Anda di halaman 1dari 7

Bogor, 24 October 2021

Nasikh
Mansukh
Agus Ali M.Pd,i
Pembahasan

1 Pengertian Nasikh 3 Pembagian Nasakh

2 Pengertian mansukh 4 Rukun dan Syarat Nasikh


Pengertian Nasikh

Dari segi etimologi, para ulama’ Ulumul Qur’an mengemukakan arti kata
nasakh dalam beberapa makna, diantaranya adalah menghilangkan,
memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain, mengganti atau
menukar, membatalkan atau mengubah, dan pengalihan.[2] Secara
terminologis menurut Manna’ Khalil al-Qhaththan, nasakh adalah
mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khithab)
syara’ yang lain.[3]
Pengentian Mansukh

Mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa
dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah
disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah para dan diganti dengan yang baru, karena adanya
ulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan
dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dan penggantian hukum tadi.
dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari
dalil syara’ baru yang datang kemudian
Pembagian Naskh 1 2 3
Dibaca ☺ Ada Tulisan Ya Di Baca 😁 Awas Ajh Kalau Sampai
Nggak 🙄
Bagaimana kabar kalian?

2. Nasakh al-Qur’an dengan Sunnahn


1. Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an

Bagian ini disepakati Nasakh Qur’an dengan


kebolehannya dan telah hadits ahad.
terjadi dalam pandangan jumhur ulama’ berpendapat,
mereka yang mengatakan Qur’an tidak boleh dinasakh Nasakh Qur’an dengan
adanya naskh. Misalnya, ayat oleh hadits ahad, sebab hadits mutawatir.
tentang ‘iddah empat bulan Qur’an adalah mutawatir dan Naskh demikian dibolehkan
sepuluh hari. menunjukkan yakin, sedang oleh Imam Malik, Imam Abu
hadits ahad dzanni, bersifat Hanifah, dan Iman Ahmad
dugaan, di samping tidak sah dalam satu riwayat, sebab
pula menghapuskan sesuatu masing-masing keduanya
yang ma’lum (jelas adalah wahyu.
diketahui) dengan yang
madznun (diduga).
Rukun dan Syarat Nasikh

Adanya mansukh (ayat yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang dihapus itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat atau
tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Sebab, bila terikat dengan waktu maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Karena itu, maka
yang demikian itu tidak dapat dinamakan dengan nasakh. Di samping itu, mansukh (ayat yang dihapus) tidak bersifat “ajeg” secara nashshi, dan ayat
yang mansukh itu lebih dahulu diturunkan daripada ayat yang nasikh (menghapus).
Adanya mansukh bih (ayat yang digunakan untuk menghapus), dengan syarat, datangnya dari Syari’ (Allah) atau dan Rasulullah s.a.w. sendiri yang
bertugas menyampaikan wahyu dari Allah. Sebab penghapusan sesuatu hukum tidak dapat dilakukan dengan menggunakan ijma’ (konsensus) ataupun
qiyas (analogi).
Adanya nasikh (yang berhak menghapus), yaitu Allah. Kadang-kadang ketentuan hukum yang dihapus itu berupa al-Qur’an dan kadang-kadang pula
berupa sunnah.
Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu ialah orang-orang yang sudah aqil-baligh atau mukallaf), karena yang menjadi sasaran hukum yang
menghapus dan atau yang dihapus itu adalah tertuju kepada mereka
Terima kasih!
Semoga hari Anda seru.

Anda mungkin juga menyukai