Anda di halaman 1dari 37

Kepada Yth:

dr. M. Rijal Alaydrus, Sp.JP(K), FIHA


Dibacakan tanggal 2021
Oleh: dr. Riandy Anugrah Taba Pattuju
Laporan Kasus

ATRIOVENTRIKULAR BLOK DERAJAT III

Oleh :

dr. RIANDY ANUGRAH TABA PATTUJU

Dokter Internsip RS dr. M.M. Dunda Limboto

Periode Mei – September 2021

Supervisor Pembimbing :

dr. M. Rijal Alaydrus, Sp.JP (K), FIHA

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

RUMAH SAKIT DR. MANSYOER MOHAMMAD DUNDA LIMBOTO

GORONTALO
2021

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:


ATRIOVENTRIKULAR BLOK DERAJAT III
telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal 2021

Mengetahui Supervisor Pembimbing,

dr. M. Rijal Alaydrus, Sp.JP (K), FIHA

Mengetahui Dokter Pembimbing,

dr. Femi Hasan


BAB I

PENDAHULUAN

Kontraksi sel otot jantung dipicu oleh aksi potensial yg menyebar di seluruh
membran sel otot jantung, terdapat 2 jenis sel otot jantung yaitu 1) sel kontraktil yg
membentuk 99% dari sel otot jantung yg mekanisme kerjanya itu memompa darah
dimana dalam keadaan normal sel ini tidak membentuk sendiri potensial aksinya. 2)
sel otoritmik yg secara khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi sehingga
menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil. Sel jantung otoritmik yg
merupakan sistem konduksi jantung ini membentuk area tersendiri yg terdiri dari
nodus sinoatrial (nodus SA), nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas his (berkas
atrioventrikuler) dan serat purkinje.
Sistem konduksi diatas dimulai dari nodus SA sebagai pemicu (pacemaker)
SA, dimana ada impuls dari saraf simpatis yg akan menambah kecepatannya
sedangkan impuls dari saraf parasimpatis yg akan memperlambatnya. Setelah impuls
listrik yg diinisiasi oleh nodus SA, impulsnya akan menyebar melalui kedua atrium
sehingga menyebabkan kedua atrium berkontraksi secara berkesinambungan. Pada
saat yg bersamaan impuls tersebut akan mendepolarisasi nodus AV yg berada di
bagian bawah atrium kanan (titik pertemuan antara katup trikuspid dan atrial septal).
Dari nodus AV ini akan mendistribusikan energi listrik melalui berkas his melalui
otot jantung sampai septum intervenrikuler, dimana berkas his ini bercabang menjadi
cabang kanan (right bundle ) dan cabang kiri ( left bundle ). Kontraksi sesungguhnya
distimulasi oleh berkas purkinje (serat otot kontraksi) yang muncul dari cabang
bundle yang dilanjutkan ke sel miokardium ventrikel.
Jika jalur nodus SA ke nodus AV terhambat karena adanya gangguan pada
sistem konduksi jantung akan menyebabkan AV blok yang akan terlihat di gambaran
EKG. Berdasarkan pemeriksaan EKG, AV blok dibagi menjadi 3, yaitu:
1. AV Blok derajat 1
2. AV Blok derajat 2 Mobitz 1 dan Mobitz 2
3. AV Blok derajat 3 ( Total AV Block )

Pada AV block derajat 1 akan terlihat gambaran interval PR yang memanjang


yaitu lebih >0,20 detik. Dan total AV block biasanya merupakan perkembangan dari
AV block derajat 1 atau 2, namun bisa juga terjadi tanpa block parsial sebelumnya.
AV block derajat tiga bisa disebabkan oleh beberapa penyebab, penyebab tersering
dari kejadian AV block adalah proses degeneratif, peradangan, intoksikasi digitalis,
infark miokard akut.

BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : N. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Kebangsaan ‘: Indonesia
Suku : Gorontalo
Agama : Islam
Alamat : Telaga
Tanggal masuk : 18 Juni 2021

B. Anamnesis

1. Keluhan utama
-Panas

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RS dr. M.M. Dunda dengan panas sejak kurang lebih 7
hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dirasakan hilang timbul. Panas turun setelah
minum obat parasetamol, kemudian naik lagi. Menggigil saat demam disangkal,
kejang saat demam disangkal. Panas disertai batuk berdahak, namun tidak ada strep
darah. Keringat malam disangkal, penurunan berat badan sebulan terakhir disangkal.
Sesak disangkal. Pasien juga mengeluh nyeri kepala sejak kurang lebih 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mual, namun tidak ada muntah.
Nyeri dada disangkal pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki Riwayat hipertensi dengan obat antihipertensi amlodipin 10 mg tidak
rutin minum. Selain hipertensi, pasien memiliki Riwayat diabetes meluitus, dengan
obat hiperglikemik oral metformin 3x500 mg rutin. Riwayat kolesterol, asam urat,
nyeri dada sebelumnya disangkal. Penyakit autoimun disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 36 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36 ºC
SpO2 : 98% room air
Sianosis : Tidak ada
Anemia : Tidak tampak pucat
Ikterus : Tidak ada

Kepala
Konjungtiva : anemis +/+ minimal
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Bulat, isokor Ø 2 mm – 2 mm
Refleks cahaya :+/+
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Sekret -/-
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Beslag (-)
Gigi : Karies (-)
Selaput mulut : Mukosa oral basah
Gusi : Perdarahan (-)
Tenggorok
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Trakea : Teraba tengah
Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Thoraks
Bentuk : Simetris
Ruang intercostal : Normal

Paru – Paru
Inspeksi :Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor Kanan = kiri
Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung
Detak jantung : 110 kali/menit
Iktus Cordis : Tidak tampak
Batas kiri : Linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas atas :ICS II-III linea parasternalis sinistra

Bunyi jantung apex : M1 > M2


Bunyi jantung aorta : A1 > A2
Bunyi jantung pulmo : P1 < P2
Bising : (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Anggota Gerak : Akral hangat, CRT < 2’’


Tulang Belulang : Deformitas (-)
Otot – Otot : Eutonia, atrofi (-)
Refleks :Refleks Fisiologis +/+,
Refleks Patologis : -/- . spastis (-) Klonus (-)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 18 Juni 2021)

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil


HEMATOLOGI
Leukosit 5000 - 10000 /uL 6600 /uL
Eritrosit 3,50 - 5,50 x 106/uL 3,60 x 106/uL
Hemoglobin 12 - 16 g/dL 10,6 g/dL
Hematokrit 44 - 65 % 32,2 %
Trombosit 150 - 450 x 103/uL 244 x 103/uL
Eosinofil 1 – 3% 3%
Basofil 0–1% 1%
Netrofil Segmen 50 – 70 % 69 %
Limfosit 20 – 40 % 19 %
Monosit 2–8% 9%
KIMIA KLINIK
GDS <150 mg/dL 212 mg/dL
Ureum Darah 10 – 50 mg/dL 26 mg/dL
Creatinin Darah 0,6 – 1,6 mg/dL 0,8 mg/dL
Asam urat 2,40 – 5,70 mg/dL 9,5 mg/dL

Pemeriksaan Elektrokardiogram (Tanggal 18 Juni 2021)

Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 2 September 2018)

Kesan : Tampak
bercak infiltrat di
kedua lapangan paru
D. Resume

Pasien datang ke IGD RS dr. M.M. Dunda dengan panas sejak kurang lebih 7
hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dirasakan hilang timbul. Panas turun setelah
minum obat parasetamol, kemudian naik lagi. Panas disertai batuk berdahak, namun
tidak ada strep darah. Pasien juga mengeluh nyeri kepala sejak kurang lebih 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh mual, namun tidak ada muntah.
Nyeri dada disangkal pasien.

Keadaan umum : Tampak sakit


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 36 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : 98% room air

Kepala : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)


Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor Kanan = kiri
Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Letak ictus cordis tidak bergeser, kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung kiri linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra
Batas atas ICS II-III linea parastersalis sinistra
Auskultasi : Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas
Auskultasi : Bising usus (+) meningkatl
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2detik

E. Diagnosis Kerja
Suspek Pneumonia + DM Tipe 2 terkontrol + Hipertensi tidak terkontrol +
Bradikardia

F. Penatalaksanaan
18/06/2021 Jam 12:00 WITA
O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv (skintest) Hari-1
Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv
Inj. Antrain 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Ondancentron 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Solvinex 3x1 amp/iv
Po. Amlodipin 10 mg 0-0-1
Po. Paracetamol 3x500 mg

18/06/2021 Jam 13:50


Pasien mengalami kejang 1x. Dilakukan pemeriksaan tanda vital dengan hasil :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 40 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36 C
Saturasi : 98% room air
Lapor DPJP dr. Nur Martam, SpPD dengan advis :
Inj. Diazepam 1 ampul bila kejang
Captopril 12,5 mg SL extra. Bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dilanjutkan
pemberian Nicardipin via syringe pump, dengan target tekanan darah 140/90
mmHg.
Rawat ruang High Care Unit
Konsul Neurologi dengan kejang + krisis hipertensi

G. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Functionam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia

H. FOLLOW UP

 HCU 19 Juni 2021 Jam 08.00 WITA

S : panas (+) , mual (+), batuk (-), muntah (-)

O:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 36 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : 98% room air

Kepala : conjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-)


Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lemas, Bising usus (+) normal, hepar lien tidak teraba
besar
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”

A : Suspek pneumonia + Hipertensi emergensi + kejang ec ensefalopati hipertensi +


DM Tipe 2 + Sindrom dyspepsia + hyperuricemia
P : O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv (skintest) Hari-2
Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv
Inj. Antrain 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Ondancentron 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Solvinex 3x1 amp/iv
Drips neurosanbe 1 ampul dalam NaCl 0,9% 100 cc 20 gtt/m
Drips nicardipine dengan target TD 140/90 mmHg via syringe pump
Inj. Novorapid 3x10 IU/sc
Inj. Levemir 0-0-10 IU/sc bila GDP > 200 mg/dL
Po. Amlodipin 10 mg 0-0-1
Po. Paracetamol 3x500 mg
Po. Candesartan 8 mg 1-0-0
Po. Allopurinol 100 mg 0-0-1
Terapi Neurologi
O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
Observasi kejang, bila kejang >2x, lanjut drips Fenitoin 1 ampul dalam 10cc
NaCl 0,9% /8 jam via syringe pump
Cek GDP, GD2JPP, HbA1C, Urinalisis lengkap
Hasil X Foto thorax lapor DPJP

 HCU 20 Juni 2021 Jam 08.00 WITA

S : pusing (+) , nyeri kepala (-), mual (-), kejang (-)

O:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 200/90 mmHg
Nadi : 32 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : 98% dengan O2 nasal 2 lpm
Kepala : conjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lemas, Bising usus (+) normal, hepar lien tidak teraba
besar
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5

A : Suspek pneumonia + Hipertensi emergensi + kejang ec ensefalopati hipertensi +


DM Tipe 2 + Sindrom dyspepsia + hyperuricemia
P : O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv (skintest) Hari-3
Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv
Inj. Antrain 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Ondancentron 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Solvinex 3x1 amp/iv
Drips neurosanbe 1 ampul dalam NaCl 0,9% 100 cc 20 gtt/m
Drips nicardipine dengan target TD 140/90 mmHg via syringe pump
Inj. Novorapid 3x10 IU/sc
Inj. Levemir 0-0-10 IU/sc bila GDP > 200 mg/dL
Po. Amlodipin 10 mg 0-0-1
Po. Paracetamol 3x500 mg
Po. Candesartan 8 mg 1-0-0
Po. Allopurinol 100 mg 0-0-1
Terapi Neurologi
O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
Observasi kejang, bila kejang >2x, lanjut drips Fenitoin 1 ampul dalam 10cc
NaCl 0,9% /8 jam via syringe pump
Cek GDP, GD2JPP, HbA1C, Urinalisis lengkap
Hasil X Foto thorax lapor DPJP

 HCU 21 Juni 2021 Jam 08.00 WITA

S : pusing (+) , nyeri kepala (-), mual (-), kejang (-), susah tdur (+)

O:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 200/90 mmHg
Nadi : 32 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : 98% dengan O2 nasal 2 lpm
Kepala : conjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lemas, Bising usus (+) normal, hepar lien tidak teraba
besar
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5

A : Suspek pneumonia + Hipertensi emergensi + kejang ec ensefalopati hipertensi +


DM Tipe 2 + Sindrom dyspepsia + hyperuricemia
P : O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv (skintest) Hari-4
Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv
Inj. Antrain 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Ondancentron 3x1 amp/iv (k/p)
Inj. Solvinex 3x1 amp/iv
Drips neurosanbe 1 ampul dalam NaCl 0,9% 100 cc 20 gtt/m
Drips nicardipine titrasi 0,7 dengan target TD 140/90 mmHg via syringe
pump
Inj. Novorapid 3x10 IU/sc
Po. Amlodipin 10 mg 0-0-1
Po. Captopril 3x25 mg
Po. Paracetamol 3x500 mg
Po. Candesartan 8 mg 1-0-0
Po. Allopurinol 100 mg 0-0-1
Po. Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Terapi Neurologi
O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
Observasi kejang, bila kejang >2x, lanjut drips Fenitoin 1 ampul dalam 10cc
NaCl 0,9% /8 jam via syringe pump
Hasil X Foto Thorax Pasien : Cardiomegaly dgn tanda-tanda edema paru
DD/Bronkopneumonia bilateral disertai atherosclerosis aortae +
Lymphadenopathy hilar dextra
Konsul Kardiologi dengan bradikardia

 HCU 22 Juni 2021 Jam 08.00 WITA

S : pusing (-) , nyeri kepala (-), mual (-), kejang (-), susah tdur (+)

O:

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 30 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36ºC
SpO2 : 98% dengan O2 nasal 2 lpm

Kepala : conjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-)


Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : bising (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Datar, lemas, Bising usus (+) normal, hepar lien tidak teraba
besar
Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5
Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT <2” , DKO 5/5
A : Suspek pneumonia + Hipertensi emergensi + kejang ec ensefalopati hipertensi +
DM Tipe 2 + Sindrom dyspepsia + hyperuricemia
P : O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/m
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv (skintest) Hari-4
Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv
Inj. Solvinex 3x1 amp/iv
Drips nicardipine titrasi 0,7 dengan target TD 140/90 mmHg via syringe
pump
Inj. Novorapid 3x10 IU/sc
Po. Amlodipin 10 mg 0-0-1
Po. Captopril 3x50 mg
Po. Paracetamol 3x500 mg
Po. Allopurinol 100 mg 0-0-1
Po. Alprazolam 0,5 mg 0-0-1 k/p
Terapi Neurologi
O2 Nasal 2 – 4 lpm (k/p)
Observasi kejang, bila kejang >2x, lanjut drips Fenitoin 1 ampul dalam 10cc
NaCl 0,9% /8 jam via syringe pump
Cek Darah rutin, GDS, profil lipid, SGOT, SGPT, elektrolit, albumin

Konsul Kardiologi, DPJP dr. M. Rizal Alaydrus, SpJP(K), FIHA. Dilakukan


pemeriksaan, dengan hasil pemeriksaan fisik dan hasil EKG didapatkan :

 Diagnosa kerja pasien dengan Syncope ec Total AV Blok + Bradikardia


simptomatis + hipertensi
 Advis dilakukan pemasangan Temporary Pace Maker di Rumah Sakit Aloei
Saboe Kota Gorontalo.
 Rencana pemasangan Permanent Pace Maker di Rumah Sakit Umum Pusat dr.
R.D. Kandou Manado
 Terapi Angiotensin reseptor blocker tidak dikombinasikan dengan Angiotensin
converting enzyme inhibitor
 Captopril lanjut 3x50 mg, pemberian candesartan dihentikan.
 Clopidogrel 1x75 mg dan aspilet 1x80 mg bila tekanan darah sistolik < 160mm
Hg.

Pasien dan keluarga meminta pulang paksa dan sudah menandatangani


formular persetujuan Pulang Atas Permintaan Sendiri.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Komponen sistem konduksi

Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah diinisiasi

oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA node (nodus

sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan normal, SA node

berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi miokardium. Selanjutnya

potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan menyebabkan kontraksi

atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium, impuls juga menyebar ke AV

node (nodus atrioventrikular) melalui traktus internodal, kemudian ke berkas his dan

selanjutnya ke sistem purkinje. Penyebaran impuls pada sistem purkinje

menyebabkan kontraksi ventrikel.1,2


Gambar 1. Komponen sistem konduksi jantung7

Sistem konduksi terdiri dari sel-sel otot jantung, yang terdiri atas:

Nodus Sinoatrial (SA)

Nodus SA merupakan pacemaker jantung yang terletak di bagian sudut kanan

atas atrium kanan. Nodus SA bertugas mengatur ritme jantung sebanyak 60-100x per

menit dengan cara mempertahankan kecepatan depolarisasi dan mengawali siklus

jantung yang ditandai dengan sistol atrium. Impuls listrik dari nodus SA ini akan

menyebar ke atrium kanan, lalu diteruskan ke atrium kiri melalu berkas Bachmann

dan selanjutnta dibawa ke nodus atrioventrikular (AV) oleh traktus internodal.6

Nodus Atrioventrikular (AV)

Nodus AV terletak di dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus

koronarius dan di belakang katup trikuspid. Nodus AV berfungsi memperlambat

kecepatan konduksi sehingga memberi kesempatan atrium mengisi ventrikel sebelum

sistol ventrikel. Sehingga ventrikel akan terlindungi dari stimulasi berlebihan dari
atrium. Impuls yang dihasilkan nodus AV adalah sebesar 40-60x per menit. Impuls

ini selanjutnya akan diteruskan ke berkas His. 6

Sistem His-Purkinje

Berkas His terbagi menjadi berkas kanan yang menyebarkan impuls listrik ke

ventrikel kanan dan berkas kiri yang menyebarkan impuls listrik ke septum

interventrikel dan ventrikel kiri dengan kecepatan konduksi 2 meter per detik. Impuls

listrik dari berkas tersebut bercabang menjadi serabut purkinje yang tersebar dari

septum interventrikel sampai ke muskulus papilaris dan menghasilkan impuls 20-40

kali per menit dan menyebar mulai dari endokardium sampai terakhir ke epikardium.

Otot jantung akan bergerak memompa darah keluar dari ruang ventrikel ke pembuluh

darah arteri.6

3.2 Definisi AV Blok

AV Blok merupakan suatu gangguan transmisi impuls dari atrium ke ventrikel

yang disebabkan gangguan anatomis atau fungsional pada sistem konduksi.

Gangguan konduksi ini dapat bersifat sementara atau permanen. Gangguan AV Blok

dibagi menjadi 3 derajat tingkatan, yaitu derajat 1, derajat 2 Mobitz 1 dan 2, serta

derajat 3 atau total block. Waktu yang diperlukan untuk penyebaran depolarisasi dari

nodus SA ke otot ventrikel ditunjukkan oleh interval PR dengan waktu normal tidak

lebih dari 0,2 detik. Normalnya, memang terjadi perlambatan di nodus AV dengan

tujuan untuk mempersiapkan waktu yang cukup bagi atrium untuk berkontraksi agar

preload ventrikel akan optimal untuk fase sistol selanjutnya. Selain itu, perlambatan

ini juga bertujuan untuk melindungi ventrikel dari stimulasi yang berlebihan akibat
takiaritmia tertentu di supraventrikel. Namun, pada beberapa kondisi, perlambatan ini

berlangsung lebih lama dari normalnya, bahkan bisa terjadi blok.7

3.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, angka kejadian total AV Block mencapai angka 0,02%,

sedangkan untuk di dunia mencapai 0,04%. Angka kejadian ini meningkat sesuai

semakin bertambahnya usia. Total AV block bisa pertama kali ditemukan pada bayi,

yang merupakan penyakit total AV block kongenital. Penyakit ini kadang tidak

dikenali saat anak beranjak remaja bahkan telah dewasa.8

3.4 Etiologi

AV Block bisa disebabkan oleh beberapa keadaan seperti di bawah ini, yaitu:

a. Obat-obatan5

 Anti aritmia kelas IA, seperti quinidine, procainamide,

disopyramide)

 Anti aritmia kelas I B, seperti, flecainide, encainide, propafenone)

 Anti aritmia kelas II, seperti beta blocker

 Anti aritmia kelas III, seperti amiodarone, sotalol, dofetilide,

ibutilide

 Anti aritmia kelas IV, seperti calcium channel blockers

 Digoxin atau glikosida jantung. Pasien yang menggunakan terapi

digoksin harus diberikan edukasi atas efek samping yang akan

timbul dari digoksin.


b. Penyakit degeneratif, seperti Lenegre disease, yaitu suatu penyakit

sklerodegeneratif yang terjadi di sistem konduksi. Penyakit degeneratif

lainnya adalah miopati miokondrium, sindroma nail-patella, dan Lev

disease yaitu kalsifikasi pada katup dan sistem konduksi jantung.7

c. Infeksi oleh Trypanosoma cruzi 10, demam reumatik, miokarditis, Chagas

disease,Aspergillus myocarditis, varicella-zoster11.

d. Penyakit reumatik, seperti Ankylosing spondylitis, Reiter syndrome,

relapsing polychondritis, rheumatoid arthritis, scleroderma.

e. Proses infiltratif, seperti Amyloidosis, sarcoidosis, tumors, Hodgkin

disease, multiple myeloma.

f. Kelainan neurologi, seperti Becker muscular dystrophy, myotonic

muscular dystrophy

g. Kelainan iskemik atau infark, seperti infark miokard inferior dengan AV

block atau infark miokard anterior dengan HIS-Purkinje block.

Infark miokard Dinding anterior dapat dikaitkan dengan av blok.

Blok jantung total terdapat sekitar 10% dari kasus MI ringan akut dan

jauh kurang berbahaya, sering menimbulkan kematian dalam beberapa

jam sampai beberapa hari. Studi menunjukkan bahwa AV blok jarang

memperberat MI. Dengan strategi revaskularisasi awal, kejadian AV blok

menurun 5,3-3,7%. Oklusi dari masing-masing arteri koroner dapat

menyebabkan perkembangan penyakit konduksi meskipun pasokan

vaskular berlebihan untuk AVN dari seluruh arteri koroner.7


Paling umum, oklusi arteri koroner kanan (RCA) disertai dengan

blok AV. Secara khusus, oklusi RCA proksimal memiliki insiden tinggi

AV block (24%) karena ada keterlibatan bukan hanya dari arteri nodal AV

terlibat tetapi juga suplai arteri superior menurun, yang berasal dari bagian

yang sangat proksimal dari RCA .7

Blok konduksi atau instabilitas elektrik merupakan salah satu

komplikasi dari infark miokard. Ganggguan konduksi yang terjadi dapat

berupa atrioventricular nodal block dan Bundle branch block. Ganggguan

konduksi yang disebabkan infark miokard dapat terjadi akibat proses

iskemik atau nekrosis pada jalur konduksi akibat infark atau perluasan

infark yang terjadi. Konduksi jantung sangat dipengaruhi oleh suplai darah

ke septum intraventrikular, dimana suplai darah ke septum intraventrikular

diperdarahi sebagian besar oleh left anterior descending (LAD). 7

Dalam kebanyakan kasus, AV blok menghilang segera setelah

revaskularisasi, tapi kadang-kadang juga menetap. Secara keseluruhan,

prognosis baik AV blok apabila oklusi dari anterior descending arteri kiri

(terutama proksimal ke septum perforator pertama) memiliki prognosis

yang lebih baik dan biasanya layak untuk implantasi alat pacu jantung .

Pada ilustrasi kasus, AV blok disebabkan oleh infark miokard.

Kejadian infark miokard pada pasien ini diketahui dari anamnesis dimana

pasien pernah mengeluhkan nyeri dada 2 hari sebelum masuk rumah sakit

dan keluhan sesak nafas. Pasien megeluhkan nyeri dada khas infark yaitu

nyeri pada dada yang terasa seperi tertekan beban berat yang muncul tiba-
tiba, berlangsung terus menerus dan tidak hilang dengan istirahat.

Kejadian infark pada pasien juga dapat dilihat dari gambaran EKG pasien,

dimana terlihat adanya gelombang ST Elevasi pada lead V1, V2 dan V3

yang menggambarkan kejadian infark miokard bagian anteroseptal pada

pasien.

h. Kelainan metabolik, seperti Hipoksia, hiperkalemia, hipotiroid.

3.5 Klasifikasi

a. Blok AV derajat 1

Blok AV derajat 1 (Gam bar 2) biasanya disebabkan karena gangguan

konduksi di proksimal bundle HIS yang disebabkan karena intoksikasi digitalis,

peradangan, atau degeneratif, sehingga terjadi keterlambatan impuls dari nodus SA ke

ventrikel. Pada AV block derajat 1 ini biasanya tidak membutuhkan terapi apapun

dan prognosisnya baik.3 Karakteristik Blok AV derajat 1 adalah:4

- Laju : Sesuai irama sinus atau kecepatan atrium

- Irama : Biasanya teratur

- Gelombang P : normal

- Durasi QRS : biasanya normal

- Interval PR : konstan dan lebih dari 0,20 detik


Gambar 2. Blok AV derajat 1

b. Blok AV derajat 2

Pada blok AV derajat 2 (Gambar 3), satu atau beberapa impuls dari atrium

tidak dihantarkan ke ventrikel. Disebut blok AV derajat 2 tipe 1 (Mobitz 1) jika

bloknya terjadi pada nodus AV, dan disebut blok AV derajat 2 tipe 2 (Mobitz 2) jika

bloknya terjadi di bawah atau setelah nodus AV (berkas His atau berkas cabang).3,5

Gambar 3. Blok AV derajat 2 Mobitz 1 dan Mobitz 2

Pada Mobitz 1, terjadi perlambatan impuls sinus yang dihantarkan melalui

nodus AV. Interval PR semakin lama semakin panjang sampai suatu saat gelombang

P gagal dihantarkan dan tidak diikuti kompleks QRS. Kelainan ini biasanya tidak

menimbulkan gejala. Jika rasio konduksi sangat rendah, dapat menyebabkan


bradikardia dan penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah PJK, infark

miokard inferior, penyakit katup aorta, serta efek obat yang memperlambat konduksi

AV. Karakteristik Mobitz 1 adalah: 3,5

- Laju : Laju atrium lebih besar dari laju ventrikel

- Irama : Irama ventrikel irregular

- Gelombang P : Bentuk normal, beberapa gelombang P tidak diikuti kompleks

QRS

- Durasi QRS : biasanya normal

- Interval PR : tidak konstan, semakin lama semakin memanjang

Mobitz 2 terjadi jika impuls atrium gagal dihantarkan ke ventrikel tanpa ada

penundaan hantaran yang progresif. Lokasi blok hantaran seringnya terletak pada

distal berkas His di berkas cabang. Interval PR tetap sama, namun denyut ventrikel

yang berkurang. Kekurangan ini dapat teratur atau tidak. Penyebabnya ialah infark

miokard akut, miokarditis, proses degeneratif. Kelainan dapat timbul sementara dan

kembali normal, menetap atau berkembang jadi total blok. Karakteristik Mobitz 2

adalah: 3,5

- Laju : Laju ventrikel lebih lambat

- Irama : Irama ventrikel irregular

- Gelombang P : Bentuk normal, beberapa gelombang P tidak diikuti kompleks

QRS

- Durasi QRS : biasanya melebar karena blok pada cabang berkas

- Interval PR : konstan

c. Blok AV derajat 3 (total AV blok)


Pada blok AV derajat 3 (Gambar 4), impuls dari atrium tidak sampai ke

ventrikel sehingga atrium dan ventrikel mengalami depolarisasi secara terpisah.

Penyebab total AV blok ini ialah proses degeneratif, peradangan, intoksikasi digitalis,

infark miokard akut. Total AV blok pada infark miokard akut dapat menetap, dan

dapat juga kembali normal setelah infark teratasi (hanya sementara). Total AV blok

ini biasanya menimbulkan gangguan hemodinamik dan menimbulkan keluhan lelah,

sinkop, sesak, dan angina pada usia lanjut. Karakteristik blokAv derajat 3 adalah: 3,5

- Laju : Laju atrium lebih besar dari laju ventrikel

- Irama : Teratur, tidak ada hubungan antara irama atrium dan ventrikel

- Gelombang P : Bentuk normal

- Durasi QRS : Normal jika irama dari junctional dan melebar jika fokus

ventrikular

- Interval PR : tidak ada

Gambar 4. AV blok derajat 3

3.6 Diagnosis
Dari anamnesis, Pasien total AV blok biasanya memiliki manifestasi klinis

yang beragam. Pasien total AV blok bisa datang dengan asimptomatis atau dengan

tanda dan gejala yang minimal yang berkaitan dengan hipoperfusi. Gejala yang bisa

timbul di antaranya adalah kelelahan, pusing, tidak bisa beraktivitas, dan nyeri dada.

Pasien- pasien simptomatis, khususnya pasien yang memiliki kompleks QRS lebar

yang mengindikasikan pacemaker nya berada di bawah bundle of His, dapat memiliki

gejala seperti pingsan, bingung, sesak, nyeri dada hebat, dan sewaktu-waktu bisa

meninggal mendadak.4

Infark miokard akut juga dapat menyebabkan total AV blok. Pasien-pasiennya

memiliki gejala infark miokard seperti nyeri dada, sesak, mual muntah. Pasien

dengan riwayat penyakit jantung, juga perlu diketahui riwayat pengobatannya karena

beberapa obat seperti beta bloker, calcium channel blockers, dan digitalis juga dapat

memengaruhi sistem konduksi. Selain itu, juga perlu ditanyakan apakah pasien

sebelumnya pernah mendapat terapi intervensi seperti aortic valve surgery, septal

alcohol ablation, proximal anterior descending artery stenting juga dapat

menimbulkan total AV blok.8

Pada pemeriksaan fisik, pasien didapatkan bradikardia. Tekanan vena

jugularis juga dapat meningkat. Pasien dengan tanda hipoperfusi dapat menunjukkan

gejala penurunan status mental, hipotensi, dan letargi.4

Pada pemeriksaan penunjang seperti EKG akan ditemukan adanya AV blok

sesuai dengan derajatnya. Pada foto rontgen ditemukan bayangan jantung sehubungan

dengan disfungsi ventrikel dan katup.1,2

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal untuk pasien total AV blok adalah mengganti obat-obat

yang dapat memicu terjadinya total AV blok ini seperti beta bloker, calcium channel

blocker, dan digoksin. Pemberian sympathomimetic atau vagolytic agents,

catecholamines, and antidotes dapat membantu. Contoh golongan obat

sympathomimetic atau vagolytic agents yang dapat diberikan adalah sulfas atropin,

contoh dari golongan catecholamines dapat diberikan dopamin atau norepinefrin. 4

Untuk mengetahui efek dari kerja obat yang telah diberikan, sebaiknya dilakukan tes

laboratorium untuk menilai apakah ada perbaikan setelah obat diberikan. Untuk

tatalaksana selanjutnya, bisa dilakukan penanaman pacemaker.10

a. AV blok derajat I

- Tidak ada tindakan yang diindikasikan.

- Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut,

- Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui

b. AV blok derajat II Molitz I

- Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat jika ini
merupakan agen pengganggu

- Memonitor pasien terhadap berlanjutnya blok.

- Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS menghilang
dengan akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan perfusi serebrum. Bila
ada gejala ini maka pada penderita bisa diberikan 0,5 sampai 1,0 mg
atropine IV sampai total 2,0 mg.

c. AV blok derajat II Molitz II


- Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat III.

- Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung diperlukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam situasi IMA
akut pada dinding anterior.

d. AV blok derajat III (komplit)

Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan bolus IV. Bila tidak ada

kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai tetesan

isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan tetesan kecil untuk meningkatkan

kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang menunjukkan blok jantung derajat tiga

memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk menjamin curah jantung yang

mencukupi. Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara.

- Implantasi pacu jantung (pace maker)

Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung

permanen adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular untuk

mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan jantung

melalui system vena.

Pada ilustrasi kasus, tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah

Oksigen 3 L/ Nasal kanul, Infus NaCl 0,9% , Ceftriaxone iv, ranitidine iv, antrain iv,
insulin, drips nicardipin, amlodipine, captopril, paracetamol, alprazolam, dan

allopurinol. Pasien mengeluhkan sesak dengan frekuensi nafas 30x/menit maka kita

perlu memberikan O2 pada pasien menggunakan nasal canul sebanyak 3 L/menit.

Kegawatan pada pasien ini adalah total av blok dengan bradikardia, pasien blok AV

derajat tinggi yang tidak mendapat terapi dapat mengalami gagal jantung akibat curah

jantung yang berkurang dan kematian mendadak akibat asistol atau takiaritmia yang

dicetuskan oleh bradikardia. Oleh karena itu pasien perlu diberikan obat inotropik

positif, seperti dopamine. Dopamin merangsang efek alfa dan beta adrenergic agar

kontraktilitas miokard, curah jantung (cardiac output) dan tekanan darah meningkat.

Pada pasien ini direncanakan dilakukan pemasangan permanent pace maker (PPM),

adapun indikasi pemasangan PPM diantaranya :

- AV blok Derajat II dan III yang diiringi dengan bradikardi atau arritmia

- AV blok yang berkaitan dengan Infark Miokardium Akut

- Disfungsi SA Node

- Sindrom Hipersensitive Sinus Carotid

- Hipertropik dan Dilated Kardiomiopati

Pemasangan PPM berfungsi menggantikan fungsi SA Node sebagai pemacu

(pacing) dan pengindera (sensing) jika terjadi gangguan konduksi. Pemasangan PPM

merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung permanen

adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular untuk

mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan jantung

melalui system vena. Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel

kanan atau atrium kanan. Pacu jantung dua bilik memberikan impuls ke atrium dan
ventrikel melalui dua electrode dan bisa menghasilkan impuls yang sinkron pada

ventrikel setelah tiap gelombang P yang terjadi di atrium. Sehingga timbul impuls

yang mendekati depolarisasi fisiologis pada jantung, dan memungkinkan jantung

berdenyut sesuai dengan nodus sinus.

3.8 Prognosis

Pasien dengan blok jantung total sering hemodinamik tidak stabil, dan sebagai

hasilnya, mereka mengalami sinkop, hipotensi, kolaps kardiovaskular, atau kematian.

Pasien lain dapat relatif asimtomatik dan memiliki gejala minimal selain pusing,

kelemahan, atau malaise.

Ketika diobati dengan pacu jantung permanen, prognosis sangat baik.

Komplikasi yang berhubungan dengan alat pacu jantung penyisipan jarang (<1%).

Aritmia ventrikel dari atropin atau katekolamin dapat terjadi. Komplikasi umum

termasuk yang terkait dengan garis dan atau penempatan alat pacu jantung

transvenous. Komplikasi ini termasuk cedera arteri, hemotoraks, pneumotoraks, atau

tamponade jantung.

Berikut adalah algoritma penatalaksanaan bradikardi berdasarkan AHA 2010 :


DAFTAR PUSTAKA

1. Runge MS, Patterson C, Stouffer GA. Netter’s Cardiology. 2 nd edition.


Elevier. 2010
2. Rampengan SH. Buku Praktis Kardiologi. FKUI. 2014
3. Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,
Jakarta.
4. Sudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI Jilid 2. 5th ed.
Jakarta, 2010.

5. Budzikowski AS. Third degree AV block. 2014. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/162007-overview#showall [diakses
pada 16 juli 2016]

6. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta:EGC.2009

7. Finsterer J, Stöllberger C, Steger C, Cozzarini W. Complete heart block


associated with noncompaction, nail-patella syndrome, and mitochondrial
myopathy. J Electrocardiol. Oct 2007;40:352-4.

8. Batubara MA, Siregar NK. Total Av Block. FK USU.2014. [diakses pada 16


Juli 2016]

9. Kojic EM, Hardarson T, Sigfusson N, Sigvaldason H. The prevalence and


prognosis of third-degree atrioventricular conduction block: the Reykjavik
study. J Intern Med. Jul 1999;246(1):81-6.

10. Bestetti RB, Cury PM, Theodoropoulos TA, Villafanha D. Trypanosoma cruzi
myocardial infection reactivation presenting as complete atrioventricular
block in a Chagas' heart transplant recipient. Cardiovasc Pathol. Nov-Dec
2004;13(6):323-6.

11. Ma TS, Collins TC, Habib G, Bredikis A, Carabello BA. Herpes zoster and its
cardiovascular complications in the elderly--another look at a dormant
virus. Cardiology. 2007;107:63-7.

12. Complete heart block treatment. University of California San Fransisco. 2015.
Available at
http://www.ucsfhealth.org/conditions/complete_heart_block/treatment.html.
[diakses pada 16 juli 2016]

13. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai