Anda di halaman 1dari 25

Nama : Krishna Dava Putra Sayhari

NIM : 20/461759/KU/22650

Kelompok : 10

TUGAS TIMBUL BLOK B.3

Less Urinating

2021

9. What kind of renal function test that should be performed for the patient in scenario?

Pada pasien dengan chronic renal failure atau penyakit renal tahap akhir atau ESRD (End
Stage Renal Disease), maka dibutuhkan terapi pengganti ginjal. Ada berbagai macam bentuk dari
terapi ini antara lain, hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
transplantasi renal (2,6%), dan Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT). Namun, yang
paling banyak dilakukan berupa prosedur hemodialisis (82%) (Rambod et al., 2011).

a. Hemodialysis

Dialysis merupakan suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu
membran berpori dari satu kompartemen ke kompartemen cair lainnya. Hemodialisis merupakan
salah satu teknik dari dialisis. Alat hemodialisis terdiri dari membran semipermeabel dengan darah
di satu sisi dan cairan dialisis di sisi lainnya. Proses tersebut dapat menggantikan proses fisiologis
ginjal untuk detoksifikasi dan menjaga keseimbangan elektrolit dan asam-basa pada pasien ESRD
untuk mempertahankan hidupnya (Rambod et al., 2011).

Tujuan dilakukan hemodialysis ini adalah untuk membuang produk sisa metabolisme
protein seperti ureum dan kreatinin, mempertahankan kadar serum elektrolit dalam darah, serta
mengoreksi asidosis. Proses osmosis yang terjadi dalam ginjal buatan selama hemodialisis
menyebabkan cairan terbuang dari darah. Sedangkan proses difusi dan ultrafiltrasi mampu
membuang kelebihan produk sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan beberapa
kelebihan elektrolit seperti natrium dan kalium dari darah (Rambod et al., 2011).

Prinsip dialysis yaitu apabila darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membran
semipermiabel, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi melewati membran sampai tercapai
kesetimbangan. Pada hemodialisis, digunakan membran sintetik, sedangkan pada dialisis
peritoneal, digunakan membran peritoneal (Rambod et al., 2011).
b. Urinalysis

Pada pasien dengan kondisi glomerulonephritis, dapat dilakukan pemeriksaan urine rutin.
Pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis
(gross), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ±
sampai 2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan
gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.
Ini menunjukkan prognosis yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan
eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari
lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin
sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari (Anderson & Barry, 2004).

c. Uji Glomerular Filtrate Rate (GFR)

GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi eksresi yang dapat dijadikan acuan
sebagai keseluruhan index dari fungsi ginjal. Kerusakan struktural yang meluas dapat
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya GFR. GFR dapat
dideteksi secara rutin dengan tes laboratorium. GFR ini dapat dilihat berdasarkan serum creatinin
(SCr), tetapi bukan hanya SCr saja yang sensitive untuk mendeteksi GFR. Penurunan eGFR
menggunakan SCr dapat dikonfirmasi dengan penggunakan penanda filtrasi alternative yaitu
Cystatin C. Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim, pembuluh darah besar atau tubulus
collecting duct yang paling sering dipakai sebagai penanda dari jaringan ginjal. Penanda ini dapat
memberikan petunjuk tentang kemungkinan kerusakan dalam ginjal dan temuan klinis penyebab
penyakit ginjal (Vadakedath & Kandi, 2017).

• Proteinuria

Proteinuria merupakan istilah yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah


protein dalam urin. Proteinuria menyebabkan hilangnya protein plasma akibat dari peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein, reabsorpsi protein pada tubular tidak adekuat dan
peningkatan konsentrasi plasma protein. Proteinuria dapat menunjukan adanya protein hilang pada
ginjal dan saluran kencing bagian bawah (Fuhrman et al., 2017).

• Albuminuria

Albumin merupakan salah satu jenis protein plasma yang ditemukan dalam urin dengan
jumlah sedikit dan jumlah sangat besar pada pasien dengan penyakit ginjal. Albuminuria mengacu
pada peningkatan albumin secara abnormal dalam urin (Fuhrman et al., 2017).

Beberapa alasan untuk lebih fokus pada albuminuria dibanding proteinuria yaitu
albumin adalah komponen utama protein urin pada sebagian besar penyakit ginjal, lalu data
epidemiologi penelitian di seluruh dunia menunjukan bahwa hubungan adanya hubugnan kuat dari
jumlah albumi urin dengan resiko penyakit ginjal dan CVD, dan klasifikasi penyakit ginjal
berdasarkan dari tingkat albuminuria (Fuhrman et al., 2017).

1. What are the risk factors of glomerulonephritis?


a. Faktor risiko infeksius
Menurut Parmar (2020), pasien yang pernah terinfeksi bakteri Streptococcus
memiliki risiko untuk mengalami post-streptococcal glomerulonephritis. Umumnya,
post-streptococcal glomerulonephritis akan berkembang setelah 1 – 3 minggu setelah
infeksi. Streptococcus yang menginfeksi dan menyebabkan glomerulonephritis
biasanya memiliki dua serotype, yaitu:

• Serotype 12 : post-streptococcal glomerulonephritis disebabkan oleh


infeksi saluran pernapasan dan biasanya terjadi pada musim dingin. Insiden
glomerulonephritis pada pasien pharyngitis sekitar 5 – 10%.
• Serotype 49 : post-streptococcal glomerulonephritis disebabkan oleh
infeksi kulit dan biasanya terjadi pada musim panas. Insiden
glomerulonephritis pada pasien infeksi kulit sekitar 25%.
Glomerulonephritis post infeksi non-streptococcal dapat disebabkan oleh
bakteri lain, virus, atau parasit. Beberapa bakteri lain tersebut dapat menyebabkan
glomerulonephritis akut, di antaranya:
• Staphylococcus
• Diplococcus
• Mycobacteria
• Actinobacillus
• Treponema pallidum
• Corynebacterium bovis
• Brucella suis
• Salmonella typhi
Sedangkan virus-virusnya, yaitu:
• Cytomegalovirus
• Epstein-Barr virus
• Hepatitis B virus
• Mumps virus
• Rubella
Ada pula beberapa parasit yang memiliki risiko menyebabkan
glomerulonephritis, di antaranya:
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium malariae
• Schistosoma mansoni
• Toxoplasma gondii
• Trypanosoma
b. Faktor risiko non infeksius
Beberapa kondisi atau penyakit dapat meningkatkan risiko seseorang
mengalami glomerulonephritis, yaitu:
• Gangguan pada sistem peredaran darah atau sistem limfatik
• Terpapar pelarut hidrokarbon
• Riwayat penyakit kanker
• Amiloidosis (kondisi di mana protein amiloid menumpuk di organ dan
jaringan)
• Terjadi gangguan yang mempengaruhi membran basal glomerulus, yaitu
bagian ginjal yang membantu menyaring limbah dan kelebihan cairan dari
darah
• Penyakit pembuluh darah, seperti vaskulitis atau polyarteritis
• Glomerulosklerosis segmental fokal (terdapat jaringan parut pada
glomerulus)
• Anti-glomerular basement membrane disease (kondisi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang glomerulus)
• Sindrom nefropati analgesik (penyakit ginjal akibat penggunaan pereda
nyeri, terutama NSAID)
• Henoch-Schönlein purpura (penyakit yang biasanya ditandai dengan adanya
bintik-bintik ungu pada kulit, nyeri sendi, masalah pencernaan, dan
glomerulonephritis)
• Nefropati IgA (kondisi di mana antibodi IgA menumpuk di jaringan ginjal)
• Nephritis lupus (komplikasi dari lupus)
• Glomerulonephritis membranoproliferatif (glomerulonephritis karena
penumpukan antibodi yang abnormal di ginjal) (National Library of
Medicine, 2021)

2. What are risk factors of pyelonephritis?

Delia (2021) menjelaskan bahwa pyelonephritis dapat disebabkan oleh berbagai


faktor risiko seperti adanya cystitis akut dan berulang, paparan seksual, penggunaan
kontrasepsi, serta Riwayat infeksi saluran kemih.
Harrison et al. (2015) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor
predisposisi pada wanita yang mengalami cystitis untuk meningkatkan risiko terkena
pyelonephritis. Faktor independen terkait pyelonephritis pada wanita muda yang sehat
yaitu berkaitan dengan hubungan seksual, pasangan seksual yang berganti-ganti, infeksi
saluran kemih pada 12 bulan terakhir, riwayat ibu dengan ISK, diabetes, serta inkontinesia.
Faktor risiko umum unutk cystitis dan pyelonephritis sering terjadi melalui adanya bakteri
yang masuk naik hingga ke kandung kemih dan ke saluran kemih bagian atas. Namun,
pyelonephritis juga dapat terjadi tanpa adanya riwayat dari cystitis. Wanita dengan
penyakit diabetes juga memiliki tingkat risiko dua sampai tiga kali lebih tinggi untuk
mendapatkan ISK.
Harrison et al. (2015) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa spektrum agen
penyebab pyelonephritis tanpa adanya komplikasi dapat terjadi dengan dominasi berasal
dari infeksi bakteri E.coli. Mikturisi yang abnormal juga daoat meningkatkan infeksi
bakteri. Dalam hal sederhana, apapun yang dapat meningkatkan kemungkinan bakteri
memasuki kandung kemih atau menetap disana dapat meningkatkan risiko ISK. Selain itu,
bakteri juga bisa mendapatkan akses ke saluran kemih melalui aliran darah. Penyebaran
secara hematogen ini dapat menyumbangkan <2% dari ISK yang biasanya disebabkan oleh
adanya bakteremia yang disebabkan oleh organisme yang relative virulen seperti
Salmonella dan S.aureus. Infeksi yang berasal dari organisme tersebut salah satunya dapat
terjadi pada saat prosedur pemasangan kateterisasi. Selanjutnya, infeksi secara hematogen
ini dapat menyebabkan terjadinya abses fokal atau adanya area pyelonephritis di dalam
ginjal yang dapat terdeteksi pada saat kultur yang menunjukkan hasil yang positif.
3. What are risk factors of renal failure?
a. Komponen genetik
Penyakit chronic kidney disease dapat disebabkan karena adanya gen yang
diturunkan. Salah satu mutasi yang terkait dengan terjadinya CKD adalah mutasi gen
APOL1. Pola pewarisan autosomal resesif dikaitkan dengan risiko end stage renal
disease (ESRD) yang jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
glomerulosklerosis fokal. Mutasi APOL1 ditemukan secara eksklusif di antara individu
keturunan Afrika sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap CKD (Kazancioğlu,
2013). Selain itu, keterlibatan gen pada sistem renin-angiotensin, terutama yang telah
diobservasi, seperti polimorfisme pada angiotensin-I-converting enzymes (ACE-
A2350G) dan angiotensin II type 1 receptor (AGTR1-C573T) sangat berhubungan
dengan terjadinya chronic kidney disease (CKD).
b. Riwayat keluarga
Anggota keluarga yang pernah mengalami CKD akan memberikan faktor risiko
tinggi kepada anggota keluarga yang lain. Pada sebuah studi yang melakukan kuisioner
sukarela mengenai riwayat keluarga ESRD, didapatkan hasil hampir 23% pasien juga
memiliki kerabat yang pernah mengalami ESRD. Oleh karena itu, disarankan untuk
menyaring anggota keluarga berisiko tinggi dari mereka dengan CKD, dalam upaya
untuk mencegah penyakit ginjal (Kazancioğlu, 2013).
c. Jenis kelamin
Pada sebuah studi di Jepang yang melibatkan masyarakat lokal, ditemukan hasil
bahwa end stage renal disease (ESRD) lebih sering terjadi pada laki-laki. Namun,
berbeda dengan di Turki yang menunjukkan bahwa wanita yang berisiko tinggi
mengalami CKD.
d. Etnik
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat mengonfirmasi apabila terjadi
peningkatan risiko CKD pada orang Afrika-Amerika. Data tersebut dibandingkan
dengan etnik Caucasians. Hal ini disebabkan oleh kejadian hipertensi yang tinggi pula
pada etnik Afrika-Amerika. Dalam data terbaru, ditemukan bahwa risiko ESRD adalah
7.8% untuk wanita kulit hitam berusia 20 tahun, 7.3% ntuk pria kulit hitam, 1.8% untuk
wanita kulit putih, dan 2.5% untuk pria kulit putih (Kazancioğlu, 2013; McClellan WM
et al, 2003).
e. Usia
Seperti yang kita ketahui, semakin bertambahnya usia, fungsi normal dari ginjal
akan menurun. Pada orang lanjut usia, glomerular filtration rate akan berkurang, yaitu
di bawah 60 mL/min/1.73 m2. Dengan demikian, populasi lanjut usia memiliki risiko
tinggi terhadap chronic kidney disease (CKD).

f. Berat badan lahir rendah


Apabila berat badan bayi yang lahir rendah, pertumbuhan intrauterine dapat
terhambat sehingga jumlah nefron pada ginjal yang terbentuk juga berkurang. Hal ini
dapar menjadikan bayi memiliki risiko tinggi terhadap penyakit ginjal. Pada sebuah
studi telah dilakukan penelitian untuk mendukung hipotesis tersebut, yaitu telah
ditemukannya peningkatan jumlah nefron sejumlah 257426 glomeruli per kg.
g. Obesitas
Pada individu dengan obesitas, telah terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi glomerulus
sehingga berdampak pada tingginya risiko ginjal untuk mengalami cedera. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya tegangan pada dinding kapiler glomerulus. Obesitas
dapat berkontribusi pada patogenesis kerusakan ginjal melalui peradangan, stress
oksidatif, disfungsi endothel, keadaan protrombotik, hypervolemia, dan gangguan
adipokin (Kazancioğlu, 2013; Mirrakhimov AE, 2012).
h. Merokok
Pada individu dengan kebiasaan merokok akan memiliki tingkat risiko yang tinggi
terhadap chronic kidney disease (CKD). Hal ini disebabkan oleh terjadinya stress
oksidatif, disfungsi endothel, glomerulonekrosis, serat atrofi dari tubulus di ginjal.
i. Nephrotoxin
Hal-hal yang bersifat nephrotoxin, seperti alkohol, recreational drugs, konsumsi
analgesik berlebihan, serta paparan dari logam berat dapat meningkatkan risiko
perkembangan chronic kidney disease (CKD).

j. Diabetes mellitus
Mekanisme yang menyababkan penyakit ginjal pada individu dengan diabetes
adalah hyperfiltration injury, advanced glycosylation end products, dan reactive oxygen
species (ROS). Selain itu, pada tingkat molekuler, adanya sitokin, growth factor dan
hormon (transforming growth factor-beta dan angiotensin II) juga menyebabkan
perubahan patologis terkait dengan diabetic nephropathy (Kazancioğlu, 2013; Lea JP,
2002).
k. Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang terjadi secara sistemik akan sangat berpengaruh
terhadap kerja kapiler-kapiler yang berada di intraglomerulus. Apabila fungsi kapiler-
kapiler tesebut terganggu, fungsi ginjal juga akan terganggu. Riwayat penyakit
kardiovaskular, hiperlipidemia, sindrom metabolik, infeksi virus hepatitis C, individu
dengan HIV, dan adanya keganasan juga merupakan faktor risiko lebih lanjut yang
dapat menyebabkan chronic kidney disease (CKD) (Kazancioğlu, 2013).

4. What are the symptoms and signs of glomerulonephiritis?

• Sebagian besar, pasien dengan glomerulonefritis akut berasal dari kelompok usia anak,
berusia 2-14 tahun, yang secara akut mengembangkan puffiness periorbital dan
swelling wajah dengan latar belakang infeksi pascastreptokokus.
• Urin biasanya berwarna gelap, berbusa, atau sedikit, dan tekanan darah mungkin tinggi.
• Gejala nonspesifik termasuk kelemahan umum, demam, ketidaknyamanan perut, dan
malaise.
• Dengan glomerulonefritis akut yang berhubungan dengan infeksi stafilokokus, pasien
lebih tua, seringkali dengan diagnosis diabetes mellitus. Onsetnya mungkin bersamaan
dengan infeksi, seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis; atau infeksi kulit
dari Staphylococcus aureus yang resisten methicillin . Seringkali, hematuria hadir.
A) Beberapa gejala muncul terutama dan meliputi:
• Hypertension
• Edema (peripheral or peri-orbital) - initially in the dependent areas/areas with low tissue
tension
• Abnormal urinary sedimentation
• Hematuria – microscopic or gross
• Oliguria
• Azotemia
• Shortness of breath or dyspnea on exertion
• Headache - secondary to hypertension
• Confusion - secondary to malignant hypertension
• Possible flank pain
B) Atau mungkin ada gejala yang secara khusus terkait dengan penyakit sistemik yang
mendasarinya:
• Triad of sinusitis, pulmonary infiltrates, and nephritis – granulomatosis with
polyangiitis
• Nausea, vomiting, abdominal pain, purpura - Henoch-Schönlein purpura
• Arthralgias - systemic lupus erythematosus (SLE)
• Hemoptysis - Goodpasture syndrome or idiopathic progressive glomerulonephritis
• Skin rashes – in hypersensitivity vasculitis, SLE, cryoglobulinemia, Henoch-Schönlein
purpura
Mungkin hadir dengan trias edema, hipertensi, dan oliguria, tanda-tanda kelebihan cairan
berikut dalam tubuh:
• Periorbital and/or peripheral edema
• High blood pressure
• Fine inspiratory crackles due to pulmonary edema
• Raised jugular venous pressure
• Ascites and pleural effusion
Tanda-tanda lain yang harus dicari termasuk yang berikut:
• Vasculitic rash (as with Henoch-Schönlein purpura, or lupus nephritis)
• Muka pucat
• Renal angle fullness or tenderness
• Abnormal neurologic examination or altered sensorium
• Arthritis
5. What are the symptoms and signs of pyelonephritis?

Pyelonephritis merupakan salah satu komplikasi dari UTI (urinary tract infection).
Pyelonephritis dibedakan menjadi acute pyelonephritis dan chronic pyelonephritis
berdasarkan dari onset dari serangannya (Kumar et al, 2018).
● Acute pyelonephritis
Merupakan peradangan supuratif yang biasanya
menyerang renal dan pelvis renal. Pada umumnya
acute pyelonephritis disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri enterik bergram negative, seperti Escherichia
coli (penyebab tersering), dan bakteri lainnya seperti
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Bakteri-bakteri tersebut dapat menginfeksi renal
melalui 2 jalur umum yaitu melalui urinary tract
bagian bawah atau biasa disebut ascending infection
dan melalui aliran darah
(hematogenous infection). Jalur infeksi yang paling umum dilalui bakteri adalah
ascending infection yang mana jalur ini merupakan kombinasi dari adanya infeksi
kandung kemih, vesicoureteral reflux, dan intra-renal reflux. Pada awalnya, bakteri
berkolonisasi pada vesica urinaria lalu akibat dari adanya vesicoureteral reflux atau
VUR maka bakteri bisa mencapai pelvis renal lalu akibat dari adanya intrarenal reflux
bakteri dapat menyerang renal. Sedangkan pada sisi lain, meskipun merupakan
penyebab yang jarang, hematogenous infection biasanya disebabkan oleh adanya
septicemia dan infeksi endokarditis.
Acute pyelonephrits dibedakan menjadi 2 bedasarkan dari jenis pasien yang terserang,
yaitu complicated dan uncomplicated acute pyelonephritis. Complicated acute
pyelonephritis biasanya terdapat pada pasien yang sedang hamil, pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol, pasien yang menerima transplantasi ginjal, pasien yang
memiliki kelainan anatomi pada urinary tract , gagal ginjal akut atau kronis, serta
pasien immunocompromised dan pasien dengan infeksi bakteri yang didapat di rumah
sakit. Pembagian ini penting untuk mengetahui manajemen yang tepat untuk dilakukan
dalam menghadapi keduanya (Belyayeva and Jeong, 2021).

Gejala klinis dari seseorang yang mengalami acute pyelonephritis adalah berikut:
1. Onset serangan tiba-tiba
2. adanya nyeri pada costovertebral angle (CVA)
3. adanya gejala sistemik lainnya seperti menggigil, demam, mual, malaise,
4. dysuria dan peningkatan frekuensi buang air kecil
5. Tampakan urine yang keruh karena berisi pus (pyuria)
6. Biasanya menyerang satu sisi ginjal atau bersifat unilateral apabila terjadi secara
berulang maka dapat menyerang kedua ginjal (bilateral).
7. Adanya penemuan papillary necrosis menunjukkan prognosis yang buruk

● Chronic pyelonepritis
Merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan adanya inflamasi interstitial dan
disertai dengan adanya pertumbuhan jaringan parut pada parenkim ginjal. Chronic
pyelonephritis yang tidak segera ditangani maka dapat berkembang menjadi chronic
kidney disease. Chronic pyeonephritis berdasarkan dari penyebabnya, dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu chronic obstructive pyelonephritis dan chronic reflux–associated
pyelonephritis.
a. Chronic obstructive pyelonephritis
Adanya obstruksi pada saluran urinarius dapat mengakibatkan peningkatan
resiko ginjal terkena infeksi. Infeksi yang terjadi secara berulang ini dapat membuat
peradangan yang berkala pada jaringan ginjal sekaligus pertumbuhan jaringan parut
yang dapat menyebabkan chronic pyelonephritis.
b. Chronic reflux–associated pyelonephritis (reflux nephropathy)
Merupakan penyebab tersering dari chronic pyelonephritis. Kondisi ini
merupakan hasil komplikasi dari superimposisi UTI (urinary tract infection) pada
kongenital vesicoureteral reflux dan intrarenal reflux. Kombinasi dari kedua reflux
dengan adanya riwayat gangguan ginjal sebelumnya dapat menyebabkan chronic
renal insuffiency.
Banyak pasien yang mengidap chronic pyelonephritis relatif datang terlambat ke
rumah sakit. Hal ini dikarenakan dari adanya onset yang bertahap dari insuffiency renal
dan tanda-tandanya hanya dapat diketahui ketika pasien telah menjalani tes lab secara
rutin. Tanda dari chronic pyelonephritis dapat dilihat pada gambaran radiologinya yang
menunjukkan ginjal yang terkena biasanya akan berkontraksi secara asimetris dan disertai
dengan adanya pembengkakan dan deformitas pada calyx renal (caliectasis). Jika chronic
pyelonephritis ditemukan secara bilateral pada kedua ginjal maka dapat mengakibatkan
disfungsi pada tubulus renal dalam memekatkan urin sehingga seringkali pasien akan
mengalami gejala klinis berupa polyuria. Beberapa individu dengan chronic pyelonephritis
atau reflux nephropathy yang tidak segera ditangani maka kondisinya dapat berkembang
menjadi glomerulosklerosis sekunder. Hal ini dapat ditandai dengan urinalysis dan
ditemukan peningkatan protein dalam urin (proteinuria) sehingga pada akhirnya semua
kondisi ini akan berkontribusi dengan perkembangannya CKD (chronic kidney disease)
secara progresif (Kumar et al, 2018).

6. What are the symptoms and signs of renal failure?

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal kehilangan kemampuannya untuk berfungsi. Untuk
mengobati gagal ginjal secara efektif, penting untuk mengetahui apakah penyakit ginjal
berkembang secara tiba-tiba (akut) atau dalam jangka panjang (kronis). Banyak kondisi,
penyakit, dan obat-obatan dapat menciptakan situasi yang mengarah pada penyakit ginjal
akut dan kronis. Cedera ginjal akut, juga disebut gagal ginjal akut, lebih sering reversibel
daripada gagal ginjal kronis (Umcvc, 2021).

• Cedera ginjal akut (AKI) biasanya disebabkan oleh suatu peristiwa yang
menyebabkan kerusakan ginjal, seperti dehidrasi, kehilangan darah dari operasi
besar atau cedera, atau penggunaan obat-obatan (Umcvc, 2021).
• Penyakit ginjal kronis (PGK) biasanya disebabkan oleh penyakit jangka panjang,
seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, yang secara perlahan merusak ginjal
dan mengurangi fungsinya dari waktu ke waktu (Umcvc, 2021).

Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tiba-tiba menjadi tidak dapat menyaring produk
limbah dari darah. Ketika ginjal kehilangan kemampuan menyaringnya, tingkat limbah
berbahaya dapat menumpuk, dan susunan kimiawi darah mungkin tidak seimbang (Mayo
Clinic, 2021).

Gagal ginjal akut - juga disebut gagal ginjal akut atau cedera ginjal akut - berkembang
pesat, biasanya dalam waktu kurang dari beberapa hari. Gagal ginjal akut paling sering
terjadi pada orang yang sudah dirawat di rumah sakit, terutama pada orang sakit kritis yang
membutuhkan perawatan intensif (Mayo Clinic, 2021).

Gagal ginjal akut bisa berakibat fatal dan membutuhkan perawatan intensif. Namun, gagal
ginjal akut mungkin reversibel. Jika dinyatakan dalam kesehatan yang baik, seseorang
dapat memulihkan fungsi ginjal normal atau hampir normal (Mayo Clinic, 2021).

Menurut Mayo Clinic (2021), tanda dan gejala gagal ginjal akut dapat meliputi:

• Penurunan output urin, meskipun terkadang output urin tetap normal


• Retensi cairan, menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki atau kaki
• Sesak napas
• Kelelahan
• Kebingungan
• Mual
• Kelemahan
• Detak jantung tak teratur
• Nyeri dada atau tekanan
• Kejang atau koma pada kasus yang parah

Terkadang gagal ginjal akut tidak menimbulkan tanda atau gejala dan terdeteksi melalui
tes laboratorium yang dilakukan karena alasan lain (Mayo Clinic, 2021).

Penyakit ginjal kronis, juga disebut gagal ginjal kronis, melibatkan hilangnya fungsi ginjal
secara bertahap. Ginjal menyaring limbah dan kelebihan cairan dari darah, yang kemudian
dikeluarkan melalui urin Anda. Penyakit ginjal kronis lanjut dapat menyebabkan tingkat
cairan, elektrolit, dan limbah yang berbahaya menumpuk di tubuh (Mayo Clinic, 2021).

Pada tahap awal penyakit ginjal kronis, mungkin muncul beberapa tanda atau gejala yang
mungkin tidak disadari hingga penyakit ginjal sampai kondisi sudah lanjut (Mayo Clinic,
2021).

Pengobatan untuk penyakit ginjal kronis berfokus pada memperlambat perkembangan


kerusakan ginjal, biasanya dengan mengendalikan penyebabnya. Tetapi, bahkan
mengendalikan penyebabnya mungkin tidak mencegah kerusakan ginjal berkembang.
Penyakit ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir, yang
berakibat fatal tanpa penyaringan buatan (dialisis) atau transplantasi ginjal (Mayo Clinic,
2021).

Menurut Mayo Clinic (2021), tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang dari
waktu ke waktu jika kerusakan ginjal berlangsung lambat. Hilangnya fungsi ginjal dapat
menyebabkan penumpukan cairan atau limbah tubuh atau masalah elektrolit. Tergantung
pada seberapa parahnya, hilangnya fungsi ginjal dapat menyebabkan:

• Mual
• muntah
• Kehilangan selera makan
• Kelelahan dan kelemahan
• Masalah tidur
• Buang air kecil lebih atau kurang
• Ketajaman mental menurun
• Kram otot
• Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
• Kulit kering dan gatal
• Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang sulit dikendalikan
• Sesak napas, jika cairan menumpuk di paru-paru
• Nyeri dada, jika cairan menumpuk di sekitar lapisan jantung
Tanda dan gejala penyakit ginjal seringkali tidak spesifik. Ini berarti mereka juga dapat
disebabkan oleh penyakit lain. Karena ginjal mampu menebus fungsi yang hilang,
mungkin tidak mengembangkan tanda dan gejala sampai terjadi kerusakan permanen
(Mayo Clinic, 2021).

7. How to diagnose the disease and what are the differential diagnoses of the disease?

Dalam melakukan penegakan diagnosis renal failure, langkah awal yang perlu dilakukan
adalah melakukan anamnesis atau history taking. Pada anamnesis ini, informasi yang perlu
digali mencakup:

1. Rincian riwayat penyakit


2. Riwayat kesehatan seperti diabetes mellitus dan hipertensi
3. Riwayat penyakit ginjal pada keluarga
4. Catatan perawatan rumah sakit
5. Keadaan ginjal sebelumnya (apakah pernah mengalami penyakit ginjal sebelumnya)
6. Riwayat obat-obatan (terutama agen nephrotoxic dan NSAIDs)
7. Riwayat pelaksanaan prosedur/operasi dan pemakaian agen kontras (Bindroo et al.,
2021)
Selanjutnya, langkah yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan fisik untuk mengetahui:

1. Tekanan darah
2. Heart rate
3. Berat badan
4. Ada tidaknya edema, distensi vena jugularis, dan ronki paru
5. Kondisi kulit yang mencakup ada tidaknya diffuse rash atau uremic frost
6. Tanda-tanda uremia, seperti asterixis, lethargy, kejang, pericardial friction rub, dan
peripheral neuropathy. Kondisi abdomen, mencakup distensi vesica urinaria (Bindroo et
al., 2021)
Kemudian diperlukan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan
darah dan pemeriksaan urine untuk menentukan apakah pasien mengalami prerenal acute renal
failure, intrinsic acute renal failure, atau postrenal acute renal failure. Berikut merupakan
karakteristik pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada ketiganya menurut Agrawal &
Swartz (2000):

1. Prerenal acute renal failure : ekskresi fraksional natrium < 1%, osmolalitas urine >
500 mOsm, dan sedimen urine tidak aktif.
2. Intrinsic renal failure : ekskresi fraksional natrium > 3%, osmolalitas urine
berada pada rentang 250-300 mOsm, dan sedimen urine aktif.
3. Postrenal acute renal failure : terjadi anuria (ginjal tidak mampu memproduksi urine),
peningkatan postvoid residual, dan hidronefrosis.
(Agrawal & Swartz, 2000)

Selain itu, pada beberapa pasien juga ditemukan peningkatan konsentrasi kreatinin pada serum,
proteinuria (ditemukannya protein pada urine), dan hematuria (terdapat darah dalam urine),
dan hasil abnormal pada pemeriksaan radiologis. Berikut merupakan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan pada pasien dengan renal failure menurut Bindroo et al. (2021):

1. Dipstick untuk memeriksa darah dan protein, mikroskopik untuk melihat sel-sel, casts,
dan kristal.
2. Ciri cast yang dapat ditemukan adalah granular berpigmen/muddy brown casts, WBC
casts-acute interstitial nephritis, dan RBC casts-gromerulonephritis.
3. Elektrolit urin yang diketahui dengan rumus:
Fractional excretion of sodium (FENa) = [Una x PCr) / (PNa x UCr)] x 100
Keterangan :
U = Urine
P = Plasma
Na = Natrium
Cr = Kreatinin
Jika FENa < 1, maka dikategorikan sebagai prerenal; jika > 2, maka dikategorikan
sebagai intrarenal; dan jika > 4, maka dikategorikan sebagai postrenal.
4. Jika pasien sedang dalam keadaan diuretik, dapat dihitung FEurea yang dihitung
menggunakan metode Cockcroft-Gault berikut:
(140−age) x (weight in kilograms) x (0,85 if female)
Cr clearance (mL/min) =
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒

5. Pemerikaan laboratorium yang mencakup Creatinine Kinase (CK) dan antibodi


imunologi berdasarkan skenario klinis
6. Pemeriksaan radiologis yang mencakup:
a. Renal ultrasound (US)
b. Doppler-flow kidney US berdasarkan skenario klinis
c. Abdominal x-ray (KUB) untuk mengesampingkan terjadinya batu ginjal

7. Pemeriksaan radiologis yang lebih canggih jika pemeriksaan yang sudah disebutkan
sebelumnnya belum dapat menentukan etiologi penyakit pasien yang mencakup:

a. Radionucleotide renal scan, CT scan, dan MRI


b. Cystoscopy dengan pyelogram retrograde
c. Biopsy ginjal

Berikut merupakan differential diagnosis dari renal failure menurut Bindroo et al. (2021):

1. Acute kidney injury (AKI)


2. Alport Syndrome
3. Antiglomerular basement membrane disease
4. Glomerulonephritis kronis
5. Diabetic neuropathy
6. Multiple myelom
7. Nephrolithiasis
8. Nephrosclerosis

8. Describe the complications of glomerulonephritis, pyelonephritis, and renal failure?


- Glomerulonephritis
Kondisi ini dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal yang mengurangi kemampuan
filtrasi dari ginjal itu sendiri. Alhasil, kadar cairan berlebih dengan kandungan elektrolit
dan sisa metabolisme menumpuk dalam tubuh.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:
- Gagal ginjal akut
Hilangnya fungsi filtrasi pada ginjal dapat mengakibatkan penumpukan sisa
metabolisme yang seharusnya dibuang. Kondisi tersebut mengharuskan seorang
pasien untuk menjalani prosedur dialysis yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tersebut dari dalam darah menggunakan bantuan sebuah alat.

- Gangguan ginjal kronis

Pada kondisi fisiologis, ginjal memang mengalami penurunan fungsi filtrasi dari
waktu ke waktu. Kerusakan fungsi ginjal hingga mencapai titik 10% dari kondisi
ginjal normal berdasarkan usia termasuk dalam kriteria gangguan ginjal tahap akhir
yang membutuhkan pencucian darah berkala atau transplantasi ginjal secara
berkala.

- Tekanan darah tinggi

Kerusakan pada ginjal mengakibatkan penumpukan sisa metabolisme dalam darah


yang secara langsung mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang akan
memperburuk kondisi ginjal dan sistem sirkulasi tubuh.

- Sindrom nefrotik

Kondisi ini adalah ketika kadar protein pada urin jauh melebihi nilai normal pada
urin yang secara tidak langsung berdampak pada kurangnya kadar protein dalam
darah. Sindrom nefrotik sangat berkaitan erat dengan kadar kolesterol darah yang
tinggi dan edema pada bagian tubuh seperti kelopak mata, ekstremitas bawah, dan
abdomen.

- Pyelonephritis

Pielonefritis akut dapat memiliki beberapa komplikasi seperti pembentukan abses ginjal
atau perinefrik, sepsis, trombosis vena ginjal, nekrosis papiler, atau gagal ginjal akut,
dengan salah satu komplikasi yang lebih serius adalah pielonefritis emfisematous
(EPN). Pielonefritis emfisematous adalah infeksi nekrotikans pada ginjal yang biasanya
disebabkan oleh E. coli atau Klebsiella pneumoniae dan merupakan komplikasi parah
dari pielonefritis akut. EPN biasanya terlihat dalam pengaturan diabetes dan lebih
sering terjadi pada wanita. Diagnosis dapat dibuat dengan USG, tetapi CT biasanya
diperlukan. Secara keseluruhan angka kematian diperkirakan sekitar 38% dengan hasil
yang lebih baik terkait dengan pasien yang menerima manajemen medis dan bedah
dibandingkan manajemen medis saja.

- Fibrosis ginjal

Kondisi ini pada umumnya dipicu oleh berbagai faktor seperti diabetes, gangguan
autoimun, tekanan darah tinggi, infeksi berkepanjangan, dan penggunaan
medikasi yang tidak sesuai dengan dosis takar yang tepat. Fibrosis ginjal dapat
mengakibatkan gangguan ginjal kronis hingga gagal ginjal jika tidak ditangani
segera.

- Sepsis

Ginjal berperan dalam menyaring sisa metabolisme tubuh dari darah dan
mengembalikan darah untuk bersirkulasi menuju seluruh tubuh. KOndisi infeksi
ginjal dapat menyebabkan bakteri tersebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah sehingga meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.

- Kehamilan

Infeksi ginjal saat kehamilan dapat berdampak buruk pada calon bayi karena
mengakibatkan peningkatan risiko bayi terlahir secara prematur atau memiliki
berat badan yang jauh di bawah normal.
- Gagal Ginjal
- Penumpukan cairan
Gagal ginjal dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan cairan pada tubuh
seperti pada paru-paru yang mengakibatkan sesak nafas. Ginjal berperan
mengolah cairan dalam tubuh kita dengan cara menyaring sisa metabolisme
serta menentukan banyaknya cairan yang harus diserap kembali dan yang harus
dikeluarkan. Kerusakan pada fungsi tersebut akan menyebabkan ketidakstabilan
cairan dalam tubuh.

- Anemia
Ginjal berperan dalam proses pembentukan sel darah merah melalui produksi
eritropoietin yang merupakan hormon untuk memberikan sinyal kepada sumsum
tulang belakang untuk menghasilkan sel darah merah. Semakin sedikit
eritropoietin yang dihasilkan ginjal menyebabkan penurunan produksi sel darah
merah. Selain itu, penurunan produksi sel darah merah diperburuk dengan
penurunan usia sel darah merah dalam sirkulasi.
- Penyakit jantung
Ginjal memiliki kaitan erat dengan jantung karena keduanya berinteraksi dalam
mekanisme peredaran darah pada tubuh manusia. Pada umumnya, gangguan
yang terjadi pada ginjal dan jantung diawali dengan gangguan pada laju
peredaran darah seperti peningkatan tekanan darah, kadar glukosa darah, dan
struktural pembuluh darah. Saat terjadi gangguan pada ginjal, jantung akan
merasakan dampak yang kurang lebih serupa. Salah satunya adalah gangguan
pada fungsi ginjal saat gagal ginjal diakibatkan oleh infeksi dapat
mengakibatkan peradangan pada selaput pembungkus jantung.

- Kelemahan otot

Penurunan kemampuan filtrasi ginjal menyebabkan beberapa mineral yang


seharusnya berperan sebagai neurotransmitter dan molekul pompa ion mengalami
ketidakseimbangan sehingga tonus otot akan berkurang yang berakibat pada
pelemahan otot dan anggota tubuh lainnya.

10. What investigation are you going to plan to support the diagnose? (physical, laboratory,
imaging and radiology examination)

Pada renal failure Anamnesis yang relevan dan temuan pemeriksaan fisik terkait dengan
gagal ginjal meliputi:

• Memiliki Riwayat kesehatan seperti diabetes melitus, hipertensi


• Riwayat keturunan keluarga dengan penyakit ginjal
• Adanya gangguan Fungsi ginjal sebelumnya
• Pemakaian Obat-obatan, tingkat obat dari agen nefrotoksik, NSAID
• Setiap operasi yang melibatkan penggunaan zat kontras atau penggunaan zat kontras
selama beberapa bulan terakhir
• Hemodinamik termasuk tekanan darah, denyut jantung, berat badan , cari edema,
distensi vena jugularis, ronki paru, dan S3 gallop
• Pada Kulit sering d temukan: periksa apakah ada ruam difus atau embun beku uremik
• Cari tanda-tanda uremia: asteriksis, letargi, kejang, gesekan perikardial, neuropati
perifer.

• Pada Pemeriksaan abdomen: periksa distensi kandung kemih, perhatikan adanya


kepenuhan suprapubic

Pasien gagal ginjal datang dengan berbagai tanda dan gejala klinis, seperti yang dijelaskan pada
bagian riwayat dan pemeriksaan fisik. Banyak individu tidak menunjukkan gejala sampai
peningkatan konsentrasi kreatinin darah, tes urin abnormal (seperti proteinuria atau hematuria
mikroskopis), atau pencitraan radiologis abnormal ginjal ditemukan secara kebetulan. Berikut
ini adalah pemeriksaan laboratorium dan pencitraan penting yang harus dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal

• Pemeriksaan Lab

Urinalysis
▪ Makroskopis, meliputi warna dan kejernihan
▪ Pemeriksaan biokimia menggunakan dipstick
▪ Mikroskopis, meliputi adanya keberadaan sel, casts, dan kristal. Pada CKD biasanya
ditemukan proteinuria dan mikrohematuria

Elektrolit urin

Ekskresi fraksional natrium (FENa) = [(UNa x PCr)/ (PNa x UCr)] x 100, di mana U
adalah urin, P adalah plasma, Na adalah natrium, dan Cr adalah Kreatinin. Jika FeNa
kurang dari 1, maka kemungkinan prerenal; lebih besar dari 2, maka kemungkinan
intrarenal; lebih besar dari 4, maka kemungkinan postrenal

Jika pasien menggunakan diuretik, gunakan FEurea sebagai pengganti FENa. Hitung
darah lengkap, BUN, kreatinin (Cr), gas darah arteri (ABGs)

Hitung klirens Cr untuk memastikan dosis obat yang tepat: Persamaan Cockcroft-Gault
Klirens Cr (mL/mnt) = (140-usia) x (berat dalam kilogram) x (0,85 jika wanita)/(72 x
kreatinin serum)
Lab Khusus
▪ Kreatinin Kinase (CK)
▪ Antibodi imunologi berdasarkan skenario klinis

Imaging
▪ Renal ultrasound apabila menunjukkan ukuran ginjal kecil, korteks
menebal, adanya jaringan parut atau multiple cysts, ini menunjukkan proses
kronis
▪ Doppler-flow kidney bertujuan untuk mengevaluasi aliran vascular ginjal
▪ Abdominal x-ray untuk menyingkirkan kemungkinan adanya batu ginjal
▪ Voiding cystourethrography apabila dicurigai adanya reflux vesicourethral
kronis

Teknik pencitraan yang lebih maju harus dipertimbangkan jika tes awal tidak
mengungkapkan etiologi:

▪ Pemindaian ginjal radionukleotida, CT scan, dan/atau MRI


▪ Sistoskopi dengan pielogram retrograde

Biopsy ginjal pasien yang tidak dicurigai dengan cedera ginjal akut pre-renal dan post-renal,
tetapi penyebab dari intra-renal belum diketahui. Biopsy dilakukan untuk konfirmasi diagnosis
sebelum dilakukannya terapi spesifik, seperti pemberian obat imunosupresif. selain
menunjukkan diagnosis yang memerlukan terapi imunosupresif, biopsi dapat mendukung
inisiasi terapi khusus, seperti plasmapheresis jika ada sindrom Goodpasture (Arora, 2021)
REFERENSI

Agrawal, M, and Swartz, R. 2000. Acute Renal Failure. Am Fam Physician. 61(7):2077-2088.
Anderson, R. J., & Barry, D. W. 2004. Clinical and laboratory diagnosis of acute renal failure.
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology, 18(1), 1-20.

Belyayeva, M. and Jeong, J., 2021. Acute Pyelonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/> [Accessed 4 December
2021].
Belyayeva, M. and Jeong, J., 2021. Acute Pyelonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/> [Accessed 4 December
2021].
Bindroo S, Quintanilla Rodriguez BS, Challa HJ. Renal Failure. [Updated 2021 Aug 13]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519012/
Centers for Disease Control and Prevention (2019a). Chronic Kidney Disease Basics. [online]
Centers for Disease Control and Prevention. Available at:
https://www.cdc.gov/kidneydisease/basics.html [Accessed 2 Dec. 2021].
Delia Scholes, W., 2021. Risk Factors Associated with Acute Pyelonephritis in Healthy Women.
[online] PubMed Central (PMC). Available at:

<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3722605/> [Accessed 4 December


2021].
Fuhrman, D. Y., Schneider, M. F., Dell, K. M., Blydt-Hansen, T. D., Mak, R., Saland, J. M., &
Schwartz, G. J. 2017. Albuminuria, proteinuria, and renal disease progression in
children with CKD. Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 12(6), 912-
920.

Harrison, T., Isselbacher, K. and Wilson, J., 2015. Harrison's Principles of Internal Medicine.
19th ed. New York: McGraw-Hill.
Kazancioğlu, R. (2013). Risk factors for chronic kidney disease: an update. Kidney
International Supplements, [online] 3(4), pp.368–371. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089662/ [Accessed 2 Dec. 2021].
Kazi, A. and Hashmi, M., 2021. Glomerulonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560644/> [Accessed 2 December 2021].
Kumar, Vinat., Abbas, Abul K., Aster, Jon C. 2018. Robbins Basic Pathology. 10th ed.
Philadelphia: Elsevier. pp 564-567
Mayo Clinic, 2021. Acute kidney failure - Symptoms and causes. [online] Mayo Clinic.
Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/kidney- failure/symptoms-causes/syc-20369048> [Accessed 30
November 2021].
Mayo Clinic, 2021. Chronic kidney disease - Symptoms and causes. [online] Mayo Clinic.
Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-kidney-
disease/symptoms-causes/syc-20354521> [Accessed 30 November 2021].
Mayo Clinic. 2021. Acute kidney failure - Symptoms and causes. [online] Available at:
<https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/kidney-
failure/symptoms- causes/syc-20369048> [Accessed 4 December 2021].
National Library of Medicine. 2021. Glomerulonephritis. [online] MedlinePlus. Available at:
<https://medlineplus.gov/ency/article/000484.htm> [Accessed 1 December 2021].
Parmar, M., 2020. Acute Glomerulonephritis. [online] Medscape. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/239278-overview> [Accessed 1
December 2021].
Rambod, M., Shabani, M., Shokrpour, N., Rafii, F., & Mohammadalliha, J. 2011. Quality
of life of hemodialysis and renal transplantation patients. The Health Care
Manager, 30(1), 23-28.
The Calgary Guide to Understanding Disease. 2013. Nephrotic Syndrome: Pathogenesis and
Clinical Findings | Calgary Guide. [online] Available at:

<https://calgaryguide.ucalgary.ca/nephrotic-syndrome-pathogenesis-and-
clinical- findings/> [Accessed 2 December 2021].
The Calgary Guide to Understanding Disease. 2016. Nephritic Syndrome: Pathogenesis and
clinical findings | Calgary Guide. [online] Available at:

<https://calgaryguide.ucalgary.ca/nephritic-syndrome-pathogenesis-and-
clinical- findings/> [Accessed 2 December 2021].
Thomas, R., Kanso, A. and Sedor, J., 2008. Chronic Kidney Disease and Its Complications.
Primary Care: Clinics in Office Practice, 35(2), pp.329-344.
Umcvc, 2021. Acute Kidney Injury Versus Chronic Kidney Disease | Frankel
Cardiovascular
Center | Michigan Medicine. [online] Umcvc.org. Available
at:
<https://www.umcvc.org/health-library/aa106178> [Accessed 30 November
2021].
Vadakedath, S., & Kandi, V. 2017. Dialysis: a review of the mechanisms underlying
complications in the management of chronic renal failure. Cureus, 9(8).

Anda mungkin juga menyukai