Anda di halaman 1dari 37

TUGAS PERANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN

“Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Bengkulu

Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi


Bengkulu”

DISUSUN OLEH:

1. Apdila Nispa B1A018205


2. Anggella Suryani Hutapea B1A018193
3. Tri Asmawati B1A018196
4. Indra Nadapdap B1A018216
5. Tita Mayang Sari B1A018192
6. Muhamada Fajrul Adli B1A018204
7. M.Alga Tama .M B1A018227

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DI


PROVINSI BENGKULU

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Terbentang dari


Sabang hingga Merauke, Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas total
wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta
km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya
sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan. Dengan luasnya wilayah laut yang ada,
Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar1.Sehingga
mengharuskan indonesia lebih mawas diri dalam pengelolaan dan penjaan sumber
daya laut dari pencemaran serta pengerusakan laut oleh oknum tidak bertanggung
jawab,Sehingga Pemerintah telah menetapkan Undang-undag nomor 4 tahun
2004 tentang perikanan dan telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45
tahun 2009 guna menjaga kelestarian ikan dan kekayaan laut indonesia.Yakni
pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta
terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.

1
Perikanan, K. K. (2020, Juli 1). Konservasi Perairan Sebagai Upaya menjaga Potensi Kelautan
dan Perikanan Indonesia. Dipetik September 29, 2021, dari Kkp.go.id:
https://kkp.go.id/djprl/artikel/21045-konservasi-perairan-sebagai-upaya-menjaga-potensi-
kelautan-dan-perikanan-indonesia
Provinsi Bengkulu yang terletak di bagian pantai barat pulau sumatera dan
berhadapan langsung dengan samudera hindia, dengan garis pantai sepanjang
±525 km yang memanjang dari tenggara kearah barat daya, mulai dari kabupaten
Kaur yang berbatasan dengan provinsi Lampung hingga kabupaten Mukomuko
yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, memiliki potensi sumber
wilayah pesisir dan lautan yang cukup besar dari perspektif kemaritiman, baik
potensi kelautan dan perikanan, pariwisata, perhubungan dan maupun potensi
energi serta sumberdaya mineral. Dari bidang kemaritiman yang mencakup 4
(empat) sektor utama, yaitu sektor kelautan dan perikanan (termasuk sumberdaya
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil), sektor pariwisata bahari, sektor
perhubungan laut dan sektor energy sumberdaya mineral. Sebagian besar belum
dimanfaatkan dan dikelola secara optimal di Provinsi Bengkulu. Seyogyanyalah
jika semua potensi kemaritiman tersebut dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan, maka akan sangat diharapkan dapat memberi kontribusi yang besar
untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di provinsi Bengkulu,
khususnya masyarakat yang mendiami wilayah pesisir.

Wilayah laut yang menjadi zona Tangkap yakni seluas 12 Mil dari garis
pantai hal ini berdasarkan pasal 3ayat (1) huruf b Peraturan Daerah nomor 5
Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Provinsi Bengkulu Luas wilayahnya daratan Provinsi Bengkulu (tidak termasuk
luas wilayah pulau-pulau kecil) mencapai ± 19.795,15 km² atau setara dengan
1.979.515 hektar. Luas keseluruhan wilayah perairan laut yang dapat dikelola oleh
Provinsi Bengkulu, mencapai 206.127,6 km2 atau setara dengan 19.446.000
hektar, yang terdiri dari perairan laut territorial (sampai batas 12 mil) yaitu 12 x
1,852 km x 525 km = 11.667,6 km2 atau setara dengan 1.166.760 hektar, dan luas
perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI-sampai batas 200 mil)
yaitu 525 km x 200 mil x 1,852 km = 194.460 km2 yang setara dengan
19.446.000 hektar. Jika dibandingkan antara luas wilayah daratan dan luas
wilayah perairan laut yang dapat dikelola, maka perbandingannya adalah
19.446.000 : 1.979.515 atau 1 : 9,8. Dengan kata lain, bahwa luas wilayah
perairan laut yang dapat dikelola Provinsi Bengkulu jauh lebih luas dibandingkan
luas wilayah daratan, yaitu 9,8 kali luas daratannya. Dalam wilayah perairan laut
Provinsi Bengkulu juga terdapat beberapa pulau kecil yaitu Kawasan Pulau
Enggano dengan beberapa pulau-pulau kecil disekitarnya (Pulau Dua, Pulau
Merbau, Pulau Bangkai, Pulau Satu dan Pulau Karang Baru), Pulau Tikus dan
Pulau Mega. Dua diantara pulau-pulau kecil tersebut, merupakan pulau kecil
terluar dari 92 pulau kecil terluar yang ada di seluruh wilayah perairan laut
Indonesia, yaitu Pulau Enggano dan Pulau Mega. Wilayah administrasi Provinsi
Bengkulu terdiri dari 10 kabupaten/kota. Dan 7 kabupaten/kota mempunyai
wilayah pesisir, yaitu Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Utara,
Kabupaten Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, Kabupaten
Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur. Wilayah pesisir di provinsi Bengkulu
mencakup 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota. Hal ini menunjukkan, bahwa
sebaran penduduk Provinsi Bengkulu sebagian besar berada di desa-desa wilayah
pesisir tersebut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, jumlah nelayan


Indonesia sejak 2017 adalah 2,67 juta. kemudian menurun 1,1% menjadi 2,64 juta
pada 2018. Angkanya pun kembali menurun 9,5% menjadi 2,39 juta pada 2019.
Nelayan tersebut mencakup nelayan laut, nelayan perairan umum darat, dan
pembudidaya. Nelayan Indonesia paling banyak berada di Maluku, yakni 237,3
ribu orang. Kemudian disusul di Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing
sebanyak 223,6 ribu orang dan 187,1 ribu orang.Sebanyak 123,4 ribu nelayan
berada di Sumatera Utara pada 2019. Lalu ada 108,8 ribu nelayan yang berada di
Sulawesi Selatan pada periode yang sama.Kalimantan Selatan tercatat memiliki
100,2 ribu nelayan pada 2019. Setelahnya ada Kalimantan Timur dan Sulawesi
Tenggara dengan jumlah nelayan masing-masing sebanyak 99 ribu orang dan 85,2
ribu orang. Sementara itu, nelayan paling sedikit berada di Jakarta, yakni 3,5 ribu
orang. Di atasnya ada Yogyakarta dan Kalimantan Utara dengan jumlah nelayan
masing-masing sebanyak 9,3 ribu orang dan 13,6 ribu orang 2.Terbaru 2019
tercatat sebanyak 2.088.959 Nelayan dari 266 911,9 jiwa penduduk Indonesia
3
dari seluruh Provinsi yang ada di indonesia.Sementara di Provinsi Bengkulu
tercatat sebanyak 27.713 nelayan dari 1,972 Juta jiwa penduduk

2
tatistic, B. P. (n.d.). bps.go.id. Retrieved Oktober 11, 2021, from bps.go.id:
https://www.bps.go.id/subject/56/perikanan.html
Namun meskipun Provinsi Bengkulu memiliki potensi laut yang memadai
ini tidak semata-mata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, ada
begitu banyak permasalahan yang ada diantaranya faktor internal dan eksternal,
dimana secara internal hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemanfaatan
sumber daya, teknologi dan manajemen usaha. Kerusakan lingkungan tersebut
Laporan keempat IPCC (2007) dan laporan ke lima IPCC (2013) menempatkan
Indonesia sebagai salah satu Negara yang rentan akibat perubahan iklim.Laporan
ke lima IPCC menyatakan bahwa kawasan pesisir pantai di seluruh Asia
Tenggaraakan mengalami kenaikan muka air laut 10-15 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata kenaikan muka air laut global. Bencana yang
terjadi akibat perubahan iklim tersebut membuat kerentanan terhadap
penangkapan ikan yang dikarenakan kenaikan permukaan air laut, meningkatnya
intensitas angin puting beliung tropis dan intrusi air laut. Kehidupan sosial
ekonomi nelayan sangat ditunjang dengan kondisi iklim yang ada, sehingga
adanya perubahan iklim memberikan penurunan pendapatan yang diperoleh
nelayan untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang membuatmasyarakat nelayan
berada pada ambang batas kemiskinan. Namun, sangat disayangkan
pemanfaatannya justru tidak maksimal.Seperti yang diketahui, saat ini potensi
sumber daya ikan di Provinsi Bengkulu yang bisa dimanfaatkan dengan baik
hanya 50 ribu ton. Dari ukuran potensi lestari yang dilaporkan 5 tahun terakhir
yaitu sebesar 126 ribu ton. Adanya pemanfaatan solar oleh pihak yang seharusnya
tidak berhak, Ada pada sektor keuangan. Nelayan disebut masih kurang dalam
akses permodalan untuk biaya operasional melaut (contohnya perlengkapan laut),
Akses nelayan Indonesia untuk mendapatkan informasi cuaca, gelombang
perairan, arah angin masih terbatas. Fasilitas penyimpanan pendingin di pelabuhan
masih kurang dan hasil tangkapan akan menurun kualitasnya jika tanpa kepastian
penjualan dan fasilitas penyimpanan pendingin., Pada bidang pemasaran, di mana
nelayan masih kurang akses untuk mengetahui harga pasar hasil tangkap yang
dapat menyebabkan fluktuasi harga, Kurangnya infrastruktur yang memadai
terutama di kawasan pesisir Nusantara.

3
https://www.bps.go.id/indicator/12/1886/1/jumlah-penduduk-hasil-proyeksi-menurut-provinsi-
dan-jenis-kelamin.html
Disamping itu permasalahan yang dialami nelayan juga terjadi akibat
tumpang tindih regulasi mengenai wilayah pesisir yang justru mengancam
keberadaan masyarakat pesisir beserta ruang hidupnya. Karena masih
menggunakan fasilitas dan cara tradisional berpengaruh terhadap daya jangkau
sehingga berdampak pula pada jumlah tangkapan ikan. Dengan adanya tangkapan
ikan yang sedikit maka hasil penghasilan yang didapatkan juga sedikit sehingga
masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari padahal nelayan dinegara
lain sudah mengadopsi kapal-kapal modern, Rendahnya tingkat pendidikan
nelayan, Permodalan yang masih terbatas. Konflik nelayan trawl dan tradisional
kerap terjadi di Bengkulu sejak tahun 1980-an. menyediakan prasarana dan sarana
yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; . memberikan kepastian usaha
yang berkelanjutan; . meningkatkan kemampuan dan kapasitas Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, dan Petambak Garam; menguatkan kelembagaan dalam mengelola
sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang
mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan
prinsip kelestarian lingkungan; . menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan
pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; . melindungi dari risiko bencana
alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan . memberikan jaminan keamanan
dan keselamatan serta bantuan hukum. Disisi lain juga dapat dilihat bahwa
sepanjang pesisir pantai provinsi bengkulu ini manjadi penyumbang angka
kemiskinan yang cukup besar. Hal tersebut ditandai dengan permukiman yang
kumuh akibat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah. Belum lagi
dengan bencana alam yang kerap terjadi serta ketergantungan nelayan terhadap
iklim, membuat sumber penghidupan masyarakat menjadi sangat terbatas.

Sehingga untuk mewujudkan kedamaian antar Nelayan,melindungi


Nelayan Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir secara optimal, efisien dan berkelanjutan, Mewujudkan
lingkungan wilayah pesisir yang lestari dan berkelanjutan, Menciptakan dan
mewujudkan aturan pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir
dan Membuat dan merevitalisasi nilai budaya masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya. maka dipandang perlu Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat
menetapkan Peraturan Daerah Provinsi tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
terhadap Nelayan.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Besarnya potensi laut yang dimiliki provinsi Bengkulu tidak semata-mata


dapat meningkatkan kualitas kehidupan bagi nelayan di Provinsi Bengkulu hal ini
di sebabkan oleh beberapa faktor masalah, diantaranya yaitu :
1. Munculnya kelompok nelayan pukat harimau (trawl).
Adanya kelompok nelayan pukat harimau (trawl) mengakibatkan adanya
perselisihan dengan kelompok nelayan tradisional. Kelompok nelayan tradisional
mengecam penggunaan alat tangkap pukat harimau karena dianggap tidak ramah
lingkungan. Selain itu dengan adanya penggunaan pukat harimau akan berimbas
pada hasil tangkapan kelompok nelayan tradisional dimana hasil tangkapan
nelayan tradisional mengalami penurunan. Perbedaan penggunaan alat tangkap
ini juga menyebabkan kelompok nelayan tradisional dengan kelompok nelayan
pukat harimau sering terlibat pertikaian.

2. Kemiskinan
Nelayan yang mendiami wilayah pesisir di provinsi Bengkulu berada di
bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling
terpinggirkan karena kebijakan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada
daratan. penduduk miskin di Indonesia di antaranya adalah masyarakat yang hidup
di kawasan pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil
harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar
Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal
harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per
hari. Di Provinsi Bengkulu sendiri, jumlah nelayan miskin terdapat sekitar 17.000
kepala keluarga. Hal ini sangat kontras sekali bila dibandingkan dengan panjang
laut di Provinsi Bengkulu yaitu sepanjang 525 mil dengan potensi ikan yang dapat
dihasilkan sebanyak 149.000 dan baru dimanfaatkan oleh nelayan di Bengkulu
sebesar 16 % saja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, gaya hidup menabung dan teknologi
menjadi faktor penentu kemiskinan masyarakat nelayan di Kota Bengkulu.

3. Kurangnya Modal
Dikarena adanya faktor kemiskinan pada nelayan sehingga berdampak juga
pada modal nelayan. Para nelayan di Bengkulu masih kurang dalam akses
permodalan untuk biaya operasional melaut. Bahkan ada beberapa nelayan yang
tidak mempunyai kapal sendiri untuk menangkap ikan sehingga mereka harus
menyewa kapal kepada juragan (pemilik kapal). Perlengkapn yang digunakan pun
masih seadanya. Penangkapan ikan di Provinsi Bengkulu berpusat pada Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Pulau Baai yang merupakan pangkalan pendaratan
ikanterbesar di Provinsi Bengkulu. Di wilayah ini tercatat jenis-jenis kapal dan
alat tangkap yang beroperasi sebagai berikut:
Tabel. Jumlah Kapal Penangkapan dan Alat Tangkap di PPI Pulau Baai,Kota Bengkulu

Ukuran Jumlah Unit Jenis Alat Jumlah Unit


Kapal Penangkapan

< % GT 20 Pancing 118

5-10 GT 187 Gill Net 131

10-30 GT 34 Bagan Apung 13

13 Purse Seine 12
Motor
temple

Perahu 21
tanpa motor

Jumlah 275 274

Sumber : Balai Pelabuhan Perikanan (2014)

4. Pendidikan yang rendah


Keberhasilan seorang nelayan dalam upaya melakukan penangkapan
ikan faktor pendidikan formal akan berpengaruh, karena tingkat pendidikan akan
menentukan kemampuan seseorang dalam menyerap suatu informasi dan inovasi
(Anna, 2004). Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh nelayan merupakan faktor
penunjang keberhasilan nelayan dalam bekerja, karena faktor pendidikan formal
akan mempengaruhi pola pikir, tindakan dan perbuatan terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan oleh nelayan (Mardani, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nelayan
bervariasi dari tingkat pendidikan tidak tamat SD sampai pada tingkat pendidikan
SLTA. Sebagian besar nelayan menamatkan pendidikannya pada
jenjang pendidikan SLTP atau lama pendidikan selama 9 tahun yaitu sebesar
63,3%. Dalam kaitannya antara tingkat pendidikan nelayan dan ditambah
dengan pengalaman melaut bagi nelayan akan mempengaruhi produktivitas
jumlah tangkapan. Artinya semakin tinggi pendidikan formal dan pengalaman
melaut yang semakin lama, maka produktivitas jumlah tangkapan akan
semakin tinggi. 4

5. Terbatasnya penggunaan teknologi


Karena faktor pendidikan yang rendah, menyebabkan sebagian besar nelayan
mengalami keterbatasan dalam penggunaan teknologi salah satunya mengenai
teknologi pengawetan ikan. Karena ketidaktahuannya mengenai cara pengawetan
ikan ynag baik, sehingga ikan hasil tangkapan akan tidakk fresh dan cepat busuk
sehingga nilai jual ikan akan menurun. Jika hal ini dibiarkan terus menerus hingga
berlarut-larut maka akan berdampak bagi pendapatan ekonomi keluarga.

6. Akses nelayan Indonesia untuk mendapatkan informasi cuaca, gelombang


perairan, arah angin masih terbatas.
Tidak adanya satelit khusus yang mampu memiliki titik akurat mengetahui
kondisi cuaca membuat para nelayan ragu untuk tetap melaut. Bahkan ada

4
Riyoto, dan Bambang Sumantri , ISSN: 1412-8837 Model Pengembangan Sumber Daya
Nelayan Berwawasan Agribisnis Di Kota Bengkulu, hlm AGRISEP 14 No. 2 September 2014 Hal:
217 - 22
beberapa nelayan yang terkadang harus terjebak ditengah badai karena tidak
adanya infornasi cuaca buruk yang akan terjadi.

Dengan adanya inovasi Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi


Bengkulu tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi
Bengkulu, maka akan tercipta aspek kepastian hukum, Perlindungan dan keadilan
bagi Nelayan Provinsi Bengkulu.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK

Penyusunan Pengaturan Perundang-undangan merupakan suatu hal yang


sangat penting dalam konsep Negara hukum dan Demokrasi. Selain ditujukan
sebagai salah satu instrumen pemerintah dalam pelaksanaan tata kepemerintahan,
penyelesaian masalah dalam kehidupan bernegara, sarana perlindungan bagi hak-
hak asasi masyarakat, peraturan perundang-undangan juga berfungsi sebagai
pembatas kekuasaan pemerintah untuk semaksimal mungkin meminimalisir
tindakan sewenang-wenang (ultra vires). Selain itu, suatu peraturan
perundang-undangan pada hakekatnya merupakan suatu instrumen atau sarana
komunikasi tertulis antara pemerintah (penguasa) dengan yang diperintah
(rakyat). Kristalisasi dan penetapan hak, kewajiban maupun hubungan hukum
antar masyarakat juga menjadi hakikat lain dari suatu peraturan perundangan-
undangan.

Mengingat pentingnya peranan peraturan perundang-undangan dalam


menciptakan kepastian hukum bagi pemerintah daerah dan masyarakat, maka
dalam penyusunannya bukan merupakan hal yang dapat begitu saja dilakukan
tanpa ada kajian ilmiah terlebih dahulu. Kajian tersebut harus dapat mencakup
berbagai perspektif terkait antara lain; perumusan masalah, kebutuhan
masyarakat akan peraturan perundang-undangan, faktor-faktor penentu yang
berpengaruh seperti kapasitas dan kapabilitas pemerintah dalam menyusun
maupun menerapkan peraturan perundang-undangan, kapasitas dan kapabilitas
masyarakat yang akan terkena pengaturan perundang-undangan, dan faktor-
faktor lainnya. Dari pemikiran inilah dianggap perlu untuk menyusun
suatu Naskah Akademik sebagai tahap pendahuluan dalam proses penyusunan
suatu peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundag-undangan dalam Pasal 1 angka
11 menyebutkan bahwa Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian
atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.

Dari uraian di atas, maka Naskah Akademik disusun sebagai tahapan awal
dalam rangkaan proses penyusunan suatu peraturan perundang-undangan
yang selain menjadi landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan. Kegunaan penyusunan naskah akademik rancangan
peraturan daerah tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi
Bengkulu ini memberikan arah dan menetapkan ruang lingkup proses
perancangan peraturan perundang-undangan dan memberikan pencitraan
yang utuh terhadap suatu konsepsi permasalahan yang sedang dihadapi.
Naskah Akademik berguna bukan hanya sebagai bahan masukan bagi pembuat
Rancangan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibahas bersama antara
eksekutif dengan legislatif.

Tujuan penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah


Provinsi Bengkulu Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan di Provinsi
Bengkulu ini adalah :

1. Mengkaji dan meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang ada dan
harus ada dalam Rancangan Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan di Provinsi Bengkulu;

2. Mengkaji keterkaitan pokok-pokok pikiran tersebut dengan peraturan


perundang-undangan lainnya, sehingga jelas kedudukan dan ketentuan
yang diaturnya. Sasaran yang hendak dicapai dalam penyusunan naskah
akademik ini adalah tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Bengkulu Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi
Bengkulu.

D. METODE PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah


metode yuridis Normatif. Dengan ini, maka kaidah-kaidah hukum baik yang
berbentuk peraturan perundang-undangan, maupun kebiasaan untuk dicari dan
digali, untuk kemudian dirumuskan menjadi rumusan pasal-pasal yang
dituangkan ke dalam rancangan peraturan perundang-undangan (Raperda).

Secara sistematis penyusunan naskah akademik dilakukan melalui tahapan-


tahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang dilakukan dengan menggunakan
alat pengumpulan data yaitu: studi kepustakaan,8 atau studi dokumen
(documentary study) untuk 4 mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan
permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal hukum,
hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan
seperti : Tehnik penyusunan perundang undangan, UUD 1945, Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam, Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
25/PERMEN-KP/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan Dan
Perikanan TAHUN 2015-2019.

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS


A. Wewenang Pemerintah Daerah Dalam Memberikan Perlindungan
Terhadap Nelayan

Secara filosofis, Negara sebagai pemegang mandat dari rakyat


bertanggungjawab untuk menyelenggarakan perlindungan terhadap
masyarakatnya, sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Dalam hal ini,
posisi negara adalah sebagai pelayan masyarakat (public service). Sementara
rakyat memiliki hak atas pelayanan publik dari negara karena sudah memenuhi
kewajiban sebagai warga negara, seperti mebayar pajak atau pungutan lainnya
(langsung maupun tidak langsung) dan terlibat dalam partisipasi penyelenggaraan
pelayanan publik. Salah satu bentuk pelayanan publik yang sangat mendasar dan
mejadi tugas negara sekaligus sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Seiring dengan tugas negara
sebagaimana tersebut di atas, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai dan diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,


merupakan salah satu wujud reformasi otonomi daerah dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah untuk
memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi
daerah menggunakan prinsip seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan
Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi perlindungan, pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam menjamin iklim inventasi yang kondusif,
memberikan kepastian hukum, melidungi kepentingan umum, dan memelihara
lingkungan hidup, dimana aspek perlindungan berfungsi sebagai instrumen
pemerintah dalam pengawasan, pengendalian, perlindungan dalam kegiatan
berusaha maupun dalam kegiatan kemasyarakatan yang berdampak pada
kepentingan umum.
Bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pemberian perlindungan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik
serta untuk memberi perlindungan bagi masyarakat, maka diperlukan pengaturan
hukum yang mendukungnya. Berkenaan dengan hal tersebut Pemerintah Provinsi
Bengkulu telah memperoleh kewenangan untuk dapat memberikan perlindungan
untuk meningkatkan mutu kesejahteraan dan daya saing daerah yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, sehingga dapat mewujudkan peningkatan kualitas hidup
para nelayan yang memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa.

B. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Produk hukum yang menjadi dasar pengaturan bagi ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah, dimana
peraturan daerah merupakan salah satu bentuk dari produk hukum daerah selain
peraturan kepala daerah dan peraturan bersama kepala daerah. Berdasarkan Pasal
263 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan pada pokoknya bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan
Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Peraturan Daerah. Dimana Peraturan
Daerah tersebut dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah.

Dengan demikian peraturan daerah ini berisi ketentuan yang menjadi dasar
kewenangan Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam menjalankan tugas
memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap Nelayan di provinsi
Bengkulu. Dengan demikian pembentukan dasar hukum perlindungan dan
pemberdayaan terhadap Nelayan di provinsi Bengkulu tersebut harus ditetapkan
dalam bentuk Peraturan Daerah. Dengan demikian Pembentukan Peraturan
Daerah tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi Bengkulu
harus sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi para nelayan dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan ini dengan mempertimbangkan
semua aspek yang terkait. Pengaturan hukum tentang Perlindungan Dan
Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi Bengkulu untuk memberikan kepastian
hukum, melidungi kepentingan umum, dan meningkatkan kesejahteraan
merupakan salah satu urusan wajib pemerintah daerah yang bertonggak pada
peningkatan kualitas hidup kepada masyarakat salah satunya dilingkungan hidup
nelayan.

Mengingat bahwa naskah akademik ini disusun sebagai bahan dasar


merancang Peraturan Daerah tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan
Di Provinsi Bengkulu, maka secara politik arah kebijakannya untuk mewujudkan :

1. Pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan. Hal tersebut diarahkan


terciptanya kepercayaan masyarakat melalui peraturan hukum sebagai payung
hukum pelaksanaan kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan hukum guna
mewujudkan peningkatan kualitas kesejahteraan hidup khususnya untuk
hidup para nelayan yang memberikan dampak baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa;

2. Memberikan payung hukum bagi kebijakan-kebijakan maupun


tindakantindakan hukum yang berkait dengan perlindungan dan
pemberdayaan terhadap Nelayan di provinsi Bengkulu, yakni dengan
mewujudkan aspek kepastian hukum

3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat terutama bagi nelayan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan teori hukum menyatakan


bahwa keabsahan pengaturan kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan
dan/atau pembatasan hak asasi manusia harus dalam figur peraturan perundang-
undangan yang mendapatkan persetujuan wakil rakyat yang ada di daerah provinsi
adalah peraturan daerah sebagai pendelegasian wewenang dalam konsep otonomi
daerah.

C. Kajian Praktik Pemberian Perlindungan Terhadap Nelayan Di Provinsi


Bengkulu
Di Pemerintah Provinsi Bengkulu selama ini belum ada Peraturan/ Kebijakan
yang berkaitan dengan Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi
Bengkulu dalam bentuk satu kesatuan produk hukum/kodifikasi yang secara
komprehensif mengatur materi/ muatan mengenai prosedur dan mekanisme
perlindungan terhadap Nelayan. Masih rendahnya kualitas kehidupan para nelayan
baik dari sector ekonomi maupun dari segi pendidikan. Dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, Pemerintah
Provinsi Bengkulu telah berkomitmen melakukan serangkaian pembenahan dalam
bidang pemberian perlindungan dan pemberdayaan terhadap nelayan.

Dengan demikian, guna mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan publik


yang memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung bagi
pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa, maka Bagian Hukum selaku
koordinator dibidang penataan produk hukum yakni Peraturan
PerundangUndangan, hendaknya dapat merumuskan/ memformulasikan materi/
substansi terkait perizinan agar tidak lagi tersebar di beberapa Produk Hukum
melainkan telah tergabung dalam satu (Kitab)/ kodifikasi Produk Hukum,
sehingga percepatan reformasi birokrasi khususnya dalam penyelenggaran
perizinan di Kota Mataram dapat segera terwujud, yang tidak hanya memangkas
rantai birokrasi melainkan juga memangkas persebaran materi/subtansi produk
hokum.

D. Kajian Terhadap Implikasi Pengaturan Pemberian Perlindungan


Terhadap Nelayan Diprovinsi Bengkulu

Dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan


Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi Bengkulu, maka berfungsi sebagai
payung hukum dalam pemberian Perlindungan dan pemberdayaan terhadap
nelayan guna terciptanya aspek kepastian hukum, pelayanan yang berkualitas,
peningkatan kualitas hidup, dimana jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan
tidak terwujudnya kehidupan yang layat, penurunan taraf hidup para nelayan.
Dengan demikian, keberadaan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Tentang
Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi Bengkulu mengatur secara
komprehensif mengenai Perlindungan Terhadap Nelayan, sehingga keberadaan
Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan
Nelayan Di Provinsi Bengkulu adalah sebagai payung hukum dalam pemberian
Perlindungan dan Pemberdayaan Terhadap Nelayan.

BAB III
EVALUASI & ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT

Dalam menetapkan suatu aturan hukum selain berdasarkan kaidah


normatif juga didasarkan pada kaidah empiris. Hal tersebut penting maknanya
untuk melihat efektivitas dari aturan hukum yang dibuat tersebut. Efektivitas atau
keberlakuan penegakkan suatu aturan hukum dapat ditandai dengan cara:

1. Masyarakat bisa menerima aturan hukum tersebut, sehingga masyarakat akan


berperilaku sesuai dengan aturan hukum tersebut;
2. Aparat penegak hukum atau pejabat hukum dapat menerapkan dan
menegakkan aturan hukum tersebut;
3. Substansi dari aturan hukum tersebut tidak bertentangan dengan hierarki
peraturan yang lebih tinggi.

Berdasarkan gambaran umum mengenai peraturan perundang-undangan yang


disebut di atas, maka untuk merumuskan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Bengkulu tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi
Bengkulu diperlukan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
perlindungan nelayan guna melihat efektivitas ke depan dari peraturan daerah
yang telah dirancang, serta untuk menghindari tumpang tindih antara suatu
peraturan dengan peraturan yang lain. Adapun analisa tersebut disajikan sebagai
berikut:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Yang dimaksud pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2014 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam menyelenggarakan dan mengatur urusan daerah, daerah diberikan


suatu hak, wewenang, serta kewajiban menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dan sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat. Hak
yang dimiliki daerah terkait dengan prinsip otonomi adalah :

a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;


b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sedangkan kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi adalah:

a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan


nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya;
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Perlindungan dan pemberdayaan nelayan di provinsi Bengkulu merupakan
aplikasi dari kewajiban pemerintah daerah dalam membentuk dan menerapkan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya. Penyelenggara
pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan
tanggung jawabnya serta atas delegasi peraturan yang lebih tinggi dapat
menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan
daerah, peraturan kepala daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Dimana kebijakan
daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan;

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan


pemerintah dan pemerintah daerah harus mengacu dan melaksanakan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagai pedoman untuk membentuk peraturan
perundang-undangan, terutama terkait dengan Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 6, yaitu tentang asas
formil dan asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat formil


tertuang dalam Pasal 5 yang meliputi :

a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan;
g. keterbukaan.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil


dituangkan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang
meliputi :
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang


Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan
Petambak Garam.

Undang- Undang Nomor 7 tahun 2016 juga dijadikan pedoman dalam


perumusan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu tentang Perlindungan Dan
Pemberdayaan Nelayan Di Provinsi Bengkulu dimana Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam berdasarkan
asas:

a. kedaulatan;

b. kemandirian;

c. kebermanfaatan;

d. kebersamaan;

e. Keterpaduan

f. Keterbukaan

g. efisiensi-berkeadilan;

h. keberlanjutan;
i. kesejahteraan;

j. kearifan lokal; dan

k. kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Nelayan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi:

a. Nelayan Kecil;

b. Nelayan Tradisional;

c. Nelayan Buruh; dan

d.Nelayan Pemilik yang memiliki kapal penangkap Ikan, baik


dalam satu unit maupun dalam jumlah kumulatif lebih dari
10 (sepuluh) GT sampai dengan 60 (enam puluh) GT yang
dipergunakan dalam usaha Penangkapan Ikan.
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Oleh Hans Kelsen dikatakan bahwa validitas hukum adalah eksistensi


spesifik dari norma dalam suatu peraturan. Suatu norma adalah valid sama
artinya dengan diakui eksistensinya atau mengandung “kekuatan mengikat”
bagi mereka yang perbuatannya diatur oleh peraturan tersebut5. Validitas
hukum adalah suatu kualitas hukum yang menyatakan bahwa norma-norma
hukum itu mengikat dan mengharuskan orang untuk berbuat sesuai dengan
yang diharuskan oleh norma-norma hukum tersebut. Suatu norma hanya
dianggap valid apabila didasarkan kondisi bahwa norma tersebut termasuk ke
dalam suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas hukum ini, Satjipto Rahardjo dengan


mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa
validitas adalah kesahan berlakunya suatu hukum serta kaitannya dengan nilai-
nilai dasar dari hukum tersebut. Oleh Radbruch dikatakan bahwa hukum itu
dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan,
kegunaan, dan kepastian hukum6. Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan
antara validitas hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum
didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum mencerminkan nilai
keadilan, didasarkan pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan
nilai kegunaan, dan didasarkan pada keberlakuan yuridis agar hukum itu
mencerminkan nilai kepastian hukum. Tentang validitas hukum atau landasan
keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di
Indonesia dapat dikemukakan pandangan beberapa sarjana seperti: Jimly
Assiddiqie, Bagir Manan, dan Solly Lubis.

5
Hans Kelsen, (Ebook) Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul
Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan
Penerbit Nuansa, 2006), h. 40.

6
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 19
Landasan Filosofis

a. Menurut Jimly Assiddiqie:

- Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara.


Contoh, nilai- nilai filosofis Negara Republik Indonesia terkandung
dalam Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm.

- Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat.

- Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma


hukum.

b. Menurut Bagir Manan:

- Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee),


baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana

- Mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.

- Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan


itu dapat berupa kebutuhan masalah yang dihadapi yang memerlukan
penyelesaian.

c. Menurut Solly Lubis:

- Dasar filsafat atau pandangan cita-cita sewaktu menuangkan hastrat


atau kebijaksanaan (pemerintah) suatu rencana atau draft Peraturan
Negara.

Landasan Yuridis

a. Menurut Jimly Assiddiqie:

Norma hukum itu sendiri memang ditetapkan:


(1) Sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi;
(2) Menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya;
(3) Menurut Prosedur mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri
akan norma hukum. Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan
dengan pembentukan hukumyang berlaku; dan
(4) Oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu. Bersesuaian dengan
nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara.

b. Menurut Bagir Manan:

(1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan


perundangundangan;

(2) Adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan Perundang-undangan


dengan materi yang diatur;

(3) Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu


dapat berupa kebutuhan.

(4) Tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang lebih


tinggi;

(5) Mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya.

c. Menurut Solly Lubis:

Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu


peraturan, yaitu:

(1) Segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk
membuat peraturan tertentu; dan

(2) Segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur hal-hal tertentu.

Landasan Sosiologis

a. Menurut Jimly Assiddiqie:

(1) Kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum;

(2) Kriteria Penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan

(3) Kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara factual memang


berlaku efektif dalam masyarakat.
Tidak hanya ke tiga unsur diatas yang harus terpenuhi dalam suatu
peraturan perundang undangan, menurut para ahli diatas sebuah peraturan
perundang undangan juga harus memenuhi unsur Politis, Jimly Assidiqi
berpendapat bahwa unsur Politis Harus tergambar adanya cita- cita dan norma
dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 sebagai politik hukum yang
melandasi pembentukan undang-undang. Sedangkan M. Solly Lubis
mengemukakan bahwa unsur politis dalam suatu perarturan perundang undangan,
yaitu berupa Garis Kebijaksanaan politik yang menjadi dasar bagi
kebijaksanaankebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan.
Misalnya, garis politik otonomi dalam GBHN (Tap MPR No. IV Tahun 1973)
Memberi pengarahan dalam pembuatan UU Nomor 5 tahun 1974.
Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila
dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya berkenaan dengan
keadilan yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terdapat di sila kelima dalam pancasila yaitu seharusnya nelayan juga
mendapatkan porsi perhatian yang adil dari pemerintah. Terlihat masih
lemahnya legislasi dan kebijakan pemerintah yang canderung tidak berpihak
kepada aktor utama penyedia protein hewani dari laut ini. Negara mempunyai
tanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945
yakni pada alenia ke 4: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah
darah Indonesia; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa; (3) memajukan
kesejahteraan umum; dan (4) ikut menjaga perdamaian dunia. Dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan adalah merupakan bagian dari penjabaran
tanggungjawab Negara yang selanjutnya dijadikan landasan filosofis, juga
Pengejawantahan dari alinea tersebut diuraikan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD
Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan: “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.”
Merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 pasal 33 (3), bahwa sumber daya alam Indonesa menjadi taggung jawab
pemerintah untuk mengelolanya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Realitanya, nelayan tradisional dihadapkan dengan dominasi pemilik modal
yang dilindungi aturan Penanaman Modal Asing (PMA). Terjepit dan tak kuasa,
nelayan tradisionalmempunyai posisi kurang beruntung di dalam rantai tata
niaga. Dalam pasal lain, yaitu pasal 26 disebutkan bahwa warga negara
Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Ditegaskan
juga di Pasal 28H, “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dan memadai. Semakin
jelas, bahwa nelayan mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
kesejahteraan dan pelayanan dari pemerintah.
Bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, Pemerintah Daerah
menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan. Perlindungan yang menjadi tanggung
jawab Negara itu tidak saja terhadap setiap orang baik dari arti individual dan
kelompok berikut identitas budaya yang melekat padanya, tetapi juga
perlindungan terhadap tanah air, yang tercakup di dalamnya sumber daya alam
dan lingkungan hidup. Perlindungan tersebut diarahkan dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum yang merupakan tanggung jawab Negara.
Negara bertanggung jawab dalam rangka pemenuhan Hak Azasi Manusia.
Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-
undangan tersebut menunjukan:
1. Pemahaman keabsahan peraturan perundang-undangan pada ranah normative
dan sosiologis. Dalam konteks landasan keabsahan peraturan perundang-
undangan yang menyangkut pembentukan peraturan perundangundangan,
lebih tepat memahami landasan keabsahan peraturan perundang-undangan
dalam ranah normatif. Landasan keabsahan politis pada ranah normatif dari
Jimly Asshiddiqie, mengambarkan politik hukum, yakni adanya cita-cita dan
norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 (Pembukaan dan pasal-
pasalnya), yang dapat diakomodasi dalam landasan filosofis dan yuridis.
2. Landasan keabsahan politis dari M. Solly Lubis yang menggambarkan
garis politik hukum dalam Ketetapan MPR, yang dapat diakomodasi dalam
landasan yuridis. Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang
landasan keabsahan atau dasar keberlakuan peraturan perundang-undangan,
maka landasan keabsahan filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum
sebagai berikut:

Filosofis : Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam


cita hukum (rechtsidee). Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.
Sosiologis : Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang
memerlukan penyelesaian. Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.
Yuridis : Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar
kewenangan dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta
tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan
yang lebih tinggi. Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai: (1) muatan
menimbang yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi
pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–undangan,
ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan (2) harus
juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan perundang-undangan.
Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan di
atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik penyusunan peraturan perundang-
undangan dan teknik penyusunan naskah akademik yang diadopsi Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011, ketiga aspek tersebut ialah:
Filosofis : Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
itu, pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin dengan
adanya peraturan perundang-undangan.
Sosiologis : Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek
yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris
mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya
peraturan perundang-undangan.
Yuridis : Menggambarkan permasalahan hukum yang akan diatasi, yang
sesungghunya menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi
atau materi yang diatur. Permasalahan hukum yang akan diatasi itu pada
dasarnya berkenaan dengan kepastian hukum yang mesti dijamin dengan
adanya peraturan perundang-undangan, oleh karena itu harus ada konsistensi
ketentuan hukum, menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan,
jenis dan materi muatan, dan tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum
yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi.

Negara mempunyai tanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan dalam


pembukaan UUD 1945 yakni pada alenia ke 4: (1) melindungi segenap bangsa
Indonesia dan tumpah darah Indonesia; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa;
(3) memajukan kesejahteraan umum; dan (4) ikut menjaga perdamaian dunia.
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah muko muko, tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan adalah merupakan bagian dari
penjabaran tanggung jawab Negara yang selanjutnya dijadikan landasan
filosofis, sosiologis, dan yuridis untuk keabsahan dari peraturan daerah yang
akan dibentuk. Landasan ini dapat dirinci sebagai berikut:
Landasan Filosofis : bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan
masyarakat secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
Landasan Sosiologis : bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dipandang perlu pengaturan terkait dengan Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan dan Pembudi Daya Ikan;
Landasan Yuridis : bahwa untuk memberikan landasan dan kepastian
hukum bagi Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, perlu diadakan
pengaturan dengan suatu peraturan daerah;
Perlindungan yang menjadi tanggung jawab Negara itu tidak saja terhadap
setiap orang baik dari arti individual dan kelompok berikut identitas budaya
yang melekat padanya, tetapi juga perlindungan terhadap tanah air, yang
tercakup di dalamnya sumber daya alam dan lingkungan hidup. Perlindungan
tersebut diarahkan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum yang
merupakan tanggung jawab Negara. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
Pemerintahan Kabupaten Muko muko perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan. Berdasarkan Pasal 2 UU No
7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi
Daya Ikan, Dan Petambak Garam, bahwa perlidungan dan pemberdayaan itu
berdasarkan asas:
a. kedaulatan;

b. kemandirian;

c. kebermanfaatan

d. kebersamaan;

e. keterpaduan;

f. keterbukaan;

g. efisiensi-berkeadilan;

h. keberjanjutan;

i. kesejahteraan;

j. kearifan local; dan

k. kelestarian fungsi lingkungan hidup.


Penjabaran asas tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih serta dalam
menjaga agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara ke depan
agar senantiasa berada pada pilar perjuangan mencapai cita-cita dan bahan
pembelajaran masyarakat.
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN UNDANG-UNDANG

A. Sasaran yang Ingin Dicapai

Dalam Penyusunan Raperda ini bertujuan agar terbentuk Peraturan daerah yang
mengatur tentang :

a. Pengaturan tentang perlindungan terhadap Nelayan berupa asuransi Gratis


bagi Nelayan
b. Pemberdayaan terhadap Nelayan oleh Pemerintah berupa edukasi dan
bimbingan dalam menggali potensi dan dan SDA yang ada dengan sebaik-
baiknya.
c. Pengaturan tentang kewajiban pemerintah dalam melindungi dan
memberdayakan Nelayan

B. Jangkauan dan Arah Pengaturan RAPERDA

Arah dari pembuatan perda tentang melindungi nelayan adalah :

a) Memberikan pengaturan tentang asuransi gratis bagi nelayan.


b) Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan SDA nelayan agar
tercapainya taraf ekonomi yang lebih baik.
c) Membuat peraturan daerah yang akan melindungi serta memberikan
kepastian hukum bagi para nelayan.
d) Memberikan peraturan tentang nelayan meliputi kesejahteraan ekonomi,
dan pemberdayaan nelayan
C. Ruang lingkup materi muatan Raperda
1. Ketentuan pembuatan raperda berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014
a) Di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang menyepakati 4 (empat) norma hukum
penting, yakni: (i) pemberdayaan masyarakat hukum adat dan nelayan
tradisional; (ii) penataan investasi; (iii) sistem perizinan; dan (iv)
pengelolaan kawasan konservasi laut nasional. Dengan adanya UU
tersebut maka nelayan dapat mengajukan usulan rencana zonasi. Undang-
undang perubahan ini juga telah memberikan pengakuan hak asal-usul
masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah
dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya
perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum
adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum
adat setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki wilayah
penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan cara memasukkan
wilayah tersebut sebagai subzona dalam rencana zonasi sehingga memiliki
perlindungan hukum secara paripurna
b) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

2. Ketentuan Raperda berdasarkan UU No 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan


a) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan melakukan Pengelolaan
Kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan
dan pengusahaan Sumber Daya Kelautan dengan menggunakan prinsip
ekonomi biru. Yang mana dalam rangka pemanfaatan dan pengusahaan
sumber daya kelautan tersebut maka pemerintah dapat menetapkan
kebijakan ekonomi kelautan.

Substansi Rancangan Peraturan Daerah tersebut meliputi :

1. Konsideran terdiri dari menimbang dan mengingat, yang memuat landasan


filosofis, yuridis, dan sosiologis.
2. Desideratum yang memuat pernyataan bahwa wakil-wakil rakyat di Provinsi
Bengkulu yang duduk di lembaga eksekutif telah menyetujui adanya
Peraturan Daerah tentang.
3. BAB I : Ketentuan Umum
BAB II: Ruang Lingkup
BAB III: Asuransi
BAB IV: Upah dan Koperasi Nelayan
BAB V: Keselamatan Kerja
BAB VI: Pengelolaan Perikanan
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luasnya lingkup muatan materi yang akan diatur dalam peraturan ini yang
meliputi ketentuan Perlindungan terhadap nelayan di provinsi Bengkulu harus
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tentang pemerintah daerah
serta Peraturan perundang-undangan di atasnya khususnya yang mengatur
mengenai perlindungan nelayan. Perlindungan terhadap nelayan di provinsi
Bengkulu. Rancangan Peraturan Daerah juga harus disesuaikan dengan
perkembangan masyarakat dan menjadi jawaban atas permasalahan yang selama
ini dihadapi oleh nelayan di Provisi Bengkulu. Perlindungan terhadap nelayan di
provinsi Bengkulu juga merupakan kewajiban pemerintah sebagai amanah
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Pengaturan tersebut harus dalam bentuk produk hukum
Peraturan Daerah agar dapat memberikan legalitas bagi tindakan hukum
Pemerintah Daerah dan bagi para nelayan tersebut, atas kondisi tersebut maka
Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu segera menetapkan Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Perlindungan terhadap nelayan di provinsi Bengkulu.

B. Saran

Saran Materi tentang kebijakan yang berkaitan dengan Perlindungan


terhadap nelayan di provinsi Bengkulu harus sesuai dengan kewenangan
Pemerintah Provinsi Bengkulu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang terkait
lainnya Dengan demikian pengaturan terhadap Perlindungan terhadap nelayan di
provinsi Bengkulu berisi pengaturan tentang :

1. Norma kewenangan yang dimiliki Pemerintah Provinsi Bengkulu terkait


dalam bentuk memberikan perlindungan terhadap nelayan di provinsi
Bengkulu
2. Norma Jenis dan Kriteria Pemberian perlindungan, yang memberikan
kejelasan serta batasan terkait dengan perlindungan terhadap nelayan di
provinsi Bengkulu
3. Norma perintah bagi pemerintah setempat dalam memberikan perlindungan
kepada para nelayan.
4. Norma larangan yang membatasi hak para nelayan dalam melindungi dirinya.
5. Norma administrasi dan pidana merupakan ketentuan yang mengatur guna
mendukung efektifitas pelaksanaan dari suatu aturan yang telah dibentuk serta
untuk memberikan efek jera kepada orang dan/atau badan hukum yang
melanggar Agar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan perlindungan terhadap nelayan di provinsi Bengkulu ini
dapat dilaksanakan secara baik, maka diperlukan mekanisme dan prosedur
yang transparan. Untuk itu harus dilakukan berdasarkan jadwal yang jelas
dengan kegiatan yang rinci untuk setiap tahapannya.
BAHAN BACAAN

Perikanan, K. K. (2020, Juli 1). Konservasi Perairan Sebagai Upaya menjaga


Potensi Kelautan dan Perikanan Indonesia. Dipetik September 29, 2021,
dari Kkp.go.id: https://kkp.go.id/djprl/artikel/21045-konservasi-perairan-
sebagai-upaya-menjaga-potensi-kelautan-dan-perikanan-indonesia

tatistic, B. P. (n.d.). bps.go.id. Retrieved Oktober 11, 2021, from bps.go.id:


https://www.bps.go.id/subject/56/perikanan.html

https://www.bps.go.id/indicator/12/1886/1/jumlah-penduduk-hasil-proyeksi-
menurut-provinsi-dan-jenis-kelamin.html

riyoto, dan Bambang Sumantri , ISSN: 1412-8837 MODEL PENGEMBANGAN


SUMBER DAYA NELAYAN
BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KOTA BENGKULU, hlm AGRISEP
14 No. 2 September 2014 Hal: 217 – 22

Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Cet III, Pusat Studi Hukum
(PSH) Fak Hukum UII, Yogyakarta, 2004

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000)

Hans Kelsen, (Ebook) Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan
Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State,
(Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006),

Anda mungkin juga menyukai