Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

BBLR

Zulfauzan Zafarillah
P07220417047

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2021
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
(BBLR)

A. Pengertian

Berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram pada waktu lahir (Huda dan Hardhi, 2013). Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya < 2500 gram

tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2004).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi

yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2004).

B. Klasifikasi

1. Bayi Berat Lahir Rendah dapat digolongkan menjadi 2, yaitu (Merenstein,

2002):

a. Prematur Murni/Bayi Kurang Bulan

Masa gestasi  37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan

untuk masa gestasi itu, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai

untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

b. Dismaturitas/Bayi Kecil Masa Kehamilan

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa

gestasi itu, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya tersebut (KMK).

Berat badan kurang dari seharusnya yaitu dibawah persentil ke-10

(kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco) atau dibawah 2


Standar Deviasi (SD) (kurva pertumbuhan intra uterin Usher dan Mc.

Lean).

2. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir

rendah dibedakan dalam:

a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), beratlahir 1500-2499 gram.

b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram.

c. Bayi Berat Lahir Ekstrim rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram.

C. Etiologi BBLR

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor

ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti

penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta factor janin juga

merupakan penyebab terjadinya BBLR (Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2004).

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah

(Proverawati dan Ismawati, 2010).

1. Faktor ibu

a. Penyakit

1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan

antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,

hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.

3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

b. Ibu

1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia <

20 tahun atau lebih dari 35 tahun.


2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).

3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

4) Keadaan sosial ekonomi

2.Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi

sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio

plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban

pecah dini.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran

tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

D. Manifestasi klinis

Menurut Merenstein (2002) tanda dan gejala dari BBLR meliputi:

1. Berat badan lahir  2500 gram, panjang badan  45 Cm, lingkar dada  30

Cm, lingkar kepala  33 Cm.

2. Masa gestasi  37 minggu

3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi;

kepala relatif lebih besar dari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo,

lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura

lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkai abduksi,

sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur dari pada bangun, tangis lemah, pernafasan belum

teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk

belum sempurna

E. Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan

yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan

dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi

berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu

tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena faktor ibu, janin,

plasenta, ataupun lingkungan. BBLR memerlukan perawatan khusus karena

mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya

disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).

1. Termoregulasi

Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C- 37°C dan

segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya

lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan

panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk

mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas

sangat terbatas karena pertumbuhan otototot yang belum cukup memadai,

ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi

panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum

matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh

relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan

panas.

2. Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi

yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu

lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko

terjadinya aspirasi.

3. Imaturitas imunologis

Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui

plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi

kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan.

Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu.

Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan

seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.

4. Masalah gastrointestinal dan

nutrisi Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang

menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut

dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus,

menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh,

meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini

menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

5. Imaturitas hati

Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan

timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi

perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi

bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan

dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.

6. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu

karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya

pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar

gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini

disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi

juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon

bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi

paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah

berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan

glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih

banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat

menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu

timbulnya hipoglikemi.

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Masjoer, dkk (2007) ada beberapa pemeriksaan penunjang

dari BBLR meliputi:

1 Radiologi

a. Foto thoraks/baby gram pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan

kurang bulan, dapat dimulai pada umur 8 jam. Gambaran foto thoraks

pada bayi dengan penyakit membran hyalin karena kekurangan

surfaktan berupa terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan

bronkogram udara. Pada kondisi berat hanya tampak gambaran white

lung (Masjoer, dkk, 2007).

b. USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu

dimulai pada umur 2 hari untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau


perdarahan intrakranial dengan memvisualisasi ventrikel dan struktur

otak garis tengah dengan fontanel anterior yang terbuka (Merenstein,

2002).

2 Laboratorium

a. Darah rutin

b. Tes kocok/shake test

Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1 jam dengan

mengambil cairan amnion yang tertelan di lambung dan bayi belum

diberikan makanan. Cairan amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 c,

kemudian ditambah 1 cc alkohol 95% dicampur dalam tabung

kemudian dikocok 15 detik, setelah itu didiamkan 15 menit dengan

tabung tetap berdiri.

Interpretasi hasil:

1). (+) : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk

cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dengan jumlah cukup.

2). (-) : Bila tidak ada gelembung atau gelembung sebanyak ½

permukaan artinya paru-paru belum matang/tidak ada surfaktan.

3). Ragu : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin.

Jika hasil menunjukkan ragu maka tes harus diulang.

G. Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara

lain :

1. Hipotermia

2. Hipoglikemia

3. Gangguan cairan dan elektrolit


4. Hiperbilirubinemia

5. Sindroma gawat nafas

6. Paten duktus arteriosus

7. Infeksi

8. Perdarahan intraventrikuler

9. Apnea of Prematurity

10. Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan

berat lahir rendah (BBLR) antara lain :

1. Gangguan perkembangan

2. Gangguan pertumbuhan

3. Gangguan penglihatan (Retinopati)

4. Gangguan pendengaran

5. Penyakit paru kronis

6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

H. Penatalaksanaan

Menurut Wong (2003), penatalaksanaan BBLR konsekuensi dari

anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR

cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan

dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk

mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR

meliputi:

1. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan

mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen

dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini

diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR

beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam

kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang

pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan

tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi

yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan

penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema

paru dan retinopathy of prematurity.

2. Termoregulasi Kebutuhan

yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah

pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi

distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses

kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan

metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral

Neutral Thermal Environment/NTE yaitu suhu yang diperlukan untuk

konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas

(1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C,

sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah

36,7°C – 37,3°C.

Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan

melalui beberapa cara menurut Kosim Sholeh (2005) antara lain


a. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi

dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain

sebagai penggantinya.

b. Pemancar pemanas

c. Ruangan yang hangat

d. Inkubator

Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat

Berat bayi Suhu inkubator (°C)

3. Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua

bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR

imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan

penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi

antara lain :

a. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus

melakukan cuci tangan terlebih dahulu.

b. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan

secara teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga

kebersihannya.
c. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh

memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh

atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker

ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan

4. Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan

tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting

pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi

(70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini

dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik

diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang

sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.

5. Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi

terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena

berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya

berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan

oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral

ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi preterm menuntut

waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan

dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu

oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak

membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima

makanan. Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi

menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung,

saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan


stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi

mengisap, menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi,

dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan

menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung.

Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami

distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan.

6. Penghematan energi

Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat

energi, Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang

dirawat di dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya

membutuhkan popok atau alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan

memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan. Selain itu, observasi dapat

dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang tidak menggunakan

energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu

tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya

yang tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan

sehingga bayi dapat beristirahat lebih banyak. Posisi telungkup

merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi

yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih

teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih

sedikit bila diposisikan telungkup. PMK akan memberikan rasa nyaman

pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi

stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan energi oleh bayi.

7. Stimulasi Sensori Bayi baru

lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan gantung


yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit

perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan

volume rendah, suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat

memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan suara yang paling baik

adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter, perawat yang

berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau membelai

memberikan rangsang sentuhan. Rangsangan suara dan sentuhan juga

dapat diberikan selama PMK karena selama pelaksanaan PMK ibu

dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung bayi dan mengajak

bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik untuk

memberikan stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah

periodik apnea.

8. Dukungan dan Keterlibatan

Keluarga Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak

diharapkan dan membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi.

Orang tua biasanya memiliki kecemasan terhadap kondisi bayinya,

apalagi perawatan bayi di unit perawatan khusus mengharuskan bayi

dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga

merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan

marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari

perawat. Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam

menghadapi krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan

pada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan

bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui metode kanguru karena melalui

kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat ibu merasa lebih

nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain yang
dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang

tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua

bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu

mendapat informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya

I. Asuhan Keperawatan Pada BBLR

1. Pengkajian

a. Anamnesa riwayat kehamilan

Usia kehamilan < 37 minggu, ANC, riwayat hamil resiko tinggi.

b. Anamnesa riwayat persalinan

Melahirkan BBLR/gemeli sebelumnya, cara melahirkan, lama nifas,

komplikasi nifas.

c. Anamnesa riwayat keluarga

Riwayat kelahiran dengan BBLR/gemeli, ststua sosial-ekonomi.

d. Tanda-tanda vital.

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan

asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya

hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila

suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C –

37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal

antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat

pernafasan belum teratur .

e. Pengkajian fisik.

1) Pengkajian umum

a) Berat badan lahir  2500 gram, panjang badan  45 Cm,

lingkar dada  30 Cm, lingkar kepala  33 Cm.


b) Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau

lamanya gestasi; kepala relatif lebih besar dari badan.

2) Pernafasan

a) Pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea.

b) Refleks batuk belum sempurna.

c) Tangisan lemah.

3) Kardiovaskuler

a) Pengisian kapiler (< 2 sampai 3 detik), perfusi perifer.

b) Bayi dapat tampak pucat/sianosis.

c) Dapat ditemui adanya bising jantung atau murmur pada bayi

dengan kelainan jantung/penyakit jantung bawaan.

4) Gastrointestinal

a) Refleks menghisap dan menelan belum sempurna sehingga

masih lemah.

b) Gambaran belum maturnya fungsi hepar berupa ikterik dan

fungsi pankreas berupa hipoglikemia.

c) Gambarkan jumlah, warna, konsistensi dan bau dari adanya

muntah.

5) Genitourinaria

a) Genetalia immatur.

6) Neurologis-Muskoloskeletal

a) Otot masih hipotonik sehingga tungkai abduksi, sendi lutut dan

kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.

b) Lebih banyak tidur daripada bangun.

c) Refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna

(lemah).
d) Osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar.

7) Suhu

a) Pusat pengaturan suhu tubuh (hipothalamus) belum matur

dimanifestasikan dengan adanya hipotermi atau hipertermi.

8) Kulit

a) Kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit.

b) Tekstur dan turgor kulit; kering dan pecah terkelupas, turgor

kulit dalam rentang baik s/d jelek.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Pola nafas tidak

efektif berhubungan dengan imaturitas organ pernafasan\

b. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan ingest/digest/absorb

c. Risiko

ketidakseimbangan temperatur tubuh berhubungan dengan BBLR,

usia kehamilan kurang, paparan lingkungan dingin/panas

d. Risiko infeksi

berhubungan dengan imaturitas fungsi imunologik

e. Risiko gangguan

integritas kulit berhubungan dengan immaturitas struktur kulit

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).2004. Bayi berat lahir rendah. Dalam :

standar pelayanan medis kesehatan anak. Ed I. Jakarta.

Kosim Sholeh, M. 2003. Buku panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir

untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI Depkes

RI.

Kliegman, R. 2000. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. EGC. Jakarta

Mansjour, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

AeusCalpius.

Merenstein, G.B. et all. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika.

Jakarta

Pilliteri Adele. 2003. Maternal and Child Health Nursing: Care of The

Childbearing Family. Fourth Edition . Philadelphia: Lippincott Williams

and Wilkins.

Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. BBLR : Berat Badan Lahir

Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika

Wong, L. D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta

Wilkinson. J.M, dan Ahern. N.R, 2011, Buku Saku Diagnosis Keperawatan :

diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Jakarta: EGC


PATHWAY BBLR
Faktor Ibu :
Faktor Plasenta Faktor lingkungan :
Faktor Janin:  Penyakit ibu (Toksemia gravidarum,perdarahan antepartum
 Prematur  Plasenta previa  Dataran tinggi,
,trauma fisik,DM,
 Kehamilan ganda  Solusio plsenta  Radiasi
 Usia ibu< 20 thn & Multigravida dng jrk kehamilan < 2 thn
 Kelainan kromosom  KDP  Sosial Ekonomi ,perokok,alcohol( Pengawasan anteatal & gizi bumil  dan zat racun

BBLR Perubahan status Kecemasan


kesehatan Hospitalisasi
Fungsi organ immature

Sistem respirasi Sistem termoregulasi Sistem integumen Sistem imunitas Sistem gastrointestinal Sistem saraf

Cadangan immunoglobulin
maternal (igM, IgG)
Imaturitas Struktur kulit
menurun,
paru immatur Sum-sum tulang , jaringan Imaturitas produksi enzim,p Pusat refleks
Pusat pengaturan suhu
limfoid kelenjar timus asam hirokolik ( absorpsi lemak Medula spinalis
di hipotalamus immatur & vit), immaturitas sfingter belum sempurna
immatur kardia lambung, Melemahnya
Surfaktan Ketidakseimbangan luas refleks mengisap dan refleks
belum permukaan tubuh dg BB menelan, Kapasitas perut
kecil, Otot – otot abdomen
terbentuk lemah

Risiko ketidakseimbangan Lapisan Lemak


Tegangan pemukaan temperatur tubuh Subcutan sedikit, Reflek hisap lemah
dan resistensi serta Kulit tipis/ barier Reflek fisiologis
kolaps alveolus tdk sempurna terganggu

Pengembangan
paru terganggu
Risiko gangguan
integritas kulit
Resiko infeksi Intake nutrisi
inadekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Pola nafas tidak


efektif

Anda mungkin juga menyukai