Anda di halaman 1dari 10

Dinamika islam di singapura

Oleh :

M.Redho eka saputra

Yoga nur pradana

Bintang fauzan dyan 12050113787

KELAS A
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA/S-1
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGEI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU 2021
Kata pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Dinamika islam di singapura” tepat waktu.
Makalah ” Dinamika islam di singapura” disusun guna memenuhi tugas mata kuliah SIAT
dan Tamaddun Melayu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca tentang Islam di Singapura.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makal
Daftar isi
Kata pengantar........................................................................................................................2

Daftar isi.................................................................................................................................3

BAB 1 Pendahuluan...................................................................................................................4

1.1 Latar belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah........................................................................................................4

1.3 Tujuan..........................................................................................................................5

BAB 2 Pembahasan....................................................................................................................5

2.1 Dinamika umat islam di singapura...................................................................................5

2.2 Posisi dan Peran Masyarakat Melayu – Islam di Singapura............................................6

2.3 Posisi Islam di Singapura Abad XX.................................................................................7

2.4 Lembaga dan aktivitas keagamaan di singapura..............................................................8

BAB 3 Penutup.........................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................10

3.2 Saran...............................................................................................................................10
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Rakyat singapura hidup dalam masyarakat majemuk, negara sekuler, dan dunia modern yang
mengglobal. Ada banyak tantangan. Namun demikian, pengalaman mereka menunjukkan
bagaimana mereka mempraktikkan Islam dengan relatif mudah; bagaimana mereka berusaha
menyelaraskan ajaran agama dengan keadaan unik mereka dengan sukses: dan bagaimana
mereka merawat peradaban Islam dengan baik. Memang, faktor eksternal, seperti situasi
geopolitik dan realitas sosial seperti proses modernisasi, sangat mempengaruhi dan
membentuk cara mereka memahami dan mengamalkan Islam. Namun, hal itu menunjukkan
bahwa Islam tetap kompatibel dengan kondisi apapun, termasuk dengan proses modernisasi
selama pengamalan agama tetap berpedoman pada prinsip-prinsip fundamentalnya. Bahkan
dalam konteks modernisasi, Islam berperan sebagai pengawal spiritual terhadap kepahitan.
perkembangan.

1.2 Rumusan masalah


1. Dinamika umat islam di singapura
2. Posisi dan Peran Masyarakat Melayu – Islam di Singapura
3. Posisi Islam di Singapura Abad XX
4. Lembaga dan aktivitas keagamaan di singapura

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sejarah perkembanga islam di singapura, serta menambah wawasan
kita dalam mengikuti proses perkuliahan SIAT.
BAB 2 Pembahasan

2.1 Dinamika umat islam di singapura

Republik Singapura adalah sebuah negara pulau yang terdiri dari sebuah pulau Singapura
(Temasek) dan 54 pulau kecil, termasuk pulau – pulau karang. Luasnya 621,4 Km2 dan
berpenduduk 2,8 juta jiwa dengan kepadatan penduduk 4.590/Km.

Keberadaan Inggris di Singapura, pada mulanya sebatas perdagangan dan tetap mengakui
kedaulatan Johor, akhirnya secara bertahap menguasai seluruh aspek kehidupan
Singapura. Sebaliknya, kekuasaan Sultan Johor tinggal sebagai simbol dan akhirnya
lenyap sama sekali.

Di bawah kepemimpinan Raffles sejak 1819, pulau yang sangat strategis ini menjadi
semakin berarti dari sudut pandangan ekonomi, karena dengan cepat berkembang menjadi
kota perdagangan, industri, dan jasa – jasa lainnya di kawasan nusantara.

Pemerintah Inggris melakukan berbagai upaya modernisasi dalam bidang perdagangan dan
perekonomian, dengan membuka kesempatan migrasi tenaga yang lebih cekatan dari
berbagai suku, khususnya etnis China, India dan dari Barat lainnya. Akibatnya keberadaan
etnis Melayu yang mulanya mayoritas, semakin terdesak hingga menjadi minoritas. Tahun
1824, jumlah penduduk Singapura sebanyak 10.683 jiwa yang terdiri dari 4.580 orang
Melayu, 1.925 Bugis, 3.317 China, 757 India, 74 Eropa, 15 Armenia dan 15 Arab. Setelah
impor buruh dari China pada 1830, komposisi penduduk China meningkat menjadi 53 %
pada 1867, meningkat lagi menjadi 65 % yakni 55.000 jiwa. Dalam catatan statistik tahun
1970, 1980, 1990 secara tetap komposisi penduduk Singapura berkisar 77 % China, 14 %
Melayu 7 % India dan 2% etnik lainnya.

Perubahan demografi yang sangat tajam tersebut berpengaruh signifikan terhadap


eksistensi masyarakat muslim Singapura. Hal ini terutama disebabkan representasi Islam
dengan etnis melayu semakin menjadi minoritas di wilayahnya sendiri. Lebih dari itu,
citra negatif yang digambarkan Perusahaan Dagang Inggris di India Timur bahwa pekerja
Melayu – yang tidak lain adalah muslim – tidak memiliki cukup keahlian untuk memasuki
pasar kerja, karena dianggap pemalas, tidak berdispilin, dan tidak patuh pada aturan.
2.2 Posisi dan Peran Masyarakat Melayu – Islam di Singapura

Posisi yang semakin marjinal tersebut menyebabkan pembaruan pemikiran dalam


masyarakat Melayu dan muslim Singapura. Pada awal abab XIX muncul jurnalisme
Melayu dan aktivitas penerbitan buku – buku di Singapura. Buku – buku karangan Abdus
Samad al – Palimbani, seorang ulama terkenal dari Sumatera Selatan, misalnya terbit di
sini. Dua karangannya, Hidayah as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan Sair as-
Salikin ila ‘ibadah Rabb al-‘Alamin, keduanya ditulis dalam bahasa Melayu aksara Jawi.

Setelah Perang Dunia II, masyarakat Melayu dan muslim Singapura, yang telah menjadi
kelompok minoritas di negaranya sendiri, masih berharap terjadinya perubahan pada
posisi mereka. Harapan tersebut muncul karena gelombang pembaruan serta kebangkitan
Nasionalisme di Nusantara yang dipelopori oleh Melayu – Islam di Indonesia dan
Malaysia. Akan tetapi, harapan itu pudar, sebab di tahun 1965 atas desakan keras dari
etnis China dan non-Melayu lainnya, Singapura memisahkan diri dari Malaysia dan
membentuk negara sendiri. Hal ini menjadi ‘malapetaka’, karena secara administratif,
Melayu Singapura terpisah dengan saudara mereka di Nusantara.

Pemerintah Singapura memberlakukan Merit Siystem yang hanya memberikan peluang


dan penghargaan pada yang berhasil maksimal, tanpa adanya ‘hak – hak istimewa’,
sebagaimana antara lain secara batas terdapat di Malaysia. Dengan pola pemerintahan dan
pembangunan seperti itu, tidak ada fasilitas khusus bagi warga pribumi dan hingga
sekarang, kita tidak mendapati permukiman khusus warga Melayu – Muslim di Singapura.
2.3 Posisi Islam di Singapura Abad XX

Menurut sensus tahun 1980, penganut Islam di Singapura adalah 15,4 % dari keseluruhan
penduduk Singapura. Kebanyakan mereka (85,2 %) adalah etnis Melayu dan sisanya
terdiri dari etnis India (8,62%), China 6,7 %, Arab dan etnis lainnya 10,7 %.     

Dari segi pendidikan, masyarakat Melayu pada 1970 diperkirakan 16,9 % tidak pernah
bersekolah, 45 % hanya tamat pendidikan dasar, 36,4 % tamat sekolah menengah pertama,
1 % lulus sekolah menengah atas, dan hanya 0,2 % yang mengenyam pendidikan tinggi.
Dari segi pekerjaan, masyarakat Melayu yang bekerja pada pemerintahan dan pimpinan
perusahaan hanya 0,3 %, tenaga profesional dan teknik 5,6 %, pegawai kantor 13,4 %,
pelayan toko dan jasa 43,4 %, pertanian dan perikanan 5,3 % dan lain – lain 4,2 %.
Sementara itu partisipasi perempuan Melayu yang bekerja hanya mencapai 14,3 %.

Menyadari ketertinggalan mereka di berbagai aspek kehidupan, pemerintah dan tokoh –


tokoh Islam mengadakan berbagai upaya peningkatan. Selama 1970-an didirikan enam
masjid baru di berbagai kompleks perumahan baru. Pada 1981, pemerintah membantu
pendirian sebuah lembaga pendidikan bagi anak – anak Islam yang disebut MENDAKI
(Majelis Pendidikan Anak – Anak Muslim) dan beberapa lembaga pendidikan dan sosial
lainnya.

Dengan berbagai upaya tersebut, tahun 1990 terlihat perubahan yang signifikan. Dimana
masyarakat Melayu yang tidak memiliki pendidikan formal tersisa 15,1 %, lulusan sekolah
dasar 32,7 %, sekolah menengah pertama 47,3 %, sekolah menengah atas 3,5 % dan
perguruan tinggi 1,4 %. Bahkan, saat ini sudah banyak muslim yang bergelar Ph.D. Hal
yang sama juga terjadi pada klasifikasi pekerjaan mereka, dimana tahun 1990, pegawai
pemerintahan dan pimpinan perusahaan meningkat menjadi 1,1 %, tenaga profesional dan
teknisi 9,7 %, pegawai kantor 15,4 %, pelayan toko dan jasa 14 %, pekerja pabrik 57 %,
pertanian dan perikanan 0,3 % dan lain – lain.

Hal di atas memperlihatkan korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dan
kesempatan kerja. Apalagi disadari kondisi Muslim Melayu di Singapura tidak lain adalah
karena rendahnya kualitas SDM, baik dari segi pendidikan akademik maupun
keterampilan hidup.
2.4 Lembaga dan aktivitas keagamaan di singapura

Pembentukan Lembaga Keagamaan pertama bermula sejak 1880, ketika dibentuk jabatan
Qadhi (Hakim Agama) yang didasarkan pada Ordonansi Perkawinan Pengikut
Muhammad. Selanjutnya masalah – masalah yang terjadi di kalangan umat Islam atau
dengan umat beragama yang lain diurus oleh Moeslems and Hindu Endowment Board,
pada 1906. Anehnya hingga 1948, tidak seorang pun bekerja di lembaga ini. Sampai
dibubarkan 1968, Dewan ini terdiri dari: Pengacara Umum, tiga orang wakil umat Islam,
tiga wakil umat Hindu, satu Persia, dan Bendahara Umum yang juga bertugas sebagai
Sekretaris Dewan.

Oleh karena Singapura menjadi transit pemberangkatan dan kedatangan jama’ah haji di
seluruh nusantara, pemerintah Inggris kemudian mengatur (mengambil keuntungan)
perjalanan haji tersebur. Dan pada 1905 Inggris mengadakan ‘Ordonansi Pengawasan
Agen Perantara Perjalanan Haji’. Kemudian pada 1915, untuk mengurus masalah sosial –
keagamaan masyarakat muslim Singapura, dibentuk Lembaga Penasihat Orang – Orang
Islam. Lembaga ini bertugas dan berwenang mengurus serta menyelesaikan masalah
perkawinan, penentuan awal puasa, dan hari raya, serta memberikan pertimbangan bagi
pemerintah Inggris. Penetapan dan hak mengeluarkan fatwa pada mulanya hanya oleh
mufti Besar Kerajaan Johor, dan didampingi oleh Qadhi Singapura. Akan tetapi, untuk
kemudian dipegang sendiri oleh Mufti Singapura, yang mengepalai Komisi Fatwa secara
kolektif.

Pada 1968, pemerintah Singapura membentuk lembaga Majelis Ugama Islam Singapura
(MUIS) yang dibentuk berdasarkan “Akta Pentadbiran Hukum Islam 1966” (The
Administration of Muslim Law Act 1966 / AMLA). Lembaga ini kemudian menjadi
wadah perjuangan umat Islam di Singapura. Bahkan berhasil mengambil alih semua harta
wakaf umat Islam yang semula dikuasai oleh Muslim and Hindu Endowment Board dan
menjadi pemberi nasihat tentang keislaman pada pemerintah Singapura (mulai 1968),
mengelola perjalanan haji Singapura (1975), mengkoordinasikan pengelolaan masjid di
seluruh Singapura, serta mengelola penarikan dan pembagian zakat, infaq dan sedekah,
serta kegiatan sosial lainnya, termasuk beasiswa sekolah dan dana dakwah. Pemahaman
keagamaan muslim Singapura, kebanyakan menganut madzhab Syafi’i. Namun karena
menghadapi berbagai tantangan, mereka menjadi semakin proaktif dalam beragama.
Tahun 1999, MUIS telah mengeluarkan dana sebesar 1.671.520 kepada 40 lenbaga
keagamaan di Singapura. Semua penerimaan dan pengeluaran dana oleh MUIS dilaporkan
secara transparan, diaudit, dan dilaporkan dalam laporan tahunan MUIS, yang mendapat
penghargaan oleh semua pihak.

Selain itu terdapat lembaga Himpunan Dakwah Islam Singapura (JAMIYAH) dan
Associaton of Muslim Profesionals (AMP) yang didirikan tahun Oktober 1991. Lembaga
ini mengusahakan terwujudnya masyarakat muslim Singapura yang berpegang teguh pada
warisan kultural dan agamanya, memiliki kualitas yang handal, sehingga siap bersaing
secara terhormat di masa depan. Anggotanya terdiri dari kalangan akademisi, pemerhati,
dan profesional muda yang memiliki akses pada pusat – pusat informasi dan kalangan
menengah. Kemudian AMP mendirikan pusat kajian dan riset bernama Research on
Islamic and Malay Affairs (RIMA), yang melakukan berbagai kegiatan penelitian,
pengkajian, perpustakaan, mengelola website, media watch, penerbitan dan lain – lain.
Tokoh yang menakhodai AMP dan RIMA antara lain Dr. Sharon Siddique dan Dr. Darke
M. Sani.

Selain itu pula terdapat Muslim Converts Association of Singapura (MCAS) atau Asosiasi


Muallaf Singapura yang melakukan dakwah pada non-muslim. Lembaga ini
memanfaatkan kerjasama dan bantuan berbagai lembaga sosial keagamaan di negara –
negara sekitarnya seperti YADIM, dan PERKIM, Darul Arqam Malaysia, serta
Muhammadiyah di Indonesia. Bahkan juga terhubung dengan jejaring lembaga Islam di
Timur Tengah.
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan
pada masa penjajahan inggris, perubahan demografi yang tajam berpengaruh terhadap
eksistensi masyarakat muslim singapura. disebabkan representasi Islam dengan etnis
melayu semakin menjadi minoritas di wilayahnya sendiri. Pada awal abab XIX muncul
jurnalisme Melayu dan aktivitas penerbitan buku – buku di Singapura. Buku – buku
karangan Abdus Samad al – Palimbani, seorang ulama terkenal dari Sumatera Selatan.
Dua karangannya, Hidayah as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan Sair as-Salikin ila
‘ibadah Rabb al-‘Alamin, keduanya ditulis dalam bahasa Melayu aksara Jawi.

3.2 Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini menjadikan tambahan ilmu bagi Mahasiswa/I
dalam proses perkuliahan mata kuliah SIAT. Bila terdapat kesalahan dan kekurangan pada
makalah ini, kami sangat mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai