Anda di halaman 1dari 7

Makalah Pendidikan Kependudukan

Dan Lingkungan Hidup

Di susun oleh :
Nani Nurjanah
Nur Kamala Ramdani
Een Sukaenah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Manusia, sejak permulaan keberadaannya di bumi, sudah hidup dari dan dengan
lingkungannya. Semasih segala kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan
memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya, dan semasih bumi mampu memproses
secara alamiah buangan/sisa yang diperlukan manusia, tidak ada masalah yang perlu
dikhawatirkan pada lingkungan. Namun, sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan
perkembangan teknologi manusia, tampak masalah lingkungan menjadi semakin
memprihatinkan. Masalah lingkungan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan
sangat erat hubungannya dengan masalah kependudukan dalam konteks penduduk dan
pembangunan (Ananta, 1992; Mantra,2001; Moertopo, 1992). Dalam hal ini, kerusakan
lingkungan tidak hanya sebagai akibat dari bertambahnya penduduk serta meningkatnya
kebutuhan hidup. Terdapat proses lain yang menyertai yang menyebabkan menipisnya
sumber daya alam menjadi jauh lebih parah.

Semakin meluasnya masalah lingkungan menyebabkan isu, perhatian, dan aktivitas


lingkungan mulai diperkenalkan secara meluas sejak dasa warsa 1960-an. Puncaknya
adalah pada dasa warsa 1970-an, yaitu dengan digelarnya The United Nation
Conference on Human Environment di Stockholm oleh PBB pada tanggal 5 s/d 16 Juni
1972 (Sumaatmadja, 2001). Implementasi dari resolusi Stockholm adalah dibentuknya
badan khusus yang membidangi permasalahan lingkungan oleh PBB yang dikenal
dengan United Nations Environmental Programs (UNEP) yang bermarkas di Nairobi,
Kenya (Soemarwoto, 1982).

B.Rumusan Masalah

1. Pengertian kependudukan dan lingkungan hidup


2. Permasalah kependudukan dan lingkungan hidup
3. Metode penyampaian masalah kependudukan dan lingkungan hidup
  
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup dan


Implementasinya 
Pendidikan Kependudukan (Population Education) dan Pendidikan Lingkungan Hidup
(Environmental Education). Pendidikan Kependudukan dicanangkan oleh Depdikbud mulai tahun
1970, dengan latar belakang kekhawatiran dunia akan adanya pertumbuhan penduduk yang
tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan bahan-bahan kebutuhan hidup. Sebagai suatu proses
pendidikan, Pendidikan Kependudukan ditekankan pada informasi masalah kependudukan
dengan tujuan mengubah sikap mental masyarakat ke arah hal-hal yang positif dalam
menanggulangi masalah kependudukan (Sumaatmadja, 2001). Dalam hal ini, sasaran utama
Pendidikan Kependudukan adalah perubahan sikap dan perilaku terhadap masalah reproduksi
dan persebaran penduduk secara rasional dan bertanggung jawab.

Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan program yang dicanangkan oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mulai tahun 1981. International Union for Conservation of Nature
and Nature Resources (IUCN) memberikan batasan Pendidikan Lingkungan Hidup (dalam
Sumaatmadja, 2001) sebagai berikut. “Environmental education is a process of recogniting
values and clarifying concepts in order to develop the skills and attitudes that are necessary to
understand and appreciate the interrelations among man, his culture and his biophysical
surrounding. Environment education is also entails practise in dicision-making, and the self-
formulation of code of behaviour about the issues concerning environmental quality”

Dalam batasan itu tersirat bahwa sasaran utama dari Pendidikan Lingkungan Hidup
diletakkan pada upaya mengembangkan sikap dan perilaku yang bermakna (rasional dan
bertanggung jawab) terhadap masalah pengelolaan sumber daya alam. Tujuan utama dari dua
program tersebut memang tampak berbeda, namun, secara implisit pada dasarnya kedua
program tersebut adalah sama, yaitu ditujukan untuk menunjang terbinanya kualitas hidup
penduduk secara lebih baik. Kedua program tersebut juga memiliki objek kajian yang sama, yaitu
dinamika penduduk dan integrasi perilakunya (manusia) terhadap lingkungan sosial, ekonomi
dan fisiknya. Persamaan lainnya juga tampak dari pendekatan pelaksanaannya, yaitu sama-
sama menggunakan pendekatan multidisiplin dengan mengintegrasikan fakta, konsep, prinsip
dan teori kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam berbagai studi yang relevan. 

Karena adanya persamaan itulah kemudian Depdikbud, LIPI dan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memprakarsai seminar-lokakarya (semiloka) yang
pelaksanaannya dilakukan pada bulan Juli dan Oktober 1983 serta bulan Januari 1984. Hasil
tiga kali semiloka tersebut adalah disepakati penyatuan kedua program menjadi satu program,
yaitu Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang kemudian lebih dikenal dengan
Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup.

Menurut hasil semiloka tersebut, Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup


adalah suatu program kependidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian,
kesadaran, sikap dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal
balik antara penduduk dan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan. Sasaran akhir
dari Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup adalah terbentuknya Warga Negara
Indonesia yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup, yaitu yang dalam tingkah
laku sosial, ekonomi, politik dan budayanya berpandangan progresif terhadap masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup menuju kehidupan keluarga dan masyarakat yang serasi
seimbang dalam hubungannya dengan Tuhan, lingkungan sosial dan lingkungan hidupnya
(Kastama,1996). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa Pendidikan Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup sebagai program pendidikan, pada dasarnya bertujuan membentuk sikap dan
perilaku manusia agar bereproduksi secara rasional, memelihara lingkungan hidup, dan
bertanggung jawab terhadap kualitas kehidupan sekarang dan masa mendatang melalui proses
pendidikan.

Untuk mencapai tujuan tersebut Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup


diajarkan di semua jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal, mulai dari sekolah dasar
hingga ke perguruan tinggi. Pendekatan yang digunakan dalam mengimplementasikan
Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di perguruan tinggi cukup bervariasi. Ada
yang menggunakan pendekatan monolitik, baik sebagai mata kuliah wajib maupun sebagai mata
kuliah kekhususan di program studi. Ada juga yang menggunakan pendekatan integratif, di
samping juga ada yang tidak mencanangkannya sebagai mata kuliah. 

Di LPTK, dengan pemberlakukaan SK Mendikbud RI Nomor 0193/U/1976, Pendidikan


Kependudukan Dan Lingkungan Hidup menjadi mata kuliah wajib yang berdiri sendiri (monolitik)
dan termasuk dalam kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Perrtimbangan yang
melandasinya adalah, sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga kependidikan (calon guru),
seorang lulusan LPTK harus memiliki kemampuan untuk mengajarkan Pendidikan
Kependudukan Dan Lingkungan Hidup secara terintegrasi di sekolah pada mata pelajaran yang
dijarkan. 

Namun, dengan pemberlakukaan SK Mendikbud RI Nomor 0212/DJ/Kep/ 1983 tentang


Kurikulum Inti Program Sarjana dan Program Diploma Bidang Kependidikan, yang tidak
menjadikan PKLH mata kuliah wajib yang berdiri sendiri di LPTK, berbagai variasi muncul dalam
mengimplementasikan materi PKLH di LPTK. Ada yang menjadikan Pendidikan Kependudukan
Dan Lingkungan Hidup sebagai mata kuliah yang diajarkan secara monolitik dengan
memasukkannya ke dalam kelompok MKDU. Ada yang memasukkan Pendidikan Kependudukan
Dan Lingkungan Hidup kedalam Mata Kuliah Kekhususan Program Studi, seperti terlihat di IKIP
Negeri Singaraja (namun, hanya di Jurusan Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, dan
PPKn). Di samping itu, ada juga LPTK yang tidak mengajarkannya secara monolitik, tetapi
menyajikannya secara integratif, dengan mengintegrasikan PPendidikan Kependudukan Dan
Lingkungan Hidup ke dalam mata kuliah Ilmu Sosial Dasar (dalam kelompok MKDU).

Terlepas dari variasi pengimpelementasian Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan


Hidup tersebut, keberadaan PKLH secara monolitik di perguruan tinggi perlu dipertahankan,
khususnya di LPTK (Kastama,1996). Sebagai calon guru, mahasiswa LPTK dituntut mempunyai
persepsi yang mantap tentang kemungkinan adanya dampak negatif dari pertumbuhan
penduduk yang tidak terkendali atau tentang adanya interaksi negatif dengan lingkungan
hidupnya, di samping karena kependudukan dan lingkungan hidup menjadi hal yang mendasar
sebagai penjabaran ketentuan GBHN, terutama dalam membentuk sikap dan perilaku generasi
muda berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup. 

Berarti, secara pedagogis, implementasi Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan


Hidup dalam pembelajaran menuntut guru tidak hanya sekadar mampu menyajikan kepada
murid contoh-contoh kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku manusia, yang
bahan-bahannya dapat diambil dari guntingan-guntingan koran atau yang sejenisnya. Dalam hal
ini, seorang guru dituntut mampu menyadari keberadaan siswanya terkait dengan lingkungan
tempat mereka berada dan mampu menstimulasi sasaran didik untuk menumbuhkan sikap dan
perilaku yang mengandung etika lingkungan (Sumaatmadja, 2001). Sikap dan perilaku tersebut
ditumbuhkan dengan mengajak anak didik menyadari makna lingkungan baginya dan
memahami keterkaitannya dengan penduduk. Di samping itu, sikap dan perilaku yang
berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup juga perlu dimiliki dan ditunjukkan oleh
seorang guru untuk dapat diteladani oleh siswanya. Berarti, untuk dapat melakukan
pengintegrasian Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup ke dalam mata pelajarannya,
pemahaman seorang guru tentang Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup menjadi
mutlak, di samping kemampuan merespon dan keteladanannya sebagai pencinta dan pelestari
lingkungan.  
B. Permasalahan Pembelajaran Pendidikan Kependudukan
Dan Lingkungan Hidup di Sekolah
Telah dikemukakan di atas bahwa PKLH di sekolah diimplementasikan menggunakan
pendekatan integratif. Hasil monitoring dan supervisi Depdikbud terhadap Pendidikan
Kependudukan yang diimplementasikan secara integratif di sekolah memperlihatkan adanya
beberapa hambatan (Kastama, 1996). Salah satunya adalah sulitnya guru mengintegrasikan
materi Pendidikan Kependudukan ke dalam bidang studi atau mata pelajarannya, walaupun
GBPP sudah disiapkan. Hal yang sama juga dijumpai oleh Rideng (1997) dalam penelitiannya
tentang Pelaksanaan PKLH di SMU di kabupaten Buleleng.

Terkait dengan PKLH, pada kurun waktu 1996-1999, penulis ditugaskan sebagai
instruktur/nara sumber dalam Pelatihan PKLH yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikans
Profinsi Bali. Peserta pelatihannya adalah guru-guru TK, SD, SLTP dan SMU/K pengajar mata
pelajaran di mana PKLH diintegrasikan. Kesempatan itu juga digunakan melakukan wawancara
dengan peserta pelatihan. Hasil wawancara mengidentifikasi permasalahan dalam implementasi
PKLH di sekolah, seperti diuraikan berikut ini.

C. Masalah Guru sebagai Tenaga Pengajar Pendidikan


Kependudukan Dan Lingkungan Hidup
Implementasi PKLH secara integratif di sekolah terlihat memudahkan dan memperlancar
pelaksanaan PKLH karena jumlah guru yang dipandang turut mengambil bagian tanggung jawab
dalam melaksanakan program PKLH menjadi cukup banyak. Namun, tanggung jawab yang
diemban oleh guru bersangkutan menjadi berkurang. Sementara, guru dituntut perhatian dan
kemampuannya secara konprehensif menyeluruh, di samping kemampuan dasar yang dapat
menjamin pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan (Sumaatmadja, 2001).
Berkurangnya tanggung jawab guru merupakan konsekuensi logis dari penerapan pendekatan
integratif karena PKLH hanyalah materi titipan pada mata pelajaran yang menjadi tugas pokok
guru yang bersangkutan.

Di samping itu, implementasi PKLH dengan pendekatan integratifnya terlihat tidak akan
menambah beban waktu efektif suatu mata pelajaran. Namun, guru akan kesulitan
mengalokasikan waktu pada PKLH karena untuk mata pelajaran pokoknya saja waktu yang
disediakan sudah sedemikian ketat, sehingga sulit untuk menambahkan pokok bahasan yang
dititipkan dari PKLH. Kenyataan tersebut tentu berimplikasi pada pencapaian tujuan kurikuler
PKLH itu sendiri.

D. Masalah Bahan Pelajaran Pendidikan Kependudukan Dan


Lingkungan Hidup
Pengintegrasian bahan pelajaran PKLH ke dalam mata pelajaran lain, dalam penyajiannya
jelas akan memperoleh fokus bahasan dari guru yang dibebani tanggung jawab tersebut. Bisa
terjadi seorang guru yang mengintegrasikan PKLH berkurang perhatiannya terhadap bahan
pelajaran pokok yang seharusnya menjadi tanggung jawab profesinya, atau sebaliknya pokok
bahasan PKLH menjadi sangat berkurang, bahkan mungkin terlupakan. Hal itu akan berdampak
pada pencapaian tujuan kurikuler PKLH itu sendiri dan pada pencapaian kurikuler secara
menyeluruh.

Di samping itu, pengintegrasian tersebut juga dapat menimbulkan terpisah-pisahnya pokok


bahasan PKLH. Hal ini akan mengganggu kesatuan program PKLH, sementara keutuhan
program sebagai satu kesatuan menjadi tututan dasar dalam pencapaian kurikulum
(Nasution,1982). Dampaknya adalah pada sasaran didik dalam menerima PKLH
sebagai program. Pemahaman siswa pada PKLH akan menjadi terkotak-kotak, tidak secara utuh
dalam suatu kebulatan program yang menyeluruh. Kenyataan tersebut tentu akan menggangu
pula keberhasilan tujuan kurikuler PKLH.

E. Metode dan Teknik PenyajianPendidikan Kependudukan


Dan Lingkungan Hidup
Setiap pokok bahasan membutuhkan metode dan teknik penyajian tertentu yang dirasakan
efektif (Salam,1997). Dengan pengimplementasian PKLH secara integratif, persoalannya terletak
pada bagaimana para pengajar terampil menggunakan dan mentransfer metode yang
digunakannya untuk mata pelajaran pokoknya sebagai metode untuk menyajikan pokok bahasan
PKLH. Pada saat pokok bahasan PKLH memperlihatkan corak atau ciri yang khas untuk
menerapkan metode tertentu, maka tidak mustahil akan timbul kesulitan dalam menghadapi
metode tersebut untuk dintegrasikan dengan pokok bahasan pada mata pelajaran pokoknya.
Permasalahan yang timbul pada penerapan metode dan teknik penyajian PKLH, maka akan
berimplikasi pada tujuan kurikuler secara keseluruhan, baik mata pelajaran yang dititipkan
maupun tujuan kurikuler PKLH itu sendiri. Dalam hal ini, guru akan lebih mengutamakan
pencapaian tujuan kurikuler dari mata pelajaran yang menjadi tugas pokoknya.

F. Evaluasi Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup


Tercapainya tujuan pendidikan baru dapat diketahui bila telah dilakukan evaluasi terhadap
tindakan dan kegiatan pendidikan tersebut (Salam, 1997). Dengan pendekatan integratif yang
digunakan dalam mengimplementasikan PKLH sudah dapat dibayangkan bagaimana sulitnya
melaksanakan evaluasi sekaligus dalam bentuk mata pelajaran yang sudah diintegrasikan. Hal
tersebut akan berdampak juga pada pencapaian tujuan kurikuler.
DAFTAR PUSTAKA

 Astawa, Ida Bagus Made. 1999. “Pengertian Umum Kependudukan dan Lingkungan
Hidup”. Makalah disampikan dalam Diklat PKLH untuk Guru-Guru Sekolah (SD-SLTA)
bulan Nopember 1999 di Kanwil Depdikbud Provinsi Bali. Denpasar : Depdikbud Provinsi
Bali
 Ananta, Aris. 1992. “Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan” dalam Warta
Demografi Tahun XXII Nomor 9. September 1992. Jakarta : LD-FEUI.
 Depdikbud RI. 1990. Buku Pegangan Guru Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Untuk Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. Jakarta : Depdikbud.
 Kastama, Emo.1996. Pengantar Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(PKLH). Jakarta : Depdikbud RI.
 Mantra, Ida Bagoes, 2000. Demografi Umum. Yogyakarta : Putaka Pelajar.
 Moertopo, Soegeng. 1992. “Pembangunan Berlanjut Berwawasan Lingkungan” dalam
Seminar Nasional Kualitas SDM dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan, 28-29
April 1992. Yogyakarta : PAU - UGM .
 Munir, Rozy. 1996. “Pengantar PKLH”. Makalah disampaikan dalam Pelatihan PKLH
Tingkat Nasional di Jakarta.
 Nasution, S.1982. Asas-Asas Kurikulum. Bandung : Penerbit Jemmars
 Rideng, I Made. 1997. “Pelaksanaan PKLH di SMU di Kabupaten Buleleng”. Dalam
Aneka Widya No.1 TH.XXX Januari 1997. Singaraja : STKIP Singaraja.
 Salam, Burhanuddin. 1997. Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
 Soemarwoto, Otto. 1982. “Pengelolaan Lingkungan”, Kertas Kerja dalam Kursus AMDAL
2-17 Februari 1982. Kerjasama Kantor Menteri Negara Pengawasan Lingkungan Hidup
dengan Lembaga Ekologi UNPAD Bandung,
 Sumaatmadja, Nursid, 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : PT.Aksara.

Anda mungkin juga menyukai