksaan (Lactate dehydrogenase) ...........................11
2.4.3 Pemeriksaan Lactate dehydrogenase ............................................12
2.4.4 Prinsip Pemeriksaan Lactate dehydrogenase ................................12
2.5 SGPT ....................................................................................................12
2.5.1 Definisi........................................................................................12
2.5.2 Kondisi yang meningkatkan SGPT ..............................................12
2.6 SGOT....................................................................................................13
2.6.1 Definisi........................................................................................13
2.6.2 Kondisi yang meningkatkan SGOT ..............................................14
2.6.3 Patofisiologi SGOT/SGPT ...........................................................15
2.6.4 Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar SGOT/SGPT ..............15
2.7 Asam Urat .............................................................................................15
2.8 Kreatinin Klirens (Creatinin clearance) ................................................16
2.8.1 Definisi .......................................................................................17
2.8.2 Pemeriksaan Kadar Kreatinin ......................................................19
2.8.3 Estimated Glomerular Filtration Rate ...........................................20
2.9 BUN (Blood Urea Nitrogen) .................................................................22
2.10 Fosfatase Asam ...................................................................................24
2.11 Ureum .................................................................................................25

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat
digunakan darah, urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan
kimia darah di dalam laboratorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot
jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas, elektrolit dan dapat
pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis anemia.
Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK),
isoenzim creatine kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic
peptide (NT pro-BNP) dan Troponin-T. Kerusakan dari otot jantung dapat
diketahui dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-BNP, Troponin-T dan
hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung, karena
hasil yang meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan jaringan tubuh
seperti hati, pankreas, keganasan terutama dengan metastasis, anemia
hemolitik dan leukemia.
Uji fungsi ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin.
Ureum adalah produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang
diproduksi oleh hati dan dikeluarkan lewat urin. Pada gangguan ekskresi ginjal,
pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat sehingga kadar ureum akan
meningkat di dalam darah. Kreatinin merupakan zat yang dihasilkan oleh otot
dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Oleh karena itu kadar kreatinin dalam
serum dipengaruhi oleh besar otot, jenis kelamin dan fungsi ginjal. Di
Laboratorium Klinik Utama Bio Medika pemeriksaan kadar kreatinin
dilaporkan dalam mg/dl dan estimated GFR (eGFR) yaitu nilai yang dipakai
untuk mengetahui perkiraan laju filtrasi glomerulus yang dapat memperkirakan
beratnya kelainan fungsi ginjal.

4
1.2. Rumusan Masalah
Apa saja pemeriksaan kimia darah / serum untuk penyakit jantung dan
ginjal?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui pemeriksaan kimia darah / serum untuk penyakit
jantung dan ginjal

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 CK (Creatinin Kinase) / CFK (Kreatinin Fosfo Kinase)


2.1.1 Definisi
Kreatina kinase, disingkat CK, juga disebut kreatina fosfokinase atau
fosfo-kreatina kinase , merupakan enzim yang dihasilkan dari berbagai
jaringan di tubuh. Kreatina kinase juga sering disebut sebagai kreatinina
kinase, walaupun penyebutan itu kurang tepat.
CK/CPK (Creatin Posfo Kinase) enzim berkonsentrasi tinggi dalam
jantung dan otot rangka, konsentrasi rendah pada jaringan otak. Kadarnya
meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam
16-24 jam, kembali normal setelah 72 jam. Peningkatan CPK merupakan
indikator penting adanya kerusakan miokardium. Nilai normal pada pria
dewasa 5-35Ug/ml atau 30-180IU/L dan pada wanita dewasa 5-25 Ug/ml
atau 25-150IU/L. Peningkatan CPK 5 kali atau lebih dari nilai normal
disebabkan karena infark jantung dan polimiositis. Peningkatan CPK
ringan/sedang 2-4 kali nilai normal disebabkan karena kerja berat, trauma
(tindakan bedah, infark miokard/iskemik berat, infark paru/edema paru).
2.1.2 Sub Unit
Kreatuba kinase terdiri dari dua sub unit, yakni B (brain) dan M
(muscle), tiap sub unit memiliki molekul seberat 43.000 Dalton. Jadi
kombinasi dari kedua sub unit ini hanya akan menghasilkan tiga isoenzim
kreatina kinase, yakni CK-BB (CK-1), CK-MB (CK-2), dan CK-MM (CK-
3). CK-BB dapat terutama terdapat di ginjal dan otak sementara CK-MM
sebagian besar terdapat pada otot skeletal.
CK-MM terdapat pada konsentrasi yang tinggi di otot skeletal dan
jantung. CK-MB memiliki konsentrasi yang tinggi di otot jantung, akan
tetapi CK-MB juga terdapat dalam jumlah kecil di paru-paru, usus halus,
uterus, prostat, dan otot skeletal yang sehat. CK-MM paling banyak terdapat

6
pada otot skeletal dan CKMB paling banyak terdapat pada otot
jantung. Konsentrasi dari CK-BB tertinggi terdapat di otak, dalam jumlah
kecil derdapat di paru-paru, lambung, prostat, saluran pencernaan, dan
kandung kemih. CK-MM dan CK-BB sama sekali tidak relevan untuk
mendeteksi nekrosis otot jantung.
2.1.3 Fungsi
Peran fisiologis dazri kreatina kinase adalah untuk mempertahankan
banyaknya jumlah energi kreatina yang terfosforilasi, yang digunakan untuk
mengembalikan jumlah ATP yang telah digunakan selama kontraksi
otot. Pada jaringan otot yang memerlukan asupan energi yang tinggi (ATP),
misalnya otot lurik, enzim ini berperan dalam mengkatalisis produksi
ATP(energi). Kadar normal CK berkisar antara 20-200U/L dan peningkatan
CK merupakan indikasi terjadinya kerusakan otot yang ditandai
kemungkinan adanya perlukaan otot atau disebabkan pengobatan tertentu
seperti obat golongan statin. Sementara itu, peningkatan dari total kreatin
kinase tidak spesifik pada jantung dan dapat ditemukan pada pasien dengan
cedera otot skeletal. Secara klinis, esai kreatinikinase dilakukan untuk
mencari indikasi serangan jantung, rabdomiolisis, distrofi
muskular dan gagal ginjal.

2.2 CKMB
2.2.1 Definisi
CKMB adalah enzim jantung yaitu Creatine Kinase (CK) yang
disusun oleh subunit M dan/atau B. CK berperan sebagai pengatur produksi
fosfat berenergi tinggi dan pemanfaatannya untuk kontraksi jaringan. Secara
umum, CK berperan sebagai perantara ikatan fosfat berenergi tinggi melalui
kreatin fosfat darimitokondria ke sitoplasma. Sehingga, enzim ini terdapat pada
jaringan yang memiliki kebutuhan energi yang tinggi seperti di tubulus ginjal
dan otot jantung.
CKMB (Creatikinase Label M dan B) Jenis enzim yang terdapat banyak
pada jaringan terutama otot miokardium dan otak. Nilai normal kurang dari 10

7
U/L, bila nilai > 10- 13 U/L atau > 5% total CK menunjukkan adanya
peningkatan aktifitas produksi enzim. Peningkatan kadar CPK dapat terjadi
pada penderita AMI, penyalit otot rangka, cedera cerebrovaskuler. Peningkatan
CPKMB : pada AMI, angina pektoris, operasi jantung, eskemik jantung,
miokarditis, hipokalemia dan defibrilasi jantung.
CKMB banyak ditemukan di otot jantung, sehingga total serum CK dan
konsentrasi CKMB meningkat ketika terjadi cedera pada miokardium, namun
CKMB lebih spesifik pada cedera miokardium dibandingkan CK. Kadar
CKMB normal adalah ≤ 24 U/L dan ketika terjadi miokardial infark maka
kadar CKMB akan meningkat >24 U/L.16 CKMB terdeteksi dimulai pada 4-6
jam setelah adanya cedera dan mencapai puncak pada 12-24 jam, kemudian
akan kembali normal setelah 48-72 jam. Kecepatan kembali ke normal pada
CKMB dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya infark berulang.

2.3 Troponin
2.3.1 Definisi
Troponin merupakan protein spesisfik yang berasal dari otot jantung
yang terdiri dari 3 subunit yaitu T, I, dan C dimana fungsinya adalah untuk
regulasi kontraksi otot jantung dan otot rangka khususnya pada regulasi aktin
dan miosin di otot. Troponin T yang terdapat di intraselular berikatan dengan
miofibril di miosit jantung, sehingga Troponin T yang berada di cytosolic pool
sebesar 6-8% saja, fungsi dari cytosolic pool adalah sumber keluarnya
Troponin apabila terjadi cedera pada pembuluh darah. Pelepasan troponin
dimulai pada 4-6 jam setelah cedera, mencapai puncak pada 12-24 jam,
kemudian akan menjadi normal kembali setelah 7-10 hari.15 National
Academy of Clinical Biochemistry dan the Joint ESC/ACC Committee for
Redefinition of Myocardial Infarction merekomendasikan troponin sebagai
penanda untuk evaluasi Sindrom Koroner Akut. Peningkatan troponin menjadi
petanda positif adamya cedera sel miokardium dan potensi terjadinya angina.
Nilai normal < 16µg/L.

8
2.3.2 Pemeriksaan marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak
nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi
ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T. Dalam keadaan nekrosis miokard,
pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam
4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah
awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar
CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh ya ng
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark
periprosedural.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung

9
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN).
Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes
yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien
infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan
infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin
biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas,
peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak
terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung
ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium
setempat. Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI, peningkatan
kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid, penyakit kritis, terutama pada
sepsis
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat
digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai
puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.

2.4 LDH (Lactat Dehidrogenase)


2.4.1 Definisi
LDH merupakan enzim yang melepas hidrogen dari suatu zat dan
menjadi katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada
jaringan terutama ginjal, rangka hati dan miokardium. Peningkatan LDH
menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncak

10
24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3 minggu kemudian. Nilai
normal 80-240 U/L.
Lactate dehydrogenase (LD atau LDH) adalah enzim yang terlibat dalam
produksi energi yang ditemukan di hampir semua sel tubuh, dengan kadar
paling tinggi ditemukan di berbagai sel yang terdapat pada jantung, hati, otot,
ginjal, paru-paru, dan dalam sel darah; Bakteri juga menghasilkan lactate
dehydrogenase. Tes ini bertujuan mengukur kadar lactate
dehydrogenase dalam darah atau kadar yang terkadang dalam cairan tubuh
lainnya.
Hanya sejumlah kecil lactate dehydrogenase yang biasanya terdeteksi
dalam bagian cairan darah (serum atau plasma). Lactate
dehydrogenase dilepaskan dari sel ke dalam serum saat sel rusak atau hancur.
Dengan demikian, tingkat lactate dehydrogenase dalam darah merupakan
penanda non-spesifik untuk adanya kerusakan jaringan pada suatu tempat yang
ada di dalam tubuh. Dengan kata lain, pemeriskaan ini tidak dapat digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab atau lokasi kerusakan seluler. Namun, ini
dapat digunakan, bersamaan dengan tes darah lainnya, untuk membantu
mengevaluasi dan / atau memantau kondisi yang menyebabkan kerusakan
jaringan, seperti penyakit hati atau darah atau kanker.
2.4.2 Manfaat Pemeriksaan (Lactate dehydrogenase)
Lactate dehydrogenase ditemukan di seluruh sel tubuh dan ada dalam 5
bentuk molekul (isoenzim). Perubahan isoenzim LD (LD1/LD2 flip)
mengindikasikan adanya Infark Miokard Akut, dan mencapai puncaknya
setelah CK dan CK-MB. Interval LD1 dan LD2 (anodal fraction) dikaitkan
dengan jantung dan RBC. Normalnya LD2 lebih besar dari LD1. Pada
kerusakan miokardial seperti Infark Miokard Akut, dan juga pada keadaan
anemia hemolitik dan megaloblastik akan terjadi flip atau inversi LD1:LD2
(kadar LD1 menjadi lebih besar dari LD2).

11
2.4.3 Pemeriksaan Lactate dehydrogenase (Pre Analitik, Analitik dan
Pasca Analitik)
Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus.
Persiapan sampel : Serum, plasma heparin atau plasma EDTA. LDH
dalam serum stabil selama 2 hari pada suhu 4C

2.4.4 Prinsip Pemeriksaan Lactate dehydrogenase


Metode : Kinetik UV.
Prinsip : Piruvat+ NADH +H+ ---->(LDH) L-Laktat+NADv

2.5 SGPT
2.5.1 Definisi
SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan
ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim
ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka.
Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada
kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat
sebaliknya. SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk
SGPT/ALT adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L. Peningkatan
dalam serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati..
Nilai normal pada laki-laki samapi dengan 42 U/L dan pada wanita sampai
dengan 32 U/L.
2.5.2 Kondisi yang Meningkatkan SGPT
Menurut Riswnato (2009) kodisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis
hati (toksisitas obat atau kimia).

12
b. Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif,
sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard
(SGOT>SGPT).
c. Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.

2.6 SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)


2.6.1 Definisi
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga
dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai
pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam
darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak
dilepaskan ke dalam sirkula si. Pada infark jantung, SGOT/AST akan
meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24- 48 jam setelah
terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak
terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan
kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat
dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih
dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama. SGOT/AST serum umumnya
diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan
fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry
analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L. Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat
setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian dan akan
kembali normal pada hari ketiga sampai hari kelima. Nilai normal pada laki-
laki sampai dengan 37U/L dan pada wanita sampai dengan 31 U/L.
2.6.2 Kondisi yang Meningkatkan SGOT
Menurut Riswnato (2009) kodisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga, yaitu :

13
a. Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai n ormal) : kerusakan hepatoseluler akut,
infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis
infeksiosa.
b. Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi saluran empedu,
aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau
primer), distrophia muscularis.
c. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark
paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).
2.6.3 Patofisiologi SGOT/SGPT
SGOT-SGPT yang berada sedikit di atas normal tak selalu menunjukkan
seseorang sedang sakit. Bisa saja peningkatan itu terjadi bukan akibat
gangguan pada liver. Kadar SGOT-SGPT juga gampang naik turun. Mungkin
saja saat diperiksa, kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu, dia kembali
normal. Pada orang lain, mungkin saat diperiksa, kadarnya sedang normal,
padahal biasanya justru tinggi. Karena itu, satu kali pemeriksaan saja
sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk membuat kesimpulan (Widjaja,
2009).
Sirosis hati B, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat (<
dari 5 mg%), SGOT> SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal,
tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. HBsAg+, HBeAg/anti
HBe dapat positif. HBV-DNA seringnya sudah negatif.
Sirosis hati C, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat( <
dari 5mg%), SGOT > SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal,
tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. Anti HCV dan HCV-
RNA positif. Pada sirosis hati yang sudah lanjut sering kita mendapatkan kadar
SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada sirosis berat
sudah sangat kurang sehingga kerusakan sel hati relatif sedikit. Tapi kadar
bilirubin akan terlihat meninggi dan perbandingan albumin/globulin akan
terbalik. Bila kita cermati lebih teliti maka kadar SGOT akan lebih tinggi
SGPT.

14
2.6.4 Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar SGOT/SGPT
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang
berhubungan dengan nilai SGOT/SGPT, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar SGOT/SGPT, yaitu :
a. Istirahat tidur
Penderita hepatitis yang tidak tercukupi kebutuhan istirahat tidurnya atau
waktu tidurnya kurang dari 7 atau 8 jam setelah dilakukan pemeriksaan
terjadi peningkatan kadar SGOT/SGPT.
b. Kelelahan
Kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas yang terlalu banyak atau
kelelahan yang diakibatkan karena olahraga juga akan mempengaruhi
kadar SGOT/SGPT.
c. Konsumsi obat-obatan
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar
SGOT/SGPT. Haloten, merupakan jenis obat yang biasa digunakan
sebagai obat bius. Isoniasid, merupakan jenis obat antibiotik untuk
penyakit TBC. Metildopa, merupakan jenis obat anti hipertensid. Fenitoin
dan Asam Valproat, merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai
obat anti epilepsi atau ayan. Parasetamol, merupakan jenis obat yang biasa
diberikan dalam resep dokter sebagai pereda dan penurun demam.
Parasetamol adalah jenis obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis
yang tepat. Namun jika berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan
hati) yang cukup parah bahkan sampai menyebabkan kematian. Selain
jenis obat diatas adapula jenis obat lainnya yang dapat merusak fungsi hati,
seperti alfatoksin, arsen, karboijn tetraklorida, tembaga dan vinil klorida.

2.7 Asam Urat


Asam urat merupakan hasil dari metabolisme purin, suatu produk sisa
yang tidak mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang
dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin

15
yang larut dalam air. Asam urat yang terbentuk setiap hari dibuang melalui
saluran pencernaan atau ginjal.
Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakimulasi pada laki-laki
kurang lebih 1200mg dan pada perempuan 600 mg, jumlah akumulasi ini akan
meningkat beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini
dapat berasal dari produksi berlebihan atau ekskresi yang kurang. Meskipun
asupan purin berlebih, dalam keadaan normal,seharusnya ginjal dapat
mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%), clearence asam
urat oleh ginjal sangat menurun.
Produksi asam urat normal dalam tubuh manusia dengan fungsi ginjal
yang normal dan diet bebas purin adalah 600 mg per hari. Meningkat pada
penderita gout maupun hiperuresimia. Hiperuresemia didefinisikan sebagai
konsentrasi asam urat dalam serum yang melebihi 7mg/dL. Konsentrasi ini
adalah batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8
mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih cendurung mengendap di jaringan.
Pada PH 7 atau lebih asam urat berada dalam bentuk monosodium urat.

Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga
sumber: purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan,
pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran
metabolisme menghasilkan diantaranya asam urat. Purin dalam tubuh yang
menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber: purin dari makanan,
konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari dalam tubuh.
Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran metabolisme menghasilkan diantaranya
asam urat.

16
Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim
regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan.
Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan
penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan
lymphoproliferative disorder. Purin dari makanan tidak ada artinya dalam
hiperurisemia, selama semua sistim berjalan dengan normal. Dua abnormalitas
dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat berlebih: peningkatan
aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase menyebabkan
peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin, berarti juga
asam urat. Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine phosphoribosyl
transferase (HGPRT). Defisiensi HGPRT meningkatkan metabolisme guanine
dan hipoxantin menjadi asam urat.

2.8 Kreatinin klirens (Creatinin Clearance)


2.8.1 Definisi
Kreatinin adalah produk akhir metabolisme keratin. Keratin sebagai
besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energi
sebagai keratin fosfat. Dalam sintesis ATP (Adenisin Tri Phospat) dari ADP (
Adenosin Diphospat), keratin fosfat diubah menjadi keratin dengan kataliasi
enzim keratin kinase. Sejumlah kecil proses kreatinin diubah secara
irreversible menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal.
Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara dengan masa otot
rangka yang dimiliki.
Kreatin disintesis di liver dalam jumlah tetap dan diphosphorilasi di otot
menjadi phosphokreatin. Kreatin adalah bahan dasar phosphate berenergi
tinggi, dan phosphokreatin adalah sumber energi yang dibutuhkan
metabolisme otot (Meyer and Harvey, 2004). Kreatinin adalah non protein
nitrogen hasil metabolisme phospokreatin di otot. Di otot phosphokreatin
didehidrasi secara nonenzimatik menjadi kreatinin. Oleh karena itu produksi
kreatinin tidak mudah dipengaruhi oleh diet dan faktor katabolik yang

17
mempengaruhi formasi urea nitrogen darah seperti: demam, toxemia, infeksi,
dan obat.
Kreatinin diekskresikan melalui filtrasi glomerolus (70% – 80%) dan
melalui sekresi tubulus. Kecepatan rata – rata filtrasi glomerolus menurun
sebanding dengan peningkatan usia. Kreatinin serum dapat digunakan untuk
mengestimasi GFR (Thorp, 2005) dan albumin excretion rate (Jacobs and
Goets, 2002). Penurunan kecepatan filtrasi glomerolus menyebabkan
penurunan ekskresi kreatinin walaupun kadar kreatinin normal (Wahjuni dan
Bijanti, 2006).
Peningkatan kadar kreatinin dalam darah dapat disebabkan adanya
kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi glomerolus, misalnya
nekrosis tubulus akut (Wahjuni dan Bijanti, 2006). Terapi trimetroprim juga
menyebabkan peningkatkan kreatinin dengan menghambat sekresi dalam urin
(Thorp, 2005).
Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibersihkan dari zat
tersebut dalam waktu tertentu. Klirens kreatinin dilaporkan dalam mL/menit
dan dapat dikoreksi dengan luas permukaan tubuh. Klirens kreatinin
merupakan pengukuran GFR yang tidak absolut karena sebagian kecil kreatinin
direabsorpsi oleh tubulus ginjal dan sekitar 10% kreatinin urin disekresikan
oleh tubulus. Namun, pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi
mengenai perkiraan nilai GFR.3,11,14
Keterangan:
Ccr : klirens kreatinin
Ucr : kreatinin urin
Vur : volume urin dalam 24 jam
Pcr : kadar kreatinin serum
1,73/A : faktor luas permukaan tubuh
A adalah luas permukaan tubuh yang diukur dengan menggunakan tinggi
dan berat tubuh. Luas permukaan tubuh pasien bervariasi berdasarkan keadaan
tertentu seperti obesitas ataupun anak-anak.

18
Nilai rujukan:
Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2
Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2
Pengukuran klirens kreatinin dengan menggunakan perhitungan telah
menjadi standar untuk menentukan GFR. Perhitungannya tergantung pada
kadar kreatinin serum dibandingkan dengan kadar kreatinin urin yang
diekskresikan dalam 24 jam. Pengumpulan bahan urin untuk pemeriksaan GFR
dilakukan dalam 24 jam. Wadah yang digunakan untuk pengumpulan urin
sebaiknya bersih, kering, dan bebas dari zat pengawet. Bahan urin yang
dikumpulkan disimpan dalam refrigerator selama pengumpulan sebelum
diperiksakan. Volume urin yang dikumpulkan diukur keseluruhan untuk
kemudian dimasukkan ke dalam formula perhitungan. 1,8,18.
2.8.2 Pemeriksaan Kadar Kreatinin
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot, diproduksi
oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin berhubungan
dengan massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin dan fungsi ginjal.
Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak dipengaruhi oleh protein dari
diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat diukur dengan menggunakan bahan
urin yang dikumpulkan selama 24 jam.1, 2, 6, 9, 13, 14 The National Kidney
Disease Education Program merekomendasikan penggunaan serum kreatinin
untuk mengukur kemampuan filtrasi glomerulus, 15 digunakan untuk
memantau perjalanan penyakit ginjal. 16 Diagnosis gagal ginjal dapat
ditegakkan saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal.
Pada keadaan gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus
dan tubulus ginjal menurun 2, 6, 13 Kadar kreatinin tidak hanya tergantung
pada massa otot, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas otot, diet, dan status
kesehatan.
Penurunan kadar kreatinin terjadi pada keadaan glomerulonefritis,
nekrosis tubuler akut, polycystic kidney disease akibat gangguan fungsi sekresi
kreatinin. Penurunan kadar kreatinin juga dapat terjadi pada gagal jantung
kongestif, syok, dan dehidrasi, pada keadaan tersebut terjadi penurunan perfusi

19
darah ke ginjal sehingga makin sedikit pula kadar kreatinin yang dapat difiltrasi
ginjal. 12 kadar kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk mengukur
fungsi ginjal melalui pengukuran glomerulus filtration rate (GFR). Rehbeg
menyatakan peningkatan kadar kreatinin serum antara 1,2–2,5 mg/dL
berkorelasi positif terhadap tingkat kematian pasien yang diteliti selama 96
bulan. Pada beberapa penelitian mengevaluasi adanya hubungan positif antara
penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan kadar kreatinin serum. Pasien
dengan nilai kreatinin 1,5 mg/dL atau memiliki faktor risiko dua kali lebih
besar dibandingkan pasien dengan nilai kreatinin kurang dari 1,5 mg/dL untuk
mengalami gangguan kardiovaskuler. 17 Kadar kreatinin berada dalam
keadaan relatif konstan, sehingga menjadikannya sebagai penanda filtrasi
ginjal yang baik. Kadar kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan
perhitungan memberikan pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik, karena
pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi mengenai GFR.
Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena
merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan,
difi ltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan disekresikan oleh tubulus
proksimal. Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena
massa otot yang lebih besar pada laki-laki.
2.8.3 Estimated Glomerular Filtration Rate
The National Kidney Foundation merekomendasi bahwa estimated GFR
(eGFR) dapat diperhitungkan sesuai dengan kreatinin serum. Perhitungan GFR
berdasarkan kreatinin serum, usia, ukuran tubuh, jenis kelamin, dan ras tanpa
membutuhkan kadar kreatinin urin menggunakan persamaan Cockcroft and
Gault 15,18:

Klirens kreatinin merupakan pemeriksaan yang mengukur kadar


kreatinin yang difiltrasi di ginjal. GFR dipergunakan untuk mengukur fungsi

20
ginjal.1,18 The Abbreviated Modifi cation of Diet in Renal Disease (MDRD)
mempunyai persamaan untuk mengukur GFR dengan meliputi empat variabel,
yaitu kreatinin plasma, usia, jenis kelamin, dan ras. Persamaan MDRD
digunakan untuk mengukur estimated glomerular fi ltration rate (eGFR),
yaitu:1,18

Scr: serum creatinine


Hasil dari persamaan ini diperhitungkan dengan permukaan tubuh (1,73 m2).
Persamaan MDRD cocok untuk pasien dewasa usia 18 tahun sampai dengan
70 tahun.

Nilai rujukan kadar kreatinin :

Kreatinin dapat diukur dari plasma, serum, atau urin. Bahan pemeriksaan
yang hemolisis dan ikterik harus dihindari jika menggunakan metode Jaff e.
Bahan pemeriksaan yang lipemik dapat mengganggu perubahan warna yang
terjadi saat reaksi berlangsung. Tidak diperlukan puasa untuk pemeriksaan
kreatinin karena tidak dipengaruhi oleh diet protein.1,2

21
Asam askorbat, glukosa, α-ketoacid, dan asam urat meningkatkan kadar
kreatinin jika menggunakan metode Jaff e karena perubahan warna yang
dihasilkan semakin tua. Bilirubin menurunkan kadar kreatinin pada
pemeriksaan metode jaff eataupun enzimatik. Asam askorbat juga dapat
mengganggu metode enzimatik yang menggunakan enzim peroksidase. Pada
pasien yang meminum antibiotik sefalosporin dapat menyebabkan peningkatan
kadar kreatinin palsu pada metode Jaff e. Dopamine juga memberikan
peningkatan palsu kadar kreatinin baik pada metode Jaff e ataupun
enzimatik.2,9,13

2.9 BUN (Blood Urea Nitrogen)


Di rumen non protein nitrogen dipecah menjadi amonia. Di rumen
amonia digunakan untuk sintesis protein mikroorganisme. Residu amonia
masuk sirkulasi dan didetoxikasi dihepar menjadi urea. Protein pakan dipecah
menjadi asam amino. Protein yang tidak terdegradasi dan protein
mikroorganisme, mengalir ke belakang rumen dimana sebagian atau
seluruhnya tercerna menghasilkan asam amino. Di intestine asam amino
diserap masuk ke sirkulasi untuk dimetabolisme. Hasil samping metabolisme
asam amino adalah urea. Urea diekskresikan melalui ginjal (Wahjuni dan
Bijanti, 2006).
Urea adalah hasil metabolisme asam amino di siklus urea Krebs –
Henseleit. Asam amino masuk ke siklus dengan 2 cara: dengan membentuk
karbamoyl fosfat dan dengan membentuk aspartat. Pembentukan karbamoyl
fosfat yaitu asam amino dengan α - ketoglutarat dengan bantuan enzim
transaminase membentuk asam α - keto dan glutamate. Glutamat dengan
bantuan enzim glutamate dehydrogenase dan NADP+ membentuk NADPH, α
- ketoglutarat, dan ammonia. Amonia dengan bantuan ATP dan HCO3-
membentuk karbamoil fosfat. Karbamoil fosfat membentuk sitrulin.
Pembentukan aspartat yaitu asam amino dengan α - ketoglutarat dengan
bantuan enzim transaminase membentuk asam α - keto dan glutamate.
Glutamat dengan oksaloasetat membentuk aspartat. Aspartat dan sitrulin

22
membentuk arginino suksinat. Arginino suksinat pecah menjadi fumarat dan
arginin. Arginin dengan H2O membentuk urea dan ornitin. Karena itu diet
protein mempengaruhi urea nitrogen darah.Urea nitrogen dibentuk di liver dan
merupakan hasil akhir katabolisme protein (Wahjuni dan Bijanti, 2006). Urea
nitrogen darah diekskresikan melalui ginjal. Filtrasi Urea nitrogen darah
glomerolus normal adalah 25-40%. Peningkatan kecepatan urin, menurunkan
reabsorbsi tubular sebaliknya penurunan aliran urin meningkatkan reabsorbsi
urea di tubulus.
Blood Urea Nitrogen merupakan produk akhir dari metabolisme protein,
yang diproses oleh hati kemudian didistribusikan sampai pada ginjal melalui
cairan intrasel dan ektrasel tanpa mengalami perubahan molekul (Murray et al.
2009). Peningkatan konsentrasi BUN di dalam darah dapat dipengaruhi oleh
faktor diluar ginjal. Didalam ginjal BUN difiltrasi di glomerulus kemudian di
reabsorbsi di tubulus (Lamb et al. 2006). Keadaan dimana kadar BUN tinggi di
dalam tubuh disebut uremia (Sutedjo 2007). Pengukuran kadar BUN sering
dilakukan untuk menggambarkan fungsi ginjal. Menurut Herdwiani et al.
(2014), parameter BUN dapat digunakan untuk uji keamanan dan aktivitas
sitotoksik suatu sediaan. Kadar BUN pada darah juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi status hidrasi, keseimbangan nitrogen didalam tubuh, dan
menilai tingkat keparahan penyakit ginjal (Weiner et al. 2015).
Pemeriksaan urea nitrogen darah diperlukan bila: 1. Dicurigai terjadi
penurunan fungsi ginjal. 2. Teknik pengukuran peripheral perfusion jaringan
hewan pada kasus hypovolemik shock, penurunan tekanan darah. 3.
Pemeriksaan lab rutin sebelum pembedahan. Salah satu obat anasthesi yang
tidak mempengaruhi fungsi ginjal pada penderita gagal ginjal sevofluran
(Eroglu, 2007).
Peningkatan urea nitrogen darah yang disebabkan katabolisme jaringan:
demam, trauma, infeksi, dan toxemia. Peningkatan urea nitrogen darah juga
disebabkan penggunaan obat nyamuk bakar karena terjadi peningkatan
aktivitas enzyme urea yaitu, ornithine carbomoyl transferase dan arginase
(Abubakar and Hassan, 2007). Demikian pula peningkatan jumlah

23
metabolisme protein juga akan meningkatkan kadar urea nitrogen darah
(Wahjuni dan Bijanti, 2006).
Dehidrasi dapat menyebabkan peningkatan urea nitrogen darah melalui
mekanisme penurunan kecepatan rata – rata filtrasi glomerolus. Semua yang
mereduksi kecepatan rata – rata filtrasi glomerolus dapat menyebabkan
peningkatan kadar urea nitrogen darah. Penurunan filtrasi glomerolus dapat
disebabkan gagal ginjal kronis (Braun et al., 2008).
Peningkatan level urea nitrogen darah disebut azotemia. Azotemia dapat
disebabkan oleh prerenal, renal, dan postrenal. Prerenal azotemia berhubungan
dengan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR), yang disebabkan
penurunan kecepatan aliran dalam tubulus. Penurunan GFR dapat disebabkan
oleh acute coronary syndrome (Kirtane, 2005). Shock, dehydrasi, dan
hypoadrenokortikotism juga menyebabkan penurunan aliran darah melalui
ginjal (Wahjuni dan Bijanti, 2006). Renal azotemia disebabkan penyakit ginjal
yang menyebabkan kerusakan glomerolus sehingga terjadi penurunan GFR.
Postrenal azotemia disebabkan obstruksi traktus urinarius. Ketidakseimbangan
pengeluaran urin menyebabkan penyerapan kembali urea kedalam peritubular
intertitium (Meyer and Harvey, 2004). Asam askorbat menyebabkan
penurunan konsentrasi urea nitrogen darah (Lee, 2006). Kadar urea nitrogen
darah normal adalah 7-20 mg/dL.

2.10 Fosfatase Asam


Fosfatase asam (acid phosphatase, ACP) bekerja pada pH yang lebih kecil
dari 7. Rentang pH yang memenuhi syarat tentu saja banyak sekali. Akan
tetapi, enzim terpenting di dalam kelompok ini yaitu fosfatase asam yang
berasal dari kelenjar prostat, bekerja pada pH tertentu yaitu sekitar 5. Enzim
ini adalah enzim lisosom, sehingga terdapat di semua sel yang mempunyai
lisosom kecuali sel darah merah.
Konsentrasi enzim fosfatase asam yang tinggi dapat di temukan pada
kelenjar prostat dan semen. Konsentrasinya agak berkurang di dalam sum sum
tulang belakang, sel darah merah, hati dan limpa. Kenaikan ACP serum

24
tertinggi terjadi pada kasus kanker prostat. Pada hipertrofi prostat yang jinak
kadarnya juga di atas normal. Peningkatan kadar fosfatase fosfatase alkalin
yang cukup tinggi dapat menyebabkan kadar serum ACP tinggi yang keliru.
Masalah klinis:
1. penurunan kadar: sindrom down, pengaruh obat (fluorida, oksalat, fosfat,
alkohol)
2. peningkatan kadar: karsinoma prostat, mieloma multipel, penyakit paget,
kanker payudara dan tulang, BPH, anemia sel sabit, sirosis, gagal ginjal
kronis, hiperparatiroid, osteogenesis, imperfekta, infark miokardium,
pengaruh obat (androgen pada wanita, klofibrat)
Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai laboratorium:
1. hemolisis pada sampel darah dapat menyebabkan hasil uji yang tidak
akurat.
2. obat tertentu dapat menurunkan kadar ACP serum
3. jika spesimen darah terpajan di udara terbuka dan dibiarkan dalam suhu
kamar lebih dari 1 jam, kadar ACP akan menurun.

2.11 Ureum
Ureum merupakan produk akhir katabolisme protein dan asam amino
yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus
(Gowda, 2010). Pengukuran ureum serum dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen,
menilai progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis (Edmund,
2010). Nilai normal ureum untuk laki-laki dewasa 8-20 mg/dL, Wanita 6-20
mg/dL, dan Anak-anak 5-18 mg/dL.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar ureum
serum, yang sering digunakan adalah metode enzimatik. Enzim urease
menghidrolisis ureum dalam sampel menghasilkan ion amonium yang
kemudian diukur. Ada metode yang menggunakan dua enzim, yaitu enzim
urease dan glutamat dehidrogenase (Frank, 2010).

25
Metode pemeriksaan ureum yang digunakan di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek adalah urease. Setiap pemeriksaan terdapat faktor interfering/
pengganggu. Untuk metode urease pada pemeriksaan ureum faktor
pengganggunya adalah (Riswanto, 2010):
a. Status dehidrasi, pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
kadar ureum rendah palsu, dan sebaliknya. Dehidrasi dapat memberikan
temuan kadar ureum tinggi palsu.
b. Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar
ureum. Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar ureum,

kecuali bila penderita banyak minum.


c. Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat
meningkatkan kadar ureum.

Bahan pemeriksaan untuk pengukuran ureum serum dapat berupa


plasma, serum, ataupun urin. Jika bahan plasma harus menghindari

26
penggunaan antikoagulan natrium citrate dan natrium fluoride, hal ini
disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat urease. Ureum urin dapat
dengan mudah terkotaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi dengan menyimpan
sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa (Toussaint, 2012).

Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi gagal ginjal


yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah
uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisis atau
transplantasi ginjal (Weanen, 2002).
Peningkatan ureum dikelompokkan menjadi pra renal, renal, dan pasca
renal. Azotemia pra renal adalah keadaan kadar ureum yang disebabkan oleh
penurunan aliran darah di ginjal membuat ureum semakin sedikit saat difiltrasi.
Beberapa faktor penyebabnya yaitu penyakit jantung kongestif, syok,
perdarahan, dehidrasi, dan faktor lain (Myres, 2012). Peningkatan kadar ureum
darah juga terjadi pada keadaan demam, diet tinggi protein, terapi
kortikosteroid, perdarahan gastrointestinal karena peningkatan katabolisme
protein. Penurunan fungsi ginjal juga meningkatkan kadar urea plasma karena
ekskresi urea dalam urin menurun. Hal ini dapat terjadi pada gagal ginjal akut
ataupun kronis, glomerulonefritis, nekrosis tubuler, dan penyakit ginjal
lainnya. Azotemia pasca renal ditemukan pada obstruksi aliran urin akibat batu
ginjal, tumor vesika urinaria, hiperplasia prostat, dan pada infeksi traktus
urinarius berat (Edmund, 2010).
Penurunan kadar ureum plasma dapat disebabkan oleh penurunan asupan
protein dan penyakit hati yang berat. Pada kehamilan juga terjadi penurunan
kadar ureum karena adanya peningkatan sintesis protein (Gaedake, 2000).

27
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan kimia darah atau serum
untuk penyakit jantung dan ginjal terdiri dari:

a. CK atau CPK adalah Kreatina kinase, disingkat CK, juga disebut kreatina
fosfokinase atau fosfo-kreatina kinase , merupakan enzim yang dihasilkan dari
berbagai jaringan di tubuh. . Nilai normal pada pria dewasa 5-35Ug/ml atau
30-180IU/L dan pada wanita dewasa 5-25 Ug/ml atau 25-150IU/L.
b. CKMB adalah enzim jantung yaitu Creatine Kinase (CK) yang disusun oleh
subunit M dan/atau B. CK berperan sebagai pengatur produksi fosfat berenergi
tinggi dan pemanfaatannya untuk kontraksi jaringan. Nilai normal kurang dari
10 U/L, bila nilai > 10- 13 U/L atau > 5% total CK menunjukkan adanya
peningkatan aktifitas produksi enzim.
c. LDH merupakan enzim yang melepas hidrogen dari suatu zat dan menjadi
katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan
terutama ginjal, rangka hati dan miokardium. Nilai normal 80-240 U/L.
d. Troponin merupakan protein spesisfik yang berasal dari otot jantung yang
terdiri dari 3 subunit yaitu T, I, dan C dimana fungsinya adalah untuk regulasi
kontraksi otot jantung dan otot rangka khususnya pada regulasi aktin dan
miosin di otot. Nilai normal < 16µg/L.
e. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan ALT
(Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel
hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Nilai normal
pada laki-laki samapi dengan 42 U/L dan pada wanita sampai dengan 32 U/L.
f. SGOT adalah SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga
dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai
pada otot rangka, ginjal dan pankreas.. Nilai normal pada laki-laki sampai
dengan 37U/L dan pada wanita sampai dengan 31 U/L.

28
g. Asam urat merupakan hasil dari metabolisme purin, suatu produk sisa yang
tidak mempunyai peran fisiologi. Pada keadaan normal, jumlah asam urat
terakimulasi pada laki-laki kurang lebih 1200mg dan pada perempuan 600 mg,
jumlah akumulasi ini akan meningkat beberapa kali lipat pada penderita gout
h. Cr/Crcl adalah Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot,
diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar kreatinin
berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan kreatinin dan
fungsi ginjal. Nilai normal Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per
1,73 m2 dan Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2
i. Fosfatase asam penurunan kadar: sindrom down, pengaruh obat (fluorida,
oksalat, fosfat, alkohol) dan peningkatan kadar: karsinoma prostat, mieloma
multipel, penyakit paget, kanker payudara dan tulang, BPH, anemia sel sabit,
sirosis, gagal ginjal kronis, hiperparatiroid, osteogenesis, imperfekta, infark
miokardium, pengaruh obat (androgen pada wanita, klofibrat)
j. BUN atau Blood Urea Nitrogen merupakan produk akhir dari metabolisme
protein, yang diproses oleh hati kemudian didistribusikan sampai pada ginjal
melalui cairan intrasel dan ektrasel tanpa mengalami perubahan molekul.
Kadar urea nitrogen darah normal adalah 7-20 mg/dL.
k. Ureum adalah Ureum merupakan produk akhir katabolisme protein dan asam
amino yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler
dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus
(Gowda, 2010). Nilai normal ureum untuk laki-laki dewasa 8-20 mg/dL,
Wanita 6-20 mg/dL, dan Anak-anak 5-18 mg/dL.

29
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar M. G., L. G. Hassan. 2007. Toxicological Effects Of Some Mosquito


Coils Brands In Experimental Rats. J. Toxicology. Vol. 4 (1).
Ayed, S.B., dkk. (1997). Specific of Cardiac markers Troponin I and T IN
Excluding Postoperative Myocardial Infarction. Ann Clin Biochem, 34.
Braun J.P., Medaille C, Trumel C. 2008. Clinical Interpretation Of Enzyme
Activities And Concentrations: A Review Of The Main Metabolic Factors
Affecting Variation. J. Isr. Vet. Med. Vol. 63(1).
Driskell C., et al, What You Need to Know About Arthritis, American Physical
Therapy Association, 2006
Edmund, L. 2010. Kidney Function Tests. Dalam: Clinical Chemistry and
Molecular Diagnosis. 4th ed. America: Elsevier; hlm 797-831.
Edmund, L. 2010. Kidney Function Tests. Dalam: Clinical Chemistry and
Molecular Diagnosis. 4th ed. America: Elsevier; hlm 797-831
Eroglu, A., Erturk, E., Bostan, H. 2007. Sevoflurane Anaesthesia in a Patient with
Renal Transplantation: Case Report and Literature Review. J. Anesth.
Vol.13(1).
Frank C. 2010. Biomarkers of Impaired Renal Function. Wolters Kluwer Health.
hlm 525-37
Gaedeke. 2000. Renal Function Test. Laboratory and Diagnostic Test Handbook.
New York: Ad. hlm 706-15

Gowda S, et al. (2010). Markers of Renal Function Tests. N Am J Med Sci; hlm
170-3.
Hardjoeno, H. 2007. Interpretasi Hasil Tes Urinalisis dan Penyakit Ginjal. Dalam:
Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar: Universitas
Hassanudin Press. hlm 138.
Herdwiani W, Leviana F, Sari R, Yolanda, Rica, Zahra, Ikawati Z, Hertiani T,
Khoirunisa A. 2014. Uji keamanan dan uji aktivitas sitotoksik minyak kayu
manis (Cinnamomum burmanii). IJPST. 1(2):47-57.
Husin, M. (2013). Berfikir Kristis dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Asuhan
Keperawatan Kardiovaskuler. Disampaikan pada Simposium ASMICNA,
INKAVIN Pusat Jakarta.

30
Jacobs, D. R., Jr. and Goetz, F. C. 2002. Gender- and Race-specific Determination
of Albumin Excretion Rate using Albumin-to-Creatinine Ratio in Single,
Untimed Urine Specimens:The Coronary Artery Risk Development in
Young Adults Study. J. Epid. Vol. 155(12) : 1114-1119
Jordan K. M, An Update on Gout, Topical Reviews, Arthritis Research Campaign
Kabo, P. (2012). Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Edisi Pertama, Cetakan ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Kahar, H. (2017). Pengaruh Hemolisis Terhadap Kadar Serum Glutamate Pyruvate
Transaminase (SGPT) Sebagai Slah Satu Parameter Fungsi Hati. The
Journal of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, Volume 2,
No 1, halaman 38
Kirtane, A. J., Leder, D. M., Waikar, S. S., Chertow, G. M., Ray K. K., Pinto, D.
S., Karmpaliotis, D., Burger, A. J., Murphy, S. A., Cannon, C. P.,
Braunwald, E. and Gibson, C. M. 2005. Serum Blood Urea Nitrogen as an
Independent Marker of Subsequent Mortality Among Patients With Acute
Coronary Syndromes and Normal to Mildly Reduced Glomerular Filtration
Rates. J. Am Coll Cardiol, 45:1781-1786.
Lamb E, Newman JD, Price PC. 2006. Kidney Function Test. Dalam: Tietz
Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostic. Philadelphia
(US): Elsevier.
Lee, J., Kim, M., Park, C., Kim, M. 2006. Influence of ascorbic acid on BUN,
creatinine, resistive index in canine renal ischemia-reperfusion injury. J Vet
Sci. Mar;7(1):79-81
McCarty, D. J., Gout, Hyperuricemia, and Crystal-Associated Arthropathies, Best
Practice of Medicine
Meyer, D. J. and Harvey, J. W. 2004. Veterinary Laboratory Medicine
Interpretation and Diagnosis. 3rd ed. Elsevier. USA. 225 – 231.

Morehead K., Sack K. E., What therapies for this disease of many causes?
Postgraduate Medicine, Vol 114/no 5.
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper. Jakarta (ID): EGC.
Myers G. 2012. Markers of Renal Function and Cardiovascular Disease Risk. hlm
43-50.
Rilantono, L.I. (2012). Penyakit Kardiovaskular (PKV) : 5 Rahasia. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riswanto. 2010. Ureum Serum. www.labkesehatan.com/2010/03/ureum-
darahserum/html. Diakses pada 20 September 2018

Schlesinger N., Diagnosis of Gout, Laboratory, and Radiology Findings, The


American Journal of MANAGED CARE

31
Setter S. M, Sonnet T. S ; New Treatment Option in the Management of Gouty
Arthritis, US. Pharmacist Nov1, 2005
Steinmeyer J. Pharmacological basis for therapy of pain and inflammation anti-
inflammatory drugs, PubMed July 2000
Sutedjo AY. 2007. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta (ID): Amara Books.
Sutedjo, A.Y.(2009). Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi Revisi Yogyakarta: Penerbit Amara Books.
The Facts about Arthritis, Arthritis Foundation 2006

Thorp, M. L.2005.An Approach To The Evaluation Of An Elevated Serum


Creatinine. J. Int. Med.Vol. 5(2).
Toussaint N. 2012. Screening for Early Chronic Kidney Disease. Australia: The
CARI Guidelines. hlm 30-55.
Wahjuni, R. S., dan Bijanti, R. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Kompli
Terhadap Fungsi Hati Dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. J.
Kedokteran Hewan Vol. 22 (3): 174 – 178.
Wallace SL et al, Preliminary criteria for the classification of the acute arthritis of
primary gout, American College of Rheumatology, 1997
Weanen. 2002. New Marker for Kidney Disease. Clinical Chemistry 3rd Ed. USA:
Elsevier; hlm 1375-89.
Weiner D, Mitch WE, Sands JM. 2015. Urea and ammonia metabolism and the
control of renal nitrogen excretion. Clin J Am Soc Nephrol. 10:1444-1458.

32

Anda mungkin juga menyukai