Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AHMAD IBNU SYAUQI

KELAS : 12 IPS 3

C.                Teknologi Berburu Masyarakat Melayu Riau


Alat-alat yang dipakai oleh masyarakat Melayu Riau untuk berburu antara lain: Lembing, Lapun,
Jerat Getah Kayu, Lastik. Peralatan tersebut dipergunakan dengan cara yang berbeda, seperti yang
diperkatakan berikut :
1.      Lembing
Lembing yang seluruhnya terbuat dari besi (baik mata maupun tangkainya terbuat dari besi). Lembing
biasanya, digunakan untuk berburu babi dan binatang liar lainnya di hutan. Lembing terdiri atas 2
macam :
a.       Lembing yang seluruhnya terbuat dari besi (baik mata maupun   tangkainya terbuat dari besi).
b.       Lembing yang matanya saja yang terbuat dari besi, sedangkan tangkainya terbuat dari kayu bambu
panjang (kira-kira 2,5 m).
2.      Lapun
Lapun ialah alat berupa jaring yang terbuat dari benang, rotan, atau akar. Lapun dibuat lebih besar sedikit
sata dari sarang burung, ditempatkan di atas sarang burung, dan diberi tali atau benang panjang sebagai
alat penarik atau penyentak dari jauh. Lapun biasanya digunakan untuk menangkap burung.
3.      Jerat
Jerat ialah alat penangkap binatang yang terbuat dari tali, rotan, atau akar yang dibentuk melingkar di atas
tanah atau di atas dahan kayu tempat hewan selalu melintas. Jerat juga diberi tali panjang sebagai alat
penarik  atau penyentak. Jerat ini juga dipergunakan untuk menangkap ayam. Jerat juga dapat dibuat dari
bambu atau kayu yang memiliki daya pegas. Jerat seperti ini digunakan untuk menangkap Tupai atau
kera. Biasanya, Jerat juga menggunakan tali yang dibentuk melingkar untuk menjerat mangsa. Kayu atau
bambu, biasanya melenting bila diinjak bagian tertentu dan akan menyentak tali melingkar tadi sehingga
menjerat mangsanya.
4.      Getah Kayu
Getah Kayu ialah alat yang dipergunakan untuk menangkap burung. Getah yang dipergunakan biasanya
getah pulai. Getah ini diolah sedemikian rupa sehingga memiliki daya lekat yang kuat. Getah dioles di
sebuah lidi ijuk dan dipasang di atas ranting kayu tempat burung biasa mencari makan, minum atau
sekedar tempat beristirahat.
5.      Lastik (Ketapel)
Ketapel dapat juga digunakan sebagai alat berburu burung. Lastik terbuat dari karet gelang maupun karet
dan bekas yang dipotong menurut ukuran yang sesuai.  Karet ini dubuat pada kayu bercabang dua yang
befungsu sebagai tangkai Lastik. Pada bagian lain, karet diikat pula pada potongan kulit sepatu bekas
yang berfungsi sebagai tempat peluru.

D.                Teknologi Berdagang Masyarakat Melayu Riau


Beberapa ciri atau tanda Masyarakat Melayu Riau dalam berdagang yakni : berprilaku disiplin,
jujur, tekun dan santun; mengambil risiko dengan penuh perhitungan; memiliki daya kreasi, motivasi dan
imajinasi; hidup efisien dan tidak tidak boros; mampu memotivasi orang lain untuk saling bekerjasama;
mampu menganalisis kesempatandan melihat peluang-peluang untuk pengembagna usaha. Meredith
menjelaskan ciri-ciri wirausaha yakni; percaya diri, berorientasi  tugas dan hasil, pengambil risiko,
kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi kemasa depan.
Ada beberapa peralatan yang digunakan oleh Masyarkat Melayu Riau diantaranya :
Kewirausahaan dalam budaya Melayu merupakan bagian terpenting dalam kehidupan
masyarakat. Kebiasaan berdagang dan berjual beli tidak hanya dilakukan Raja atau Sultan tetapi juga oleh
masyarakat. Pada masanya Sultan berdagang ke Singapore, Johor dan Semenanjung Melaka dengan
membawa hasil alam termasuk hasil produksi masyarakat hingga keberbagai mancanegara. Kebiasaan
berdagang dan berjual beli telah lama tertanam dalam masyarakat Melayu, terutama dilakukan di daerah
pesisir dan sungai yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat. Bahkan diawali melalui
perdagangan barter sampai dengan perdagangan dengan menggunakan mata uang. Nilai-nilai
kewirausahaan ditunjukkan oleh sang pemimpin terhadap rakyatnya, artinya masyarakat tidak hanya
menanam, berproduksi dan menghasilkan sesuatu tetapi lebih dari itu harus mampu menjual hingga
sampai kengeri orang lain. Falsafah inilah yang melandasi bahwa orang Melayu itu pandai berdagang,
melaut dan berlayar hingga sampai ke Madagaskar.
Bakat dan mental dagang dalam masyarakat Melayu telah ada sejak dahulu hingga sekarang ini
sehingga disebut sebagai bangsa ”Peniaga”, artinya sudah ada bakat  dan mental kewirausahaan yang
tertanam, sehingga kalau adanya ungkapan yang mengatakan bangsa Melayu itu ”Pemalas”, sangat
bertentangan dengan adat istiadan melayu.
Beberapa alat yang digunakan dalam berdagang diantaranya : Dacing adalah alat yang digunakan
untuk mengukur atau menimbang berat suatu barang. Alat yang terbuat dari perunggu ini digunakan oleh
para pedagang untuk menimbang berat suatu barang. Gantang adalah alat yang digunakan untuk menakar
volume beras. Dari segi bahannya, alat ini ada yang terbuat dari kayu dan ada yang terbuat dari logam.
Kayu yang dijadikan alat ini adalah kayu yang keras tetapi seratnya lembut. Dan, kayu itu oleh
masyarakat setempat disebut padero. Kayu tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga berbentuk bulat
lonjong dengan tinggi sekitar 1,5 cm dan lebar “mulutnya” berdiameter 10 cm. Sedangkan, gantang  yang
terbuat dari logam dapat diperoleh dengan mudah karena telah diproduksi oleh pabrik. Gantang logam ini
disamping mudah didapat tetapi juga tahan lama. Oleh karena itu, gantang kayu sudah mulai
ditinggalkan.

E.                 Teknologi Berkebun  Masyarakat Melayu Riau


a.    Cangkul atau Pacul adalah satu jenis alat pertanian tradisional yang digunakan dalam proses pengolahan
tanah pada lahan pertanian. Cangkul digunakan untuk menggali ataupun untuk meratakan tanah. Alat ini
merupakan elemen penting dalam bidang pertanian terutama pertanian ladang kering. Cangkul dibuat dari
baja sehingga alat ini sangatlah kuat Cangkul adalah alat untuk menggali tanah dan membalik tanah, yang
terbuat dari lempengan besi dan diberi tangkai (disebut hulu cangkul) dari kayu sebagai pegangan, yang
panjangnya kira- kira 100 -180 cm. Bagian sebelah bawah lempengan besi cangkul ditajamkan dan
disebut mata cangkul.
b.   Cakar Ayam adalah alat yang biasa digunakan untuk menguraikan sampah-sampah. Alat ini sangat
berguna bagi mereka yang bekerja di tempat pembuangan sampah. Dengan alat cakar ayam ini akan
memudahkan dalam memilah-milah sampah. Alat ini sama fungsinya dengan garuk sampah, tetapi bentuk
dan juga kekuatannya berbeda. Alat cakar ayam ini terbuat dari besi sehingga alat ini jauh lebih kuat dan
lebih awet dibandingkan dengan garuk sampah yang hanya terbuat dari lempengan drum. Nama cakar
ayam sendiri dipakai karena bentuk dari alat ini yang menyerupai cakar ayam yang berupa tiga jari. Untuk
bagian pegangannya juga menggunakan garan dari kayu agar mudah dalam penggunaanya.
c.    Alat pengerat atau pemotong yang terbuat dari bilah besi yang agak tebal bagian sebelah bawahnya
untuk mengerat atau( memotong) disebut mata parang diasah sehingga tajam, sedangkan bagian atasnya
disebut punggung parang tidak diasah sehingga tetap tebal (tumpul).
d.   Parang juga diberi tangkai atau hulu sebagai pegangan yang terbuat dari kayu, tetapi hulunya pendek saja
lebih kurang segenggaman lebih yang dibentuk agak bengkok ujungnya agar tidak lepas ketika dipegang.
e.    Kampak atau Kapak adalah alat yang biasa digunakan untuk memilah kayu ataupun menebang pohon
yang berukuran kecil maupun besar. Kampak ini terbuat dari besi baja sehingga sangatlah kuat untuk
menebang pohon. Bentuk dari alat kampak ini yaitu berupa lempengan landepan pada bagian utamanya.
Sementara pada bagian kepala terdapat lubang untuk dipasang garan.
f.    Arit atau sabit adalah satu alat bantu pertanian sejenis pisau berbentuk melengkung yang digunakan
untuk memotong berbagai jenis tumbuhan, rumput-rumputan, padi, jagung bahkan alat ini biasa
digunakan untuk memotong kayu. Bagian dalam dari lengkungan berbentuk tajam, bentuk lengkung ini
memudahkan dalam proses memotong dengan cara mengiris bagian bawah tanaman yang dipotong
dengan cara mengayunkan seperti gerakan memarang dengan satu tangan, atau ketika untuk
mengumpulkan rumput atau memanen tanaman padi tangan yang lain biasanya memegang pokok
tanaman yang akan di tebas. Alat pertanian arit ini terbuat dari besi baja sehingga tidak akan peyok saat
digunakan. Pada bagian pegangan arit atau sabit ini terbuat dari kayu yang disebut garan. Dengan di
pasangnya garan ini akan memudahkan dalam penggunaannya sekaligus lebih enak untuk dibawa.
g.   Gathul adalah alat pertanian byang digunakan untuk melubangi tanah pada saat petani menanam kacang,
padi, jagung dan lain-lain. Gathul merupakan alat yang sangat penting untuk para petani lading tanah
kering. Karena alat ini merupakan bagian tak terpisahkan bagi para petani terutama pada daerah ladang.
Selain itu gathul juga berfungsi untuk mencabuti rumput- rumput liar yang bisa mengganggu tumbuhnya
tanaman petani. Gathul ini ada yang terbuat dari baja dan ada juga yang terbuat dari besi biasa. Sementara
untuk bentuk alat ini yaitu terdiri dari bagian utama, bagian tangkai, dan bagian pegangan. Pada bagian
utama yaitu berupa lembaran daun besi, pada bagian tangkai menghubungkan anatara bagian utama
dengan bagian pegangan. Dan pada bagian pegangan itu sendiri dengan menggunakan pegangan atau
garan yang terbuat dari kayu.
h.   Pengait rumput adalah alat yang dibuat dari ranting kayu yang tidak mudah patah.
i.     Parang panjang adalah alat yang digunakan untuk menebas rerumputan liar di perkebunan kelapa,
persawahan, perladangan dan lain-lain.

F.                 Teknologi Bertani Masyarakat Melayu Riau


Adapun beberapa peralatan yang digunakan Masyarakat dalam bertani anatara lain :
1.      Galah adalah alat yang dipakai petani untuk merebahkan batang padi agar mudah dituai. Galah terbuat
dari bambu yang dipotong sepanjang 3-5 meter, lalu dibersihkan ranting-ranting serta dihaluskan ruas-
ruasnya.
2.       Tuai atau ani-ani adalah alat untuk memotong tangkai padi saat dipanen. Tuai terbuat dari kombinasi
beberapa bahan, antara lain besi untuk mata tuai, papan kayu untuk badan tuai, dan bambu untuk
gagang tuai. Panjang gagang tuai 6 cm, badan tuai 14 cm, dan mata tuai 5 cm. Bentuk tuai mirip seperti
seekor burung yang memiliki dua kepala.
3.      Jangki adalah alat berbentuk keranjang yang digunakan untuk mengangkut padi seusai dituai  (panen).
Bagian atas jangki berukuran 70 cm dan dibuat lebih besar daripada bagian bawahnya yang tertutup.
Sementara tinggi jangki berukuran sekitar 105 cm. Jangki dibuat dari rotan yang dibelah-belah lalu
dianyam. Agar tidak mudah rusak, pada bagian samping, atas, dan bawah jangki dilapisi bilah kayu di
keempat sudutnya. Salah satu sisi badan jangki dipasang tali yang berfungsi untuk mengalungkan ke
punggung.
4.      Karung goni adalah karung yang biasa digunakan untuk tempat gula pasir atau beras. Karung goni
diperoleh petani dengan cara membeli. Karung ini digunakan sebagai tempat padi setelah dituai (panen).
5.      Gerobak adalah alat untuk mengangkut padi. Di Jambi, gerobak juga disebut pedati. Angkutan
tradisional beroda dua ini ditarik oleh sapi atau kerbau. Gerobak terbuat dari bahan kayu, mulai dari roda,
tali kekang, badan gerobak, hingga penghubung antara badan dengan leher sapi. Panjang gerobak kurang
lebih 250 cm, sedangkan badan gerobak 100 cm.
6.      Bilik (lumbung/belubur) adalah bangunan berbentuk rumah tempat menyimpan padi setelah dipanen
untuk jangka waktu lama. Bilik di Jambi beratap seng yang bertujuan agar matahari terus mengeringkan
padi di dalamnya. Dinding dan tiang bilik terbuat dari kayu meranti. Lantainya dari papan. Lebar bilik
kurang lebih 2-3 meter dengan bagian bawah agak mengecil.
7.      Seput, sumpitan, atau semput adalah alat berburu sekaligus permainan tradisional masyarakat Melayu.
8.      Tajak adalah sejenis alat yang digunakan untuk menebas rerumputan hingga ke akar-akarnya.
9.      Jebak adalah perangkap yang dibuat untuk menangkap binatang seperti burung, biawak, musang, landak
dan lain-lain. Jebak biasanya dibuat dari rotan atau bambu yang dibelah dengan ukuran kecil, lalu
dianyam sesuai dengan yang diinginkan.
10.  Dacing adalah alat yang digunakan untuk mengukur atau menimbang berat suatu barang. Alat yang
terbuat dari perunggu ini digunakan oleh para pedagang untuk menimbang berat suatu barang.
11.  Gantang adalah alat yang digunakan untuk menakar volume beras. Dari segi bahannya, alat ini ada yang
terbuat dari kayu dan ada yang terbuat dari logam. Kayu yang dijadikan alat ini adalah kayu yang keras
tetapi seratnya lembut. Dan, kayu itu oleh masyarakat setempat disebut padero. Kayu tersebut dibuat
sedemikian rupa, sehingga berbentuk bulat lonjong dengan tinggi sekitar 1,5 cm dan lebar “mulutnya”
berdiameter 10 cm. Sedangkan, gantang  yang terbuat dari logam dapat diperoleh dengan mudah karena
telah diproduksi oleh pabrik. Gantang logam ini disamping mudah didapat tetapi juga tahan lama. Oleh
karena itu, gantang kayu sudah mulai ditinggalkan.
12.  Kaleng juga dapat dipakai untuk menakar volume beras. Namun, jarang yang melakukannya.
Kebanyakan kaleng dipakai untuk menakar kacang tanah, jagung dan cabe giling. Ukuran kaleng
beraneka ragam, namun bentuknya sama, yaitu persegi panjang (kotak). Kaleng yang terbesar kira-kira
berukuran 30 x 30 x 50 cm. Cara memperolehnya adalah memanfaatkan kaleng bekas tempat minyak
sayur, roti kering, kapur/gamping sirih, atau tempat barang-barang lain yang memakai bahan dari
kaleng/seng yang berbentuk kotak.
13.  Cupak adalah alat yang digunakan untuk menakar atau menentukan volume suatu barang yang berbutir
(beras, kedelai, kacang tanah dan lain-lain). Alat ini dibuat dari tempurung kelapa yang sudah dibersihkan
dan dihaluskan. Cupak juga sering digunakan untuk mengeluarkan beras dari karung ke gantang, namun
beras yang dimasukkan ke dalam cupak ini jumlahnya relatif kecil. Selain untuk alat takar, cupak juga
digunakan oleh para ibu rumah tangga untuk mengukur/menakar beras yang akan ditanak.
14.  Canting fungsinya sebenarnya sama dengan cupak, yaitu alat untuk menakar beras. Bedanya,
jika cupak terbuat dari tempurung kelapa, maka canting terbuat dari seng (kaleng bekas produk susu).
Cara membuatnya adalah dengan memotong salah satu bulatan di ujung kaleng, lalu dibersihkan dan
jadilah alat yang disebut sebagai canting. Alat ini dinilai lebih praktis ketimbang cupak. Oleh karena
itu, cupak sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
15.  Taning adalah tali yang terbuat dari ilalang atau kulit bambu yang diikatkan pada buah-buahan yang
dipetik dengan tangkainya (rambai, petai, rambutan dan lain-lain). Jadi taning dapat berarti ikat.
Contohnya, satu taning rambai berarti satu ikat rambai, satu taning petai berarti satu ikat petai. Dalam
satu taning terdiri dari 5--10 tangkai buahan-buahan.

G.                Teknologi Bahari Masyarakat Melayu Riau


Kata bahari mempunyai dua pengertian. Pertama, bahari yang berarti zaman kuno (ancient),
yang semasa dengan masa adanya catatan sejarah sampai pada masa kemaharajaan Roma 467 A. P.
(Wojowasita dan Poerwadarminta, 1974) atau sesuatu yang terkenal dan/atau sudah tidak penting lagi
pada akhir-akhir ini, tetapi ada sejak masa lalu (Websters, 1966). Kedua, bahari ditafsirkan dari akar kata
bahasa Arab yang banyak mempengaruhi bahasa Melayu, yaitu bahari yang berarti laut atau sungai besar.
Dalam tulisan ini pengertian yang dipakai ditekankan pada yang pertama, walaupun dalam
pembahasannya pengertian yang kedua akan tercakup. Teknologi bahari yang dimaksud di sini adalah
teknologi yang dipakai oleh masyarakat Melayu Riau dalam mendayagunakan sumber daya alam yang
ada di sekitarnya untuk mencapai keperluan hidupnya sejak zaman kuno. Di antara teknologi tersebut ada
yang masih digunakan hingga hari ini.
Terdapat anggapan bahwa beberapa peralatan dan matapencaharian khas yang masih ditemukan
dalam masyarakat Melayu Riau sekarang ini berasal dari masyarakat Melayu bahari. Bukti lain
menunjukkan bahwa ditinjau dari segi matapencahariannya, suatu keluarga Melayu bahari jarang sekali
bergantung pada satu macam matapencaharian, sehingga mereka tidak bergantung pada satu jenis
teknologi. Dengan cara hidup yang demikian mereka tidak terikat pada satu sumber ekonomi, sehingga
selalu ada teknologi cadangan atau matapencaharian lain yang berperan sebagai cadangan (Mubyarto,
1979: 243). Namun hal itu mengakibatkan tidak berkembangnya spesialisasi pekerjaan, sehingga
teknologi yang ada tidak meningkat pesat.
Keragaman matapencaharian masyarakat Melayu di bagian daratan Sumatera (Riau Daratan)
dapat dijadikan dasar untuk menelusuri keragaman teknologi yang ada dalam masyarakat. Hamidy (1983)
memperkenalkan istilah tapak lapan yang berarti delapan matapencaharian masyarakat Melayu di Rantau
Kuantan. Adapun kedelapan matapencaharian itu adalah 1) beladang ‘berladang‘, menanam padi di
ladang dan sawah; 2) bakobun ‘berkebun‘ getah, tanaman muda, dan palawija; 3) bataronak ‘beternak‘,
memelihara binatang ternak; 4) mengusahakan niro ‘mengambil air nira‘ dari batang enau;
5) batukang ‘bertukang‘; 6) baniago ‘berniaga‘; 7) bapakarangan, mempunyai peralatan menangkap
ikan, menjadi nelayan;  dan 8) mendulang emas (Hamidy, 1982: 18-25).
Setiap jenis matapencaharian biasanya mempunyai beberapa cara dan alat. Alat dan cara
penggunaannya akan menampakkan teknologinya. Peralatan dan cara penggunaannya dipengaruhi oleh
lingkungan dan sumber daya yang akan diolah, sehingga lahir berbagai teknologi. Walaupun teknologi itu
menghasilkan hal yang sama atau mempunyai fungsi yang sama, tetapi teknologi tersebut tetap berbeda.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat Melayu mampu secara aktif menghasilkan berbagai
teknologi dan sekaligus mengembangkannya sesuai dengan fungsi dan pengaruh lingkungan tempat
digunakannya teknologi tersebut. Masyarakat Melayu tidak canggung dengan perubahan teknologi, asal
teknologi tersebut lebih menguntungkan dan mudah diterapkan, seperti teknologi dalam pertanian.
Teknologi untuk menghasilkan padi misalnya, bermula dari ladang berpindah di pinggir sungai
(jauh dari desa), yang berkembang menjadi ladang baruh (ladang dekat desa). Kemudian karena alasan
pertambahan penduduk, pembangunan pemukiman, dan untuk menghindari banjir, mereka melakukan
ladang kasang (ladang tegalan), dan bila pengairan memungkinkan, akhirnya berkembang menjadi sawah.
Untuk menghasilkan padi, mereka tentu harus mengupayakan alat dan cara mengolah lingkungan
tersebut, dan pada akhirnya menghasilkan teknologi sendiri. Alat yang diperlukan dalam ladang
berpindah hanya lading (parang), beliung, api, tajak, tuai, ketiding, dan kopuk untuk mengangkat dan
menyimpan padi, sedangkan pada ladang baruh diperlukan sabit, cabak, garo, tembilang, ajak,
tuai, kembut, dan rangkiang.
Dengan diperkenalkannya tanaman baru seperti karet, jagung, ubi kayu, ubi jalar, cengkih, dan
sebagainya, teknologi yang dimiliki orang Melayu kemudian semakin berkembang dan beraneka ragam.
Hanya saja penelitian tentang proses dan mekanisme perkembangan, serta sejauh mana proses perubahan
tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Melayu sejak zaman bahari masih sangat langka.
Secara sederhana, teknologi bahari yang dimiliki masyarakat Melayu Riau dapat dikelompokkan
dalam bidang teknologi pertanian, perikanan, peternakan, pertukangan, perkapalan, pertambangan, dan
pengolahan makanan. Dalam pertanian dikenal teknologi berladang dan cara pengolahan tanah tebas,
tebang, bakar (porun). Teknologi ini merupakan teknologi bahari yang paling menonjol. Ternyata cara
pengolahan tersebut tetap dipakai dalam usaha perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya yang
sedang digalakkan di Riau saat ini

Anda mungkin juga menyukai