Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA DENGAN TINGKAT


HIPERTENSI PADA LANJUT USIA

Disusun Oleh :

ALYASA RAMADHAN
210621608101

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT. Karena tanpa rahmat dan
ridho-Nya kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini untuk melengkapi tugas mata kuliah teknik penulisan
karya ilmiah. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya dalam bidang olahraga.

Dalam penyusunan makalah ini masih banyaknya kekurangan baik pada


teknis dan materi, mengingat akan kemampuan yang masih terbatas. Untuk itu
diharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………
………..i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………


ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ….………………………………………………………….……1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………….2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hipertensi ……………………………………………………………


3
2.2 Pemicu Terjadinya Hipertensi Pada Lansia
………………………………….......3
2.3 Hubungan Antara Olahraga dan Hipertensi Pada Lansia .
……………………….4
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………...6

Daftar Rujukan ………………………………………………………………………...8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula penyakit yang muncul
dan sering diderita khususnya pada lansia atau lanjut usia.

Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh, oleh sebab
itu para lansia mudah sekali terkena penyakit seperti hipertensi.

Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi ketika seseorang


mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak. Diagnosis
hipertensi ditegakkan jika tekanan darah sistol seseorang menetap pada 140 mmHg atau
lebih. Nilai tekanan darah yang paling ideal adalah 115/75 mmHg (Agoes , 2011).

Penyakit hipertensi akan menjadi masalah yang serius, karena jika tidak
ditangani sedini mungkin akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang
berbahaya seperti terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan
penglihatan, dan penyakit ginjal. Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor
penyebab terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang benar,
hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garam yang berlebihan dan
aktivitas yang cukup seperti olahraga yang teratur (Dalimartha, 2008).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi ?
2. Apa pemicu terjadinya hipertensi ?
3. Apa hubungan olahraga dengan tingkat hipertensi pada lansia ?
4. Bagaimana cara mencegah hipertensi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui makna dari hipertensi
2. Mengetahui sebab terjadinya hipertensi
3. Mengetahui hubungan olahraga dengan tingkat hipertensi pada lansia
4. Mengetahui cara pencegahan penyakit hipertensi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hipertensi


Hipertensi adalah istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi. Kondisi ini
dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa
sekaligus meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan kematian.

Tekanan darah bisa diartikan sebagai kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi
darah terhadap dinding arteri tubuh, yaitu pembuluh darah utama yang berada dalam
tubuh. Besarnya tekanan ini bergantung pada resistensi pembuluh darah dan seberapa
keras jantung bekerja. Semakin banyak darah yang dipompa oleh jantung dan semakin
sempit pembuluh darah arteri, maka tekanan darah akan semakin tinggi. Hipertensi
dapat diketahui dengan rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah. Setidaknya, orang
dewasa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah, termasuk tekanan darah setiap
lima tahun sekali. Penulisan hasil tekanan darah berupa dua angka. Angka pertama atau
sistolik mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi atau
berdetak. Sementara itu, angka kedua atau diastolik mewakili tekanan di dalam
pembuluh darah ketika jantung beristirahat di antara detaknya. Seseorang bisa dikatakan
mengalami hipertensi bila pembacaan tekanan darah sistolik pada pengukuran selama
dua hari berturut-turut menunjukkan hasil yang lebih besar dari 140 mmHg, dan/atau
pembacaan tekanan darah diastolik menunjukkan hasil yang lebih besar dari 90 mmHg.
Angka kejadian hipertensi pada lansia di Indonesia dari hasil survei kesehatan rumah
tangga tahun 1995 di Jakarta, menunjukkan tekanan darah tinggi cukup tinggi yaitu 83
per 1000 anggota rumah tangga. Di Poli Geriatri RSU Dr. Soetomo pada tahun 2005
jumlah kasus hipertensi pada lansia sebanyak 55,9%

2.2 Pemicu Terjadinya Hipertensi Pada Lansia


Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi risiko yang
tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor).

3
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin,
ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas,
kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar
kalium rendah, alkohollisme, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Suhadak,
2010). Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
umur maka semakin tinggi mendapat risiko hipertensi. Kejadian hipertensi makin
meningkat dengan bertambahnya usia, pembuluh darah dalam tubuh akan menjadi lebih
kaku dan mengeras. Akibat hal ini, jantung bekerja lebih keras untuk memompa. Pada
akhirnya, jantung yang terus bekerja dengan memompa secara lebih kuat inipun akan
menyebabkan munculnya hipertensi. 

Penyebab hipertensi pada lansia berikutnya ini terjadi pada wanita yang telah
memasuki masa menopause. Dalam hal ini, diketahui bahwa risiko hipertensi pada
wanita akan lebih tinggi pada saat memasuki masa menopause, bahkan mencapai 41
persen. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh terjadinya penurunan kadar hormon
estrogen dalam tubuh selama masa menopause.

Seseorang yang memiliki penyakit diabetes memiliki risiko mengalami


hipertensi pada masa lansia. Hal ini karena hipertensi atau kondisi tekanan darah tinggi
merupakan salah satu komplikasi dari penyakit diabetes kronis. Untuk itu, terapkan
gaya hidup sehat untuk menghindari diabetes dan juga hipertensi.

2.3 Hubungan Antara Olahraga dan Hipertensi Pada Lansia

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penderita hipertensi pada usia


lanjut sudah jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Penelitian yang dilakukan
oleh Rahajeng dan Tuminah (2009), menyebutkan bahwa berdasarkan olahraga,
proporsi responden yang kurang olahraga pada kelompok hipertensi ditemukan lebih
tinggi (42,9%) daripada kelompok tidak hipertensi (41,4%). Resiko aktivitas fisik ini
secara bermakna ditemukan sebesar 1,02 kali dibandingkan yang cukup aktivitas fisik.
Kecenderungan untuk terkena hipertensi pada seseorang yang kurang aktivitas fi sik
yaitu sebesar 30–50% (Rimbawan dan Siagian, 2004). Kesibukan dalam duniawi yang

4
serba cepat dan serba mesin menyebabkan orang menjadi kurang gerak dan diikuti
dengan stres yang dapat mengundang berbagai penyakit kardiovaskuler seperti penyakit
jantung, tekanan darah tinggi dan stroke. Hal tersebut banyak dijumpai pada kelompok
usia pertengahan, tua dan lanjut, khususnya pada seseorang yang tidak melakukan
olahraga (Giriwoyo dan Sidik, 2012).

Latihan fisik merupakan salah satu upaya dalam penatalaksanaan hipertensi


dengan pendekatan non-farmakologis selain pengaturan pola makan, berhenti merokok
dan konsumsi alkohol. Pada penatalaksanaan hipertensi dengan pendekatan
farmakologis dilakukan penggunaan obat-obatan. Namun, olahraga tidak dianjurkan
pada penderita hipertensi yang memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 170 mmHg
dan atau diastolik lebih dari 110 mmHg (Afriwardi, 2009). Jenis olahraga yang
dilakukan oleh responden berdasarkan hasil penelitian sebagian besar merupakan
aerobik dan kombinasi aerobikanaerobik. Olahraga aerobik merupakan olahraga yang
dilakukan dengan intensitas ringan, gerakan yang berulang-ulang dan waktu
melakukannya panjang. Contoh jenis olahraga ini adalah jalan cepat, jogging, senam,
lari jarak jauh atau maraton, sepeda, renang dan dayung. Olahraga anaerobik merupakan
olahraga yang dilakukan dengan intensitas sedang sampai dengan berat, gerakannya
cenderung tidak banyak dan waktu melakukannya juga pendek. Contoh jenis olahraga
ini antara lain angkat besi dan lari cepat jarak pendek. Kombinasi olahraga aerobik dan
anaerobik, contohnya adalah bermacam-macam olahraga permainan seperti bulutangkis,
sepak bola, basket dan lain sebagainya (Triangto, 2012).

Olahraga yang dipercaya membantu meningkatkan kesehatan adalah berasal dari


jenis aerobik. Bagi yang menginginkan lebih sehat dan memberikan kesempatan pada
jantung untuk berlatih sedikit diatas kemampuan yang ada karena memiliki tekanan
darah tinggi, latihan angkat beban atau anaerobik tidak akan banyak membantu
dibandingkan dengan latihan aerobik (Triangto, 2012). Menurut Rai (2012), olahraga
aerobik yang baik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 4–5 mmHg dan
tekanan diastolik sebesar 3–4 mmHg. Olahraga yang baik merujuk pada jenis, tata cara
dan waktu pelaksanaan latihan.

5
Pertama, jenis olahraga yang baik yaitu olahraga yang disesuaikan dengan
kondisi partisipan. Penyesuaian kondisi fisik dengan jenis olahraga diperlukan untuk
menghindari cedera saat melakukan latihan atau pada kondisi yang tidak
menguntungkan (Afriwardi, 2009). Kedua, tata cara olahraga yang baik yaitu olahraga
yang dilakukan dengan urutan pemanasan, gerakan inti dan pendinginan. Gerakan
pemanasan dapat dilakukan selama kurang lebih 5–10 menit, sehingga memungkinkan
otot-otot akan siap untuk menerima beban kerja saat melakukan latihan inti. Pemanasan
dapat dilakukan dengan berjalan atau berlari pada kecepatan lambat maupun dengan
melakukan gerakan-gerakan inti atau dasar olahraga yang akan dilakukan. Gerakan inti
dilakukan selama 30–45 menit sesuai dengan kemampuan fisik, kemudian diakhiri
dengan pendinginan diperlukan untuk memberikan kesempatan pada otot dan sistem
kardiovaskuler untuk memobilisasi zat-zat hasil metabolisme (Afriwardi, 2009). Waktu
olahraga yang baik yaitu waktu ketika suhu lingkungan tidak terlalu ekstrem.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses apoptosis atau kematian sel yang terprogram sangat penting bagi
tubuh. Hal ini disebabkan, karena dalam proses apoptosis, akan diketahui kapan
mereka harus membelah dan juga kapan mereka harus berhenti melipat ganda. Jika
sel gagal mengikuti proses apoptosis, maka akan mengakibatkan terbentuknya sel
kanker. Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan
keterbatasan-keterbatasan struktural sel dengan kemampuan metabolik, luarannya
adalah hasil yang tersusun seimbang atau homeostasis.

Ada hubungan antara perilaku olahraga dengan penyakit hipertensi pada


lansia. Hubungan yang signifikan antara status olahraga dengan kejadian hipertensi
pada pasien usia 45 tahun keatas yang menunjukkan bahwa tidak melakukan

6
olahraga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi, namun
membutuhkan faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi.

7
Daftar Rujukan

Afriwardi. (2009). Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Andria, K. M. (2013). Hubungan antara Perilaku Olahraga, Stress, dan Pola Makan dengan
Tingkat Hipertensi Pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang Putih
Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes, 112-113.

Care, G. H. (2014, February 19). Griswold Home Care. Retrieved from Griswold Home Care
Web Site: https://www.griswoldhomecare.com/blog/2014/february/causes-of-high-
blood-pressure-in-elderly-adults/

Dalimartha, S. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus

E Israeli,Korzets Z, Tekes-Manova D, et al (2007). Blood-pressure categories in adolescence


predict development of hypertension in accordance with the European guidelines.
American journal of hypertension, 705-709.

Lu Y., Lu M., Dai H., Yang P., Smith-Gagen J., Miao R., Yuan H. (2015). Lifestyle and Risk of
Hypertension: Follow-Up of a Young Pre-Hypertensive Cohort. International Journal
of Medical Sciences, 611.

Putriastuti, L. (2016). The Association between Exercise Habit and Incidence of Hypertension
among Patients. Surabaya: FKM_UNAIR.

Sheps, S. G., 2005. Mayo Clinic Hipertensi. Jakarta: PT Intisari Mediatama


Vinay K., Abbas A. K., & Nelson F. (2005). Hypertensive Vascular Disease. Robn and Cotran
Pathologic Basic of Disease, 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

W, Indriyani Nur. (2009). Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi & Stroke. Jakarta: milestone.

Anda mungkin juga menyukai