Anda di halaman 1dari 15

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran

Dosen Pengampu : Dr. Silphy Affiattresna O, M.Pd

Disusun Oleh

 Tito Suprianto (2108170063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2018
KATA PENGANTAR
puji syukur kami panjatkan kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat serta
karunia-nya kepada Kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya.

makalah ini berjudul Teori Belajar Behaviorisme, untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kurikulum dan Pembelajaran.

selesainya penulisan ini berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
yang terhormat :

1. Dr. Silphy Affiattresna O, M.Pd selaku dosen pengampu Kurikulum dan


Pembelajaran Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Galuh Ciamis serta segenap jajarannya yang telah
memberikan kemudahan-kemudahan baik berupa moril maupun materil selama
mengikuti pendidikan di universitas galuh.
2. rekan-rekan semua di Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh Ciamis.
3. secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis,
baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini,
serta kerabat-kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang penulis banggakan.
semoga allah swt, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. penulis menyadari makalah ini hanyalah buih diilautan, dalam arti kata
masih jauh dari sempurna. oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif sangat diharapkan oleh penulis.

Tasikmalaya, 10 November 2018

i
Penyusun
akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkompeten.

DAFTAR ISI

KataPengantar............................................................................................
ii
Daftar Isi.................................................................................................... 2
BAB 1 Pendahuluan................................................................................... 4
A. Latar Belakang......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................... 4
C. Sistematika Penulisan.............................................................. 5
BAB II Pembahasan.................................................................................. 7
A. Pengertian Teori Behavioristik................................................ 10
B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik................... 10
C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli......................... 11
D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik.........
BAB III Kesimpulan..................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................
Daftar Pustaka ...........................................................................................

i
ii
1
1
2
i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk menghasilkan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi
tahu, dari bersikap buruk menjadi bersikap baik, dari tidak terampil
menjadi terampil. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu sistem yang
membantu individu belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada zaman sekarang ini, telah kita ketahui bahwa para pelajar
khususnya mereka yang menginjak usia remaja sering kali melakukan hal-
hal yang tidak seharusnya dia lakukan di usianya, seperti halnya merokok.
Merokok pada saat ini nampaknya sudah menjadi kebiasaan mereka yang
sulit untuk dihindari. Hal tersebut dikarenakan faktor lingkungan yang
kurang baik. Oleh karena itu, guru di sekolah harusnya memberikan
pendidikan terhadap para pelajar bagaimana seharusnya mereka berprilaku
dengan baik.
Secara nasional, Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat
bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 16-
24 tahun sekitar 26,56%. Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus
mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP diketahui mulai
merokok, dan 11% di antaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari.
Hasil penelitian lain ditemukan bahwa pengalaman pertama kali anak
mulai merokok, dari 19,8% siswa perokok yang diteliti (21% laki-laki dan
15,5% perempuan) ternyata dimulai dari tingkat SLTP (Bawazeer, Hattab,
Morales, 1999 dalam Efendi 2003). Beberapa penelitian sejenis umumnya
menegaskan bahwa untuk pertama kalinya remaja merokok pada usia
antara 11-13 tahun (setingkat SD kelas 6 sampai dengan SLTP 1-2) dan
85%-90% remaja perokok dimulai sebelum usia 18 tahun (Smet, 1994
dalam Efendi, 2003)
Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahawa tidak sedikit dari
mereka yang mulai merokok pada saat usia remaja (ketika duduk di

1
bangku sekolah). Hal tersebut tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Apalagi kita sebagai seorang calon guru, kita tidak boleh membiarkan hal
tersebut terjadi pada anak didik kita nantinya. Dengan kata lain, kita harus
mengehentikan itu semua, salah satu caranya yaitu kita harus mengetahui
pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat memilih strategi
pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih untuk
memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk
manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar
bermakna, mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar
kontekstual, selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan teori
pembelajaran yang baik untuk diterapkan kepada mereka. Salah satu teori
pembelajaran yang dapat kita terapkan yaitu teori belajar Behavioristik.
Dengan mempelajari teori Behavioristik, kita dapat mengetahui
cara mengajar yang baik agar para peserta didik tidak melenceng ke arah
yang tidak seharusnya. Bahkan dalam hal menghadapi peserta didik yang
sudah menjadi perokok itu pun dapat kita ubah perilakunya dengan
memberikan pendidikan. Dalam hal ini, kita dapat melakukan pendidikan
dengan menggunakan teori Behavioristik. Untuk itu, mari kita pelajari
mengenai teori Behavioristik tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?
2. Bagaimanakah definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
3. Bagaimanakah pendapat para ahli mengenai teori Behavioristik?

C. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

2
C. Sistematika Penulisan

BAB 2 Pembahasan
A. Pengertian Teori Behavioristik
B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik
C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli
D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik

BAB 3 Kesimpulan
A. Kesimpulan

Daftar Pustaka

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Behavioristik


Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori-teori dalam rumpun
ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas
unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.
Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:
1) Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil,
2) Bersifat mekanistis,
3) Menekankan peranan lingkungan,
4) Mementingkan pembentukkan reaksi atau respons,
5) Menekankan pentingnya latihan.
(Sukmadinata, 2005, hlm. 168)
B. Pandangan Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam
hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respons. (B. Uno, 2008, hlm. 7)
Menurut teori ini, orang terlibat di dalam tingkah laku tertentu karena
mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu,
menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah. Orang
menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut
belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua tingkah laku,
baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang
dipelajari.
Gagasan utama dalam aliran behavioristik ini adalah bahwa untuk
memahami tingkah laku manusia diperlukan pendekatan yang objektif,
mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri

4
seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengondisian. Dengan perkataan
lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui
pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan
mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Menurut Watson, adalah tidak
bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia
semata-mata didasarkan atas kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-
kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat
diamati dan diukur.
(Desmita, 2012, hlm. 45)
Pada dasarnya pendekatan Behavior ini bertujuan untuk
menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru.
(Sanyata, 2012, hlm. 5)
C. Teori Behavioristik Menurut Beberapa Ahli
Pendekatan Behavioristik menekankan arti penting dari bagaimana
anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Aliran
Behavioristik pada awalnya timbul di Rusia, namun kemudian
berkembang pula di Amerika. (Taher, 2013, hlm.26)
Koneksionisme, merupakan teori yang paling awal dari rumpun
Behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu
hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons. Belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya.
Siapa yang menguasai hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya
ialah orang pandai atau yang berhasil dalam belajar. Pembentukan
hubungan stimulus respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.
Tokoh yang sangat terkenal dari teori ini adalah Thorndike. Belajar
pada binatang yang juga berlaku bagi manusia menurut Thorndike adalah
trial and error (uji coba). Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau
hukum dalam belajar. Pertama, law of readiness, belajar akan berhasil
apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut.
Kedua, law of exercies, belajar akan berhasil apabila banyak latihan,
ulangan. Ketiga, law of effect, belajar akan bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
5
Teori pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lebih
lanjut dari koneksionisme. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan
Pavlov dengan keluarnya air liur. Air liur akan keluar apabila anjing
melihat atau mencium bau makanan. Dalam percobaannya Pavlov
membunyikan bel sebelum memperlihatkan makanan pada anjing. Setelah
diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi
meskipun makanannya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya
untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap
sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada jam tertentu, kebiasaan
berpakaian, masuk kantor, kebiasaan belajar, bekerja dll. Terbentuk karena
pengkondisian.
Teori penguatan atau reinfocement, juga merupakan pengembangan
lebih lanjut dari teori koneksionisme. Kalau pada pengkondisian yang
diberi kondisi adalah perangsangnya, maka pada teori Penguatan yang
dikondisi atau diperkuat adalah responsnya. Seorang anak belajar dengan
giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian.
Guru memberikan penghargaan kepada anak tersebut dengan nilai tinggi,
pujian atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini maka anak tersebut
belajar lebih rajin lagi.
Jadi, sesuatu respons diperkuat oleh penghargaan atau hadiah. Teori
penguatan disebut juga operant conditioning dan tokoh utama dari teori ini
adalah Skinner. Skinner mengembangkan program pengajaran dengan
berpegang kepada teori di atas. Program pengajaran yang terkenal dari
Skinner adalah Programmed Instruction, dengan menggunakan media
buku atau mesin pengajaran. Pengembangan lebih lanjut dari pengajaran
berprogram dari Skinner ini adalah Computer assisted Instruction (CIA)
atau pengajaran dengan menggunakan komputer. (Sukmadinata, 2005,
hlm. 168-169)
Selain itu, Clark Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral

6
dalam seluruh kegiatan manuisa, sehingga stimulus dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons
yang akan muncul mungkin bermacam-macam bentuknya. (Prawianto,
Petrus Ony, 2012, hlm. 28)
D. Pengaruh Watson terhadap Teori Belajar Behavioristik
Tokoh utama aliran ini ialah J.B, Watson. Watson sebenarnya mula-
mula belajar filsafat, tetapi kemudian pindah ke dalam lapangan psikologi.
Sejak tahun 1912 Watson telah menjadi terkenal karena penyelidikan-
penyelidikannya mengenai proses belajar pada hewan.
Dasar-dasar pendapat Watson.
a. Masalah objek psikologi
Watson berpendapat, bahwa sebagai science psikologi harus bersifat
positif, sehingga objeknya bukanlah kesadaran dan hal-hal lain yang dapat
diamati, melainkan haruslah tingkah laku, lebih tegasnya lagi tingkah laku
yang positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi.
b. Masalah metode
Watson menolak sama sekali metode introspektif, karena metode
tersebut dianggapnya tidak ilmiah. Sedangkan para ahli saja sudah terbukti
memberikan hasil yang berbeda-beda kalau menggunakan metode
introspeksi ini, apalagi kalau yang menggunakannya itu bukan ahli.
Kecuali itu sebenarnya metode introspeksi itu memang tidak perlu
dipergunakan, karena objek psikologi adalah positive behavior, maka
dengan sendirinya tidak memerlukan metode introspeksi. Metodenya yang
pokok ialah observasi.
c. Bagian-bagian teori Watson yang terpenting
(1) Teori Sarbon (Stimulus and response bond theory)
Tingkah laku yang kompleks ini dapat dianalisis menjadi rangkaian
‘Unit’ perangsang dan reaksi (stimulus and response) yang disebut
refleks.
(a) Perangsang dan stimulus itu adalah situasi objektif, yang wujudnya
dapat bermacam-macam, seperti misalnya: sinar, bola kasti yang

7
dilemparkan, rumah terbakar, kereta api penuh sesak dan
sebagainya.
(b) Response adalah reaksi objektif dari individu terhadap situasi
sebagai perangsang, yang wujudnya juga dapat bermacam-macam
sekali, seperti misalnya refleks pattela, memukul bola, mengambil
makanan, menutup pintu, dan sebagainya.
Tetapi karena pandangannya yang radikal dan penggunaan istilah-
istilah yang agak dipaksakan, maka banyak orang yang memperoleh
kesimpulan, bahwa psikologi Watson itu mekanistik dan dangkal
(2) Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
Karena tidak dapat menerima pendapat bahwa kesadaran itu ada
pada hewan, maka Watson berpendapat bahwa kita tidak berhak
berbicara tentang hewan melihat, mendengar, dan sebagainya. Tetapi
kita harus berbicara tentang hewan-hewan melakukan response
motoris yang dapat ditunjukkan terhadap perangsang-perangsang
pendengar, penglihatan, dan sebagainya, karena itu tak dapat
dibantahkan bahwa hewan itu membuat respons pendengaran, respons
penglihatan dan sebagainya, jadi data objektif di sini adalah stimulus
dan respons.
Dalam menghadapi manusia, menurut Watson, jalan yang harus
ditempuh juga demikian itu.
(3) Perasaan, tingkah laku afektif
Watson berpendapat, bahwa hal senang dan tidak senang itu adalah
soal senso-motoris. Dia ingin mengetahui bahwa ada reaksi emosional
yang dibawa sejak lahir. Untuk keperluan ini dia melakukan
penyelidikan terhadap berpuluh-puluh bayi yang dirawat di rumah
sakit, dan mendapatkan adanya tiga macam pola tingkah laku
emosional (dalam arti yang dapat diamati),: yaitu reaksi-reaksi
emosional: (1) takut, (2) marah, dan (3) cinta.
Dalam eksperimen-eksperimen lebih lanjut dia mendapat kesimpulan,
bahwa reaksi-reaksi emosional itu dapat ditimbulkan dengan pensyaratan

8
(conditioning) dan reaksi emosiional bersyarat itu dapat dihilangkan
dengan pensyaratan kembali (reconditioning). Tentang proses pensyaratan
dan pensyaratan kembali itu pada pokoknya sama dengan yang dilakukan
oleh Pavlov.
(4) Teori tentang berfikir
Watson mulai dengan postulatnya yang biasa, yaitu bahwa berfikir
itu haruslah semacam tingkah laku senso-motoris, dan bagi dia
berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir. Orang, terutama
anak-anak, sering kali berfikir dengan bersuara (berbicara). Anak
sering mengatakan apa yang sedang dikerjakannya, misalnya memberi
nama kepada benda-benda permainannya atau hasil pekerjaannya,
kemudian suara itu makin perlahan, makin berbisik – menjadi gerakan
bibir saja --- dan akhirnya menjadi bercakap kepada diri sendiri dalam
cara yang tidak terlihat dan tak terdengar. Anak juga belajar berkata
kepada diri sendiri tentang apa yan sedang dikerjakannya, apa yang
telah dikerjakannya; dan dengan demikian sampailah dia kepada
bentuk orang dewasa. Orang dewasa sering mengganti tindakan-
tindakan dengan semacam percakapan terhadap diri sendiri, untuk
menghemat waktu dan tenaga.
(5) Masih ada satu lagi yang perlu dikemukakan, yaitu pengaruh
lingkungan (pendidikan, belajar, pengalaman) dalam perkembangan
individu. Watson berpendapat bahwa reaksi-reaksi kodrati yang
dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk
dalam perkembangan, karena latihan dan belajar.
Pengaruh Watson
Aliran behaviorisme yang dirumuskan oleh Watson itu (yang sering juga
disebut Behaviorisme orthodox) dewasa ini boleh dikata hampir tidak ada
yang mengikuti secara konsekuen. Namun demikian pengaruh pendapat
Watson itu masih tetap besar, terutama di Amerika Serikat sendiri, yaitu
dalam bentuk aliran yang sudah direvisi: Neo Behaviorisme. Pendukung-
pendukung aliran ini antara lain: (1) Edward Chace Tolman, (2) Clark L
Hull, dan (3) edward R. Guthrie. (Suryabrata, 2004, hlm. 266-271)
9
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori
Behavioristik, belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Tokoh aliran
Behavioristik ini yang sangat terkenal yaitu Thorndike dengan
“Koneksionisme”, menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari
suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus-respons. Pavlov
dan Watson dengan “Conditioning”, menurut teori ini belajar merupakan
suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau
respons terhadap sesuatu. Skinner dengan “Operant Conditioning”, yaitu
tipe perilaku belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan.
Dengan demikian, maka tujuan dari teori behavioristik ini sebenarnya
adalah untuk menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk
tingkah laku baru yang dipengaruhi oleh lingkungan.

10
DAFTAR PUSTAKA

B.Uno, Hamzah. (2008). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Jakarta:


PT bumi aksara.
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT remaja
rosdakarya.
Efendi, Mohammad. (2003). Penggunaan cognitive behavior therapy untuk
mengendalikan kebiasaan merokok di kalangan siswa melalui peningkatan
perceived self efficacy berhenti merokok. Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 056 (11), hlm. 634.
Prawianto, Petrus Ony. (2012). Model bimbingan belajar behavioristik untuk
meningkatkan kreativitas belajar siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 1
(1), hlm. 28-29
Sanyata, Sigit. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam
konseling. Jurnal Paradigma, 7 (14), hlm. 1-11.
Sukmadinata, N.S. (2005). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung: PT
remaja rosdakarya.
Suryabrata, Sumadi. (2004). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT rajagrafindo
persada.
Taher, Thahroni. (2013). Psikologi pembelajaran pendidikan agama islam.
Jakarta: PT rajagrafindo persada.

11

Anda mungkin juga menyukai