Klp10 - 22650 - Krishna Dava Putra S - Timbul Blok B.3 Skenario 4
Klp10 - 22650 - Krishna Dava Putra S - Timbul Blok B.3 Skenario 4
NIM : 20/461759/KU/22650
Kelompok : 10
Less Urinating
2021
9. What kind of renal function test that should be performed for the patient in scenario?
Pada pasien dengan chronic renal failure atau penyakit renal tahap akhir atau ESRD (End
Stage Renal Disease), maka dibutuhkan terapi pengganti ginjal. Ada berbagai macam bentuk dari
terapi ini antara lain, hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
transplantasi renal (2,6%), dan Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT). Namun, yang
paling banyak dilakukan berupa prosedur hemodialisis (82%) (Rambod et al., 2011).
a. Hemodialysis
Dialysis merupakan suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu
membran berpori dari satu kompartemen ke kompartemen cair lainnya. Hemodialisis merupakan
salah satu teknik dari dialisis. Alat hemodialisis terdiri dari membran semipermeabel dengan darah
di satu sisi dan cairan dialisis di sisi lainnya. Proses tersebut dapat menggantikan proses fisiologis
ginjal untuk detoksifikasi dan menjaga keseimbangan elektrolit dan asam-basa pada pasien ESRD
untuk mempertahankan hidupnya (Rambod et al., 2011).
Tujuan dilakukan hemodialysis ini adalah untuk membuang produk sisa metabolisme
protein seperti ureum dan kreatinin, mempertahankan kadar serum elektrolit dalam darah, serta
mengoreksi asidosis. Proses osmosis yang terjadi dalam ginjal buatan selama hemodialisis
menyebabkan cairan terbuang dari darah. Sedangkan proses difusi dan ultrafiltrasi mampu
membuang kelebihan produk sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan beberapa
kelebihan elektrolit seperti natrium dan kalium dari darah (Rambod et al., 2011).
Prinsip dialysis yaitu apabila darah dipisahkan dari suatu cairan dengan membran
semipermiabel, maka elektrolit dan zat lain akan berdifusi melewati membran sampai tercapai
kesetimbangan. Pada hemodialisis, digunakan membran sintetik, sedangkan pada dialisis
peritoneal, digunakan membran peritoneal (Rambod et al., 2011).
b. Urinalysis
Pada pasien dengan kondisi glomerulonephritis, dapat dilakukan pemeriksaan urine rutin.
Pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis
(gross), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ±
sampai 2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan
gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.
Ini menunjukkan prognosis yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan
eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari
lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin
sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari (Anderson & Barry, 2004).
GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi eksresi yang dapat dijadikan acuan
sebagai keseluruhan index dari fungsi ginjal. Kerusakan struktural yang meluas dapat
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya GFR. GFR dapat
dideteksi secara rutin dengan tes laboratorium. GFR ini dapat dilihat berdasarkan serum creatinin
(SCr), tetapi bukan hanya SCr saja yang sensitive untuk mendeteksi GFR. Penurunan eGFR
menggunakan SCr dapat dikonfirmasi dengan penggunakan penanda filtrasi alternative yaitu
Cystatin C. Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim, pembuluh darah besar atau tubulus
collecting duct yang paling sering dipakai sebagai penanda dari jaringan ginjal. Penanda ini dapat
memberikan petunjuk tentang kemungkinan kerusakan dalam ginjal dan temuan klinis penyebab
penyakit ginjal (Vadakedath & Kandi, 2017).
• Proteinuria
• Albuminuria
Albumin merupakan salah satu jenis protein plasma yang ditemukan dalam urin dengan
jumlah sedikit dan jumlah sangat besar pada pasien dengan penyakit ginjal. Albuminuria mengacu
pada peningkatan albumin secara abnormal dalam urin (Fuhrman et al., 2017).
Beberapa alasan untuk lebih fokus pada albuminuria dibanding proteinuria yaitu
albumin adalah komponen utama protein urin pada sebagian besar penyakit ginjal, lalu data
epidemiologi penelitian di seluruh dunia menunjukan bahwa hubungan adanya hubugnan kuat dari
jumlah albumi urin dengan resiko penyakit ginjal dan CVD, dan klasifikasi penyakit ginjal
berdasarkan dari tingkat albuminuria (Fuhrman et al., 2017).
j. Diabetes mellitus
Mekanisme yang menyababkan penyakit ginjal pada individu dengan diabetes
adalah hyperfiltration injury, advanced glycosylation end products, dan reactive oxygen
species (ROS). Selain itu, pada tingkat molekuler, adanya sitokin, growth factor dan
hormon (transforming growth factor-beta dan angiotensin II) juga menyebabkan
perubahan patologis terkait dengan diabetic nephropathy (Kazancioğlu, 2013; Lea JP,
2002).
k. Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang terjadi secara sistemik akan sangat berpengaruh
terhadap kerja kapiler-kapiler yang berada di intraglomerulus. Apabila fungsi kapiler-
kapiler tesebut terganggu, fungsi ginjal juga akan terganggu. Riwayat penyakit
kardiovaskular, hiperlipidemia, sindrom metabolik, infeksi virus hepatitis C, individu
dengan HIV, dan adanya keganasan juga merupakan faktor risiko lebih lanjut yang
dapat menyebabkan chronic kidney disease (CKD) (Kazancioğlu, 2013).
• Sebagian besar, pasien dengan glomerulonefritis akut berasal dari kelompok usia anak,
berusia 2-14 tahun, yang secara akut mengembangkan puffiness periorbital dan
swelling wajah dengan latar belakang infeksi pascastreptokokus.
• Urin biasanya berwarna gelap, berbusa, atau sedikit, dan tekanan darah mungkin tinggi.
• Gejala nonspesifik termasuk kelemahan umum, demam, ketidaknyamanan perut, dan
malaise.
• Dengan glomerulonefritis akut yang berhubungan dengan infeksi stafilokokus, pasien
lebih tua, seringkali dengan diagnosis diabetes mellitus. Onsetnya mungkin bersamaan
dengan infeksi, seperti pneumonia, endokarditis, atau osteomielitis; atau infeksi kulit
dari Staphylococcus aureus yang resisten methicillin . Seringkali, hematuria hadir.
A) Beberapa gejala muncul terutama dan meliputi:
• Hypertension
• Edema (peripheral or peri-orbital) - initially in the dependent areas/areas with low tissue
tension
• Abnormal urinary sedimentation
• Hematuria – microscopic or gross
• Oliguria
• Azotemia
• Shortness of breath or dyspnea on exertion
• Headache - secondary to hypertension
• Confusion - secondary to malignant hypertension
• Possible flank pain
B) Atau mungkin ada gejala yang secara khusus terkait dengan penyakit sistemik yang
mendasarinya:
• Triad of sinusitis, pulmonary infiltrates, and nephritis – granulomatosis with
polyangiitis
• Nausea, vomiting, abdominal pain, purpura - Henoch-Schönlein purpura
• Arthralgias - systemic lupus erythematosus (SLE)
• Hemoptysis - Goodpasture syndrome or idiopathic progressive glomerulonephritis
• Skin rashes – in hypersensitivity vasculitis, SLE, cryoglobulinemia, Henoch-Schönlein
purpura
Mungkin hadir dengan trias edema, hipertensi, dan oliguria, tanda-tanda kelebihan cairan
berikut dalam tubuh:
• Periorbital and/or peripheral edema
• High blood pressure
• Fine inspiratory crackles due to pulmonary edema
• Raised jugular venous pressure
• Ascites and pleural effusion
Tanda-tanda lain yang harus dicari termasuk yang berikut:
• Vasculitic rash (as with Henoch-Schönlein purpura, or lupus nephritis)
• Muka pucat
• Renal angle fullness or tenderness
• Abnormal neurologic examination or altered sensorium
• Arthritis
5. What are the symptoms and signs of pyelonephritis?
Pyelonephritis merupakan salah satu komplikasi dari UTI (urinary tract infection).
Pyelonephritis dibedakan menjadi acute pyelonephritis dan chronic pyelonephritis
berdasarkan dari onset dari serangannya (Kumar et al, 2018).
● Acute pyelonephritis
Merupakan peradangan supuratif yang biasanya
menyerang renal dan pelvis renal. Pada umumnya
acute pyelonephritis disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri enterik bergram negative, seperti Escherichia
coli (penyebab tersering), dan bakteri lainnya seperti
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Bakteri-bakteri tersebut dapat menginfeksi renal
melalui 2 jalur umum yaitu melalui urinary tract
bagian bawah atau biasa disebut ascending infection
dan melalui aliran darah
(hematogenous infection). Jalur infeksi yang paling umum dilalui bakteri adalah
ascending infection yang mana jalur ini merupakan kombinasi dari adanya infeksi
kandung kemih, vesicoureteral reflux, dan intra-renal reflux. Pada awalnya, bakteri
berkolonisasi pada vesica urinaria lalu akibat dari adanya vesicoureteral reflux atau
VUR maka bakteri bisa mencapai pelvis renal lalu akibat dari adanya intrarenal reflux
bakteri dapat menyerang renal. Sedangkan pada sisi lain, meskipun merupakan
penyebab yang jarang, hematogenous infection biasanya disebabkan oleh adanya
septicemia dan infeksi endokarditis.
Acute pyelonephrits dibedakan menjadi 2 bedasarkan dari jenis pasien yang terserang,
yaitu complicated dan uncomplicated acute pyelonephritis. Complicated acute
pyelonephritis biasanya terdapat pada pasien yang sedang hamil, pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol, pasien yang menerima transplantasi ginjal, pasien yang
memiliki kelainan anatomi pada urinary tract , gagal ginjal akut atau kronis, serta
pasien immunocompromised dan pasien dengan infeksi bakteri yang didapat di rumah
sakit. Pembagian ini penting untuk mengetahui manajemen yang tepat untuk dilakukan
dalam menghadapi keduanya (Belyayeva and Jeong, 2021).
Gejala klinis dari seseorang yang mengalami acute pyelonephritis adalah berikut:
1. Onset serangan tiba-tiba
2. adanya nyeri pada costovertebral angle (CVA)
3. adanya gejala sistemik lainnya seperti menggigil, demam, mual, malaise,
4. dysuria dan peningkatan frekuensi buang air kecil
5. Tampakan urine yang keruh karena berisi pus (pyuria)
6. Biasanya menyerang satu sisi ginjal atau bersifat unilateral apabila terjadi secara
berulang maka dapat menyerang kedua ginjal (bilateral).
7. Adanya penemuan papillary necrosis menunjukkan prognosis yang buruk
● Chronic pyelonepritis
Merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan adanya inflamasi interstitial dan
disertai dengan adanya pertumbuhan jaringan parut pada parenkim ginjal. Chronic
pyelonephritis yang tidak segera ditangani maka dapat berkembang menjadi chronic
kidney disease. Chronic pyeonephritis berdasarkan dari penyebabnya, dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu chronic obstructive pyelonephritis dan chronic reflux–associated
pyelonephritis.
a. Chronic obstructive pyelonephritis
Adanya obstruksi pada saluran urinarius dapat mengakibatkan peningkatan
resiko ginjal terkena infeksi. Infeksi yang terjadi secara berulang ini dapat membuat
peradangan yang berkala pada jaringan ginjal sekaligus pertumbuhan jaringan parut
yang dapat menyebabkan chronic pyelonephritis.
b. Chronic reflux–associated pyelonephritis (reflux nephropathy)
Merupakan penyebab tersering dari chronic pyelonephritis. Kondisi ini
merupakan hasil komplikasi dari superimposisi UTI (urinary tract infection) pada
kongenital vesicoureteral reflux dan intrarenal reflux. Kombinasi dari kedua reflux
dengan adanya riwayat gangguan ginjal sebelumnya dapat menyebabkan chronic
renal insuffiency.
Banyak pasien yang mengidap chronic pyelonephritis relatif datang terlambat ke
rumah sakit. Hal ini dikarenakan dari adanya onset yang bertahap dari insuffiency renal
dan tanda-tandanya hanya dapat diketahui ketika pasien telah menjalani tes lab secara
rutin. Tanda dari chronic pyelonephritis dapat dilihat pada gambaran radiologinya yang
menunjukkan ginjal yang terkena biasanya akan berkontraksi secara asimetris dan disertai
dengan adanya pembengkakan dan deformitas pada calyx renal (caliectasis). Jika chronic
pyelonephritis ditemukan secara bilateral pada kedua ginjal maka dapat mengakibatkan
disfungsi pada tubulus renal dalam memekatkan urin sehingga seringkali pasien akan
mengalami gejala klinis berupa polyuria. Beberapa individu dengan chronic pyelonephritis
atau reflux nephropathy yang tidak segera ditangani maka kondisinya dapat berkembang
menjadi glomerulosklerosis sekunder. Hal ini dapat ditandai dengan urinalysis dan
ditemukan peningkatan protein dalam urin (proteinuria) sehingga pada akhirnya semua
kondisi ini akan berkontribusi dengan perkembangannya CKD (chronic kidney disease)
secara progresif (Kumar et al, 2018).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal kehilangan kemampuannya untuk berfungsi. Untuk
mengobati gagal ginjal secara efektif, penting untuk mengetahui apakah penyakit ginjal
berkembang secara tiba-tiba (akut) atau dalam jangka panjang (kronis). Banyak kondisi,
penyakit, dan obat-obatan dapat menciptakan situasi yang mengarah pada penyakit ginjal
akut dan kronis. Cedera ginjal akut, juga disebut gagal ginjal akut, lebih sering reversibel
daripada gagal ginjal kronis (Umcvc, 2021).
• Cedera ginjal akut (AKI) biasanya disebabkan oleh suatu peristiwa yang
menyebabkan kerusakan ginjal, seperti dehidrasi, kehilangan darah dari operasi
besar atau cedera, atau penggunaan obat-obatan (Umcvc, 2021).
• Penyakit ginjal kronis (PGK) biasanya disebabkan oleh penyakit jangka panjang,
seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, yang secara perlahan merusak ginjal
dan mengurangi fungsinya dari waktu ke waktu (Umcvc, 2021).
Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tiba-tiba menjadi tidak dapat menyaring produk
limbah dari darah. Ketika ginjal kehilangan kemampuan menyaringnya, tingkat limbah
berbahaya dapat menumpuk, dan susunan kimiawi darah mungkin tidak seimbang (Mayo
Clinic, 2021).
Gagal ginjal akut - juga disebut gagal ginjal akut atau cedera ginjal akut - berkembang
pesat, biasanya dalam waktu kurang dari beberapa hari. Gagal ginjal akut paling sering
terjadi pada orang yang sudah dirawat di rumah sakit, terutama pada orang sakit kritis yang
membutuhkan perawatan intensif (Mayo Clinic, 2021).
Gagal ginjal akut bisa berakibat fatal dan membutuhkan perawatan intensif. Namun, gagal
ginjal akut mungkin reversibel. Jika dinyatakan dalam kesehatan yang baik, seseorang
dapat memulihkan fungsi ginjal normal atau hampir normal (Mayo Clinic, 2021).
Menurut Mayo Clinic (2021), tanda dan gejala gagal ginjal akut dapat meliputi:
Terkadang gagal ginjal akut tidak menimbulkan tanda atau gejala dan terdeteksi melalui
tes laboratorium yang dilakukan karena alasan lain (Mayo Clinic, 2021).
Penyakit ginjal kronis, juga disebut gagal ginjal kronis, melibatkan hilangnya fungsi ginjal
secara bertahap. Ginjal menyaring limbah dan kelebihan cairan dari darah, yang kemudian
dikeluarkan melalui urin Anda. Penyakit ginjal kronis lanjut dapat menyebabkan tingkat
cairan, elektrolit, dan limbah yang berbahaya menumpuk di tubuh (Mayo Clinic, 2021).
Pada tahap awal penyakit ginjal kronis, mungkin muncul beberapa tanda atau gejala yang
mungkin tidak disadari hingga penyakit ginjal sampai kondisi sudah lanjut (Mayo Clinic,
2021).
Menurut Mayo Clinic (2021), tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang dari
waktu ke waktu jika kerusakan ginjal berlangsung lambat. Hilangnya fungsi ginjal dapat
menyebabkan penumpukan cairan atau limbah tubuh atau masalah elektrolit. Tergantung
pada seberapa parahnya, hilangnya fungsi ginjal dapat menyebabkan:
• Mual
• muntah
• Kehilangan selera makan
• Kelelahan dan kelemahan
• Masalah tidur
• Buang air kecil lebih atau kurang
• Ketajaman mental menurun
• Kram otot
• Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
• Kulit kering dan gatal
• Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang sulit dikendalikan
• Sesak napas, jika cairan menumpuk di paru-paru
• Nyeri dada, jika cairan menumpuk di sekitar lapisan jantung
Tanda dan gejala penyakit ginjal seringkali tidak spesifik. Ini berarti mereka juga dapat
disebabkan oleh penyakit lain. Karena ginjal mampu menebus fungsi yang hilang,
mungkin tidak mengembangkan tanda dan gejala sampai terjadi kerusakan permanen
(Mayo Clinic, 2021).
7. How to diagnose the disease and what are the differential diagnoses of the disease?
Dalam melakukan penegakan diagnosis renal failure, langkah awal yang perlu dilakukan
adalah melakukan anamnesis atau history taking. Pada anamnesis ini, informasi yang perlu
digali mencakup:
1. Tekanan darah
2. Heart rate
3. Berat badan
4. Ada tidaknya edema, distensi vena jugularis, dan ronki paru
5. Kondisi kulit yang mencakup ada tidaknya diffuse rash atau uremic frost
6. Tanda-tanda uremia, seperti asterixis, lethargy, kejang, pericardial friction rub, dan
peripheral neuropathy. Kondisi abdomen, mencakup distensi vesica urinaria (Bindroo et
al., 2021)
Kemudian diperlukan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan
darah dan pemeriksaan urine untuk menentukan apakah pasien mengalami prerenal acute renal
failure, intrinsic acute renal failure, atau postrenal acute renal failure. Berikut merupakan
karakteristik pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada ketiganya menurut Agrawal &
Swartz (2000):
1. Prerenal acute renal failure : ekskresi fraksional natrium < 1%, osmolalitas urine >
500 mOsm, dan sedimen urine tidak aktif.
2. Intrinsic renal failure : ekskresi fraksional natrium > 3%, osmolalitas urine
berada pada rentang 250-300 mOsm, dan sedimen urine aktif.
3. Postrenal acute renal failure : terjadi anuria (ginjal tidak mampu memproduksi urine),
peningkatan postvoid residual, dan hidronefrosis.
(Agrawal & Swartz, 2000)
Selain itu, pada beberapa pasien juga ditemukan peningkatan konsentrasi kreatinin pada serum,
proteinuria (ditemukannya protein pada urine), dan hematuria (terdapat darah dalam urine),
dan hasil abnormal pada pemeriksaan radiologis. Berikut merupakan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan pada pasien dengan renal failure menurut Bindroo et al. (2021):
1. Dipstick untuk memeriksa darah dan protein, mikroskopik untuk melihat sel-sel, casts,
dan kristal.
2. Ciri cast yang dapat ditemukan adalah granular berpigmen/muddy brown casts, WBC
casts-acute interstitial nephritis, dan RBC casts-gromerulonephritis.
3. Elektrolit urin yang diketahui dengan rumus:
Fractional excretion of sodium (FENa) = [Una x PCr) / (PNa x UCr)] x 100
Keterangan :
U = Urine
P = Plasma
Na = Natrium
Cr = Kreatinin
Jika FENa < 1, maka dikategorikan sebagai prerenal; jika > 2, maka dikategorikan
sebagai intrarenal; dan jika > 4, maka dikategorikan sebagai postrenal.
4. Jika pasien sedang dalam keadaan diuretik, dapat dihitung FEurea yang dihitung
menggunakan metode Cockcroft-Gault berikut:
(140−age) x (weight in kilograms) x (0,85 if female)
Cr clearance (mL/min) =
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛𝑒
7. Pemeriksaan radiologis yang lebih canggih jika pemeriksaan yang sudah disebutkan
sebelumnnya belum dapat menentukan etiologi penyakit pasien yang mencakup:
Berikut merupakan differential diagnosis dari renal failure menurut Bindroo et al. (2021):
Pada kondisi fisiologis, ginjal memang mengalami penurunan fungsi filtrasi dari
waktu ke waktu. Kerusakan fungsi ginjal hingga mencapai titik 10% dari kondisi
ginjal normal berdasarkan usia termasuk dalam kriteria gangguan ginjal tahap akhir
yang membutuhkan pencucian darah berkala atau transplantasi ginjal secara
berkala.
- Sindrom nefrotik
Kondisi ini adalah ketika kadar protein pada urin jauh melebihi nilai normal pada
urin yang secara tidak langsung berdampak pada kurangnya kadar protein dalam
darah. Sindrom nefrotik sangat berkaitan erat dengan kadar kolesterol darah yang
tinggi dan edema pada bagian tubuh seperti kelopak mata, ekstremitas bawah, dan
abdomen.
- Pyelonephritis
Pielonefritis akut dapat memiliki beberapa komplikasi seperti pembentukan abses ginjal
atau perinefrik, sepsis, trombosis vena ginjal, nekrosis papiler, atau gagal ginjal akut,
dengan salah satu komplikasi yang lebih serius adalah pielonefritis emfisematous
(EPN). Pielonefritis emfisematous adalah infeksi nekrotikans pada ginjal yang biasanya
disebabkan oleh E. coli atau Klebsiella pneumoniae dan merupakan komplikasi parah
dari pielonefritis akut. EPN biasanya terlihat dalam pengaturan diabetes dan lebih
sering terjadi pada wanita. Diagnosis dapat dibuat dengan USG, tetapi CT biasanya
diperlukan. Secara keseluruhan angka kematian diperkirakan sekitar 38% dengan hasil
yang lebih baik terkait dengan pasien yang menerima manajemen medis dan bedah
dibandingkan manajemen medis saja.
- Fibrosis ginjal
Kondisi ini pada umumnya dipicu oleh berbagai faktor seperti diabetes, gangguan
autoimun, tekanan darah tinggi, infeksi berkepanjangan, dan penggunaan
medikasi yang tidak sesuai dengan dosis takar yang tepat. Fibrosis ginjal dapat
mengakibatkan gangguan ginjal kronis hingga gagal ginjal jika tidak ditangani
segera.
- Sepsis
Ginjal berperan dalam menyaring sisa metabolisme tubuh dari darah dan
mengembalikan darah untuk bersirkulasi menuju seluruh tubuh. KOndisi infeksi
ginjal dapat menyebabkan bakteri tersebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah sehingga meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.
- Kehamilan
Infeksi ginjal saat kehamilan dapat berdampak buruk pada calon bayi karena
mengakibatkan peningkatan risiko bayi terlahir secara prematur atau memiliki
berat badan yang jauh di bawah normal.
- Gagal Ginjal
- Penumpukan cairan
Gagal ginjal dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan cairan pada tubuh
seperti pada paru-paru yang mengakibatkan sesak nafas. Ginjal berperan
mengolah cairan dalam tubuh kita dengan cara menyaring sisa metabolisme
serta menentukan banyaknya cairan yang harus diserap kembali dan yang harus
dikeluarkan. Kerusakan pada fungsi tersebut akan menyebabkan ketidakstabilan
cairan dalam tubuh.
- Anemia
Ginjal berperan dalam proses pembentukan sel darah merah melalui produksi
eritropoietin yang merupakan hormon untuk memberikan sinyal kepada sumsum
tulang belakang untuk menghasilkan sel darah merah. Semakin sedikit
eritropoietin yang dihasilkan ginjal menyebabkan penurunan produksi sel darah
merah. Selain itu, penurunan produksi sel darah merah diperburuk dengan
penurunan usia sel darah merah dalam sirkulasi.
- Penyakit jantung
Ginjal memiliki kaitan erat dengan jantung karena keduanya berinteraksi dalam
mekanisme peredaran darah pada tubuh manusia. Pada umumnya, gangguan
yang terjadi pada ginjal dan jantung diawali dengan gangguan pada laju
peredaran darah seperti peningkatan tekanan darah, kadar glukosa darah, dan
struktural pembuluh darah. Saat terjadi gangguan pada ginjal, jantung akan
merasakan dampak yang kurang lebih serupa. Salah satunya adalah gangguan
pada fungsi ginjal saat gagal ginjal diakibatkan oleh infeksi dapat
mengakibatkan peradangan pada selaput pembungkus jantung.
- Kelemahan otot
10. What investigation are you going to plan to support the diagnose? (physical, laboratory,
imaging and radiology examination)
Pada renal failure Anamnesis yang relevan dan temuan pemeriksaan fisik terkait dengan
gagal ginjal meliputi:
Pasien gagal ginjal datang dengan berbagai tanda dan gejala klinis, seperti yang dijelaskan pada
bagian riwayat dan pemeriksaan fisik. Banyak individu tidak menunjukkan gejala sampai
peningkatan konsentrasi kreatinin darah, tes urin abnormal (seperti proteinuria atau hematuria
mikroskopis), atau pencitraan radiologis abnormal ginjal ditemukan secara kebetulan. Berikut
ini adalah pemeriksaan laboratorium dan pencitraan penting yang harus dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal
• Pemeriksaan Lab
Urinalysis
▪ Makroskopis, meliputi warna dan kejernihan
▪ Pemeriksaan biokimia menggunakan dipstick
▪ Mikroskopis, meliputi adanya keberadaan sel, casts, dan kristal. Pada CKD biasanya
ditemukan proteinuria dan mikrohematuria
Elektrolit urin
Ekskresi fraksional natrium (FENa) = [(UNa x PCr)/ (PNa x UCr)] x 100, di mana U
adalah urin, P adalah plasma, Na adalah natrium, dan Cr adalah Kreatinin. Jika FeNa
kurang dari 1, maka kemungkinan prerenal; lebih besar dari 2, maka kemungkinan
intrarenal; lebih besar dari 4, maka kemungkinan postrenal
Jika pasien menggunakan diuretik, gunakan FEurea sebagai pengganti FENa. Hitung
darah lengkap, BUN, kreatinin (Cr), gas darah arteri (ABGs)
Hitung klirens Cr untuk memastikan dosis obat yang tepat: Persamaan Cockcroft-Gault
Klirens Cr (mL/mnt) = (140-usia) x (berat dalam kilogram) x (0,85 jika wanita)/(72 x
kreatinin serum)
Lab Khusus
▪ Kreatinin Kinase (CK)
▪ Antibodi imunologi berdasarkan skenario klinis
Imaging
▪ Renal ultrasound apabila menunjukkan ukuran ginjal kecil, korteks
menebal, adanya jaringan parut atau multiple cysts, ini menunjukkan proses
kronis
▪ Doppler-flow kidney bertujuan untuk mengevaluasi aliran vascular ginjal
▪ Abdominal x-ray untuk menyingkirkan kemungkinan adanya batu ginjal
▪ Voiding cystourethrography apabila dicurigai adanya reflux vesicourethral
kronis
Teknik pencitraan yang lebih maju harus dipertimbangkan jika tes awal tidak
mengungkapkan etiologi:
Biopsy ginjal pasien yang tidak dicurigai dengan cedera ginjal akut pre-renal dan post-renal,
tetapi penyebab dari intra-renal belum diketahui. Biopsy dilakukan untuk konfirmasi diagnosis
sebelum dilakukannya terapi spesifik, seperti pemberian obat imunosupresif. selain
menunjukkan diagnosis yang memerlukan terapi imunosupresif, biopsi dapat mendukung
inisiasi terapi khusus, seperti plasmapheresis jika ada sindrom Goodpasture (Arora, 2021)
REFERENSI
Agrawal, M, and Swartz, R. 2000. Acute Renal Failure. Am Fam Physician. 61(7):2077-2088.
Anderson, R. J., & Barry, D. W. 2004. Clinical and laboratory diagnosis of acute renal failure.
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology, 18(1), 1-20.
Belyayeva, M. and Jeong, J., 2021. Acute Pyelonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/> [Accessed 4 December
2021].
Belyayeva, M. and Jeong, J., 2021. Acute Pyelonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/> [Accessed 4 December
2021].
Bindroo S, Quintanilla Rodriguez BS, Challa HJ. Renal Failure. [Updated 2021 Aug 13]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519012/
Centers for Disease Control and Prevention (2019a). Chronic Kidney Disease Basics. [online]
Centers for Disease Control and Prevention. Available at:
https://www.cdc.gov/kidneydisease/basics.html [Accessed 2 Dec. 2021].
Delia Scholes, W., 2021. Risk Factors Associated with Acute Pyelonephritis in Healthy Women.
[online] PubMed Central (PMC). Available at:
Harrison, T., Isselbacher, K. and Wilson, J., 2015. Harrison's Principles of Internal Medicine.
19th ed. New York: McGraw-Hill.
Kazancioğlu, R. (2013). Risk factors for chronic kidney disease: an update. Kidney
International Supplements, [online] 3(4), pp.368–371. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089662/ [Accessed 2 Dec. 2021].
Kazi, A. and Hashmi, M., 2021. Glomerulonephritis. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560644/> [Accessed 2 December 2021].
Kumar, Vinat., Abbas, Abul K., Aster, Jon C. 2018. Robbins Basic Pathology. 10th ed.
Philadelphia: Elsevier. pp 564-567
Mayo Clinic, 2021. Acute kidney failure - Symptoms and causes. [online] Mayo Clinic.
Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/kidney- failure/symptoms-causes/syc-20369048> [Accessed 30
November 2021].
Mayo Clinic, 2021. Chronic kidney disease - Symptoms and causes. [online] Mayo Clinic.
Available at: <https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/chronic-kidney-
disease/symptoms-causes/syc-20354521> [Accessed 30 November 2021].
Mayo Clinic. 2021. Acute kidney failure - Symptoms and causes. [online] Available at:
<https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/kidney-
failure/symptoms- causes/syc-20369048> [Accessed 4 December 2021].
National Library of Medicine. 2021. Glomerulonephritis. [online] MedlinePlus. Available at:
<https://medlineplus.gov/ency/article/000484.htm> [Accessed 1 December 2021].
Parmar, M., 2020. Acute Glomerulonephritis. [online] Medscape. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/239278-overview> [Accessed 1
December 2021].
Rambod, M., Shabani, M., Shokrpour, N., Rafii, F., & Mohammadalliha, J. 2011. Quality
of life of hemodialysis and renal transplantation patients. The Health Care
Manager, 30(1), 23-28.
The Calgary Guide to Understanding Disease. 2013. Nephrotic Syndrome: Pathogenesis and
Clinical Findings | Calgary Guide. [online] Available at:
<https://calgaryguide.ucalgary.ca/nephrotic-syndrome-pathogenesis-and-
clinical- findings/> [Accessed 2 December 2021].
The Calgary Guide to Understanding Disease. 2016. Nephritic Syndrome: Pathogenesis and
clinical findings | Calgary Guide. [online] Available at:
<https://calgaryguide.ucalgary.ca/nephritic-syndrome-pathogenesis-and-
clinical- findings/> [Accessed 2 December 2021].
Thomas, R., Kanso, A. and Sedor, J., 2008. Chronic Kidney Disease and Its Complications.
Primary Care: Clinics in Office Practice, 35(2), pp.329-344.
Umcvc, 2021. Acute Kidney Injury Versus Chronic Kidney Disease | Frankel
Cardiovascular
Center | Michigan Medicine. [online] Umcvc.org. Available
at:
<https://www.umcvc.org/health-library/aa106178> [Accessed 30 November
2021].
Vadakedath, S., & Kandi, V. 2017. Dialysis: a review of the mechanisms underlying
complications in the management of chronic renal failure. Cureus, 9(8).