Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit
flu, demam tifoid, demam chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai penyakit lain. Manifestasi klinis akibat infeksi virus
dengue ini dapat menyebabkan keadaan yang beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue
(DBD) dan sindrom syok dengue. Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan segera, diperlukan
pemahaman imunopatogenesis penyakit DBD, pemeriksaan laboratorium yang tepat dan interpretasi yang didapat dari hasil
laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin (alfa,beta,gamma, dan
delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Nilai normal Hb wanita 12-16 gr/dL, pria 14-18
gr/dL, anak 10-16 gr/dL, dan bayi baru lahir 12-24 gr/dL.1
2. Hematokrit (Ht)
Merupakan perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darah atau volume sel darah
merah dalam 100 ml/dL keseluruhan darah, atau eritrosit dalam seluruh volume darah yang dihitung dalam %. Semakin tinggi
presentase Ht berarti konsentrasi darah semakin kental, diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah
berlanjut hingga keadaan syok hipovolemik. Nilai normal HMT anak 33-38%, pria 40-54%, dan wanita 38-47%.1,2 Pada DBD,
kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada
hari ke-3 demam.3
3. Leukosit
Merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranular (polimorfonuklear) dan
jaringan limfatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai
normal leukosit pada dewasa 4500-11.000/mm3, bayi/anak 9000-12.000/mm3, dan bayi baru lahir 9000-30.000/mm3. Pada DBD,
leukosit dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. 3LPB merupakan reaktif limfosit
dari limfoid yang muncul sebagai respon imun nonspesifik terhadap antigen, infeksi, toksin, ataupun sitokin. Limfosit plasma biru
merupakan limfosit atipik yang khas pada DBD. LPB berbentuk bulat tetapi adakalanya berbentuk amuboid, sitoplasma tampak
gelap dengan vakuolisasi.4
Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit terhadap 100 sel hanya bermakna bila jumlah leukosit dalam keadaan normal
yaitu antar 5000-10000/uL darah. Pada keadaan dimana jumlah leukosit meningkat (leukositosis) hitung jenis leukosit dilakukan
terhadap lebih dari 100 sel. Hitung jenis sel dilakukan terhadfap 200 sel bila jumlah leukosit antara 10.000-20.000/uL, terhadap
300 sel bila jumlah leukosit antara 20.000-20.000/uL dan terhadap 400 sel bila jumlah leukosit lebih dari 50.000/uL.
5. Trombosit
Platelet atau trombosit adalah fragmen dari megakaryosit yang dibentuk di sum-sum tulang. Bersirkulasi di darah dengan
rentan waktu 8-12 hari hingga diambil oleh limpa. Platelet sangat esensial terhadap hemostasis dan pembekuan darah. Platelet
count dapat dilakukan secara pengamatan secara mikroskopik. Penurunan sampai di bawah 100.000/microliter menandakan
terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.1 Pada DBD, umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.3
8. Procalsitonin (PCT)
Merupakan prekusor peptida dari hormon kalsitonin, terdiri atas 116 asam amino dan dihasilkan oleh sel parafolikular tiroid
dan sel neuroendokrin paru dan intenstin. Kadar prokalitonin orang sehat adalah dibawah 0.1 ng/ml. Peningkatan kadar
prokalsitonin disebabkan respon stimulus proinflamasi terutama karena bakteri namun peningkatan tidak terlihat begitu signifikan
pada infeksi virus atau inflamasi non infeksius. 6
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan
teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Pemeriksaan Serologis
Tes serologi merupakan jenis pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji serologis yang klasik adalah uji hambatan
hemaglutinasi, uji pengikatan komplemen dan uji netralisasi. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA) , immunoblot dan immunochromatography. Diantara uji klasik, uji netralisasi sebenarnya merupakan uji yang terbaik,
akan tetapi tekniknya sulit sehingga jarang dipakai. Uji hambatan hemaglutinasi dan uji pengikatan komplemen lebih mudah
dilakukan tetapi lebih tidak spesifik. Hasil yang positif hanya menunjukkan bahwa pasien sedang atau baru saja terinfeksi oleh
Flaviviridae dan tidak dapat memastikan apakah penyebabnya virus Dengue, apalagi serotipe tertentu. Hal ini disebabkan oleh
adanya reaksi silang antara anggota Flavivridae dan antar tipe virus Dengue. WHO pernah menggunakan uji hambatan
hemaglutinasi sebagai standar untuk mengklasifikasikan respons antibody menjadi respons primer ( infeksi primer ), respons
sekunder (infeksi sekunder ) dan bukan Dengue. Untuk itu diperlukan pengambilan bahan paling sedikit dua kali yaitu serum fase
akut dan serum fase konvalesens ( menjelang pasien pulang ) dengan jarak minimal 7 hari. Oleh karena itu tes ini agak sulit untuk
digunakan serbagai panduan pemberian terapi pada kasus-kasus yang meragukan. Untuk diagnosis cepat pada fase akut sehingga
dapat dijadikan panduan terapi telah dikembangkan metode ELISA, immunoblot dan immunochromatography. Berikut ini adalah
bagan interpretasi menurut WHO dengan menggunakan uji hambatan hemaglutinasi.8
Pemeriksaan Radiologis3
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,
efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri
kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Kriteria Diagnosis3
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:3
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif.
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada
DBD.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza,
chikungunya dan leptospirosis.
Daftar Pustaka
1. Wilson DD. Manual of Laboratory and Diagnosis Tests. New York: Mcgraw-Hill; 2008. p. 619-23
2. Anonim. Hematokrit. Available from : http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1783
3. Suhendro, Leonard N, Khie C, Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi V. Jakarta: InternaPublishing, 2009. Hal: 2775-6.
4. Nany. Limfosit Plasma Biru.. 2007. Available from :
http//www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6241/1/057027008.pdf
5. Sacher RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2004.p.62-3.
6. Provan D and Krentz A. Oxford Handbook Clinical and Laboratory Investigation. 447-49
7. Nabili S. C- Reactive Protein. Available from : http://www.medicinenet.com/c-reactive_protein_test_crp/article.htm.
8. Wiradharma D. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Available from
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.18_no.2_3.pdf