Anda di halaman 1dari 5

Feminisme Gagal Menyelamatkan

Perempuan, Islam Jangan


Dikambinghitamkan
7 September 2020 Feminisme

Oleh: Ummu Naira Asfa (Forum Muslimah Indonesia/ ForMind)

MuslimahNews.com, OPINI – Kondisi “ketertindasan” perempuan di Barat ini memunculkan


paham feminisme yang menginginkan perempuan bukan hanya sebagai pemuas laki-laki. Para
aktivis feminis menginginkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki.

Permasalahan-permasalahan mengenai perempuan tidak menemui solusi yang signifikan dalam


perkembangan protes feminisme.

Dalam kaitannya terhadap gerakan sosial perempuan, kemudian muncul argumen feminisme
posmodern yang menyatakan tubuh bukan lagi barang privat melainkan alat perlawanan terhadap
struktur yang represif, karena tubuh perempuan seharusnya berada di bawah otonomi penuh
perempuan (prinsip mereka: “My Body is My Authority”).

Otonomi yang diinterpretasi feminis posmodern terhadap tubuhnya dapat ditemui dalam pola-
pola protes Femen. Dapat kita jumpai aksi-aksi protes mereka di depan public dengan
bertelanjang dada atau bahkan tanpa busana.

Apakah seperti itu yang dinamakan menyelamatkan perempuan dari ketertindasan, modern, dan
meningkatkan harkat dan kehormatan perempuan?

Cara-cara yang dilakukan Femen secara ideologis setidaknya mencakup tiga hal, yakni
demokratis, ateis, dan menjadikan seksualitas sebagai senjata perjuangan, untuk kemudian
menyerang sistem yang dianggap patriarki dengan menggunakan komoditas utama dari sistem
tersebut yakni seksualitas perempuan. Baik feminisme ataupun posfeminisme tujuannya sama
yaitu hidup bebas tanpa aturan agama.

Apakah Feminisme?

Feminisme adalah sebuah gerakan dari kaum perempuan atau laki-laki untuk menghapuskan
perilaku bias gender dan menyamaratakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.

Tuntutan feminisme adalah: 1) Kalau laki-laki boleh, perempuan juga boleh; 2) Kalau laki-laki
bisa, perempuan juga bisa!; 3) Laki-laki dan perempuan seharusnya punya hak yang sama. Maka
kami butuh kesetaraan.
Para feminis memandang aturan Islam membuat perempuan menjadi tertekan karena tidak
memihak kebebasan perempuan untuk berkembang. Perempuan seakan terkekang dan
terbelakang.

Feminis berjuang menyetarakan diri agar perempuan punya hak dan kebebasan yang sama
dengan laki-laki. Apa hasilnya? Perempuan menjadi bebas tanpa batas (liberal) karena tidak
menggunakan aturan agama dalam bertindak.

Sistem kapitalisme materialistis yang ada menyeret perempuan untuk menjadikan materi
(kedudukan, uang, dan gaya hidup) sebagai standar kebahagiaan.

Baca juga:  Kaum Perempuan tak Seharusnya menjadi Bemper Ekonomi

Mereka sebenarnya terkungkung dengan standar baku yang mereka buat sendiri yang
mendefinisikan kesuksesan dengan simbol: cantik, kaya, tenar.

Jika di zaman dulu kaum perempuan tertindas keadaan dan direndahkan lingkungan dan
peradabannya, maka pada hari ini kita bisa lihat bahwa para perempuan di zaman sekarang
banyak yang dengan rela “merendahkan” dirinya sendiri dengan mengeksploitasi fisik untuk
tujuan-tujuan materi dan komersial.

Feminisme Gagal Menyelamatkan Perempuan

Feminisme ini menjadikan ide-ide kapitalis sebagai pijakan. Para feminis menyatakan bahwa
persoalan perempuan akan terselesaikan dengan membebaskan perempuan berkiprah di mana
pun, terutama dalam ranah publik. Dengan itu suara dan partisipasinya diperhitungkan, baik
dalam keluarganya maupun masyarakat.

Alih-alih mampu mengangkat nasib perempuan, gagasan pemberdayaan politik perempuan


dalam perspektif demokrasi kapitalis ini justru menjadi racun yang kian mengukuhkan kegagalan
menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan.

Sebaliknya, ide-ide kapitalis-sekular sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang


kejahiliahan dan kegelapan.

Betapa tidak? Kondisi kaum perempuan saat ini tak ubahnya seperti perempuan-perempuan pada
masa ketika sebelum Islam datang walau dalam penampakan yang tidak persis sama.

Islam sebagai Solusi bagi Permasalahan Perempuan

Laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah SWT dengan perbedaan yang sejatinya bukan
ditujukan untuk saling bersaing, tapi untuk saling melengkapi.
Dalam Islam, laki-laki dan perempuan dipandang sama sebagai makhluk Allah Swt. Dengan
tujuan penciptaan yang sama: menyembah Allah SWT dengan sebaik-baiknya ibadah.

Di dalam Alquran Surat An-Nisa: 32 Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu
iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”

Islam memuliakan dan menjaga perempuan. Hal ini tertuang dalam ayat Alquran dan Hadis
Rasulullah SAW. Dunia itu perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan salihah
(HR. Muslim).

Baca juga:  [News] Kekerasan Berbasis Gender, Kekeliruan Cara Pandang Kaum Feminis

Sedangkan di dalam ayat Alquran, “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl: 97).

Dalam hal peran, Islam telah menetapkan bahwa di samping sebagai hamba Allah SWT yang
mengemban kewajiban-kewajiban individual sebagaimana halnya laki-laki, perempuan secara
khusus telah dibebani tanggung jawab kepemimpinan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga
(ummun wa rabbah al-bayt).

Sebagai ibu, dia wajib merawat, mengasuh, mendidik dan memelihara anak-anaknya agar kelak
menjadi orang yang mulia di hadapan Allah SWT. Sebagai pengatur rumah tangga dia berperan
membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangganya agar memberikan
ketenteraman dan kenyamanan bagi anggota-anggota keluarga yang lain. Sekaligus menjadi
mitra utama laki-laki sebagai pemimpin rumah tangganya berdasarkan hubungan persahabatan
dan kasih sayang.

Dengan peran-peran khususnya ini, sesungguhnya perempuan dipandang telah memberikan


sumbangan besar kepada umat dan masyarakatnya.

Bahkan kegemilangan peradaban sebuah masyarakat—sebagaimana yang pernah dicapai belasan


abad oleh umat Islam terdahulu—tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan peran para ibu.

Sebab dengan begitu, berarti mereka telah berhasil mendidik dan memelihara generasi umat
sehingga tumbuh menjadi individu-individu yang mumpuni, yakni generasi mujtahid dan
mujahid yang telah berhasil membangun masyarakat dan peradaban Islam hingga mengalami
kegemilangan.
Oleh karena itu, jelas menjadi ibu sesungguhnya merupakan peran yang sangat mulia dan
memiliki nilai politis dan strategis, karena dari para ibu inilah akan lahir para pemimpin umat
yang cerdas dan berkualitas.

Islam juga membuka ruang bagi perempuan untuk masuk dalam kehidupan umum, berkiprah
dalam aktivitas yang dibolehkan seperti berjual-beli, menjadi pedagang, bahkan qadhi.

Sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Umar ra. Pada waktu itu Umar ra. mengangkat
Syifa’ sebagai qadhi hisbah. Demikian pula terkait pelaksanaan aktivitas yang diwajibkan
syariah, seperti menuntut ilmu dan berdakwah.

Baca juga:  Larangan Negara terhadap Khitan Anak Perempuan, Upaya Kriminalisasi Islam

Namun dalam kehidupan umum ini, Islam mewajibkan kaum perempuan menggunakan pakaian
syar’i, yakni jilbab dan kerudung, melarang ber-tabarruj, memerintahkan laki-laki dan
perempuan menjaga pandangan, melarang ber-khalwat, serta memerintahkan kaum perempuan
yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahram-nya.

Dengan aturan-aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan terhindar dari tindak
kejahatan seksual sebagaimana yang kerap terjadi dalam masyarakat kapitalistik saat ini.

Islam pun telah menempatkan perempuan sebagai bagian dari masyarakat sebagaimana halnya
laki-laki. Keberadaan keduanya di tengah-tengah masyarakat tidak dapat dipisahkan. Keduanya
bertanggung jawab mengantarkan kaum muslim menjadi umat terbaik di dunia.

Karena itu, aktivitas politik dalam pengertian pengaturan urusan umat bukan kewajiban laki-laki
saja, melainkan juga merupakan kewajiban kaum perempuan sebagai bagian dari umat.

Hal ini pun secara tegas diungkap dalam beberapa nas yang bersifat umum (Lihat, misalnya, QS
Ali Imran [3]: 104). Di dalam hadis penuturan Hudzaifah ra. juga disebutkan bahwa
RasulullahSaw. pernah bersabda:

“Barang siapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum Muslim, ia tidak termasuk di
antara mereka. Barang siapa bangun pada pagi hari dan tidak memperhatikan urusan kaum
Muslim, ia bukanlah golongan mereka.” (HR ath-Thabari).

Islam datang menyelamatkan perempuan dan umat dari segala bentuk penyimpangan dan
kesesatan yang terjadi di masa-masa sebelumnya. Islam memberikan hak kepada perempuan jauh
lebih besar dari apa yang dituntut oleh para feminis.

Islam tak layak untuk dikambinghitamkan atas segala penindasan yang menimpa kaum
perempuan pada peradaban kuno sebagaimana tuduhan para feminis. Karena sekali lagi, Islam
sejatinya sangat adil kepada perempuan dan memberikan hak-haknya secara proporsional sesuai
fitrah kemanusiaan.
Tak ada yang mampu menandingi keagungan Islam dalam memuliakan perempuan, siapa pun
dia, umat atau bangsa mana pun. Wallahu a’lam bish-shawwab. [MNews]

Anda mungkin juga menyukai