Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A.Sistem Politik Dan Kemasyarakatan Bangsa Arab Pra Islam

1. Sistem Politik Arab Pra Islam

Bangsa Arab sebelum Islam tidak memiliki sistem pemerintahan yang kita kenal saat
ini. Sistem politik mereka lebih dominan kesukuan (kabilah) yang di pimpin oleh kepala suku
yang disebut Syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan
atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Bagi
masing-masing suku terdapat seorang pemimpin (Syaikh). Dalam memilih pemimpin kriteria
yang dipakai adalah pemberani, Pemurah, Cerdas, Arief dan bijaksana.

Masyarakat Arab pra Islam tidak memiliki pemerintahan seperti sekarang, Mereka
hanya memiliki pimpinan yang mengurus berbagai hal dalam keadaan perang dan damai1

Secara internal, pada dasarnya kondisi politik di wilayah Arab pra Islam mengalami


perpecahan atau dikenal dengan istilah otonomi daerah. Hal ini dikarenakan mereka tidak
mengenal sistem kepemimpinan sentral yang mengatur segala urusan kepemerintahan secara
general.2

Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin


kabilahnya masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, Adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga
daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah3.

Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja.


Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan
damai ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti
layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin
murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat
1
Drs.Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam (Jakarta November 2009) h.58.
2
https://islami.co/sistem-politik-arab-pra-islam-fanatik-kesukuan-dan-tidak-ada-pemerintahan-sentral/ dikutip pada rabu
13 oktober 2021 pukul 22:09 WIB.
3
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27.
pemimpin kabilah itu murka. Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah system dictator. Banyak
hak yang terabaikan. Rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan
hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan
kekayaan itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan
dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi
kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan
mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan
sedikitpun.4

Faktanya telah terbentuk sistem otonomi seperti kabilah (clan) yang berorientasi pada


terbentuknya suku – suku (tribe). Dengan demikian bisa dikatakan sejak masa jauh sebelum
Islam datang, masyarakat Arab telah memiliki keorganisasian dan identitas sosial yang jelas.
Namun, Sifat rasial yang menjadi watak orang Arab menjadikan masing masing suku saling
bersaing dalam beberapa momen, Dan seringkali terjadi peperangan yang cukup sengit akibat
rasa solidaritas dan fanatisme yang timbul dari masing – masing internal suku. Akibat dari
peperangan dan fanatik antar suku juga menjadikan budaya dan peradaban Arab tidak begitu
berkembang seperti wilayah – wilayah lain yang memiliki kepemimpinan sentral, Seperti
Romawi dan Persia. Namun uniknya meski letak geografis semenanjung Arab yang berada
diantara dua imperium besar yaitu Romawi (Bizantium) dan Persia, Wilayah Arab tetap
berada pada posisi netral dan dapat dikatakan terbebas dari pengaruh dua kerajaan besar tadi.5

Karena tidak adanya pemerintahan pusat hubungan antar suku selalu dalam konflik.
Peperangan antara suku sering terjadi. Hal-hal yang sepele bisa menimbulkan peperangan.
Misalnya terkenal peperangan yang terjadi antara Bani Bakr dan Bani Taghlib yang
berlangsung selama 40 tahun, Disebut perang Basus. Terjadi hanya karena Unta milik
anggota salah satu suku dilukai oleh anggota suku lainnya. Dunia Arab ketika itu merupakan
kancah peperangan yang terjadi terus-menerus. Meskipun masyarakat Arab pra Islam
mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada Syaikh itu dalam hal yang
berkaitan dengan peperangan, Pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Di
luaritu, Syaikh tidak berkuasa mengatur anggota kabilahnya6.

4
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul
10:27.
5
https://islami.co/sistem-politik-arab-pra-islam-fanatik-kesukuan-dan-tidak-ada-pemerintahan-sentral/ dikutip pada rabu
13 oktober 2021 pukul 22:09 WIB.
6
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru November 2007), h.18.
Akibat peperangan terus-menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang, Kerana itu
bahan-bahan sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab. Sejarah mereka
hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam.7

Kondisi politik di wilayah pra-Islam erat kaitannya dengan pembahasan nasab.


Karena pada dasarnya terdapat tiga garis keturunan besar yang menjadi cikal bakal orang
Arab. Yiatu: Ba’idah, ‘Aribah dan Musta’ribah.

Pertama adalah Arab bai’dah, secara kronologis, Arab Ba’idah adalah kaum Arab
kuno yang telah punah beserta data detail dari bagaimana kondisi sosialnya dan sistem
politiknya. Arab Ba’idah memiliki beberapa kaum, Di antanya kaum ‘Ad, Tsamud, Thasm,
Judais, Imlaq.8

Kemudian garis keturunan yang kedua adalah Arab ‘Aribah, mereka adalah kaum
yang berasal dari jalur keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin al-Qahthan yang dalam sejarah
dikenal dengan suku Qahthaniyyah.Secara geografis, Arab Aribah tumbuh di wilayah Yaman
yang kemudian berkembang menjadi beberapa kabilah dan marga. Terdapat dua kabilah besar
Arab Aribah/Qahthan yang populer dalam berbagai literatur sejarah. Dua kabilah tersebut
adalah Kahlan dan Himyar.9

Terakhir adalah kaum Arab Musta’ribah yang merupakan keturunan dari nenek moyang
mereka yaitu Nabi Isma’il AS. Dalam sejarah suku ini juga dikenal dengan Arab
Adnaniyyah.10

Dari pernyataan mengenai garis keturunan bangsa Arab di atas bisa disimpulkan
bahwa adanya sifat fanatik, Rasial, Loyalitas akan suatu suku dan kabilah ternyata punya
pengaruh dalam membentuk sistem politik.

7
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, J. 1 (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), h. 29.
8
https://islami.co/sistem-politik-arab-pra-islam-fanatik-kesukuan-dan-tidak-ada-pemerintahan-sentral/ dikutip pada rabu
13 oktober 2021 pukul 22:09 WIB
9
https://islami.co/sistem-politik-arab-pra-islam-fanatik-kesukuan-dan-tidak-ada-pemerintahan-sentral/ dikutip pada rabu
13 oktober 2021 pukul 22:09 WIB
10
https://islami.co/sistem-politik-arab-pra-islam-fanatik-kesukuan-dan-tidak-ada-pemerintahan-sentral/ dikutip pada rabu
13 oktober 2021 pukul 22:09 WIB
2. Kemasasyarakatan Arab Pra Islam

Kondisi masyarakat Arab pra Islam secara umum dikenal dengan sebutan zaman
jahiliyyah (zaman kebodohan). Hal ini dikarenakan dalam waktu yang lama, Masyarakat
Arab tidak memiliki kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar yang membimbing mereka
dan masyarakat Arab pra Islam memiliki kebiasaan-kebiasaan yang di luar kewajaran.

Dikalangan Bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya


berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan
bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus
dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin dipuji dan
menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena kemuliaan dan keberaniannya, maka dia
harus banyak dibicarakan kaum wanita. Karena jika seorang wanita menghendaki, maka dia
bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka
dia bisa menyulutkan api peperangan dan pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu,
seorang laki-laki tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah keluarga, yang tidak boleh
dibantah dan setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan wanita harus melalui
persetujuan wali wanita.11

Begitulah gambaran secara ringkas kelas masyarakat bangsawan, sedangkan kelas


masyarakat lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan
wanita.

Pada masa itu para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, Pada masa itu
perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat dan perzinahan tidak dianggap aib bagi
mereka. Berhubungan yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, Wanita
bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu
dinamakan hubungan poliandri.

Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, Seperti :

1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki


lain yang menjadi wali wanita, Lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas
kawin seketika itu pula.12

11
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27
12
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita pelacur.13

3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain


hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil istrinya
kembali bila menghendaki, karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang
pintar dan baik.14

4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan. Untuk
pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya
menurut kemauannya.15

Ada pula kebiasaan diantara mereka yang mengubur hidup-hidup anak


perempuannya, karena takut aib dan karena kemunafikan. Atau ada juga yang membunuh
anak laki-lakinya, Karena takut miskin dan lapar. 

Pada zaman ini, Banyak kebiasaan laki-laki dan wanita yaang di luar kewajaran.
Kebiasaan yang sudah terkenal pada masa itu ialah poligami tanpa batasan maksimal,
Berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda bapaknya,
entah karena di tinggal mati atau karena dicerai. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki
tanpa ada batasannya.

Perzinahan sudah menjadi hal yang biasa bagi setiap lapisan mayarakat, tidak hanya
terjadi di lapisan tertentu atau golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian kecil dari kaum
laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.

Secara garis besar, Kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan buta.
Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, Manusia hidup
layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya
benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan
dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, Atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk
menghadang serangan musuh.16

13
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27.
14
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27.
15
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27.
16
http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html dikutip pada jumat 15 oktober 2021 pukul 10:27.

Anda mungkin juga menyukai