Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PKL (PELATIHAN KADER TINGKAT LANJUT)

Oleh:

Siti Nur Sa’da Hayati

PMII MARTAPURA KABUPATEN BANJAR

2021
A. STRATEGI PENDAMPINGAN KADER

Kaderisasi PMII pada hakekatnya adalah totalitas upaya-upaya yang dilakukan secara sistematis
dan berkelanjutan untuk membina dan mengembangkan potensi dzikir, fikir dan amal soleh setiap insan
pergerakan. Secara kategoris dapat dipilih dalam tiga bentuk yakni: Perkaderan Formal, Perkaderan Non
Formal (Pengembangan) dan Perkaderan Informal. Ketiga bentuk ini harus diikuti oleh segenap warga
pergerakan, sehingga pada saatnya kelak akan terwujud kader yang berkualitas ulul albab.

Perkaderan formal meliputi tiga tahapan dengan masing-masing follow-up-nya.Ketiganya itu


adalah Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar (PKD), dan Pelatihan Kader
Lanjutan (PKL). Ketiga tahapan dengan follw-up yang menyertai itu merupakan satu kesatuan tak
terpisahkan, karena kaderisasi PMII pada hakekatnya merupakan proses terus menerus, baik di dalam
maupun di luar forum kaderisasi (long-life-education).
Perkaderan Formal Pengembangan adalah berbagai pelatihan dan pendidikan yang ada di
PMII.Perkaderan jenis ini dibedakan dalam dua macam, yakni 1) yang wajib diikuti oleh segenap kader
secara mutlak, dan 2) yang wajib di ikuti sebagai pilihan. Yang sifatnya wajib mutlak, disamping sebagai
pembekalan mengenai hal-hal dasar yang harus dimiliki kader pergerakan, juga merupakan prasyarat bagi
keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKD atau  PKL.Sedang perkaderan informal adalah keterlibatan
kader pergerakan dalam berbagai aktifitas dan peran kemasyarakatan PMII.Baik dalam posisi sebagai
penanggung jawab, menjadi bagian dari team work, atau bahkan sekedar partisipan.Perkaderan jenis ini
sangat penting dan mutlak diikuti.Disamping sebagai tolak ukur komitmen dan militansi kader pergerakan,
juga jauh lebih real dibanding pelatihan-pelatihan formal lain, karena langsung bersinggungan dengan
realitas kehidupan.
Di atas semua pelatihan tersebut terdapat satu pelatihan lagi yakni pelatihan fasilitator. Pelatihan
ini dimaksudkan untuk menciptakan kader-kader pergerakan yang secara terus menerus akan membina
dan menangani berbagai forum perkaderan di PMII. Pelatihan lebih utama ditujukan bagi kader-kader
potensial yang telah mengikuti semua bentuk perkaderan sebelumnya, dan yang telah teruji komitmennya
terhadap PMII maupun aktifitas dan peran-peran sosial.

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,
perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Pendampingan merupakan istilah baru yang muncul sekitar 90-an, sebelum itu istilah yang banyak
dipakai adalah pembinaan.
Kader adalah orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan dalam
sebuah organisasi, baik sipil maupun militer, yang berfungsi sebagai 'pemihak' dan atau membantu tugas
dan fungsi pokok organisasi tersebut
PMII adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang berdiri pada tanggal 17 April tahun 1960 di
Surabaya.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Strategi Pendampingan Kader PMII adalah
metode atau cara pendekatan pada suatu anggota atau kader yang pola dasar dan umum program jangka
panjang dan jangka pendek dalam mewujudkan tujuan organisasi supaya langkah PMII menjadi terarah,
terpadu dan sustainable (berkelanjutan) setiap kebijakan, program dan garis perjuangannya.
Fenomena yang mampu menciptakan suasana yang sehat, dinamis dan kompetitif yang selalu
dibimbing dengan bingkai taqwa, intelektualitas dan profesionalitas sehingga mampu meningkatkan
kualitas pemikiran dan prestasi, terbangunnya suasana kekeluargaan dalam menjalankan tugas suci
keorganisasian, kemasyarakatan dan kebangsaan.

Untuk mewujudkan suasana taqwa, intelektualitas dan profesionalitas serta kepemimpinan sebagai
amanat Allah SWT diperlukan suatu gerakan dan mekanisme organisasi yang bertumpu pada kekuatan
dzikir dan fikir dalam setiap tata pikir, tata sikap dan tata perilaku baik secara indivudu maupun
organisatoris.
Struktur dan aparat organisasi yang tertata dengan baik sehingga dapat mewujudkan sistem dan
mekanisme organisasi yang efektif dan efesien, mampu mewadahi dinamika intern organisasi serta mampu
merespon dinamika dan perubahan ekternal.
Produk dan peraturan-peraturan organisasi yagn konsisten dan tegas menjadi panduan konsitutif ,
sehingga tercipta suatu mekanisme organisasi yang teratur dan mempunyai kepastian hukum dari tingkat
pengurus besar sampai tingkat rayon.
Pola komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi individual dan kelembagan, yaitu
terciptanya komunikasi timbal balik dan berdulat serta mampu membedakan antara hubungan individual
dan hubungan kelembagan; baik kedalam maupun keluar.
Dan yang paling penting adalah, strategi pendampingan kader harus di sesuaikan dengan
perkembangan zaman sekarang.
B. STRATEGI PENGEMBANGAN PMII DI FAKULTAS ATAU KAMPUS YANG MINIM PMII-
NYA

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan independen,


non-frofit, yang didirikan pada 17 April 1960, di Surabaya. Identitas PMII secara umum terletak pada tiga
ruang gerak: Intelektual, Keagamaan, dan Kebangsaan. Identitas tersebut menjadi kekuatan moral dan
spiritual untuk memaknai kehidupan berbangsa yang sasarannya adalah untuk menegakkan asas keadilan
sosial, mengimplementasikan kedaulatan rakyat (demokrasi), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah bentuk final.

Sebagai organisasi Islam, PMII meyakini bahwa kehadirannya adalah untuk mewujudkan peran
khalifatullah fil ardhi, meneruskan risalah kenabian dan menjadi rahmat bagi semua manusia. Sebagai
organisasi yang berasaskan Pancasila, PMII mempunyai komitmen kebangsaan yang utuh dan
proporsional, yang diaktualisasikan melalui partisipasi dalam pembangunan watak bangsa yang
berprikemanusiaan dan berkeadilan.

Integrasi dari paham keagamaan dan kebangsaan tersebut, mengharuskan PMII berdialektika aktif
dengan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perwujudan nyata dari dialektika itu adalah komitmen
organisasi terhadap persoalan-persoalan mendasar masyarakat dan kemanusiaan, yang seringkali
merupakan akibat negatif yang mengiringi proses pembangunan. Secara kategoris, persoalan-persoalan
itu dapat dipilah ke dalam beberapa hal: persoalan keberagamaan dan kebudayaan; pemerataan ekonomi
dan perwujudan keadilan sosial, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat sipil (civil society) dan
penegakan hak asasi manusia; dan kepedulian terhadap lingkungan.

Realitas dalam gambaran ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan wajah PMII dan orientasi
pengembangan yang dilakukan. Gerak perubahan dimengerti dalam bangunan kesejatian kesadaran atas
realitas yang penuh kepercayaan, kekuatan budaya, tradisi, dan ritualnya, pilihan gerakan dan
keberpihakan serta dalam bentuknya yang sangat praktis pada pola-pola gerakan yang dikembangkan.
Revolusi makna PMII mulai dari penumbuhan wacana Independensi sebagai kekuatan untuk menjaga
eksistensinya dari intervensi, kooptasi, dan hegemoni kekuatan mainstrem dari luar, termasuk yang
dikembangkan dan diideologikan oleh Negara.
Strategi Pembinaan dan pengembangan PMII merupakan garis-garis besar pembinaan dan
pengembangan adalah pola dasar dan umum program jangka panjang dan jangka pendek dalam
mewujudkan tujuan organisasi supaya langkah PMII menjadi terarah, terpadu dan sustainable
(berkelanjutan) setiap kebijakan, program dan garis perjuangannya.

Rangkaian strategi dan program yang terus menerus tersebut dimaksud untuk mewujudkan tujuan
PMII seperti termaktub dalam Anggaran Dasar Bab IV Pasal 4 yaitu : “Terbentuknya pribadi muslim
Indonesia berilmu yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, Berilmu, cakap dan bertanggung
jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Pembinaan dan pengembangan adalah upaya pendidikan baik formal maupun informal yang
dilaksanakan secara sadar, terencana, terarah, terpadu, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka
memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan suatu kepribadian yang seimbang
dan utuh, baik jasmaniah maupun rohaniah.

PMII adalah organisasi yang bertujuan pada terbentuknya muslim yang bertaqwa kepada ALLAH
SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya
dan komitmen mewujudkan cita-cita kemerdeaan Indonesia. Untuk mencapai dan mewujudkan tujuan
tersebut diatas maka diperlukan adanya sebuah strategi bagaimana mengembangkan PMII. Dimana
strategi merupakan sebuah arahan atau batasan-batasan dalam mengimplementasikan sebuah planning
atau program tertentu yang selanjutnya akan didapati tolak ukur capaian-capaian bagi seorang kader.

Disini perlu titik tekan bahwa strategi harus dipahami seorang kader yang sudah menempuh
jenjang pengkaderan tingkat dua yaitu Pelatihan Kader Dasar (PKD). Hal ini juga harus mampu di
ejawantahkan oleh tiap-tiap kader, terutama yang masuk dalam jajaran kepengurusan di level-level
kepengurusan PMII, baik di Rayon, komisariat, cabang.
Ada beberapa faktor yang menjadi dasar dalam menentukan arah dan strategi pengembangan
PMII baik secara internal dan external.
1. Internal
a. Visi dan misi
Visi misi disini tentunya secara otomatis akan merujuk pada AD/ART hasil kongres PMII, tapi pada intinya
adalah bagaimana mentransformasi dari nilai-nilai yang ada pada visi misi tersebut yang kemudian
dijadikan kerangka dalam sebuah program-program yang akan terjadi. Dan tidak kalah pentingnya adalah
rumusan-rumusan produk dan peraturan organisasi yang konsisten dan tegas sebagai panduan konstitutif
sehingga tercipta mekanisme organisasi yang teratur.
b. Kualitas kepemimpinan
Sebagai seorang pemimpin harus Mendengarkan, memperhatikan, menghargai, dan melayani kader.
Namun pada suatu ketika seorang pemimpin sejati akan mengambil posisi secara tegas  ketika dihadapkan
pada situasi untuk menentukan sebuah proses kebijakan yang dilandaskan pada nilai-nilai dasar
pergerakan. Sebagai pemimpin harus juga berorientasi kedepan.
c. Pengembangan Kapasitas Kader
Diakui ataupun tidak ditengah tantangan kemajuan IPTEK akan memberikan dampak luar biasa pada pola-
pola interaksi di lingkungan mahasiswa, baik perilaku, pergaulan, sampai ketataran budaya. Dari sebagian
besar kalangan kader PMII notabene adalah kaum-kaum pinggiran, PMII harus mampu membaca dan
mengidentifikasi dari kondisi kader. Dalam hal ini PMII harus cerdik dan pandai mensiasati pola dan
perilaku kader kampus yang heterogen pada akhirnya akan terumuskan sebuah solusi dari kondisi
tersebut, semisal dengan forum-forum diskusi yang lebih variatif dalam membedah wacana, baik wacana
idiologi, politik, gerakan maupun interpreunership.
2. External
a. Pengembangan stakeholder

Sebagai organisasi external, kader-kader PMII harus menduduki posisi yang sentral dalam kampus, seperti
UKM, HMJ dan BEM di kampus tersebut, itu akan mempermudah PMII dalam proses kaderisasi ataupun
proses pengawalan kader. Yang keadaan sekarang, kader-kader PMII minim didalam memegang
kekuasaan yang sentral dalam kampus. Sekalipun sudah memegang kekuasaan yang sentral dalam
kampus, tetap saja kader PMII masih di pandang lain oleh warga kampus itu sendiri, disitulah tantangan
untuk seorang kader PMII agar bisa terus bertahan dan mengembangkan proses kaderisasi di kampus
tersebut.

C. STRATEGI PENYEBARAN FAHAM AHLUSSUNAH WAL-JAMA’AH DI KAMPUS-


KAMPUS UMUM

Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah (ASWAJA) merupakan salah satu kelompok atau sekte dalam agama
islam  yang berfungsi memahami nilai-nilai dalam islam yang seharusnya ada. ASWAJA ini sangat penting
untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, tapi sebelum
masuk sebagai salah satu masyarakat, sebagian orang di Indonesia  berkecimpung terlebih dahulu dalam
dunia akademika, dunia kampus.

Di kampus, peran ASWAJA begitu menjadi tumpuan dasar dalam mengamalkan ilmu, terutama ke
ilahiyahan juga ke manusiaan. Sebelum diamalkan tentunya harus tahu terlebih dahulu bagaimana
penyebaran ASWAJA dalam ranah Kampus. Kalau di kampus yang basisnya agama maka tentu begitu
mudah menciptakan suasana ASWAJA di dalamnya. Beda halnya kalau kampus yang basisnya umum.
Tentu diperlukan strtegi lain yang berbeda, demi kemaksilan penyebaran dan eksistensi ASWAJA.
Forum Muktamar Ke-33 NU di Jombang pada awal Agustus 2015 lalu membahas perihal
"Khashaish Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah" atau Aswaja Perspektif NU pada sidang komisi
bahtsul masail diniyah maudhu’iyyah. Materi ini dibahas di masjid utama pesantren Tambakberas Jombang
yang dipimpin oleh KH Afifuddin Muhajir. Berikut ini rumusannya.:
Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas ( khashaish) yang
membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta’adul,
dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama.
Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi “ wasathiyah”. Watak wasathiyah Islam ini
dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam firmannya:

‫ِهيدًا‬ َ ‫و ُل َعلَ ْي ُك ْم‬


‫ش‬ ‫س‬
ُ ‫ونَ ال َّر‬ ِ ‫َهدَا َء َعلَى النَّا‬
‫س َويَ ُك‬ ‫ش‬
ُ ‫وا‬ ُ‫طًا لِتَ ُكون‬ َ ‫ا ُك ْم أُ َّمةً َو‬
‫س‬ َ‫َذلِ َك َج َع ْلن‬ ‫َو َك‬

“Dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat Islam), umat penengah (adil dan pilihan), agar kamu
menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar Rasul (Muhammad SAW) menjadi saksi atas kamu.” (QS.
Al-Baqarah;143)

Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek


ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah Nahdlatul
Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain
terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber pokok dan juga
kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan As-sunnah seperti ijma’ dan
qiyas.
2. Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi syarat-
syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang tidak memenuhi syarat-
syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari
mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabul madzahib. Namun, Nahdlatul
Ulama membuka ruang untuk bermadzhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak
mungkin dipecahkan dengan bermadzhab secara qauli.

Pola bermadzhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan
akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut: (a). Di bidang syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama
mengikuti salah satu dari madzhab empat, yaitu madzhab Imam Abu Hanifah, Madzhab Imam
Malik ibn Anas, madzhab Imam Muhammad bin Idris as-Syafii dan madzhab Imam Ahmad bin
Hanbal. (b). Di bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan madzhab Imam
Abu Manshur al-Maturidi. (c). Di bidang akhlaq/tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-
Baghdadi dan madzhab Imam Abu Hamid al-Ghazali.

3. Berpegang teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi
mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah, dan mujadalah bil husna.
4. Sebagai salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah (realistis),
Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan Pancasila
sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha
secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan
Yang Maha Esa. 
5. Mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta
menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka apalagi
menuduh mereka kafir.
6. Tidak menganggap siapapun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang ma’shum (terjaga
dari kesalahan dan dosa). 
7. Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan.
Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyah-ijtihadiyah adalah
keharusan. Nahdhatul Ulama tak perlu melakukan klaim kebenaran dalam
masalah ijtihadiyyah tersebut.
8. Menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir kepada sesama
muslim, ahlul qiblah.
9. Menjaga ukhuwwah imaniyyah-islamiyyah di kalangan kaum muslimin dan ukhuwwah
wathaniyyahterhadap para pemeluk agama-agama lain. Dalam konteks NU, menjaga ukhuwwah
nahdliyyah adalah niscaya terutama untuk menjaga persatuan dan kekompakan seluruh warga
NU.
10. Menjaga keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani dengan mengembangkan tasawwuf
`amali, majelis-majelis dzikir, dan sholawat sebagai sarana taqarrub ilallah di samping mendorong
umat Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

salah satu upaya kader PMII khususnya yang berada di kampus-kampus, yang menjadi benteng
pertahanan terakhir paham Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) untuk mencegah pertumbuhan
dan perkembangan paham Islam yang ekstream atau radikal itu adalah dengan strategi khusus yang
terstruktur dan sistematis, agar memungkinkan generasi muda yang ada di kampus-kampus, yang masih
menduduki bangku perkuliahan khususnya dapat mengetahui dan memahami persoalan dengan lebih baik
lagi, dan menjadi suplemen kuat benteng Ahlussunnah Wal Jama'ah di kalangan perguruan tinggi.

Yang paling utama untuk menghidupkan nilai Aswaja di lingkungan Kampus adalah menata niat.
Niatkan untuk Liia’la-i kalimatillah (meninggikan kalimat Allah). Karena saat ini PMII terjerumus dalam
pemikiran yang sangat pragmatis. Pragmatis untuk mendapatkan kekuasaan, bahkan pragmatis juga
dalam melakukan perjuangan dakwah.
Adapun beberapa strategi yang harus direalisasikan oleh kader-kader PMII khususnya yaitu sebagai
berikut :
1. Hikmah Kebijaksanaan
Hikmah diartikan sebagai perumpamaan untuk mengambil pelajaran dari kejadian atau
kepribadian. Metode ini fleksibel dan dapat digunakan dimana saja. Cara yang ditempuh dengan cara
antara lain :
a. Keteladanan dan Uswatun Hasanah
Cara ini ialah cara paling efektif, dengan keteladanan orang akan mudah mengikuti tokoh yang
diteladani. Bukankah dalam QS. Al-Ahzab:21 dijelaskan bahwa Nabi Muhammad merupakan keteladan
yang baik bagi mereka yang rahmat Allah dan syafaat di hari kiamat? Bahkan Nabi terkenal Al-Amiin
sebelum wahyu diturunkan kepadanya. Al-amiin inilah modal pertama sehingga Nabi Muhammad  SAW
dapat mempengaruhi masyarakat Arab.
Strategi di atas adalah sangatlah umum untuk mengembangkan Aswaja di kampus umum yang kering
siraman rohani dan rentan ekstrimisme. Karena cara di atas juga cara dakwah yang dijelaskan dalam Al
Qur'an.
2. Internalisisasi prinsip Aswaja pada tiap diri anggota PMII
Pada setiap anggota PMII telah dikenalkan dengan nilai-nilai Aswaja antara lain tawasuth,
tawazun, tasamuh, dan i’tidal atau ta'adul. Konsekuensi dari nilai-nilai ini anggota PMII bisa berinteraksi
dan diterima mahasiswa secara luas. Anggota PMII sadar bahwa keberadaannya harus diterima di
kalangan mahasiswa umum. Setelah diterima anggota PMII baru dapat mengaktualisasikan Aswaja
kepada mahasiswa di sekitarnya.
3. Silaturrahim Kelompok alumni atau mahasiswa pesantren
Selama ini di kampus umum terdapat organisasi alumni pondok pesantren dari berbagai daerah.
Dari Bahrul Ulum Jombang, Lirboyo Kediri, Tarbiayatut Tholabah Lamongan, At-Tanwir Bojonegoro, Nurul
Jadid Probolinggo. Melalui kesamaan kultural dijalin komunikasi dan sekali dua kali mengadakan kegiatan
bersama seperti mengaji bersama atau kegiatan lain yang mempererat persaudaraan.
4. Kelompok belajar mengaji Aswaja di internal PMII
Mengaji kitab-kitab kuning dalam bidang aqidah, fikih, dan tasawuf secara bersamaan. Mengaji
menjadi rutinan dan dibiasakan. Dari bidang akidah, memberi keyakinan bahwa Aswaja menjadi cara
berakidah yang paling shohih dengan menjaga keberadaan nas, dan mentakwil nas jika membelakangi
pemikiran. Sehingga diperoleh cara bertauhid yang benar. Bidang fikih, Ulama’ Aswaja menjadikan pijakan
Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas . Hasil ijtihadnya lazim kita ketahui dengan Imam 4 madzhab. Tasawuf
ditekankan adanya maqomat (level) tertentu. Membagi menjadi syariat, haqiqat dan ma’rifat. Zuhri
membagi maqomat-maqomat yakni: tawbah, zuhd, wara’, faqr, shabr, tawakkal, dan ridha. Dalam proses
antar tahap itu ada khowf, raja’, fana, dan fanaul fana.
Hasil kajian tidak hanya didengarkan, tetapi perlahan diamalkan. Sesekali diistiqomahkan untuk berpuasa
senin kamis, atau puasa ayyamul bith. Sehingga, penempaan diri tidak hanya dalam urusan akal dan
logika saja, tetapi juga penempaan hati melalui puasa, dzikir, wirid, rotib dan maulid atau manaqib.
5. Dakwah media dengan media yang ada
Selama ini kita terpaku kepada kepemimpinan dakwah kampus yang ada. Padahal banyak media
yang dapat digunakan untuk mengembangkan dakwah di kampus. Seolah-olah kalau tidak memiliki
kepemimpinan lembaga dakwah kampus, kita tidak dapat melakukan dakwah. Menurut penulis metode
yang paling efektif dengan akhlaq (metode hikmah kebijaksanaan), karena Nabi pun media dakwah utama
ialah Uswatun Hasanah. Media lisan, lukisan atau audio visual tidak sulit kita gunakan, setiap individu
memiliki Tuhan yang ada di genggaman mereka berupa handphone. Melalui handphone bisa membuat
meme islam, audio visual (melalui dubsmash atau yang lain). Media publikasi pun tidak jauh, dapat
melewati BBM, WhatsApp, bahkan Instagram.
6. Pembagian peran pengembangan Aswaja di Internal dan Eksternal PMII
Peran penguatan yang ada di internal PMII mewacanakan bahwa madzhab keagamaan dan manhaj PMII
yang paling absah dalam mengapai istinbath gerakan mahasiswa. Sedangkan di eksternal PMII,
menyajikan Islam yang ramah, menarik, menyejukkan, dan menentramkan. Sehingga melepas batas apa
yang ingin dicari oleh mereka. Kadang bendel NU atau Nahdliyiin juga harus dibredel ketika medan
berbeda.

D. STRATEGI MENGUASAI KEPEMIMPINAN GERAKAN

Sejak didekalarisakan 1960 silam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya disebut
PMII) terus berkembang massif sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan. Dan tidak bisa dipungkiri
bahwa kenyataan hari ini PMII menjadi organisasi kemahasiswaan ekstra kampus terbesar. Secara empiris
pada kongres ke XVII PMII yang dihelat tahun lalu mencatat bahwa kini PMII tersebar di seluruh Indonesia,
yaitu di 222 (dua ratus dua puluh dua) cabang yang berkedudukan di kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
Dengan fakta ini PMII telah menegaskan kemampuannya untuk berkembang dalam alam pergerakan
mahasiswa dan kaum muda Indonesia yang plural-multikultural. Dengan visi ke-Islaman dan ke-
Indonesiaan PMII tetap konsistensi pada tradisi Islam Indonesia, Pancasila dan NKRI serta politik gerakan
yang berpihak pada mereka yang dilemahkan ( mustadhafi’en) dan terus mengagendakan gerakan
sekaligus menggerakkan agenda berbasis kampus dengan keberpihakan terhadap rakyat. Ini menegaskan
bahwa Positioning PMII jelas sangat strategis dan punya peran besar terhadap arah depan bangsa
Indonesia.  

A. Refleksi Sejarah PMII

PMII yang lahir pada tanggal 17 april 1960 telah banyak berkontribusi dalam fase sejarah bangsa
ini. Dalam setiap momentum perubahan di Indonesia, PMII selalu turut andil mendedikasikan dirinya dalam
setiap perubahan dan perkembangan bangsa Indonesia. Dalam fase gelombang sejarah bangsa, tercatat
beberapa perubahan-perubahan fundamental maupun keterlibatan PMII baik dalam
ruang gerakan ataupun pemikiran. Dalam ruang gerakan,keterlibatan PMII bisa di petakan dalam tiga hal.

B. Peta Pergerakan PMII

Pertama,  Peran-peran strategis PMII dalam kontek berbangsa dan bernegara. Dalam peranan ini,
PMII membuktikan dirinya menjadi penggerak dalam setiap perubahan. Paling tidak, disini tercatat ada tiga
peranan PMII yaitu keterlibatan dalam gerakan pasca kemerdekaan dan selanjutnya menjadi penopang
berdirinya Orde Baru. Kemudian keterlibatan PMII selama Orde Baru berdiri. Meskipun PMII menjadi
penopang berdirinya rezim Orde Baru tetapiPMII tidak lupa pada spirit awalnya yaitu mengabdi dan
berbakti untuk kemajuan negeri. Makaketika pemerintahan Orba semakin mengkristal menjadi rejim
otoritarian, PMII menjadi garda terdepan dalam membangun barisan kesadaran bawah tanah dengan cara
memperkuat basis civil society melalui pendirian jaringan LSM, kelompok-kelompok gerakan, dan
pendampingan komunitas-komunitas marjinal. Selanjutnya dalam bangunan civil society yang di bangun
PMII telah mampu  membawa gerakan rakyat vis a vis negara, hingga mampu menumbangkan Orde Baru.
Peranan strategis PMII ketika peralihan kekuasaan, terlihat ketika PMII menjadi motor penggerak jaringan
aktivis melalui aksi-aksi ekstra parlementer dan mempelopori berdirinya Forum Kota, Famred, Fron Kota.

Kedua, Peran-peran strategis PMII dalam organisasi kepemudaan. Peran strategis yang diambil
oleh PMII adalah keterlibatannya dalam organisasi-organisasi jejaring gerakan, organisasi kepemudaan,
seperti, GEMUIS (Gerakan Muda Islam), KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KNPI (Komite
Nasional Pemuda Indonesia), dan Kelompok CIPAYUNG (PMII, HMI, GMNI, PMKRI dan IMM). Semua
keterlibatan PMII ini di dasari oleh keyakinan, bahwa proses perubahan tidak mungkin hanya dilakukan
oleh satu organisasi, melainkan harus ada keterlibatan semua komponen.

Ketiga,  Perubahan-perubahan fundamental dalam konteks kepentingan organisasi. Untuk menjaga


eksistensi organisasi, dan keberlangsungan organisasi, maka PMII dalam fase pengembangan dan
kebangkitannya telah memutuskan beberapa hal strategis, diantaranya adalah  Deklarasi Murnajati,
Manifesto Islam Indonesia dan yang lainya.
Keempat, Peranan PMII dalam transisi demokrasi. Momentum ini ditandai dengan adanya
pemilihan umum (PEMILU) tahun 1999, pada saat ini keterlibatan PMII di wujudkan dengan mendirikan
organisasi JAMPI (Jaringan Masyarakat pemantau Pemilih Indonesia) yang didirikan oleh kepengurusan
PB PMII, tahun 1999 dan telah melakukan kerja-kerja pendidikan pemilih pada pemilu 1999, dan 2004.

Sementara keterlibatan PMII dalam pergumulan pemikiran, dapat di telusurinya beberapa


hal ;pertama, keterlibatan PMII dalam pergumulan pemikiran, dalam sejarahnya harus diakui karena
terjadinya transformasi dan migrasi buku-buku para pemikir Islam-kontemporer, seperti ; Hasan Hanafi,
fatima Mernisi, Asghar Ali Enginer, Nasr Hamid Abu-Zayd, Mohammad Arkoun. Sementara dari sisi
ideologi, PMII juga sangat bersentuhan dengan berbagai kajian ideolog, dari mulai para pemikir kiri ;
Friedrich Engels, Karl Marx, Lenin, kajian terhadap madzhab frankfurt, kajian berbagai ideologi hingga kritik
ideologi. Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada pola pikir dan gerak PMII, hingga tersusunlah
Paradigma Kritis Transformatif. Perubahan-perubahan kebijakan PB PMII maupun paadigma PMII
sepenuhnya tidak terlepas dari terintegrasinya antara pengetahuan-kritis dengan kerja-kerja strategis di
lapangan.

Sebagai gambaran, keterlibatan PMII dalam ranah politik kebangsaan, dapat di telusuri dalam
transisi kekuasaan. Pertama :  Sejak tahun 1960, PMII telah mencatakan dirinya pada transisi kekuasaan
(rezim orde lama) dengan mendistribusi kader-kadernya untuk melakukan penguatan pada parlemen
jalanan, dan melahirkan Tokoh Zamroni, serta menghantarkannya menjadi   ketua KAMI (Kesatuan
Mahasiswa Indonesia) pertama, sebagai salah satu organ yang berperan penting dalam pergeseran
kekuasaan dimasa itu. Kedua :  Pada tahun 1998 (Orde Baru) sebagai titik awal bangsa ini menghirup
angin segar demokrasi setelah selama 32 tahun berada pada pusaran kekuasaan yang otoriter, pada
momentum ini PMII juga memiliki peran dalam mendorong proses demokratisasi dengan mendistribusi
kadernya pada barisan depan gerakan jalanan. Ketiga :  Dalam kesejarahannhya PMII telah menunjukan
dirinya sebagai organisasi yang berbasiskan kader sekaligus bekomitmen dan membuka diri pada situasi
keberagaman di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kemampuan kader-kader PMII sebagai  icon anak muda
NU yang membangun komunikasi dengan organ-organ lintas agama, seperti kelompok katolik, protestan,
hindu, buddha, konghucu dan kelompok-kelompok aliran yang lain. Keempat :  PMII juga telah mencatatkan
dirinya sebagai organisasi yang menkampanyekan pluralisme dan perdamaian dunia, ini terlihat dari
banyak kader-kader yang konsentrasi mengorganisir untuk penyelesaian konflik di daerah-daerah.

Anda mungkin juga menyukai