Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH DASAR-DASAR EKONOMI SYARIAH

JUAL BELI DAN RIBA DALAM EKONOMI

DOSEN PENGAMPU:
Aay Muhamad Furkon, M.Si, M.H., M.E.Sy

DISUSUN OLEH:
Muhammad hadra s

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM (STAIPI)


CIPAYUNG-JAKARTA TIMUR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh
semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua
orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang
ketentutan- ketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).

Jual beli merupakan interaksi sosial antar manusia yang berdasarkan rukun dan syarat yang
telah di tentukan. . Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar barang atau
benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah pihak sudah menyepakati
perjanjian yang telah dibuat.

Dalam jual beli mayoritas rata-rata masih terdapat riba di dalam sehingga .Mengenai riba, Islam
bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemslahatan manusia
baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang
digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata
al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli .

Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak
milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (Idris, 1986 :5).
2. Menurut syekh muhammad ibnu qosim, pengertian jual beli yang paling tepat ialah
memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar
memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian
itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang.
3. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis), diantaranya;
ulamak Hanafiyah “ Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan
cara khusus (yang di bolehkan) syara‟ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi
dalam al-majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan.

B. Jual Beli yang diperbolehkan dalam Islam


Jual beli yabg diperbolehkan dalam islam, diantaranya sebagai berikut;
1. Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd yaitu menjual suatu barang dengan alat tukar resmi atau uang.
Jenis jual beli ini termasuk salah satu jenis jual beli yang paling banyak dilakukan dalam
masyarakat dewasa ini.

Contoh Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd adalah membeli pakaian atau makanan dengan uang
rupiah sesuai dengan harga barang yang telah ditentukan.

2. Bai’ al-Muqayadhah yaitu jual beli suatu barang dengan barang tertentu atau yang sering
disebut dengan istilah barter. Jenis jual beli ini tidak hanya terjadi pada zaman dulu saja,
namun juga masih menjadi salah satu pilihan masyarakat dewasa ini. Hal sangat prinsip
yang harus diperhatikan dalam menjalankan jenis jual beli ini adalah memperhatikan
aspek-aspek yang terkait dengan etika berbisnis dalam Islam. Selain itu, prinsip lain yang
juga harus diperhatikan adalah hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian di antara kedua
belah pihak serta tidak memunculkan aspek ribawi, terutama terkait dengan penukaran
(barter) antara dua barang sejenis dengan perbedaan ukuran dan harga.

Contoh Bai’ al-Muqayadhah adalah menukar beras dengan jagung, pakaian dengan tas,
atau binatang ternak dengan barang tertentu lainnya.

3. Bai’ al-Salam yaitu jual beli barang dengan cara ditangguhkan penyerahan barang yang
telah dibayar secara tunai. Praktik jual beli jenis ini dapat digambarkan dengan seorang
penjual yang hanya membawa contoh atau gambar suatu barang yang disertai penjelasan
jenis, kualitas dan harganya, sedangkan barang yang dimaksudkan tidak dibawa pada saat
transaksi terjadi. Jenis jual beli ini termasuk jual beli yang dibolehkan dalam Islam,
selama dilakukan dengan suka rela dan tetap memperhatikan hak dan tanggung jawab
masing-masing pihak. Dengan ketentuan ini, maka tidak ada pihak yang dirugikan setelah
salah satu pihak (pembeli) menyerahkan sejumlah uang kepada pihak yang lain
(penjual/sales).
Contoh Bai’ al-Salam adalah membeli perabotan rumah tangga, seperti kursi, meja atau
lemari dari seorang sales yang menawarkan barang dengan membawa contoh gambar/foto
barang. Selanjutnya, barang itu dikirimkan kepada pembeli setelah dibayar terlebih
dahulu. Contoh lainnya adalah jual beli barang yang dipajang melalui media atau jaringan
internet (iklan). Calon pembeli mentransfer sejumlah uang kepada penjual sesuai harga
barang, kemudian barang baru dikirim kepada pembeli.

4. Bai’ Al-Amanah yaitu penjual secara jujur menyebutkan harga modal kepada pembeli.
Disebut bai’ amanah karena pihak penjual mendapatkan amanah untuk secara jujur
menyebutkan harga modalnya. Jual beli amanah ini dibagi mebjadi tiga, yaitu;
1) Bai’ al-Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan melebihi harga pokok,
atau menjual barang dengan menaikkan harga barang dari harga aslinya dan
penjual memberitahuan kepada pembeli keuntungan yang dia dapat. Jual beli ini
termasuk dalam golongan jual beli amanah. Dalam menentukan besaran
keuntungan, maka seorang penjual harus memiliki pertimbangan antara aspek
komersial dan sosial untuk saling ta’awun (saling menolong). Pada titik ini, bisnis
yang dijalankannya memiliki dua keuntungan sekaligus, yaitu finansial dan
sosial. Dalam agama Islam sering disebut “fiddun–ya hasanah wa fil akhirati
khasanah” (kebahagiaan dunia dan akhirat).Contoh Bai’ al-Murabahah adalah
menjual baju yang harga aslinya Rp. 35.000,- menjadi Rp.40.000,-., dengan
diberitahukan selisih keuntungan yang didapat oleh penjual. Dengan demikian,
penjual mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 5000,-.
2) Bai’ al-Wadhiah yaitu kebalikan dari jual beli Murabahah, yaitu menjual barang
dengan harga yang lebih murah dari harga pokoknya. Wadhiah disini bukan
wadiah yang biasa kita kenal sebagai akad sewa menyewa, tapi maksud wadhiah
disini ialah akad jual beli amanah dan jual beli wadihiah termasuk didalamnya.
Sebagai contoh misalnya, seorang menjual hand phone (HP) yang baru dibelinya
dengan harga Rp.500.000,- Namun karena adanya kebutuhan tertentu, maka ia
menjual HP tersebut dengan harga Rp. 450.000,. Praktik jual beli seperti ini
diperbolehkan dalam Islam, selama hal itu dibangun atas prinsip saling rela (‘an–
taradin), dan bukan karena paksaan.
3) Bai’ al-Tauliah yaitu jual beli suatu barang sesuai dengan harga pokok, tanpa
ada kelebihan atau keuntungan sedikitpun. Praktik jual beli seperti ini
digambarkan dengan seseorang yang membeli sebuah motor baru dengan harga
Rp. 13.500.000. Mengingat ia memiliki kebutuhan lainnya yang lebih penting
atau pertimbangan tertentu, maka motor tersebut dijual dengan harga yang sama.
Sepintas, jenis jual beli ini terkesan bertentangan atau menyalahi prinsip dan
tujuan jual beli pada umumnya, yaitu untuk mencari keuntungan finansial dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup (ma’isyah) seseorang. Namun perlu difahami
bahwa biasanya praktik jual beli al-tauliyah dapat terjadi secara kasuistis karena
adanya suatu kondisi tertentu, sehingga ia rela menjual barang yang dimilikinya
sesuai harga pokok dan tanpa bermaksud untuk mencari keuntungan sedikitpun.
Jual beli semacam ini termasuk hal yang diperbolehkan dalam Islam, selama
dibangun di atas prinsip saling merelakan (‘an–Taradhin), dan tidak terdapat
unsur paksaan serta kezaliman.
5. Bai’ al-Istishna’ yaitu jenis jual beli dalam bentuk pemesanan (pembuatan) barang
dengan spesifikasi dan kriteria tertentu sesuai keinginan pemesan. Pemesan barang pada
umumnya memberikan uang muka sebagai bentuk komitmen dan keseriusan. Setelah
terjadinya akad atau kesepakatan tersebut, kemudian penjual memproduksi barang yang
dipesan sesuai kriteria dan keinginan pemesan.
Bentuk jual beli ini sepintas memiliki kemiripan dengan jual beli Salam (bai’ al-Salam),
namun tetap terdapat perbedaan. Di dalam jual beli Salam, barang yang ditransaksikan
sesungguhnya sudah ada, namun tidak dibawa pada saat terjadinya jual beli. Penjual
(salesman) hanya membawa foto atau contoh barang (sample) saja, kemudian diserahkan
kepada pembeli setelah terjadinya kesepakatan di antara mereka. Sedangkan dalam jual
beli istishna’, barang yang diperjual-belikan belum ada dan belum diproduksi. Barang itu
baru dibuat setelah terjadinya kesepakatan di antara penjual dan pembeli sesuai kriteria
dan jenis barang yang dipesan.
Contoh Bai’ al-Istishna’ adalah pemesanan pembuatan kursi, almari dan lain sebagainya
kepada pihak produsen barang. Jenis jual beli seperti ini diperbolehkan dalam Islam,
sekalipun barang yang diperjual belikan belum ada, asalkan dibangun di atas prinsip
saling merelakan (‘an–taradhin), transparan (tidak manipulatif), memegang amanah, serta
sanggup menyelesaikan pesanan sesuai kesepakatan yang telah diputuskan bersama.
 

C. Jual Beli Yang Di Haramkan


Diantara jual beli yang diharamkan dalam islam, yaitu;
1. Jual beli Mulasamah
Kata Mulamasah secara bahasa berasal dari kata “lamasa” yang berarti
menyentuh sesuatu dengan tangan. Jadi mulamasah adalah jual beli dengan
sentuhan. Sedangkan secara syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain
mana saja yang engkau sentuh, maka kain itu menjadi milikmu dengan harga
sekian”.
Jual beli ini tidak layak dengan dua sebab yaitu
adanya Jahalah (ketidakjelasan barang) dan masih tergantung dengan syarat.
2. Jual beli Muanbazah
Kata Munabadzah secara bahasa dari kata “an-nabdzu” yang berarti
melempar. Jadi munabadzah adalah jual beli dengan cara melempar.
Sedangkan secara syar’i berarti seorang berkata, “Kain mana saja yang kamu
lemparkan kepadaku, maka aku akan membayar-nya dengan harga sekian,”
tanpa melihat kepada barang tersebut.
Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah memberi definisi jual
beli Munabadzah, yaitu masing-masing pihak melempar (menawarkan)
pakaiannya kepada temannya dan masing-masing mereka tidak melihat
pakaian temannya.
Jual beli ini tidak sah disebabkan dua ‘illat yaitu adanya ketidakjelasan barang
dan barang yang dijual masih tergantung pada syarat, yaitu apabila kain
tersebut dilemparkan.Jual beli ini juga dilarang oleh syariat, karena gambaran
jual beli seperti ini akan mengundang perselisihan dan permusuhan antara
kedua belah pihak.
3. Jual beli ‘Inah
Jual beli ‘Inah yaitu seorang penjual menjual barangnya dengan cara
ditangguhkan, kemudian ia membeli kembali barangnya dari orang yang telah
membeli barangnya tersebut dengan harga yang lebih sedikit dari yang dijual,
namun ia membayar harganya dengan kontan sesuai dengan kesepakatan. Jual
beli ini dinamkan jual beli ‘Inah dan hukumnya haram karena sebagai wasilah
(perantara) menuju riba.

D. Riba
1.pengertian Riba
Pengertian riba secara bahasa ialah az-ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Pengertian riba adalah dalam hal ini ialah pengambilan tambahan secara bathil
tersebut berupa penambahan pada transaksi pertukaran atau jual beli secara barter atau
pun transaksi pinjam meminjam, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam
pertukaran dua harta yang sejenis tertentu, di tempat pertukaran.

Riba di zaman modern ini telah menjelma dalam berbagai bentuk terutama dari
golongan riba an-nasi’ah seperti transaksi valas tidak tunai, bunga kartu kredit
melebihi tempo pembayaran, transaksi leasing, bunga deposito, bunga tabungan,
asuransi, penundaan dalam transaksi valas, dan lain-lain.

Beberapa orang menyebutkan bahwa bunga yang diperoleh dari transaksi keuangan
dan perbankan bukanlah riba mengingat adanya inflasi/penurunan nilai mata uang
yang dipergunakan, yakni uang sekarang lebih berharga daripada uang pada masa
yang akan lalu.

2. Jenis riba

Jenis riba terbagi dalam empat jenis, diantaranya;


1) Riba Qardh

Riba qardh merupakan jenis riba dalam lingkup hutang piutang. Pengertian riba
dan contohnya dari riba qardh ini ialah memiliki ketentuan suatu manfaat atau
tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.

Contoh riba Qardh ini adalah Azam memberikan pinjaman dana tunai pada Fadhil
sebesar Rp 1.000.000 dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dengan bunga
sebesar Rp 1.500.000 pada saat jatuh tempo dan kelebihan dana pengembalian ini
tidak dijelaskan tujuannya untuk apa.

2) Riba Jahiliyah

Pengertian riba dan contohnya dari riba jahiliyah ini ialah salah satu dari macam-
macam riba dalam Islam dengan hutang yang dibayar lebih dari pokoknya. Kondisi
ini terjadi karena si peminjam tidak mampu bayar hutangnya pada waktu yang
ditetapkan.

Contoh jahiliyah ini ialah, Arwan meminjam Rp 700.000 pada Citra dengan tempo
dua bulan. Pada waktu yang ditentukan, Arwan belum bisa membayar dan meminta
keringanan. Citra menyetujuinya, tapi dengan syarat Arwan harus membayar Rp
770.000.

3) Riba Fadhl

Pengertian riba dan contohnya dari riba fadhl ialah pertukaran antar barang sejenis
dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Fadhl merupakan jenis riba dalam bentuk
jual beli.

Contoh dari riba Fadhl ini adalah 3 kg gandum dengan kualitas baik ditukar dengan 4
kg gandum berkualitas buruk atau yang sudah berkutu.

4) Riba Nasi'ah

Pengertian riba dan contohnya dari riba nasi'ah ialah ribâ yang berupa tambahan yang
disebutkan menjadi imbalan penundaan pembayaran pada pinjam meminjam. Riba
nasi`ah merupakan jenis riba dalam bentuk jual beli.
Misalnya peminjaman satu kuintal gandum pada musim paceklik dibayar dengan tiga
kuintal gandum pada masa subur. Kelebihan dua kuintal tersebut semata-mata
digunakan sebagai ganti dari penundaan pembayaran.

Contoh lainnya ialah, Salman meminjam dana kepada Juki sebesar Rp 300.000
dengan jangka waktu atau tenor selama 1 bulan, apabila pengembalian dilakukan
lebih dari satu bulan, maka cicilan pembayaran ditambah sebesar Rp 3.000.

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits:

"Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham dengan dua
dirham; satu sha dengan dua sha karena aku khawatir akan terjadinya riba (al-
rama). Seorang bertanya: wahai Rasul, bagaimana jika seseorang menjual seekor
kuda dengan beberapa ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta?
Jawab Nabi SAW “Tidak mengapa, asal dilakukan dengan tangan ke tangan
(langsung)." (HR Ahmad dan Thabrani)
BAB III

PENUTUPAN

A.Kesimpulan

1. Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain.

2. Jual beli yang diperbolehkan dalam islam, diantaranya sebagai berikut;

 Bai’ al-Sil’ah bi al-Naqd yaitu menjual suatu barang dengan alat tukar resmi atau uang.

 Bai’ al-Muqayadhah yaitu jual beli suatu barang dengan barang tertentu atau yang sering
disebut dengan istilah barter.
 Bai’ al-Salam yaitu jual beli barang dengan cara ditangguhkan penyerahan barang yang telah
dibayar secara tunai.
 Bai’ Al-Amanah yaitu penjual secara jujur menyebutkan harga modal kepada pembeli.
Disebut bai’ amanah karena pihak penjual mendapatkan amanah untuk secara jujur
menyebutkan harga modalnya. Jual beli amanah ini dibagi mebjadi tiga, yaitu;
- Bai’ al-Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan melebihi harga pokok, atau
menjual barang dengan menaikkan harga barang dari harga aslinya dan penjual
memberitahuan kepada pembeli keuntungan yang dia dapat. Jual beli ini termasuk
dalam golongan jual beli amanah.
- Bai’ al-Wadhiah yaitu kebalikan dari jual beli Murabahah, yaitu menjual barang
dengan harga yang lebih murah dari harga pokoknya. Wadhiah disini bukan wadiah
yang biasa kita kenal sebagai akad sewa menyewa, tapi maksud wadhiah disini ialah
akad jual beli amanah dan jual beli wadihiah termasuk didalamnya.
- Bai’ al-Tauliah yaitu jual beli suatu barang sesuai dengan harga pokok, tanpa ada
kelebihan atau keuntungan sedikitpun.
 Bai’ al-Istishna’ yaitu jenis jual beli dalam bentuk pemesanan (pembuatan) barang dengan
spesifikasi dan kriteria tertentu sesuai keinginan pemesan.

3. Jual Beli Yang Di Haramkan

Diantara jual beli yang diharamkan dalam islam, yaitu;

 Jual beli Mulasamah


 Jual beli Muanbazah
 Jual beli inah

4.Riba

Pengertian riba secara bahasa ialah az-ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, riba juga
berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Diantara macam macam riba yaitu

 Riba Qord
Riba qardh merupakan jenis riba dalam lingkup hutang piutang. Pengertian riba dan
contohnya dari riba qardh ini ialah memiliki ketentuan suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.
 Riba Jahiliyah
Pengertian riba dan contohnya dari riba jahiliyah ini ialah salah satu dari macam-
macam riba dalam Islam dengan hutang yang dibayar lebih dari pokoknya. Kondisi
ini terjadi karena si peminjam tidak mampu bayar hutangnya pada waktu yang
ditetapkan.
 Riba Fadl
Pengertian riba dan contohnya dari riba fadhl ialah pertukaran antar barang sejenis
dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu
termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Fadhl merupakan jenis riba dalam bentuk
jual beli.
 Riba Nasiah
Pengertian riba dan contohnya dari riba nasi'ah ialah ribâ yang berupa tambahan yang
disebutkan menjadi imbalan penundaan pembayaran pada pinjam meminjam. Riba
nasi`ah merupakan jenis riba dalam bentuk jual beli.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an, 1999, al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara


penterjemeh penafsiran al-Quran, Departemen Agama RI.

Al-Shan’ani, Muhammad Bin Ismail al-Amir al-Yamani, t.th, Subul as Salam, Juz X, Beirut:
Darul Fikr.

Al-Ansari, Syeikh Abi Zakaria, t.th, Fath al-Wahab, Juz 1, Singapura: Sulaiman Mar’i.

Anda mungkin juga menyukai