Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia termasuk salah satu negara dengan infeksi cacing usus yang cukup tinggi. Hal
tersebut dikarenakan letak geografis Indonesia di daerah tropis yang memiliki iklim panas dan
lembab. Cacing parasit golongan Nematoda (cacing usus) di bagi menjadi 2 golongan yaitu Soil
Transmitted Helminths (STH ) dan golongan Non Soil Transmitted Helminths (STH ). Golongan
STH adalah sekelompok yang membutuhkan media tanah dalam penyebarannya. Cacing yang
tergolong STH antara lain cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichiura) dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Golongan Non
STH adalah sekelompok cacing yang tidak memerlukan media tanah dalam penyebarannya.
Cacing yang tergolong Non STH antara lain Strongiloidiasis (Strongyloides stercoralis) dan
Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) (Depkes, 2011).

Penyakit kecacingan sampai saat ini merupakan masalah kesehatan yang masih banyak
ditemukan. Berdasarkan data pada World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang
atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi tersebar luas
didaerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina
dan Asia Timur (WHO, 2013).

Taeniasis adalah sekelompok infeksi cestode yang termasuk zoonosis menular. Taeniasis
merupakan penyakit parasit akibat infeksi cacing pita yang termasuk dalam genus Taenia, parasit
penting dalam taeniasis adalah Taenia saginata (cacing pita daging sapi) dan Taenia solium (cacing
pita pada babi). Taeniasis umumnya asimtomatik, tetapi infeksi berat menyebabkan penurunan
berat badan, pusing, sakit perut, diare, sakit kepala, mual, sembelit, gangguan pencernaan kronis,
dan hilangnya nafsu makan. Sejenis taeniasis yang disebut sistiserkosis disebabkan oleh infeksi
yang tidak disengaja dengan telur Taenia solium mengkontaminasi makanan dan air.

P a g e 1 | 13
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Nematoda
Nemathelminthes berasal dari kata yunani, nematos yang berarti benang dan helminthes
yang artinya cacing atau cacing benang. Cacing ini juga sering disebut cacing gilik. Cacing yang
termasuk dalam filum ini sangat banyak, sehingga dalam tanah, halaman terdapat jutaan
jumlahnya, namun demikian peluang untuk melihatnya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
ukurannya sangat kecil seperti benang.

2. Klasifikasi
Berdasarkan taksonomi, parasit cacing dibagi menjadi:
1. Nemathelminthes (cacing gilig, nema = benang); dan
2. Platyhelminthes (cacing pipih).
Stadium dewasa cacing yang termasuk Nemathelminthes (kelas Nematoda) berbentuk bulat
memanjang (gilig, silindris) dan pada potongan tranversal tampak rongga badan yang
berisi organ, cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi kedokteran
Nematoda dibagi menjadi Nematoda usus yang hidup di rongga usus dan Nematoda jaringan
yang hidup di jaringan berbagai organ tubuh.

Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes mempunyai badan pipih tidak berongga dan
bersifat hemaprodit. Platyhelminthes dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas
Cestoda (cacing pita). Cacing Trematoda berbentuk daun tidak bersegmen, sedangkan cacing
Cestoda berbentuk pita dan bersegmen.

3. Penyakit Yang Disebabkan oleh Parasit


Besar dan panjang cacing Nematoda beragam mulai dari beberapa milimeter sampai
yang lebih dari satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan,

P a g e 2 | 13
serta alat-alat lain yang agak lengkap. Biasanya sistem pencernaan, ekskresi, dan reproduksi
terpisah (uniseksual). Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang
berkembang biak secara partenogenesis.
a. Taeniasis
Taeniasis adalah infeksi usus yang dikeluarkan oleh 3 spesies cacing pita
dewasa: Taenia saginata (cacing pita sapi), Taenia solium (cacing pita babi) dan Taenia
asiatica. Manusia adalah satu-satunya inang definitif bagi T. saginata dan T. solium.
 Morfologi.
Spesies Taenia mulai dari sekitar 15 cm hingga panjang beberapa
meter (T. saginata). Skoleks mereka tidak memiliki rostellum. Cincin kait
scolex antara empat pengisap terdiri dari kait yang disusun berganti dari dua
ukuran dan bentuk yang berbeda. Jumlah, ukuran, dan bentuknya
merupakan karakteristik yang penting untuk persamaan. Genital organ pria
terdiri dari testis (70-1200, tergantung pada spesies) yang terkait di kapal
ekskretoris longitudinal, vas deferens yang menghubungkan dari bagian
tengah ke lateral proglottid, diakhiri dengan mengaitkan cirrus dengan
cirrus di bagian tengah. margin lateral proglottid. Organ wanita terdiri dari
ovarium bipartit, di belakangnya adalah vitellarium kompak, dan paralel
vagina dan posterior vas deferens, membentang ke tepi lateral. Pada
proglottid gravid, cabang anteriornya menembus melewati batas proglottid
anterior, meninggalkan lubang kompilasi segmen dewasa dilepaskan.
Jumlah telur di setiap segmen adalah 10.000-100.000 tergantung pada
spesies. Bentuknya bulat sampai oval, bulat, dan bulat 25–35 μm. Mereka
dilindungi oleh “embriofor” yang terdiri dari blok-blok segmen coklat dari
bahan seperti keratin. Melalui interaksi dalam lambung dan duodenum,
embriofor terbuka dan melepaskan onkosfer.
 Infeksi dan penularan
Infeksi dengan cacing pita T. solium terjadi ketika manusia makan
daging babi yang terinfeksi atauyang masih mentah. Telur cacing pita lolos
dari kotoran dan infektif untuk babi. Infeksi pada manusia dengan cacing
pita T. solium menyebabkan beberapa gejala klinis. Namun, selain infektif

P a g e 3 | 13
untuk babi, telur T. solium juga dapat menginfeksi manusia jika dicerna,
menyebabkan infeksi dengan parasit larva dalam jaringan (human
cysticercosis). Infeksi ini dapat berakibat sangat buruk pada kesehatan
manusia. Larva (cysticerci) dapat berkembang di otot, kulit, mata, dan
sistem saraf pusat. Ketika kista berkembang di otak, kondisi ini disebut
sebagai neurocysticercosis. Gejalanya meliputi sakit kepala parah,
kebutaan, kejang-kejang, dan kejang epilepsi, dan bisa berakibat fatal.
Neurocysticercosis adalah penyebab epilepsi yang paling sering dicegah di
seluruh dunia, dan diperkirakan menyebabkan 30% dari semua kasus
epilepsi di negara-negara di mana parasit endemik.
 Pengobatan
o Prazikuantel yang merupakan obat pilihan untuk mengobati
taeniasis diberikan dengan dosis 5-10 mn/kg berat badan, yang
diberikan dalam bentuk dosis tunggal.
o Niclosamide merupakan pengganti obat pilihan yang diberikan
sebagai dosis tunggal sebesar 2 gram untuk orang dewasa dan 50
mg/kg berat badan untuk anak.
o Mebendazol. Diberikan per oral dengan dosis 2x200mg/hari selama
4 hari berturut-turut.
o Albendazol. Obat ini diberikan kepada orang dewasa dengan takaran
400 mg satu kali per hari, 3 hari berturut-turut. Untuk anak berumur
1 sampai 2 tahun, diberikan dosis 200mg, sebagai dosis tunggal.
Albendazol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena itu jika
diberikan pada wanita hamil usia 15-40 tahun, sebaiknya diberikan
pada masa 7 hari sesudah awal menstruasi.
o Atabrin. obat ini diberikan melalui mulut (per oral ) atau secara
transduodenal.
 Pencegahan dan control
Untuk mencegah, mengendalikan, dan mungkin menghilangkan T.
solium, diperlukan intervensi kesehatan masyarakat yang tepat dengan
pendekatan yang mencakup sektor veteriner, kesehatan manusia, dan

P a g e 4 | 13
lingkungan. Delapan intervensi untuk pengendalian T. solium dapat
digunakan dalam kombinasi berbeda yang dirancang berdasarkan konteks
di negara-negara: pengobatan kasus taeniasis; intervensi pada babi
(vaksinasi plus pengobatan antelmintik) bersama dengan pemberian obat
massal strategis untuk taeniasis; pendidikan kesehatan, termasuk kebersihan
dan keamanan pangan; peningkatan sanitasi; peningkatan peternakan babi
dan peningkatan inspeksi daging dan pemrosesan produk daging.
 Taenia solium
Taenia solium atau cacing pita babi dewasa panjang 2-4 m dapat
mencapai 8 m, dan menempel pada scolexnya sedangkan cysticercusnya
terdapat di jaringan otot atau jaringan subcutan. Jumlah segmen proglotid
pada umumnya tidak lebih dari 1000. Segmen gravida dilepaskan dalam
bentuk rantai segmen terdiri dari 5-6 segmen. Proglotid gravida dapat
mengeluarkan sekitar 30.000-50.000 telur. Telur yang keluar dari proglotid
gravida, baik setelah proglotid lepas dari strobila ataupun belum, keluar dari
tubuh manusia bersama feces.
 Morfologi
Taenia solium,berukuran panjang 2-4 meter dan kadang-kadang
sampai 8 meter. Cacing ini seperti cacing taenia saginata,terdiri dari
skoleks, leher dan strobila, yang terdiri atas 800-1000 ruas proglotid.
Skoleksi yang berukuran kira-kira 1 milimeter, mempunyai 4 buah batil isap
dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-masing
sebanyak 25-30 buah. Strobila terdiri atas rangkaian proglotid yang belum
dewasa (imatur), dewasa(imatur) dan mengandung telur (gravid).
Gambaran alat kelamin pada proglotid dewasa sama dengan Taenia
saginata, kecuali jumlah folikel testisnya lebih sedikit,yaitu 150-200 buah.
Bentuk proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan
lebarnya. Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah
pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi
kanan dan kiri strobila secara tidak beraturan.

P a g e 5 | 13
Proglotid gravid berisi 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar
melalui celah robekan pada proglotid. Telur tersebut bila termakan oleh
hospes perantara yang sesuai, maka dindingnya dicerna dan embrio
heksakan keluar dari telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran
getah bening atau darah. Embrio heksakan kemudian ikut aliran darah dan
menyangkut di jaringan otot babi. Embrio heksakan cacing gelembung
(sistiserkus) babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sapi, dengan
adanya kait-kait di kloleks yang tunggal. Cacing gelembung yang disebut
sistiserkus selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan
pundak babi. Hospes perantara lain kecuali babi, adalah monyet, unta,
anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Larva tersebut
berukuran 0,6-1,8 cm. Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus
dimakan setengah matang atau mentah oleh manusia, dinding kista dicerna,
skoleks mengalami evaginasi untuk kemudian melekat pada dinding usus
halus seperti yeyunum. Dalam waktu 3 bulan cacing tersebut menjadi
dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur.
 Siklus Hidup
Telur yang jatuh di tanah bila termakan oleh manusia atau babi,
sampai di intestinum akan menetas kemudian menembus dinding
intestinum masuk ke dalam aliran lympha atau aliran darah dan beredar ke
seluruh tubuh. Sebagian besar akan masuk ke dalam otot, lidah, leher,
batang otak, mata, dan sistem saraf atau ke dalam jaringan subcutan. Dalam
waktu 60-70 hari akan berkembang menjadi cysticercus yang menetap di
dalam otot atau jaringan subcutan. Bila manusia makan daging babi yang
mengandung cysticerci, tidak dimasak dengan benar, maka cysticercci ini
di dalam intestinum akan menetas menjadi larva dan dalam waktu 5-12
minggu tumbuh menjadi cacing dewasa yang menetap di dalam intestinum.

P a g e 6 | 13
 Gejala
Infeksi oleh cacing ini disebut taeniasis solium atau penyakit
cacing pita babi. Cacing dewasa menimbulkan sikit iritasi mukosa pada
tempat melekatnya ataupun menimbulkan obstruksi usus. biasanya tanpa
gejala klinis, tapi kadang-kadang menimbulkan gangguan pada perut
berupa perasaan tidak enak perut yang diikuti diare dan sembelit. Dapat
pula menimbulkan anoreksi sehingga penderita akan merasa lemah. terjadi
eosinofili ingin (lebih 13%). kadang-kadang terjadi migrasi proglotid pada
anus (paling sering oleh T. saginata), hal ini berguna untuk diagnosis
 Gambaran klinik
Orang yang terinfeksi mungkin mengeluh sakit epigastrium, nafsu
makan bertambah, lemas, dan berat badan berkurang. Bila cysticercci
berada di jaringan otak, sumsum tulang belakang, mata atau otot jantung
akibatnya menjadi serius bahkan bisa mematikan.

P a g e 7 | 13
 Diagnosis
Pemeriksaan tinja dapat dilakukan untuk mengetahui adanya telur
Taenia, tapi tidak dapat dibedakan jenis karena morfologis bentuk telur
Taenia saginta dan Taenia solium sama. proglotid yang gravid dapat
dibedakan: Taenia solium mempunyai percabangan uterus kurang dari 13
pada tiap sisi proglotid sedangkan.
 Pencegahan
Pencegahan Taenia solium dengan pengobatan pada orang yang
terinfeksi, memasak, dan mengolah daging babi tepat dan pembuangan
kotoran manusia yang tepat (baik kebersihan/sanitasi).
 Pengobatan
Dengan pemberian Niclosamide sebanyak 2 gram peroral.

 Taenia saginata
T. saginata umumnya dikenal sebagai cacing pita sapi, adalah
cacing pita zoonotik yang termasuk ordo Cyclophyllidea dan genus
Taenia. Parasit usus pada manusia ini menyebabkan taeniasis (sejenis
kecacingan) dan sistiserkosis pada sapi.
 Morfologi
Taenia saginata atau cacing pita sapi, berwarna putih tembus
cahaya, cacing dewasa panjangnya 4-12 meter, dapat mencapai 24 m, dan
hidup di dalam intestinum.
 Siklus Hidup
Telur cacing yang keluar bersama feces klien bila jatuh di tanah
dan termakan oleh sapi atau kerbau, di dalam intestinum sapi akan
menetas menjadi larva. Larva ini akan menembus dinding usus, masuk ke
dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sapi. Bila sampai ke
jaringan otot, akan menetap dan berkembang menjadi calon kepala yang
terlindung dalam kista (ysticercus). Manusia yang bersifat sebagai host
definitif akan tertular Taenia saginata bila memakan kista (cystisercus)
P a g e 8 | 13
daging sapi mentah atau daging sapi yang belum masak betul. Di dalam
usus dinding cysticercus. akan pecah dan calon kepala berkembang
menjadi cacing dewasa dengan cara tumbuh secara bertahap. Dalam waktu
12 minggu sudah dapat menghasilkan telur lagi.

 Gejala
Sebagian kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala
klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang
dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak enak pada
lambung, mual, badan lemah, berat badan menurun, diare, sakit kepala,
konstipasi (sukar buang air besar) dan nafsu makan menurun.
Secara psikologis penderita dapat merasa cemas dan gelisah itu disebabkan
karena adanya gerakan proglotid dari anus. Proglotid dapat juga keluar
bersama tinja.
 Gambaran klinik
Orang yang terinfeksi mungkin mengeluh sakit epigastrium, nafsu
makan bertambah, lemas, dan berat badan berkurang. Kadang-kadang

P a g e 9 | 13
disertai vertigo, nausea, muntah, sakit kepala, diare dan dapat menyebabkan
obstruksi ileus.
 Diagnosa
o Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis)
Hal – hal yang perlu ditanyakan antara lain apakah penderita
pernah mengeluarkan proglotid dari cacing pita pada waktu buang
air besar . Apabila memungkinkan bisa juga dengan menunjukkan
contoh potongan cacing yang diawetkan dalam botol transparan.
o Pemeriksaan tinja
Ditemukan cacing pada tinja. Tinja yang diperiksa adalah
tinja sewaktu berasal dari defekasi spontan. Sebaiknya diperiksa
dalam keadaan segar, bila tidak memungkinkan tinja tersebut diberi
formalin 5-10% atau spiritus sebagai pengawet. Pada taenia saginata
proglotid yang gravid mempunyai percabangan uterus pada tiap sisi
proglotid lebih dari 13. skoleks dapat ditemukan setelah pengobatan.
 Pengobatan
Dengan pemberian niklosamida, empat tablet dikunyah dalam dosis
tunggal, mebendazole 100mg dua kali sehari selama tiga hari. Pengobatan
biasanya sangat efektif, tetapi apabila proglotid mulai tampak lagi dalam
tinja atau bergerak dari anus, maka diperlukan pengobatan ulangan. Tinja
diperiksa kembali setelah 3 dan 6 bulan untuk memastikan bahwa infeksi
telah terobati.
 Pencegahan
1. Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati sumber penderita
2. Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh
sapi dan tidak mencemari tanah atau rumput
3. Pemeliharaan sapi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi
dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran
4. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan atau mantra hewan di RPH
(Rumah Pemotongan Hewan), sehingga yang mengandung kista tidak

P a g e 10 | 13
sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sector dengan dinas
peternakan)
5. Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan

P a g e 11 | 13
BAB III

PENUTUP

Parasit jenis cacing yang menjadikan manusia sebagai host sebagian besar hidup di dalam
usus halus dan kolon manusia, walaupun ada yang hidup di dalam organ lain. Cacing merupakan
metazoa trofoblas (organisme banyak sel), menyebabkan berbagai penyakit pada manusia, yang
berakibat anemia dan kekurangan gizi. Namun sedikit infeksi cacingan menyebabkan penyakit
yang mengancam jiwa. Pada anak cacingan menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak dan
penurunan prestasi akademik. Penularan cacing sebagian besar melaui feses klien yang
mengandung telur cacing yang tidak sengaja tertelan oleh host (inang). Cacing dapat memasuki
tubuh melalui rute yang berbeda-beda, meliputi: mulut, kulit, dan saluran pernapasan dengan cara
menghirup udara yang mengandung telur cacing.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan lingkungan seperti mencuci tangan sebelum makan,
mencuci bahan makanan sebelum dimasak, selalu menggunakan alas kaki, dan tidak buang air
besar di sembarang tempat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk sangat berperan penting untuk
mencegah masuknya cacing ke dalam tubuh manusia. Cacing diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu: 1) Trematoda (cacing daun), 2) Nematoda (cacing gilik), 3) Cestoda
(cacing pita). Trematoda dan Cestoda merupakan kelompok cacing pipih.
Pencegahan :
1. Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati sumber penderita
2. Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan
3. Menghilangkan kebiasaan makan makanan yang mengandung daging setengah matang atau
mentah
4. Memasak daging sampai matang (di atas 57 C dalam waktu cukup lama) atau membekukan di
0 bawah 10 selama 5 hari

P a g e 12 | 13
DAFTAR PUSTAKA

Padoli, 2016, Mikrobiologi dan Parasitologi Keperawatan, Cetakan Pertama, BPPSDMK

Endang Setiyani, 2011, Taenia Saginata, Vol.7 No.2, 57-58, Balaba

Cristine Vollisda Simatupang, 2019, GAMBARAN KEADAAN Taenia solium PADA


MASYARAKAT PARDOMUAN NAULI DESA SELAYANG KECAMATAN SELESAI
KABUPATEN LANGKAT, Poltekes Kemenkes RI Medan, Jurusan Analis Kesehatan

P a g e 13 | 13

Anda mungkin juga menyukai