Anda di halaman 1dari 41

PERTEMUAN KE 4

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SERTA
PPBN
Pendidikan Kewarganegaraan
apabila dilihat dalam kepustakaan
asing memiliki dua istilah teknis
yakni
civic education dan
citizenship education
Cogan (1999:4) mempertegas perbedaan
pengertian civic education dengan
citizenship education. Civic education
diartikan sebagai “...the foundational
course work in school designed to prepare
young citizens for an active role in their
communities in their adult lives”
atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah
yang dirancang untuk mempersiapkan
warga negara muda, agar kelak setelah
dewasa dapat berperan aktif dalam
masyarakatnya.
Sedangkan “citizenship education” atau “education
for citizenship” dipandang sebagai “…the more
inclusive term and encompasses both these in-
school experiences as well as out-of-school or
„non-formal/informal‟ learning which takes place
in the family, the religious organization, community
organizations, the media etc, which help to shape
the totality of the citizen”.
Artinya, “citizenship education” atau “education
for citizenship” merupakan istilah generik yang
mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar
sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan
keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam
organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang
membantunya untuk menjadi warga negara
seutuhnya
Oleh karena itu Cogan (1999:5) menyimpulkan
citizenship education merupakan suatu konsep yang
lebih luas di mana civic education termasuk bagian
penting di dalamnya. Istilah civic education,
ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna
yang serupa untuk mata pelajaran di sekolah yang
memiliki tujuan utama mengembangkan siswa
sebagai warga negara yang cerdas dan baik.
Sedangkan citizenship education lebih cenderung
digunakan dalam visi yang lebih luas untuk
menunjukkan instructional effects dan nurturant
effects dari keseluruhan proses pendidikan
terhadap pembentukan karakter individu sebagai
warga negara yang cerdas dan baik
Dengan demikian, dapat
disebutkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan merupakan
ujung tombak bagi
pembentukan generasi muda
sebagai warga negara yang
baik
Berkaitan dengan hal tersebut, Winataputra (2001) menyatakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu tubuh atau sistem
pengetahuan yang memiliki: (a) ontologi civic behavior dan civic culture
yang bersifat multidimensional (filosofis, ilmiah, kurikuler, dan sosial
kultural); (b) epistemologi research, development, and diffusion dalam
bentuk kajian ilmiah dan pengembangan program kurikuler, prilaku dan
konteks sosial kultural warga negara, serta komunikasi akademis,
kurikuler, dan sosial dalam rangka penerapan hasil kajian ilmiah dan
pengembangan kurikuler dan instruksional dalam praksis pendidikan
demokrasi untuk warga negara di sekolah dan masyarakat; dan
(c) aksiologi memfasilitasi pengembanga body of knowledge sistem
pengetahuan atau disiplin pendidikan kewarganegaraan; melandasi dan
memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan pendidikan demokrasi di
sekolah dan luar sekolah; dan membingkai serta memfasilitasi
berkembangnya koridor proses demokratisasi secara sosial kultural dalam
masyarakat
Tujuan civic education tersebut pada dasarnya
bermuara kepada gagasan mengenai warga
negara ideal yang tampil sebagai pengambil
keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu
diperlukan “Knowledge” atau pengetahuan dan
wawasan, “Beliefs: Civic Virtues” atau
kepercayaan berupa kebajikan warga negara,
dan “Skills: Civic Participation” yakni
keterampilan partisipasi sebagai warga negara.
Secara paradigmatik maka dapat dikatakan
bahwa sistem PKn memiliki tiga komponen,
yakni
(a) kajian ilmiah pendidikan ilmu
kewarganegaraan;
(b) program kurikuler PKn; dan
(c) gerakan sosialkultural kewarganegaraan,
yang secara koheren bertolak dari esensi
dan bermuara pada upaya pengembangan
pengetahuan kewarganegaraan, nilai dan
sikap kewarganegaraan, dan keterampilan
kewarganegaraan.
Apabila dilihat secara filosofis, sosio-politis dan
psikopedagogis, pendidikan kewarganegaraan memegang
misi suci (mission sacre) untuk pembentukan watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan manusia
sebagai warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab (Winataputra dan Budimansyah, 2007:156). Hal
tersebut dapat ditelusuri dari rumusan pasal 3 UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
secara imperatif menggariskan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Secara khusus “Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air” (Penjelasan Pasal 37 ayat
(1)). Dalam konteks itu pendidikan kewarga
negaran pada dasarnya merupakan pendidikan
kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa.
Semua imperatif atau keharusan itu menuntut
perlunya penghayatan baru kita terhadap
pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu
konsep keilmuan, instrumentasi, dan praksis
pendidikan yang utuh, yang pada gilirannya dapat
menumbuhkan “civic intelligence” dan “civic
participation” serta “civic responsibility” sebagai
anak bangsa dan warga negara Indonesia yang
mampu mengembangkan rasa nasionalisme yang
tinggi.
Perkembangan PKn di perguruan tinggi

Perkembangan PKn di perguruan tinggi dimulai dengan


mata kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD
1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970), Pendidikan
Kewiraan (1989-1990-an), dan berkembang menjadi
Pendidikan Kewarganegaraan sampai sekarang.
Pendidikan Kewiraan terlalu condong atau lebih
berorientasi kepada aspek bela negara dalam konteks
memenuhi kebutuhan pertahanan. Pengembangan nilai-
nilai demokrasi, nilai-nilai kemasyarakatan, penyadaran
tentang ketaatan pada hukum, serta disiplin sosial
bukanlah tujuan Pendidikan Kewiraan. Metode
pengajaran yang diterapkan juga tidak ada bedanya
dengan Pendidikan Pancasila, yang nilai Intinya hanyalah
proses indoktrinasi yang hanya memenuhi aspek
kognitif, sedangkan aspek sikap dan perilaku belum
tersentuh.
Pendidikan Kewarganegaraan yang dulu dikenal dengan Pendidikan
Kewiraan adalah materi perkuliahan yang menyangkut pemahaman
tentang persatuan dan kesatuan, kesadaran warga negara dalam
bernegara, hak dan kewajiban warga negara dalam berbangsa dan
bernegara. Sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Ditjen
Dikti No. 267/DIKTI/2000 bahwa pengembangan materi
perkuliahan tersebut dengan sendirinya juga dikembangkan
kemampuan kepribadian dan kemampuan intelektual dalam bidang
politik, hukum, kemasyarakatan, filsafat dan budaya. Mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) dalam susunan kurikulum inti perguruan tinggi yang
merupakan mata kuliah wajib untuk diambil setiap mahasiswa pada
jenjang perguruan tinggi.
PENDIDIKAN PENDAHULUAN BELA NEGARA
(PPBN)
A. Pengertian Bela Negara
Bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang
di jiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan
berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela
negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang
paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari
hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-
sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.
Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbaik bagi bangsa dan negara.
B. Unsur Dasar Bela Negara
Unsur dasar bela negara yang dianut oleh bangsa Indonesia
adalah sebagai berikut :
1. Cinta Tanah Air
2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
5. Memiliki kemampuan awal bela negara
C. Dasar Hukum
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30
tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pembelaan negara“. dan “Syarat-
syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang”.
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam
membela negara dari segala macam ancaman, gangguan,
tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun
dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela
Negara:
1. Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan
Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-
Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan
Pokok Hankam Negara Rl. Diubah oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI
dengan POLRI.
5. Tap MPR No. VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI
dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27
ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tenteng Pertahanan
Negara.
D. Pentingnya Masyarakat Memiliki Jiwa Bela Negara.
Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan
mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan
oleh negara lain yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan
dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia. Indonesia
yang memiliki kurang lebih 13.670 pulau memerlukan pengawas
yang cukup ketat. Dimana pengawas tersebut tidak hanya
dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi semua lapisan
masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja
yang persenjataannya kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia
sudah tercabik-cabik oleh bangsa lain. Dengan adanya bela
negara kita dapat mempererat rasa persatuan di antara
penduduk Indonesia yang saling ber-Bhineka Tunggal Ika.
Sikap bela negara terhadap bangsa Indonesia merupakan
kekuatan Negara Indonesia bagi proses pembangunan nasional
menuju tujuan nasional dan merupakan kondisi yang harus
diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional tersebut
dapat berjalan dengan sukses.
Oleh karena itu, diperlukan suatu konsepsi ketahanan nasional
yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Dengan
adanya kesadaran akan bela negara, kita harus dapat memiliki
sikap dan prilaku yang sesuai kejuangan, cinta tanah air serta
rela berkorban bagi nusa dan bangsa. Dalam kaitannya dengan
pemuda penerus bangsa hendaknya ditanamkan sikap cinta
tanah air sejak dini sehingga kecintaan mereka terhadap
bangsa dan Negara lebih meyakini dan lebih dalam.

Dalam sikap bela negara kita hendaknya mampu menyesuaikan


diri dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung di
negara kita, tidak mungkin kita tunjukan sikap bela negara
yang bersifat keras seandainya situasi keamanan nasional
terkendali.
Menjaga diri, keluarga dan lingkungan sekitar sudah
merupakan salah satu sikap bela negara dalam sekala
kecil. Mentaati peraturan pemerintah dan lain
sebagainya. Bahkan menyanyikan lagu bela negara yang
diciptakan oleh Dharma Oratmangun atau mengenang
hari bela negara yang jatuh pada tanggal 19 Desember
yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 28 tahun 2006 adalah salah satu
bentuk bela negara sekala kecil.

Sehingga ketika kita sebagai warga negara sudah


terbiasa melakukan hak dan kewajiban sebagai warga
negara dengan baik dan benar maka seandainya ada
konfrontasi atau intervensi terhadap negara, kita
akan peka menyikapinya bahkan dengan mengangkat
senjata pun kita akan berani karena jiwa bela negara
dalam diri kita sudah terlatih dan terbiasa.
E. Peran Pendidikan Bela Negara.
Peran Pendidikan Kesadaran Bela Negara Dalam Pertahanan
Negara.
1. Ancaman Militer. Pertahanan negara dibangun untuk menjaga
kedaulatan negara, keutuhan wilayah serta keselamatan segenap
bangsa dari segala bentukan ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara, baik ancaman militer maupun non-
militer. Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman
yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisir yang
dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap
bangsa. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor: 23 Prp
Tahun 1959 tentang keadaan Bahaya yang berbunyi :
“Presiden/Panglima Tinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh
atau sebagaian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam
keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau
keadaan darurat militer atau perang”.
Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah,
pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik
komunal.
2. Strategi Pertahanan Militer.
Strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman militer
disesuaikan dengan sumber, serta bentuk dan besarnya ancaman
aktual yang mengancam Indonesia. Sebagaimana diatur dalam
pasal 7 Undangundang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, bahwa sistem pertahanan negara dalam menghadapi
ancaman militer menempatkan TNI sebagai Komponen Utama, di
dukung oleh Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. Tugas
utama TNI adalah menghadapi ancaman militer, yang berbentuk
agresi militer yang dilakukan suatu negara dengan tujuan
menduduki sebagian atau seluruh wilayah NKRI. Meskipun TNI
merupakan Komponen Utama pertahan negara, namum dalam
menghadapi ancaman militer, khususnya agresi militer suatu
negara, lapis diplomasi sebagai pertahanan non militer tetap
menjadi pilihan sebagai lapis pertama untuk mencegah perang
atau mengurangi dampak perang. Ancaman militer yang bentuknya
bukan agresi militer dihadapi dalam kerangka menegakkan
kedaulatan negara, keutuhan, dan keselamatan bangsa Indonesia.
Bentuk ancaman militer yang dimaksud, antara lain,
adalah pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara
lain, pemberontakan bersenjata, gerakan separatis,
sabotase, spionase, aksi teroryang dilakukan oleh teroris
internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam
negeri atau oleh teroris dalam negeri, ancaman keamana
di laut atau udara yurisdiksi nasional, dan konflik
komunal. Strategi pertahan menghadapi ancaman militer
yang berbentuk bukan agresi dihadapi dengan kekuatan
TNI sebagai lapis pertahanan militer, baik secara matra
atau secara gabungan salam susunan Tri-Matra Terpadu.
Besarnya kekuatan yang dikerahkan disesuaikan dengan
bentuk, derajat, dan besaran ancaman yang dihadapi.
3. Pertahanan Non-Militer.
a. Ancaman Non-Militer.
Ancaman non-militer pada hakikatnya adalah ancaman
yang menggunakan faktor-faktor non-militer yang
dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Jenis ancaman non militer
dibagi menjadi dua, pertama adalah ancaman yang
berkaitan langsung dengan pertahanan negara, misalnya
kesengajaan penyebaran penyakit sebagai bagian dari
perang biologi. Kedua adalah ancaman non militer yang
tidak berkaitan langsung dengan pertahanan negara,
misalnya penyebaran penyakit secara alamiah, baik
epidemik maupun pendemik.
Sifat ancaman non-militer harus dihadapi pulan
dengan pendekatan non-militer, sebagaimana
diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, bahwa
sistem pertahanan negara dalam menghadapi
ancaman non-militer menempatkan lembaga
pemerintahan di luar bidang pertahanan sebagai
unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat
ancaman yang dihadapi dengan dukungan oleh
unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa, sedangkan
TNI sebagai pendukung.
b. Dominasi Ancaman Non-militer di Era Globalisasi dan
Strategi Menghadapi.
Memasuki era globalisai yang ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
komunikasi dan informasi sebagaimana kita rasakan
bersama saat ini, setidaknya telah mempengaruhi
pola dan bentuk ancaman terhadap kedaulatan suatu
negara. Ancaman yang semula bersifat fisik
(konvensional), yang biasanya juga dihadapi dengan
kekuatan fisik (hard power), kini, telah berkembang
menjadi multi dimensional (fisik dan non fisik)
dengan dominasi ancaman yang bersifat non fisik,
serta berasal dari luar dan dari dalam negeri. Jenis
ancaman ini merupakan bentuk peperangan baru yang
memanfaatkan perkembangan pesat teknologi
informasi, termasuk perkembangan di bidang new
composite material seperti kimia dan biologi.
Bentuk perang di era globalisasi ini antara lain seperti perang
informasi, perang ekonomi, perang budaya, politik bahkan
perang peradaban. Di sinilah peranan soft power (kekuatan
non-militer) menjadi sangat penting dan mengemuka dalam
menghadapi ancaman perang diabad modern ini. Namun
demikian, di sisi lain globalisasi juga memberikan dampak
positif, antara lain ditandai dengan semakin eratnya hubungan
antara bangsa di dunia, yang menciptakan suatu kesaling
tergantungan antara negara-negara di dunia. Implementasi
pendekatannya komprehensif dan integratif, karena
pertahanan negara tidak cukup di dekati dari aspek militer
semata, akan tetapi memerlukan pendekatan yang terpadu
secara non militer dengan pendekatan secara militer, sebagai
satu kesatuan pertahanan dengan senantiasa menyadarkan
pada kesadaran bela negara setiap warga negara.
Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan Negara
pasal 7, bahwa sistem pertahanan negara adalah
bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga
negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, dan
dilaksanakan secara menyeluruh, total dan terpadu.
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi
ancaman non militer menempatkan lembaga
pemerintah diluar bidang pertahanan sebagai unsur
utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang
dihadapi dengan dukungan oleh unsur- unsur lain dari
kekuatan bangsa, termasuk mahasiswa, para
intelektual Indonesia yang merupakan bagian dari
civil society
c. Pertahanan Non-militer dan Pembinaannya.

Sebagaimana diatur dalam Undang-undang RI Nomor 3


Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 7 bahwa,
sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman
non-militer menempatkan lembaga pemerintah di luar
bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan
bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan di dukung
oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Subtansi
pasal tersebut merefleksikan bahwa pertahanan negara
merupakan fungsi pemerintahan negara yang cakupannya
tidak hanya terbatas pada pertahanan militer, tetapi
juga termasuk ke dalam fungsi lembaga pemerintahan di
luar bidang pertahanan.
Ancaman non-militer ditangani dengan pendekatan
non-militer, sedangkan fungsi pertahanan militer
dapat digunakan dalam kondisi tertentu sebagai unsur
bantuan. Di sinilah esensi dari Sistem Pertahanan
Semesta yang diwujudkan dengan keterlibatan
lembaga pemerintahan diluar bidang pertahanan untuk
memerankan fungsi pertahanan sipil dalam penanganan
ancaman non-militer. Unsur-unsur pertahanan
nonmiliter berada dalam lingkup wewenang dan
tanggung jawab setiap instansi pemerintahan di luar
Kementrian pertahanan. Oleh karena itu, pembangunan
postur pertahanan non-militer menjadi tanggung jawab
seluruh Kementrian atau Lembaga Pemerintah Non
Kementrian (LPND), yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh Mentri Pertahanan.
d. Peranan Pendidikan Kesadaran Bela Negara dalam
Pertahanan Negara.
Sesuai dengan pasal 9 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 3
Tahun 2002 penyelenggaraan pertahanan Negara, dapat
dilakukan melalui pendidikan Kewarganegaraan; pelatihan dasar
militer secara wajib; pengabdian sebagi prajurit Tentara
Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib;
kewajiban manjadi Komponen cadangan; kewajiban menjadi
komponen pendukung; dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Pendidikan kesadaran bela negara merupakan pendidikan dasar
bela negara. Pendidikan dasar pada suatu negara lazimnya
disebut Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kesadaran
Bela Negara yang merupakan pendidikan dasar bela negara,
dan merupakan bagian dari komponen sistem pertahanan
negara sangat diperlukan dalam menghadapi ancaman militer
maupun non-militer.
f. Nilai- Nilai yang harus dibangun adalah Nilai-nilai kedaulatan, nilai
kewilayahan, dan nilai keselamatan.
a. Nilai Kedaulatan adalah nilai berkehendak secara merdeka tanpa tekanan
dari siapa dan pihak manapun. Dalam negara demokrasi, kedaulatan berada
ditangan rakyat. Intinya dalam negara demokrasi, penyelenggara negara
menjalankan kekuasaannya setelah mendapat persetujuan rakyat. Nilai
kedaulatan rakyat dapat dijabarkan kedalam subnilai antara lain :
1) nilai Pancasila;
2) nilai demokrasi;
3) nilai hak asasi manusia;
4) nilai kesejahteraan;
5) nilai kepemimpinan.

b. Nilai Kewilayahan adalah ukuran batas ruang lingkup hidup negara


berkedaulatan, batas mana negara berdinamika dengan warganya secara
timbal balik dalam norma hukum yang disepakati. Menjaga keutuhan wilayah
merupakan hal yang mutlak, karena dalam wilayah itulah kehidupan rakyat
atau warga negara berlangsung dan tanpa wilayah, eksistensi bangsa tidak
akan pernah terwujud.
c. Nilai Keselamatan Bangsa adalah nilai keberlangsungan
hidup bangsa di tengah persaingan antara bangsa
memperebutkan sumber daya yang terbatas
mengembangkan selisih keunggulan. Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 jelaslah bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
F. Pembinaan Kekuatan Pertahanan Non-militer
Pertahanan negara non-militer harus dapat didudukkan
dalam konteks sebagai bentuk diplomasi, pelayanan publik,
meningkatkan daya saing dalam ekonomi, memperkuat
ikatan sosial budaya, menjaga ketersedian pasokan energi
dan jaminan beroprasinya sistem distribusinya secara
baik, pelabuhan yang aman, bandara yang aman dan
efisien, pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, serta jaminan keamanan sosial. Dalam
Undang-Undang No.3 Tahun 2002 pasal 1 titik 2, yang
berbunyi
“Sistem pertahanan negara bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber
daya nasional lainya yang disiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan total, terpadu, terarah
dan berlanjut, untuk menegakkan kedaulat negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari segala
ancaman”.
Kesemestaan yang merupakan sifat sistem pertahanan
negara (total defence) dalam konteks pertahanan
negara mempunyai dua fungsi, yaitu dalam bentuk
Pertahanan militer (military defence) dan Pertahanan
non militer (non military defence). Fungi pertahanan
militer yang dilaksanakan oleh TNI meliputi fungi
operasi militer perang dan operasi militer selain
perang/other than war (OTW) untuk pertahahan non-
militer dibentuk komponen cadangan dan komponen
pendukung guna memperkuat komponen utama,
sedangkan pertahanan sipil (civil defence) untuk
menghadapi ancaman non-milite.
G. Struktur Komponen Pertahanan
Dalam menjaga kemampuan komponen pertahanan negara
harus ada jaminan ketersedian strategi, alat utama sistem
senjata, teknologi, industri, serta peralatan pendukung
pertahanan lainnya. Pertahanan negara membutuhkan
keahlian profesi dalam jangka waktu tertentu, sehingga
kepadanya diwajibkan memenuhi panggilan untuk
melaksanakan pengabdian sesuai dengan profesinya.
Komponen pertahanan yang akan dibangun mencakup:
1) Komponen Utama, dengan membentuk Prajurit TNI baik
wajib maupun sukarela.
2) Komponen Cadangan, dengan membekali warga negara
dengan latihan dasar kemiliteran; Komponen Cadangan
tidakhanya terdiri atas warga negara, tetapi juga juga
berupa: sumber daya alam, buatan, serta sarana dan
prasarana nasional yang telah disiapkan untuk
dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan
memperkuat.
H. Peranan Pendidikan Kesadaran Bela Negara
dalam Pertahanan Negara.
Sesuai dengan pasal 9 ayat (2) Undang – Undang RI Nomor
3 Tahun 2002 penyelenggaraan pertahanan Negara, dapat
dilakukan melalui: pendidikan Kewarganegaraan; pelatihan
dasar militer secara wajib; pengabdian sebagi prajurit
Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara
wajib; kewajiban manjadi Komponen cadangan; kewajiban
menjadi komponen pendukung; dan pengabdian sesuai
dengan profesi. Pendidikan kesadaran bela negara
merupakan pendidikan dasar belanegara. Pendidikan dasar
pada suatu negara lazimnya disebut Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan Kesadaran Bela Negara yang
merupakan pendidikan dasar bela negara, dan merupakan
bagian dari komponen sistem pertahanan negara sangat
diperlukan dalam menghadapi ancaman militer maupun non-
militer.
I. Nilai
Nilai–nilai yang harus dibangun adalah nilai-nilai kedaulatan, nilai
kewilayahan, dan nilai keselamatan :
a. Nilai Kedaulatan adalah nilai berkehendak secara merdeka
tanpa tekanan dari siapa dan pihak manapun. Dalam negara
kemokrasi, kedaulatan berada ditangan rakyat. Intinya dalam
negara demokrasi, penyelenggara negara menjalankan
kekuasaannya setelah mendapat persetujuan rakyat. Nilai
kedaulatan rakyat dapat dijabarkan kedalam subnilai antara lain:
1) nilai Pancasila
2) nilai demokrasi
3) nilai hak asasi manusia
4) nilai kesejahteraan
5) nilai kepemimpinan
b. Nilai Kewilayahan adalah ukuran batas ruang lingkup
hidup negara berkedaulatan, batas mana negara
berdinamika dengan warganyasecara timbal balik dalam
norma hukum yang disepakati. Menjaga keutuhan wilayah
merupakan hal yang mutlak, karena dalam wilayah itulah
kehidupan rakyat atau warga negara berlangsung dan tanpa
wilayah, eksistensi bangsa tidak akan pernah terwujud.

c. Nilai Keselamatan Bangsa adalah nilai keberlangsungan


hidup bangsa di tengah persaingan antara bangsa
memperebutkan sumber daya yang terbatas
mengembangkan selisih keunggulan. Dalam pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 jelaslah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
J. Norma.
Norma diklasifikasikan menjadi dua, norma khusus dan norma umum.
a. Norma Kedaulatan.
1. Norma Khusus berlaku pada lingkungan tertentu, misalnya norma
dilingkungan Univesitas, norma di lingkungan Kementrian,
aturanaturan dalam perdangangan dan lain sebagainya.
2. Norma Umum adalah norma yang berlaku secara umum dalam
kehidupan bersama, sebagai pedoman dan pengendali tingakah
laku. Norma umum dibagi menjadi:
a) Norma sopan santu dalam konteks kedaulatan berarti juga
menghargai sesama warga bangsa dan manusia pada umumnya.
b) Norma hukum dalam konteks kedaulatan hal ini melindungi
kedaulatan telah disusun dalam bentuk UUD RI 1945 beserta
peraturan perundang-undangan dibawahnya.
c) Norma moral merupakan norma yang sulit dipahami, karena
menyangkut hati nurani.
b. Norma Kewilayahan.
1. Norma Khusus tampak dalam bentuk kearifan lokan dan sangat
membantu dalam menjaga wilayah beserta lingkungannya,
seperti hutan, dan sumber daya alam lainnya.
2. Norma Umum.
a) Norma sopan santun dalam masyarakat Indonesia norma ini
tampak dalam kebiasaan-kebiasaan seperti ucapan “permisi
numpang lewat”, apabila hendak memasuki wilayah tempat
tinggal atau kampung warga lain.
b) Norma hukum secara huku wilayah Indonesia sebagai negara
kepulauan telah terlindungi dengan adanya hukum laut
Internasional UNCLOS 1982, Deklarasi Juanda yang
dipertegas dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-
undang (PERPU) No.4 Tahun 1960 yang diikuti peraturan
pelaksanaaan mengenai lalu lintas damai kendaraan laut asing
dalam bentuk peraturan pemerintah No.8 Tahun 1962.

Anda mungkin juga menyukai