Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-NYA lah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas besar ini,
yang merupakan salah satu kewajiban dari mata kulai Pengantar Geometrik Jalan.

Tugas besar ini kami buat sebagaimana mestinya, sesuai dengan literatur yang
kami dapatkan baik dari buku maupun media lainnya. Oleh karena itu kami sangat
berterimakasih apabila ada yang menyampaikan saran serta kritikan demi
kesempurnaan tugas kami.

Disamping itu, tak lupa kami berterimakasih kepada dosen dan teman-teman
sejawat se-program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Sumatera yang telah
membimbing kami dan bantuan dari teman-teman sehingga tugas besar ini dapat
terselesaikan.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA


kepada kita semua. Amin

Lampung Selatan, 23 November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup .......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................... 2
Bab II Landasan Teori
2.1 Klasifikasi Medan (Terrain) ...................................................... 3
2.2 Kelas dan Fungsi Jalan .............................................................. 4
2.2.1 Kelas Jalan ...................................................................... 4
2.2.2 Fungsi Jalan ..................................................................... 5
2.2.3 Tipe dan Status Jalan ....................................................... 5
2.3 Tipe Daerah ............................................................................... 5
2.4 Kriteria Desain dan Standar Perancangan Geometrik Jalan ..... 6
Bab III Perhitungan Awal
3.1 Penentuan Koordinat Awal Patok ............................................. 13
3.2 Perhitungan Sudut Azimuth () ................................................ 13
3.3 Perhitungan Sudut Tikungan (∆) ............................................... 14
3.4 Perhitungan Persentase Kemiringan ......................................... 15
Bab IV Alinyemen Horizontal
4.1 Pemilihan Jenis Tikungan ......................................................... 16
4.2 Perhitungan Properti Tikungan ................................................. 21
4.2.1 Penentuan Jenis Tikungan di Titik B ............................... 21
4.2.2 Penentuan Jenis Tikungan di Titik C ............................... 24
Bab V Alinyemen Vertikal
5.1 Profil Tanah Asli ....................................................................... 27
5.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal dan Elevasi Titik Penting ..... 28
5.3 Perhitungan Stationing dan Elevasi Titik Penting .................... 34
Bab VI Potongan Melintang (Cross Section)
6.1 Tipikal Potongan Melintang Jalan ............................................ 36
6.2 Rumija, Rumaja, dan Ruwasja .................................................. 38
6.3 Komposisi Potongan Melintang Jalan yang di Desain .............. 38
6.4 Potongan Melintang Rencana Jalan .......................................... 39
Bab VII Penutup
7.1 Kesimpulan ............................................................................... 40
7.2 Saran .......................................................................................... 40
Daftar pustaka
Lampiran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman yang semakin maju ini, tansportasi menjadi hal vital dalam
kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya
adalah jalan raya.

Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu


lintas perekonomian suatu daerah karena perkembangan prasarana jalan
berfungsi menunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga
dapat memperlancar pemerataan hasil pembangunan dalam suatu Negara.
Disamping hal ini, pembangunan prasarana jalan juga merupakan upaya
dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah tersebut akan meningkatkan
perekonomian. Dengan demikian, jalan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menunjang kemajuan serta mempercepat proses pembangunan.
kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam menentukan baik tidaknya suatu jalan.

Perencanaan geometrik merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan


dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-
bagian disesuaikan dengan tuntunan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Jadi,
dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang
sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan
efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas
pertimbangan ekonomi yang layak.

Atas dasar itulah perlu untuk mengangkat Geometrik Jalan Raya sebagai
Tugas Besar yang wajib untuk diselesaikan.
1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Maksud dari penyusunan Tugas Besar Geometrik Jalan Raya ini
adalah sebagai syarat kelulusan mata kuliah Perancangan Geometrik
Jalan.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari tugas besar ini adalah :
1. Mengatahui tahapan-tahapan dalam melaksanakan perancangan
geometrik jalan.
2. Mempelajari dan melaksanakan tahapan-tahapan perhitungan
dalam perancangan geometrik jalan.
3. Mempelajari dan melaksanakan tahapan-tahapan penggambaran
dalam perancangan geometrik jalan.
4. Membuat pelaporan sistematis dalam perencanaan jalan.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup Geometrik Jalan Raya meliputi :


1. Perencanaan trase, alinyemen horizontal dan alinyemen vertical.
2. Penetapan jari-jari tikungan, kecepatan tikungan, Kemiringan melintang
(superelevasi), lengkung peralihan, dan jarak pandang bebas.
3. Penggambaran Profil memanjang dan melintang.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Teoritis
Secara teoritis manfaat penulisan dan penyusunan tugas besar ini
adalah mahasiswa mampu memahami berbagai hal yang perlu di
perhatikan dalam merancang geometrik jalan raya.
1.4.2 Aplikatif
Secara aplikatif manfaat penulisan dan penyusunan tugas besar ini
adalah mahasiswa mampu menciptakan rancangan jalan raya yang
dapat memberikan pelayanan optimal berupa keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan sesuai dengan fungsi jalan.
BAB II

LANDASAN TEORI

Penetapan desain kriteria jalan meliputi pemilihan ketentuan-ketentuan yang


akan digunakan dalam perancangan geometrik jalan. Acuan yang digunakan
dalam penentuan kriteia desain jalan ini adalah Tata Cara Perencanaan Geometik
Jalan Antar kota (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina
Marga) September 1997. Jalan yang akan dirancang pada tugas ini adalah jalan
yang menghubungkan titik A dan D, sehingga harus mengikuti kriteria
perancangan jalan , antara lain ;
2.1 Klasifikasi Medan (Terrain)

Penentuan klasifikasi medan tempat perancangan jalan diperlukan


sebagai alah satu kriteria desain jalan yang akan dirancang berkaitan dengan
pencapaian tingkat keamanan dan efektivitas jalan rencana baik dari segi
kemudahan pelaksanaan, efisiensi biaya, dan aspek estetis jalan.
Klasifikasi medan didasarkan pada kemiringan melintang tegak lurus dari
trase rencana jalan. Metode yang dilakukan adalah dengan menghitung nilai
rata-rata kemiringan melintang garis bantu yang memotong tegak lurus trase
jalan setiap jarak 100 m . Nilai inilah yag dijadikan dasar untuk
mengklasifikasikan medan jalan sesuai dengan peraturan yang ada.
Adapun langkah penentuan klasifikasi medan ini adalah :
a. Membuat garis tegak lurus as jalan sepanjang 50 m yaitu 25 m ke sisi kiri
as jalan dan 25 m ke sisi kanan as jalan. Garis ini dibuat setiap jarak 100
m di sepanjang trase.
b. Mengumpulkan data elevasi setiap ujung garis bantu tadi lalu
dimasukkan ke dalam tabel perhitungan kelandaian medan jalan.
c. Menghitung kemiringan setiap garis dengan menggunakan rumus :

𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 25 𝑚 𝑘𝑖𝑟𝑖−𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 25 𝑚 𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛


% kemiringan = 𝑥 100%
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘
d. Menghitung nilai rata-rata persentase kemiringan jalan
e. Menetapkan klasifikasi medan jalan dengan membandingkan antara nilai
rata-rata yang diperoleh dengan nilai yang sesuai pada tabel standar
penentuan kelandaian jalan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Jenis Medan Notasi Kemiringan medan (%)

Datar D <3

Bukit B 3 - 25

Pegunungan G >25

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Jadi, berdasakan soal Geometrik Jalan Raya maka aturan Klasifikasi Medan
jalan yang direncanakan termasuk dalam klasifikasi Bukit karena Kelandaian
daerah > 3%.

2.2 Kelas dan Fungsi Jalan

2.2.1 Kelas jalan


Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan
prasarana jalan. Kelas jalan diatur sesuai dengan ketentun peraturan
perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Kelas
jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas :
Tabel 2.2 Klasifikasi Kelas Jalan
Kelas Jalan

Jalan bebas Jalan raya Jalan Sedang Jalan kecil

Hambatan (Highways) (Roads)

(freeways)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Kelas jalan yang direncanakan adalah Jalan Sedang (Roads). Spesifikasi
jalan sedang adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua)
arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.
2.2.2 Fungsi Jalan
Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan
jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan. Fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder.
Tabel 2.3 Klasifikasi Sistem Jaringan Jalan dan Fungsi Jalan
Sistem Jaringan Jalan Primer Sekunder

Arteri Arteri primer Arteri sekunder

Kolektor Kolektor primer Kolektor sekunder

Lokal Lokal primer Lokal sekunder

Lingkungan Lingkungan primer Lingkungan sekunder

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Fungsi jalan yang akan direncanakan adalah jalan Lokal Primer.
Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal,
atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar
pusat kegiatan lingkungan.
2.2.3 Tipe dan Status Jalan
Tipe jalan ditentukan berdasarkan kebutuhan lalu lintas pada ruas
jalan tersebut. Tipe jalan yang dipilihadalah tipe 2 Lajur 2 Arah Tidak
Terbagi (2/2 UD).
2.3 Tipe Daerah

Tujuan penentuan tipe daerah yakni untuk memperoleh salah satu kriteria
perancangan yang dapat dijadikan dasar dalam penentuann batas superelevasi
dan berpenaruh terhadap detail komponen desain perncanaan geometrik jalan.
Adapun tipe daerah pada medan ini adalah daerah rural (antar kota).
2.4 Kriteria Desain dan Standar Perancangan Geometrik Jalan

Penentuan kriteria desain dan standar perancangan geometrik jalan


dilakukan dengan mengkaji spesifikasi jalan rencana pada acuan dan
ketentuan yang berlaku. Adapun spesifikasi umum jalan yang akan
direncanakan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Spesifikasi Umum Jalan Rencana
Kelas Jalan Jalan Sedang

Fungsi Jalan Lokal

Tipe Jalan 2/2 UD

Status Jalan Jalan Antar Kota

Klasifikasi Medan Bukit

Adapun peraturan yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut :


a. Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota (Departemen PU Dirjen
Bina Marga) Tahun 1997
b. UU No. 38 tahun 2004
c. Standar jalan perkotaan tahun 1992
d. A Policy on Geometric Design of Highways and Street (AASHTO, 2004)

Tabel 2.5 Kriteria Desain Geometrik Jalan


NO. Parameter Geometrik Satuan KRIT Acuan

1. Kecepatan rencana Km/jam 50 Tabel 2.6

2. Parameter potongan melintang


Lebar lajur lalu lintas M 2 x 3,5 Pasal 10 ayat 3

Lebar bahu luar M 1,5 Tabel

Kemiringan melintang % 2 b

Normal lajur lalu lintas

Kemiringan melintang % 4 b

Normal bahu luar

Superelevasi maksimum % 10 Asumsi

Tinggi ruang bebas M 5,1 c

Vertikal minimum

3. Jarak pandang

Jarak pandang henti minimum M 75 Tabel

Jarak pandang menyiap M 350 Tabel

4. Parameter alinyemen horizontal

Jari-jari tikungan minimum M 110 Tabel

Jari jari tikungan minimum M 1200 D

Dengan kemiringan normal

Panjang tikungan minimum M 100 Tabel

Panjang lengkung peralihan M 50 Tabel

minimum

Jari-jari tikungan tanpa M 500 Tabel

Lengkung peralihan

Kemiringan permukaan - 1/150 Tabel


Relatif maksimum

5. Parameter alinyemen vertikal

Landai maksimum % 8 Tabel

Jari-jari minimum lengkung vertikal :

-Cembung M 2000 Tabel

-Cekung M 1500 Tabel

Panjang minimum M 60 Tabel

Lengkung vertikal

Kecepatan rencana
Tabel 2.6 Kecepatan rencana VR, sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi
medan jalan
Fungsi Kecepatan Rencana, VR (Km/jam)

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70-120 60-80 40-70

Lokal 60-69 50-60 30-50

Kolektor 40-70 30-50 20-30

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Lebar Lajur Lalu Lintas


UU 38 tahun 2004 pasal 10 ayat 3
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang
dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur
untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter.

Kemiringan Melintang Normal Jalur Lalu Lintas dan Bahu luar


Tata jalan antar kota ;
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada alinyemen lurus
memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut :
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil
Kemiringan normal bahu jalan antara 3-5%.

Tinggi Ruang Bebas Vertikal Minimum


a) H atau tinggi ruang bebas vertikal
 Untuk jalan tipe I, kelas I dan tipe II kelas I, kelas II, dan kelas III. H
adalah 5,10 m.
 Untuk jalan tipe II kelas III dimana Bus tingkat tidak boleh lewat, H
dapat diperkecil menjadi 4,6 m
 Untuk jalan tipe II kelas IV, H adalah 4,6 m.
b) Lebar bahu kiri dan bahu kanan sebesar 1 m, atau lebih kecil dari lebar
bahu.

Jarak Pandang Henti Minimum


Tabel 2.7 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum(m) 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jarak Pandang Menyiap


Tabel 2.8 Panjang Jarak Pandang Mendahului
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jm (m) 800 670 550 350 250 200 150 111


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jari-jari Tikungan Minimum


Tabel 2.9 Panjang jari-jari minimum (dibulatkan)
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Panjang Tikungan Minimum


Tabel 2.10 Panjang Tikungan Minimum
Kecepatan rencana Panjang Tikungan Minimum (m)
(Km/jam)
Standard Keadaan terpaksa

100 1200/a 170

80 1000/a 140

60 700/a 100

50 600/a 80

40 500/a 70

30 350/a 50

20 280/a 40

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Panjang Lengkung Peralihan Minimum
Tabel 2.11 Panjang Lengkung Peralihan (L), dan Panjang Pencapaian
Superelevasi (Lc) untuk jalan 1 jalur-2 lajur-2 arah.
VR Superelevasi e (%)

(km/jam) 2 4 6 8 10

Ls Lc Ls Lc Ls Lc Ls Lc Ls Lc

20

30

40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40

50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50

60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60

70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70

80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120

90 30 60 40 70 50 80 70 100 10 130

100 35 65 45 80 55 90 80 110 0 145

110 40 75 50 85 60 100 90 120 11 -

120 40 80 55 90 70 110 95 135 0 -

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jari-jari Tikugan Tanpa Lengkung Peralihan


Tabel 2.12 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung
peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 25000 1500 900 500 350 250 130 60

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Kemiringan Permukaan Relatif Maksimum


Tabel 2.13 Kemiringan permukaan relatif maksimum antara tepi dan
As jalan degan pertemuan dua lajur
Kecepatan rencana (km/jam) Kemiringan relatif

100 1/225

80 1/200

70 1/175

60 1/150

50 1/125

40 1/100

20 1/75

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Landai Maksimum
Tabel 2.14 Kelandaian maksimum yang diizinkan
VR (km/jam) 120 120 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian maksimum 3 3 4 5 8 9 10 10
(%)

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal Cembung dan Cekung


Tabel 2.15 Panjang jari-jari minimum lengkung vertikal cembung dan
cekung
VR (km/jam) Lengkung cembung Standar Rencana radius
dan cekung minimum (m) minimum (m)

100 cembung 6.500 10.000

cekung 3.000 4.500

80 cembung 3.000 4.500

cekung 2.000 3.000

60 cembung 1.400 2.000

cekung 1.000 1.500

50 cembung 800 1.200

cekung 700 1.000

40 cembung 450 700

cekung 450 700

30 cembung 250 400

cekung 250 400

20 cembung 100 200

cekung 100 200

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Tabel 2.16 Panjang mimimum lengkung vertikal
VR (km/jam) Perbedaan kelandaian Panjang lengkung

Memanjang (%) (m)

< 40 1 20 - 30

40 - 60 0,6 40 – 80

> 60 0,4 80 – 150

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

BAB III

PERHITUNGAN AWAL

3.1 Penentuan Koordinat patok

Berdasarkan trase yang telah dibuat sesuai dengan keadaan medan/topografi


lapangan, kemudian dibuat koordinat antar patoknya.
Gambar 3.1 Trase Jalan Rencana

Tabel 3.1 Rekapitulasi koordinat-koordinat


No. Titik X Y

1 A 753712 9359768

2 B 753798 9359828

3 C 753892 9359852

4 D 753960 9360000

3.2 Perhitungan Sudut Azimuth ()

Sudut Azimuth dihitung berdasarkan arah utara. Jadi arah utara


Dasar menentukan letak kuadran azimuth :
Jika ∆X+/∆Y+, maka azimuth terletak di kuadran 1
Jika ∆X+/∆Y-, maka azimuth terletak di kuadran 2
Jika ∆X-/∆Y-, maka azimuth terletak di kuadran 3
Jika ∆X-/∆Y+, maka azimuth terletak di kuadran 4

Catatan :
Jika hasil perhitungan azimuth > 3600 ,maka azimuth - 3600
Jika hasil perhitungan azimuth < 00, maka zimuth + 3600
Kuadran I
(𝑿𝟐−𝑿𝟏)
 = arc tg (𝒀𝟐−𝒀𝟏)

Kuadran II
(𝑿𝟐−𝑿𝟏)
 = 180 – arc tg (𝒀𝟐−𝒀𝟏)

Kuadrann III
(𝑿𝟐−𝑿𝟏)
 = 180 + arc tg (𝒀𝟐−𝒀𝟏)

Kuadran IV
(𝑿𝟐−𝑿𝟏)
 = 360 – arc tg (𝒀𝟐−𝒀𝟏)

3.3 Perhitungan Sudut Tikungan


Sudut Tikungan adalah selisih antara sudut azimuth dari titik sebelumnya dan
sudut azimuth titik sesudahnya.
∆1 =│ 1 - 2 │
∆1 =│ 1 - 2 │
∆1 =│ 55 – 75,68 │
∆1 = 20,680

Tabel 3.2 Rekapitulasi Perhitungan Azimuth dan Sudut Tikungan


Patok Koordinator Jarak (m) A (0) ∆ (0)

X Y

A 753712 9359768 104 55 20,68

B 753798 9359828 96 75,68 51

C 753892 9359852 164 24,68

D 753960 9360000

3.4 Perhitungan Persentase Kemiringan


Tabel 3.3 Perhitungan Persentase Kemiringan pada Jalan Rencana
Titik STA Elevasi Jarak Beda Tinggi Kemiringan

A 0+0 220 0 0 0,00%

1 0 + 50 224,1666 50 4,1666 8,3332%

2 0 + 100 229,66664 50 5,5000 11,0001%

B 0 + 104 230 4 0,3334 8,3340%

3 0 + 150 230 50 0 0,00%

c 0 + 200 230 50 0 0,00%

4 0 + 250 233,3332 50 3,3332 6,6664%

5 0 + 300 235,66672 50 2,3335 4,6670%

6 0 + 350 238,0554 50 2,3887 4,7774%

D 0 + 364 238,3336 14 0,2782 1,9871%

Rata-rata 4,57652%

Berdasararkan data tersebut:


Persentase kemiringan yang didapatkan adalah 4,57652 %, maka menurut
tabel 2.1 jenis medan adalah perbukitan.
BAB IV

ALINYEMEN HORIZONTAL

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.


Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan ”.
Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan
garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran
ditambah busur peralihan, busur peralihan saja ataupun busur lingkaran saja.
4.1 Pemilihan Jenis Tikungan

Gambar 4.1 Perubahan Kemiringan Melintang Pada Tikungan


Pemilihan tikungan berdasarkan bagan alir dibawah ini :

INPUT

 Klasifikasi Fungsi Jalan


 Klasifikasi Klas Jalan
 Klasifikasi Medan Jalan

DATA PERENCANAAN

 KEC. RENCANA (Vr)


 en = 2% - 3%
 emaks = 8% - 10%
 Fmaks
 lebar jalan dari VJP

HITUNG :
𝑉𝑅2
Rmin = 127 (𝑒𝑚+𝐹𝑚)

PILIH NILAI R =rencana


Tabel 4.7 Untuk emax = 10% atau
Tabel 4.9 Untuk emax = 8%
Dari tabel tersebut didapat :
 Superelevasi
 LS standar (Ls’)

JIKA TIDAK

e ≤ 3%
YA SCS ATAU
FULL SS
B
CIRCLE (FC)
A
A. Flow Chart Full Circle (FC)

FULL CIRCLE (FC)

HITUNG Ls

 Cara Short (LS1)


 Cara Mod.Short (LS2)
 Cara bina marga/ASSHTO (Lr)

TIDAK JIKA

Ls’ > Ls1


Ls’ > Ls2

Ls’ > Lr
YA
Pilih LS
Ls’

Paling besar antara


HITUNG

Ls1, Ls2, atau Lr


 Ec
 Lc
 Tc = Tt

DATA LENGKUNG

 STA
 ∆
 En
 Superelevasi (e)
 Ec, Lc, dan Tt
B. Flow Chart Pilihan SCS dan SS

INPUT

 Ls , ∆
HITUNG

 ∂s
 ∂c = ∆ - 2∂s
 Lc

TIDAK
JIKA

Lc > 20 m
YA

Lc = 0 SCS

SS HITUNG Ls

 Cara Short (LS1)


 Cara Mod Short (LS2)
Ls
 Cara Bina Marga (LS3) = Lr

TIDAK JIKA
Ls > Ls1
Ls > Ls2
Ls > Lr
Pilih LS YA
Paling besar
Ls1, Ls2, Lr Ls Standar

Hitung
HITUNG

SS SCS

HITUNG HITUNG

 P  P
 K  K
 Lt = 2 Ls  Lt = Lc + 2 Ls
 Es, Ts  Es, Ts
YA
JIKA FULL
P < 0,25
CIRCLE (FC)

DATA LENGKUNG

 STA
 ∆
 en, superelevasi (e)
 p, k, Ls, dan Lc
 ec , Lt, dan Tt
4.2 Perhitungan Properti Tikungan

4.2.1 Penentuan Jenis Tikungan di Titik B

Data perencanaan ;
Klasifikasi fungsi jalan : Lokal
Klasifikasi medan : Bukit
Kecepatan rencana : 50 km/jam
e maksimum : 10 %
∆ : 20,680
Lebar jalan : 2 x 3,5 m (tanpa median)
Kemiringan melintang total :
Tahap I :
◦ VR < 80 km/jam, fmaks = - 0,00065.VR + 0,192
◦ VR 80 – 120 km/jam, fmaks = - 0,00125.VR + 0,24

𝑉 2
𝑅
Rmin = 127 (𝑒𝑚+𝑓𝑚)
502
Rmin = 127 (0,1+0,2245) = 60,662 m

Tahap II
R yang direncanakan harus lebih besar dari 60,662 m.
Direncanakan R = 80 m
Tahap III
Metode AASHTO
Dari tabel metoda AASHTO diperoleh e = 0,099 dan Ls’ = 60 m.
Karena e = 9,9% > 3 %, maka tidak memenuhi syarat untuk menggunakan
bentuk lengkung Full Circle
Tahap IV
Rumus Short
𝑉3 503
Ls1 = 0,022 𝑅 .𝐶 = 0,022 80 .2 = 17,1875

Rumus Mod. Short


𝑉3 𝑉 .𝑒 503 50 .0,099
Ls2 = 0,022 𝑅 .𝐶 - 2,727 = 0,022 80 .2 - 2,727 = 10,4381
𝐶 2

Cara bina marga


𝑉 .𝑡 50 .3
LR = = = 41,666
3,6 3,6

Tahap V
Ls’ = 60 > Ls1 = 17,1875
Ls’ = 60 > Ls2 = 10,4381
Ls’ = 60 > Ls3 = 41,666
Jadi Ls yang digunakan adalah Ls’
Tahap VI
Maka diperoleh :
𝐿𝑠 .90 60 .90
∂s = = = 21,4860
𝜋 .R 𝜋 .80

∂c = ∆ - 2∂s = 20,68 – 2 . 21,486 = - 22,292


∂c − 22,292
Lc = 360 x 2. 𝜋.Rc = x 2. 𝜋.80 = - 31,125 m (< 20 m)
360

Karena Lc yang didapat < 20 m, maka tidak memenuhi syarat untuk


menggunakan lengkung horizontal Spiral-Circle-Spiral. Maka tikungan
yang akan kita gunakan pada titik B adalah berbentuk Spiral-Spiral.
Tahap VII
1
∂s = 2 ∆ = 10,340
∂s . 𝜋 . 𝑅 10,34 .𝜋 .80
Ls = = = 28,874 m
90 90

Tahap VIII
∂s = 10,340 , p* = 0,01474 dan k* = 0,4994880
Jadi p = p* x Ls = 0,01474 x 60 = 0,8844 m
k = k* x Ls = 0,4994880 x 60 = 29,969
L = 2.Ls = 120 m
1
TS = (R + p) tan 2 ∆ + k = (80 + 0,8844) tan 10,34 + 29,969 = 44 726 m
(R+p) (80+0,8844)
Es = ∆ -R= cos 10,34
- 80 = 2,219 m
𝑐𝑜𝑠
2
Tahap IX
Data lengkung dari lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah
sebagai berikut :
V : 50 km/jam
∆ : 20,680
∂s : 10,340
Rc : 80 m
ES : 2,219 m
TS : 44 726 m
L : 120 m
e : 9,9 %
Ls : 60 m
Lc :0m
p : 0,8844 m
k : 29,96928 m

Gambar 4.2 Bentuk Lengkung Peralihan dan Diagram Superelevasi SS


4.2.2 Penentuan Jenis Tikungan di Titik C

Data perencanaan ;
Klasifikasi fungsi jalan : Lokal
Klasifikasi medan : Bukit
Kecepatan rencana : 50 km/jam
e maksimum : 9,9 %
∆ : 510
Lebar jalan : 2 x 3,5 m (tanpa median)
Kemiringan melintang total :
Tahap I :
◦ VR < 80 km/jam, fmaks = - 0,00065.VR + 0,192
◦ VR 80 – 120 km/jam, fmaks = - 0,00125.VR + 0,24

𝑉 2
𝑅
Rmin = 127 (𝑒𝑚+𝑓𝑚)

502
Rmin = 127 (0,1+0,2245) = 60,662 m

Tahap II
R yang direncanakan harus lebih besar dari 60,662 m.
Direncanakan R = 80 m
Tahap III
Metode AASHTO
Dari tabel metoda AASHTO diperoleh e = 0,099 dan Ls’ = 60 m.
Karena e = 9,9% > 3 %, maka tidak memenuhi syarat untuk menggunakan
bentuk lengkung Full Circle
Tahap IV
Rumus Short
𝑉3 503
Ls1 = 0,022 𝑅 .𝐶 = 0,022 80 .2 = 17,1875

Rumus Mod. Short


𝑉3 𝑉 .𝑒 503 50 .0,099
Ls2 = 0,022 𝑅 .𝐶 - 2,727 = 0,022 80 .2 - 2,727 = 10,4381
𝐶 2

Cara bina marga


𝑉 .𝑡 50 .3
LR = = = 41,666
3,6 3,6

Tahap V
Ls’ = 60 > Ls1 = 17,1875
Ls’ = 60 > Ls2 = 10,4381
Ls’ = 60 > Ls3 = 41,666
Jadi Ls yang digunakan adalah Ls’
Tahap VI
Maka diperoleh :
𝐿𝑠 .90 60 .90
∂s = = = 21,4860
𝜋 .R 𝜋 .80

∂c = ∆ - 2∂s = 51 – 2 . 21,486 = 8,028


∂c 8,028
Lc = 360 x 2. 𝜋.Rc = x 2. 𝜋.80 = 11,209 m (< 20 m)
360

Karena Lc yang didapat < 20 m, maka tidak memenuhi syarat untuk


menggunakan lengkung horizontal Spiral-Circle-Spiral. Maka tikungan
yang akan kita gunakan pada titik C adalah berbentuk Spiral-Spiral.
Tahap VII
1
∂s = 2 ∆ = 25,50
∂s . 𝜋 . 𝑅 25,5 .𝜋 .80
Ls = = = 71,209 m (>60 m)
90 90

Jadi Ls yang digunakan adalah 71,209 m


Tahap VIII
∂s = 25,50 , p* = 0,0391255 dan k* = 0,4966738
Jadi p = p* x Ls = 0,0391255 x 71,209 = 2,786 m
k = k* x Ls = 0,4966738 x 71,209 = 35,367 m
L = 2.Ls = 142,418 m
1
TS = (R + p) tan 2 ∆ + k = (80 + 2,786) tan 25,5 + 35,367 = 74,853 m
(R+p) (80+2,786)
ES = ∆ -R= - 80 = 11,720 m
𝑐𝑜𝑠 cos 25,5
2

Tahap IX
Data lengkung dari lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah
sebagai berikut :
V : 50 km/jam
∆ : 510
∂s : 25,50
Rc : 80 m
ES : 11,720 m
TS : 74,853 m
L : 142,418 m
e : 9,9 %
Ls : 71,209 m
Lc :0m
p : 2,786 m
k : 35,367 m
Gambar 4.3 Diagram Bentuk Lengkung Peralihan dan Diagram Superelevasi SS

BAB V

ALINYEMEN VERTIKAL

Alinyemen vertikal merupakan perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap


titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada saat perencanaan alinyemen
vertikal akan diemukan kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif atau
(turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung
cekung. Di samping kedua lengkung tersebut ditemui pula permukaan jalan datar.
Jenis kelanaian yang digunakan dipengruhi oleh keadaan topografi yang dilalui
oleh rute jalan rencana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada
perencanaan alinyemen horizontal, tetapi juga perencanaan alinyemen vertikal.
5.1 Profil Tanah Asli

Data Profil tanah asli diperoleh dari alinyemen horizontal dimana garis
As jalan yang memeotong kontur diplot pada kertas berskala setelah itu
dihubungkan titik-titik tersebut dengan garis, sehingga garis yang
menghubungkan titik-titik itu dapat membentuk cekungan atau cembung
dengan demikian profil tanah asli tersebut mendekati profil yang sebenarnya.
Selanjutnya untuk kebutuhan perencanaan alinyemen vertikal maka ditarik
garis dengan asumsi tidak melampaui kelandaian maksimum yang sudah
ditemukan.
Profil tanah asli dari topografi lokasi perencanaan jalan dari stasiun 0+000 hingga
stasiun 0+364 memiliki perubahan kelandaian tidak ekstrim (Bukit). Elevasi
tertinggi profil berada pada stasiun 0+364 yaitu setingggi 238,3336 m, sedangkan
elevasi terendah berada pada stasiun 0+0 yaitu setinggi 220 m.

Gambar 5.1 Profil Tanah Asli

5.2 Perhitungan Alinyemen Vertikal dan Elevasi Titik Penting

Perhitungan Jarak, Gradiens, nilai A (Perbedaan aljabar untuk


kelandaian), JPH dan JPM, dan Panjang Lengkung (Lv)
Diketahui :
Titik A : Stasiun : 0+000 = 0 m
Elevasi : 220 m
Titik B : Stasiun : 0+104 = 104 m
Elevasi : 230 m
Titik C : Stasiun : 0+200 = 200 m
Elevasi : 230 m
Titik D : Stasiun : 0+364 = 364 m
Elevasi : 238,3336 m

Perhitungan Jarak antar Titik


Jarak dari A ke B = 104 – 0 = 104 m
Jarak dari B ke C = 200 – 104 = 96 m
Jarak dari C ke D = 364 – 200 = 164 m

Perhitungan Gradien
𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘
gradien = 𝑥 100%
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘
(230−220) 𝑚
gA-B = 𝑥 100%
104
= 9,615 %
(230−230) 𝑚
gB-C = 𝑥 100%
96
=0%
(238,3336−230) 𝑚
gC-D = 𝑥 100%
164
= 5,081 %

Perhitungan Nilai Perbedaan Aljabar untuk Kelandaian (A) :


A = g (i) – g (i-1)
AB =│ 0% - 9,615%│ = 9,615 %
AC = │5,081% - 0%│ = 5,081 %
Perhitungan JPH dan JPM :
Jarak pandang henti (JPH) :
𝑉
𝑉 ( 𝑅 )2
Jh = 3,6𝑅 T + 3,6
2𝑔𝑓

Dimana :
VR = kecepatan rencana
T = waktu tanggap sebesar 2,5 detik
G = percepatan gravitasi
f = Koefisien gesek memanjang antara ban dengan jalan. (Menurut bina
marga f=0,35 – 0,55) dan (Menurut AASHTO ditetapkan f = 0,28 –
0,45).
50 2
50 ( )
3,6
Jh = 3,6 T + 2 𝑥 9,81 𝑥 0,35 = 62,81 m

Dibandingakan dengan jarak pandang henti yang didapatkan dari tabel


2.7 sebesar 55 m, yang kita pakai adalah nilai maksimum yaitu yang
didapatkan dari perhitungan sebesar 62,81 m.
Jarak pandang mendahului (JPM) :
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
𝑎 𝑥 𝑇1
d1 = 0,278 x T1 x(Vr – m + )
2

dengan, T1 = 2,12 + 0,026 x VR


2,232 𝑥 3,42
d1 = 0,278 x 3,42 x (50 – 10 + ) = 41,659 m
2

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke


jalur semula (m).
d2 = 0,278 x Vr x T2
dengan, T2 = 6,56 + 0,048 v Vr
d2 = 0,278 x 50 x 8,96 = 124,544 m
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dar arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
antara 30 – 100 m
Berdasarkan Vrencana 30 m
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,
yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d2 (m).
d4 = 2/3 x 124,544 = 83,029 m
Maka didapatkan Jarak pandang Mendahului sebesar :
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
= 41,659 + 124,544 + 30 + 83, 029
= 279,232 m
Dibandingkan dengan jarak pandang mendahului yang didapatkan dari
tabel 2.8 sebesar 250 m, maka jarak pandang mendahului yang kita gunakan
adalah yang paling maksimum dengan alasan faktor keamanan lebih besar
yang didapatkan dari perhitungan sebesar 279,232 m.

Perhitungan Panjang Lengkung (Lv) :


Nilai panjang Lengkung yang dipilih untuk untuk digunakan pada
perencanaan alinyement vertikal ini merupakan nilai maksimum dari
beberapa kriteria penentuan nilai Lv berikut :
1. Nilai panjang minimum lengkung vertikal (Lv minimum) yang
disyaratkan berdasarkan desain kriteria yang bersumber dari tata cara
perencanaan geometrik jalan antar kota yang terdapat pada tabel 2.11
yaitu sebesar 50 m.
2. Nilai Lv menurut syarat keluwesan
Lv = 0,6 x VR
Dimana VR (kecepatan rencana) = 50 km/jam
Maka nilai Lv untuk B dan C = 0,6 x 50 = 30 m
3. Nilai Lv menurut bina marga ditenukan dengan rumus
𝐴 . 𝑠2
Lv = 450

Diaman s : Jarak Pandang henti minimum = 55 m


9,615 𝑥 552
Lv untuk B = = 64,634 m
450
5,081 𝑥 552
Lv untuk C = = 34,155 m
450

4. Panjang Lengkung minimum berdasarkan goncangan :


𝑉𝑅 2 𝑥 𝐴
Lv = 390
502 𝑥 9,615
Lv untuk B = = 61,634 m
390
502 𝑥 5,081
Lv untuk C = = 32,570 m
390

5. Panjang lengkung untuk kebutuhan drainase :


Lv = 40 x A
Lv untuk B = 40 x 9,615 = 384,6 m
Lv untuk C = 40 x 5,081 = 203,24 m
6. Panjang lengkung berdasarkan kenyamanan :
Lv = VR x t
Dimana: t = waktu3 detik
Lv untuk B dan C= 50 x 3 = 150 m
7. Panjang lengkung berdasarkan JPH :
Diberikan : h1 = 1.05
h2 = 0
S = 62,81

Untuk lengkung Cembung (B)


Asumsi pertama Lv > S, maka :
𝐴 𝑥 𝑆2
Lv = 100(√2ℎ1+
√2ℎ2)2

9,615 𝑥 62,812
Lv untuk B = = 180,629 m
100(√2(1,05)+ √2(0))2

Asumsi kedua Lv < S, maka :


2
100 (√ℎ1+ √ℎ2)
Lv = 2[s- ]
𝐴
2
100 (√1,05+ √0)
Lv untuk B = 2[62,81 - ] = 103,779 m
9,615

Untuk lengkung Cekung (C)


Asumsi pertama Lv > S, maka :
𝐴 𝑥 𝑆2
Lv = ℎ1+ℎ2
800 [ 𝐶−( )]
2

5,081 𝑥 62,812
Lv untuk C = 1,05+0 = 5,476 m
800 [ 5,1−( )]
2

Asumsi kedua Lv < S, maka :


ℎ1+ℎ2
800 [𝐶− ]
Lv = 2S – 2
𝐴
1,05+0
800 [5,1− ]
Lv untuk C = 2(62,81) – 2
= - 594,710 m
5,081
Maka untuk kasus pada lengkung vertikal diatas Lv yang kita
gunakan adalah asumsi pertama yaitu 5,476 m.
Dari berdasrkan kedua asumsi tersebut Lv yang kita gunakan adalah
asumsi pertama dimana Lv untuk B sebesar 180,629 m dan C sebesar
95,452 m.
Dari beberapa nilai Lv yang ada dipilih nilai Lv maksimum. Panjang
lengkung tersebut kemudian dijadikan sebagai panjang lengkung vertikal
yang digunakan untuk menghitung stasioning dan elevasi titik-titik
penting setiap lengkung.

Perhitungan nilai Lv disajikan dalam tabel berikut :


Tabel 5.1 Tabelisasi pemilihan panjang lengkung vertikal maksimum
dari beberapa kriteria
Titik A (%) Lv Maks

Kr.1 Kr.2 Kr.3 Kr.4 Kr.5 Kr.6

B 9,615 30 64,634 61,634 384,6 150 180,629 384,6

C 5,081 30 34,115 32,570 203,24 150 5,476 203,24

Catatan :
Dari berbagai nilai Lv yang didapatkan sesuai dengan ketentuan, kita
akan menggunakan nilai Lv yang maksimum dengan alasan faktor
keamanan dan kenyamanan yang lebih besar. Akan tetapi nilai Lv
maksimum tersebut jauh lebih panjang dari panjang jalan yang kita
rencanakan, maka dari itu kita akan menggunakan nilai Lv yang nilainya
masih lebih pendek dari jalan rencana kita tapi masih lebih besar dari Lv
minimum yang kita dapatkan dari tabel 2.11 sebesar 50 m. Jadi nilai Lv
yang akan kita gunakan adalah Lv berdasarkan JPH yaitu sebesar
180,629 m untuk titik B dan 150 m untuk titik C.
Tabel 5.2 Tabelisasi Perhitungan Jarak, Gradien, nilai A (perbedaan
aljabar untuk kelandaian),dan panjang lengkung (Lv)
Titik Station Elevasi Jarak Gradien A Lv Tipe

(m) (m) (m) (%) (m) lengkung

A 0+000 220

104 9,615

B 0+104 230 9,615 180,629 cembung

96 0

C 0+200 230 5,081 150 Cekung

164 5,081

D 0+364 238,3336

5.3 Perhitungan Stationing dan Elevasi Titik-titik Penting


Gambar 5.2 Titik-titik Penting pada Lenkung Cembung

Gambar 5.3 Titik-titik Penting pada Lengkung Cekung

Perhitungan Lengkung Cembung (B)


Diketahui :
Lv = 180,629 m
A = 9,615 %
g1 = 9,615 %
g2 = 0 %
Perhitungan Ev, x, dan lengkung B
Ev = 1/8 x A x Lv = 1/8 x (9,615/100) x 180,629 = 2,170 m
x = ¼ x Lv = ¼ x 180,629 = 45,157 m
y = (1/2.A) Lv = ½ x (9,615/100) x 180,629 = 8,683
Stasiun BCB = Stasiun B – 0,5 x Lv = 104 – 0,5 x 180,629 = 13,685 m
= 0 + 13,685 m
Stasiun ECB = Stasiun B + 0,5 x Lv = 104 + 0,5 x 180,629 = 194,314 m
= 0 + 194,314 m
Elevasi BCB = Elevasi B – (0,5 x Lv) x (g1)
= 230 – (0,5 x 180,629) x (9,615/100)
= 221,316 m
Elevasi B1 = Elevasi asli B - Ev = 230 - 2,170 = 227,83 m
Elevasi ECB = Elevasi B + (0,5 x Lv) x (g2)
= 230 + (0,5 x 180,629) x (0)
= 230 m
Perhitungan Lengkung Cekung (C)
Diketahui :
Lv = 150 m
A = 5,081 %
g1 = 0 %
g2 = 5,081 %
Perhitungan Ev, x, dan lengkung C
Ev = 1/8 x A x Lv = 1/8 x (5,081/100) x 150 = 0,952 m
x = ¼ x Lv = ¼ x 5,081 = 1,270 m
y = (1/2.A) Lv = ½ x (5,081/100) x = 3,810 m

Stasiun BCC = Stasiun C – 0,5 x Lv = 200 – 0,5 x 150 = 125


= 0 + 125
Stasiun ECC = Stasiun C + 0,5 x Lv = 200 + 0,5 x 150 = 275
= 0 + 275
Elevasi BCC = Elevasi C – (0,5 x Lv) x (g1)
= 230 – (0,5 x 150) x (0)
= 230 m
Elevasi C1 = Elevasi asli C + Ev = 230 + 0,952 = 230,0952 m
Elevasi ECC = Elevasi C + (0,5 x Lv) x (g2)
= 230 + (0,5 x 150) x (5,081/100)
= 233,810 m
BAB VI

POTONGAN MELINTANG

6.1 Tipikal Potongan Melintang Jalan

Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus


sumbu jalan. Salah satu tujuan penggambaran potongan melintang jalan
adalah sebagai tinjauan untuk memudahkan perhitungan galian dan timbunan,
yaitu dalam menentukan luas dan volume galian dan timbunan.
Pada potongan melintang jalan dapat terlihat bagian-bagian jalan yang
memiliki fungsi dan peruntukannya masing-masing. Bagian-bagian jalan
yang utama dapat dikelompokkan sebagai berikut :

➢ Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas


1. Jalur lalu lintas. Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang
dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa
perkerasan jalan.
2. Lajur lalu lintas. Lajur lalu intas adalah bagian jalur lalu lintas yang
memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang
cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan
rencana. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan
rencana.
3. Bahu jalan. Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur
lalu lintas yang berfungsi untuk :
a. Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, atau tempat
parkir darurat.
b. Ruang bebas samping bagi lalu lintas.
c. Penyangga samping untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
4. Median (dalam perencanaan ini tidak diperlukan). Median adalah
bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu
lintas yang berlawanan arah.

➢ Bagian yang berguna untuk drainase jalan


1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
3. Kemiringan melintang bahu
4. Kemiringan lereng

➢ Bagian konstruksi jalan


1. Lapisan perkerasan jalan
2. Lapisan pondasi atas
3. Lapisan pondasi bawah
4. Lapisan tanah dasar

6.2 Rumija, Rumaja, dan Ruwasja


Ruang manfaat jalan (Rumaja), dibatasi oleh:
o Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan dikedua sisi jalan
o Tingi 5 m diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
o Kedalam ruang bebas 1,5 m dibawah muka jalan
Ruang milik jalan (Rumija), dibatasi oleh lebar yang sama dengan
Rumaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter
dan kedalaman 1,5 meter. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja), adalah
ruang sepanjang jalan di luar rumaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar
tertentu, diukur dari sumbu jalan, sebagai berikut :
o Jalan Arteri, minimum 20 meter
o Jalan Kolektor, minimum 15 meter
o Jalan Lokal minimum 10 meter
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja didaerah tikungan dtentukan
oleh jarak pandang bebas.

6.3 Komposisi Potongan Melintang Jalan yang di Desain


Penampang melintang jalan yang akan di desain adalah dengan
mengikuti kriteria desain yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perencanaan jalan antar kota (Bab II).
Jalur yang direncanakan adalah jalan Lokal primer 2 lajur 2 arah tak
terbagi dengan kriteria perancangan sebagai berikut :
a. Jalur lalu lintas dengan lebar 3,5 m tiap lajur. Kemiringan normal adalah
2 % dengan superelevasi maksimum 9,9 %.
b. Bahu jalan dengan lebar 1,5 mdengan kemiringan rencana 4%
Saluran Samping
Untuk drainase jalan dalam perencanaan ini telah ditentukan dengan
menggunakan penampang melintang trapesium, dengan lebar sisi bawah 50
cm dan tinggi saluran 1 m.

6.4 Potongan Melintang Rencana Jalan


Potongan melintang jalan dibuat untuk daerah tikungan. Selain itu,
potongan melintang juga dibuat pada titik-titik penting di tikungan yaitu TS
dan ST untuk tikungan Spiral-Spiral.

Gambar 6.1 Tipikal Ruang Jalan yang Direncanakan

BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu :

1. Tujuannnya perancangan geometrik jalan adalah menciptakann hubungan


yang baik antara waktu dan ruang menurut kebutuhan kendaraan yang
bersangkutan, menghasilkan bagian-bagian jalan yang memenuhi
persyaratan kenyamanan, keamanan, serta nilai efisiensi yang optimal.
Dalam membangun jalan raya itu dipengaruhi oleh topografi, sosial,
ekonomi dan masyarakatnya.
2. Berdasarkan peta perencanaan geometrik jalan yang telah ditentukan
maka klasifikasi medan jalan yang direncanakan termasuk dalam
klasifikasi bukit karena kelandaian daerah > 3%.
3. Kelas jalan yang didesain adalah jenis jalan sedang.
4. Berdasarkan fungsi jalan, yang digunakan adalah jalan lokal primer
5. Tipe dan status jalan yang didesain adalah 2 lajur dan 2 arah tidak terbagi
(2/2) UD.
6. Berdasarkan trase yang dibuat, didapatkan jumlah tikungan sebanyak 2
buah. Semuanya tergolong Spiral-Spiral.
7.2 Saran

Dari semua kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran dalam


perencanaan jalan, antara lain sebagai berikut :
1. Pada perencanaan trase jalan sebaiknya dalam mendesain tikungannya
jangan terlalu melengkung karena selain jaraknya semakin pendek
pengguna jalan juga semakin merasa tidak nyaman.
2. Dalam perencanaan geometrik jalan hendaknya jangan terlalu banyak
memotong kontur sehingga jalan yang akan direncanakan tidak terlalu
mendaki atau menurun.

DAFTAR PUSTAKA
‘‘Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,’’ Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendera Bina Marga, Jalan – No. 038/T/BM/1997,
September, 1997.
AASHTO. 2001. A Policy on Geometric Design of Highways and Streets.
Washington D.C: AASHTO.
Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-dasar perencanaan Geometrik Jalan. Bandung:
Nova

Anda mungkin juga menyukai