http://novisanriarambe.blogspot.com/2014/07/konsep-urban-farming-pertanian-perkotaan.html
JUL
https://ardinaputrirahtama.wordpress.com/2014/04/04/pertanian-perkotaan-sebagai-salah-satu-
alternatif-solusi-ketahanan-pangan-ardina-putri-rahtama-viny-ratna-gumilang-rifa-rafika-imania/
Tulisan merupakan buah karya: Ardina Putri Rahtama, Viny Ratna Gumilang, dan Rifa
Rafika Imania
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki populasi penduduk besar
dengan tren pertumbuhan penduduk positif setiap tahunnya. Penduduk Indonesia saat
ini berjumlah sekitar 250juta jiwa. Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun semakin
membuat jumlah penduduk berkembang. Jumlah penduduk Indonesia menuntut
konsekuensi dimana Indonesia harus dapat mencukupi kebutuhan pangan bangsanya.
Dewasa ini, ketahanan pangan manjadi isu yang sering dibahas. Ketahanan pangan
tercermin dari terpenuhinya kebutuhan pangan setiap individu di suatu wilayah.
Ketahanan pangan dapat dilihat dari tiga pilar yaitu ketersediaan pangan, akses
pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketahanan pangan menekankan pada kecukupan
pangan suatu daerah. Ketahanan pangan dapat dicapai dengan produksi sendiri
maupun impor.
Pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia saat ini masih bertopang pada impor bahan-
bahan makanan. Impor bahan makanan ini membuat Indonesia memiliki
ketergantungan pangan dengan negara lain. Hal tersebut membuat harga kebutuhan
pangan tergantung pada mata uang asing pula. Sebagai contoh kelangkaan tahu dan
tempe yang terjadi dikarenakan bahan baku yaitu kedelai masih diimpor dari Amerika.
Impor kedelai membuat produksi tahu dan tempe sangat bergantung pada pasokan
kedelai. Saat produksi kedelai Amerika berkurang, pasokan kedelai yang masuk ke
Indonesia juga berkurang sehingga produksi tahu dan tempe berkurang pula.
Langkanya tahu dan tempe di pasar Indonesia mempengaruhi pemenuhan pangan
masyarakat.
Selain kedelai yang merupakan bahan baku tahu dan tempe, sebagian besar bahan
makanan dan makanan yang beredar di Indonesia merupakan produk impor. Sebagai
contoh adalah buah-buahan yang berada di pasar-pasar Indonesia. Mulai dari pasar
tradisional sampai pasar modern umumnya didominasi produksi luar negeri. Maraknya
buah-buah impor dikarenakan pedagang lebih suka menjualnya daripada buah lokal.
Harga buah impor biasanya lebih murah daripada buah lokal dan ketersediaan buah
impor yang selalu ada.
Salah satu penyebab produk makanan impor memenuhi pasar Indonesia adalah produk
lokal belum dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut dikarenakan tidak
optimalnya tingkat produktivitas lahan. Lebih dari itu, penyebab lain adalah adanya alih
fungsi lahan dari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun. Alih fungsi lahan
menjadi lahan terbangun menyebabkan berkurangnya lahan pertanian produktif.
Perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh meningkatnya permintaan perumahan
sebagai akibat lain dari banyaknya penduduk Indonesia.
Perubahan penggunaan lahan tidak hanya mengubah bentuk fisik dari daerah tersebut
tapi juga kehidupan sosial masyarakatnya. Perubahan guna lahan yang menyebabkan
berkurangnya lahan pertanian produktif disadari atau tidak lambat laun membuat
penduduk berorientasi pada pekerjaan sektor sekunder dan tersier serta meninggalkan
kegiatan pertanian (sektor primer). Perubahan tersebut merupakan salah satu ciri
urbanisasi dimana suatu daerah mengalami proses “mengkota”. Daerah tersebut pada
akhirnya akan menjadi sebuah perkotaan.
Daerah yang telah menjadi perkotaan tersebut mengalami penurunan jumlah lahan
pertanian produktif sementara jumlah penduduknya masih tetap banyak. Tren
perkembangan kota yang sering mengubah lahan pertanian menjadi lahan terbangun
semakin meningkatkan keterbatasan lahan pertanian produktif di daerah tersebut.
Keterbatasan lahan pertanian produktif tersebut dapat semakin menurunkan produksi
bahan makanan di daerah tersebut. Selanjutnya, penurunan produksi tersebut dapat
meningkatkan impor bahan makanan.
Impor bahan makanan jika berlangsung terus menerus akan membuat daerah semakin
jauh dari kemandirian pangan. Keterbatasan lahan pertanian produktif membuat banyak
ahli berfikir bagaimana cara memenuhi kebutuhan pangan dengan beberapa inovasi.
Salah satu inovasi pertanian yang dapat diterapkan untuk menghadapi masalah
tersebut adalah urban farming (pertanian perkotaan). Pertanian perkotaan menjadi
salah satu alternative solusi yang relevan untuk diterapkan dimana saat ini banyak
daerah di Indonesia yang mengalami proses “mengkota”.
Pertanian Perkotaan
Dalam pertanian perkotaan, sering sekali yang digunakan untuk media adalah lahan
bekas atau lahan-lahan sisa seperti atap gedung. Selain itu, proses pertanian perkotaan
biasanya menggunakan sistem pertanian organik dan sampah pertanian diolah dengan
konsep 3R (reuse, reduce, and recycle). Kegiatan pertanian perkotaan yang seperti itu
merujuk pada keberlanjutan pertanian perkotaan dan kualitas produk pertanian.
Beberapa karakter pertanian perkotaan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Petani baru
2. Model pertanian perkotaan
3. Peluang bekerjasama dengan berbagai organisasi
4. Pertanian alami
5. Pemusatan sumber daya dan pasar di lingkungan perkotaan
Sebagai salah satu metode pertanian modern, pertanian perkotaan biasanya dilakukan
oleh komunitas. Pertanian ini berskala kecil karena lahan yang digunakan terbatas.
Penerapan pertanian perkotaan memberikan beberapa manfaat baik bagi petani,
pemerintah, masyarakat umum, dan lingkungan. Beberapa manfaat yang didapat dari
pertanian perkotaan menurut Lanarc (2013)antara lain:
Dilihat dari kondisi Indonesia saat ini, pertanian perkotaan penting untuk
diimplementasikan. Implementasi pertanian memerlukan kerjasama dari semua pihak
yang terlibat. Beberapa pihak yang terkait diantaranya adalah petani, pemerintah,
masyarakat sekitar, pengusaha, institusi pendidikan, dan pihak lainnya. Beberapa
langkah yang dapat diterapkan dalam implementasi pertanian perkotaan sebagai
berikut:
1. Pembangunan Pilot Project
2. Pembentukan Kelompok Petani
3. Pelatihan Pengetahuan Pertanian perkotaan
4. Pemberian insentif pada petani perkotaan
5. Dukungan dan Kerjasama dari berbagai pihak
Pertanian perkotaan jika diterapkan di Indonesia akan membawa banyak sisi positif
bagi perkembangan bangsa. Namun, implementasi rencana pasti memiliki hambatan
dan tantangan sendiri. Masyarakat dan pemerintah perlu berusaha bersama jika ingin
mengimplementasikannya. Kerjasama berbagai pihak dapat membawa pertanian
perkotaan menjadi metode pertanian baru di Indonesia.
Kesimpulan
Tren pertanian perkotaan (urban farming) meningkat beberapa tahun terakhir. Pertanian yang memanfaatkan lahan
pekarangan di kota, termasuk rumah dan perkantoran merupakan salah satu solusi untuk penguatan ketahanan
pangan keluarga. Kementerian Pertanian saat ini menggalakkan pertanian perkotaan dengan mengoptimalkan lahan
pekarangan, salah satunya melalui Program KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL). KRPL telah
dikembangkan sejak tahun 2009 di lebih 18.000 lokasi di Indonesia.
Program KRPL ini dilakukan dengan pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan pemanfaatan
pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai
kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan
untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan
perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan
sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi pekarangan. Pendekatan
pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain
dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan
lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga.
Manfaat kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL):
1. Peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat.
2. Mendukung diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal.
3. Ketahanan dan kemandirian pangan dan gizi keluarga.
4. Ramah lingkungan (mengurangi jejak karbon dan pemanfataan barang bekas).
5. Konservasi sumberdaya genetik lokal.
Prinsip kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL):
1. Kemandirian pangan keluarga.
2. Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal.
3. Konservasi/pelestarian tanaman pangan, ternak, dan tanaman obat untuk masa depan.
4. Peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
5. Kebun bibit.
Peran kelembagaan dalam system agribisnis KRPL:
Fungsi Agribisnis Pihak/Organisasi yang Menjalankan
Individu Kelompok Pendamping Balitbangtan(BPTP Swasta/Pasar
Rumah Rumah (PPL, PT, )
Tangga Tangga LSM,
pengembang)
Penyediaan Benih √ √ √ √
Penyediaan pupuk dan √ √ √
obat-obatan
Penyediaan modal √ √ √
Penyediaan tenaga √ √
kerja
Kegiatan usahatani √ √
Pengolahan hasil √ √ √
pertanian
Pemasaran hasil √ √ √ √
pertanian
Penyediaan informasi √ √ √ √
(teknologi, pasar, dll)
(Bunaiyah Honorita, SP. & Johanes Amirullah, SP, MSi./Penyuluh dan Peneliti
BPTP Balitbangtan Sumsel)
Sumber Berita: http://sumsel.litbang.pertanian.go.id/BPTPSUMSEL/berita-pertanian-perkotaan-urban-farming-tren-
baru-solusi--peningkatan-ketahanan-pangan-keluarga.html#ixzz5p3ox4Ncs
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives
MAKALAH 4
Konsep Urban Farming sebagai Solusi Kota Hijau
Oleh : Kartika Mayasari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Jl. Raya Ragunan No. 30, Pasar Minggu - Jakarta Selatan
Akhir-akhir ini urban farming sudah menjadi trend di kota-kota besar di dunia, dan tidak ketinggalan
Jakarta. Berbagai komunitas dan penggiat urban farming telah lahir untuk menginisasi kegiatan-
kegiatan positif yaitu memanfaatkan ruang terbuka menjadi lahan hijau produktif. Ya, dengan kata
lain “Urban Farming” atau sering pula disebut dengan pertanian perkotaan merupakan suatu
kegiatan yang memanfaatkan baik lahan maupun ruang untuk memproduksi hasil pertanian di
wilayah perkotaan.
Sudah menjadi salah satu tugas dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)Jakarta yang
bekerjasama dengan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) Provinsi DKI
Jakarta, untuk mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian perkotaan, khususnya di wilayah DKI
Jakarta. Contoh nyata dalam pengaplikasian pertanian perkotaan di wilayah Jakarta adalah di
Rusun Marunda dan Rusun Besakih. Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian di sekitar rumah
susun yang masih relatif luas dapat menjadi solusi alternatif dalam penyediaan pangan sehat bagi
keluarga. Manfaat yang diperoleh dengan mengelola lahan di sekitar rusun untuk kegiatan
pertanian, sudah sangat dirasakan oleh warga rusun. Kemudahan dalam penyediaan pangan sehat,
merupakan salah satu manfaat. Berbagai macam sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, selada,
pakchoy, kemangi serta umbi-umbian seperti ubi, ketela, singkong, dan talas menjadi produk
pertanian yang mudah dan murah untuk diakses oleh warga rusun. Selain itu manfaat yang juga
dirasakan langsung adalah pengurangan pengeluaran untuk belanja kebutuhan dapur, dan bahkan
menambah pendapatan bagi yang mengusahakannya, karena hasil panen dapat dijual kepada
warga sekitar. Manfaat lain adalah lingkungan menjadi hijau, sehat, asri serta menambah
estetika.
Introduksi inovasi teknologi pertanian perkotaan yang telah dilakukan oleh BPTP Jakarta mencakup
sub sistem budidaya, sub sistem peternakan, sub sistem perikanan dan , sub sistem komposting,
sehingga pertanian perkotaan ke depannya tidak hanya berkaitan dengan sub sistem budidaya
tanaman saja, tetapi nantinya akan dikembangkan secara holistik. Hal ini bukanlah tidak mungkin,
mengingat di wilayah perkotaan terdapat sumber daya yang mendukung, meskipun perlu sentuhan
teknologi dikarenakan di wilayah perkotaan mempunyai karakteristik yang khas baik dari segi
sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya.
Sub Sistem Budaya, merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan cara memproduksi
tanaman dengan berbagai teknik, meliputi :
Vertikultur. Teknis budidaya secara vertical atau disebut dengan sistem vertikultur, merupakan
salah satu strategi untuk mensiasati keterbatasan lahan, terutama dalam rumah tangga. Vertikultur
ini sangat sesuai untuk sayuran seperti bayam, kangkung, kucai, sawi, selada, kenikir, seledri, dan
sayuran daun lainnya. Namun demikian, untuk budidaya vertikultur yang menggunakan wadah
talang/ paralon, bamboo kurang sesuai untuk sayuran buah seperti cabai, terong, tomat, pare dan
lainnya. Hal ini disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup kuat menahan
tumbuh tegak tanaman.
Hidroponik.; Hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan
tanah sebagai media tanam. Berdasarkan media tumbuh yang digunakan, hidroponik dapat dibagi
menjadi tiga macam yaitu a) kultur air yakni hidroponik yang dilakukan dengan menumbuhkan
tanaman dalam media tertentu yang dibagian dasar terdapat larutan hara, sehingga ujung akar
tanaman akan menyentuh laruan yang mengandung nutrisi tersebut, b) hidroponik kultur agregat,
yaitu metode hidroponik yang dilakukan dengan menggunakan media tanam berupa kerikil, pasir,
arang sekam pasi, dan lain-lain. Pemberian hara dilakukan dengan cara mengairi media tanam atau
dengan cara menyiapkan larutan hara dalam tangki lalu dialirkan ke tanaman melalui selang plastik,
dan c) Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode hidroponik yang dilakukan dengan cara
menanam tanaman dalam selokan panjang yang sempit yang dialiri air yang mengandung larutan
hara. Maka di sekitar akar akan terbentuk film (lapisan tipis) sebagai makanan tanaman tersebut.
Faktor penting yang perlu diperhatikan pada hidroponik adalah unsure hara, media tanam, oksigen
dan air. Hara akan tersedia bagi tanaman pada pH 5.5-7.5, sedangkan yang terbaik adalah pada pH
6.5. Jenis larutan hara pupuk yang sudah sangat dikenal untuk tanaman sayuran hidroponik adalah
AB mix solution. Sedangkan untuk kualitas air yang sesuai adalah yang tidak melebihi 2500 ppm
atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm serta tidak mengandung logam berat dalam
jumlah besar.
Aquaponik dan Vertiminaponik. Akuaponik merupakan sistem produksi pangan, khususnya
sayuran yang diintegrasikan dengan budidaya hewan air (ikan, udang dan siput) di dalam suatu
lingkungan simbiosis. Salah satu model akuaponik yang diintroduksikan oleh BPTP Jakarta
“vertiminaponik”., yang merupakan kombinasi antara sistem budidaya sayuran berbasis pot talang
plastic secara vertical dengan sistem akuaponik. Oleh karena itu sistem ini dinamakan
“vertiminaponik”. Vertiminaponik diintroduksikan dengan bentuk persegi berukuran panjang 140 cm,
lebar 100 cm dan tinggi 90 cm berupa tandon air berbahan fibreglass dengan volume 500 liter air.
Sistem ini dilengkapi dengan talang plastic dengan panjang 1 meter sebanyak delan buah yang
disusun di rak besi yang diletakkan diatas tandon air/kolam. Media tanam yang digunakan adalah
batu zeolit berukuran 20 mesh yang dicampur dengan bahan organic dan tanah mineral dengan
perbandingan 3:1. Sistem penanaman dengan menggunakan vertiminaponik dilakukan secara padat
tebar, yang artinya benih
disebar dengan jarak tanam sangat padat. Selain itu, ikan yang dibudidayakan juga secara padat
tebar, yaitu 300 ekor untuk ikan lele, sedangkan bawal, nila dan patin sekitar 150-200 ekor.
Wall gardening.Sistem budidaya wall gardening termasuk dalam jenis budidaya tanaman vertical.
Bedanya sistem ini, memanfaatkan tembok atau dinding sebagai tempat untuk menempatkan modul
pertanaman. Model wall gardening sangat popular untuk tanaman hias dan bahkan sudah banyak
dijumpai di gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan. Salah satu model wall gardening
yang diintroduksikan oleh BPTP Jakarta adalah sistem kantong yang sangat mudah dan murah
untuk diaplikasikan oleh masyarakat. Wall gardening dengan sistem kantong ini dapat dibuat dari
lembaran filter geotextile, bahan screen atau terpal. Selain sistem kantong, wall gardening yang
mudah diaplikasikan adalah sistem modul, dengan menggunakan media tanam campuran cocopeat
dan pupuk kandang/kompos yang dimasukkan ke dalam modul. Penyiraman dan pemupukan untuk
sistem wall gardening ini biasanya menggunakan sistem fertigasi otomatis.
Sub Sistem Peternakan, merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan cara
memproduksi ternak di wilayah perkotaan. DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah dengan
segala kekhasannya dalam pengembangan ternak. Telah diatur dalam Perda Provinsi DKI Jakarta
No.4 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas, bahwa penyakit flu burung
(Avian Influenza) di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan sebagai Kejadian Luar
Biasa sehingga perlu segera dilakukan langkah-langkah pengendalian secara menyeluruh terhadap
pemeliharaan dan peredaran unggas. Oleh karena itu, berdasarkan Perda tersebut, maka perlu
adanya alternatif lain dalam pengembangan ternak di wilayah perkotaan, khususnya Jakarta.
Kelinci merupakan ternak yang sangat sesuai untuk dipelihara di wilayah perkotaan, terutama
sebagai pengganti daging sumber protein untuk pengganti ternak unggas (ayam buras) yang sudah
dilarang pemeliharaannya di DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian, disebutkan bahwa daging kelinci
mempunyai protein yang lebih tinggi dibandingkan ayam, sapi, domba dan bahkan babi. Berikut
mengenai kandungan gizi daging kelinci dan ternak lainnya:
Pemeliharaan ternak kelinci tidak memerlukan areal yang luas, sehingga dapat dipelihara di
pekarangan rumah, dibutuhkan sekitas 2m2 untuk memelihara 5-10 ekor kelinci. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penempatan kandang kelinci antara lain : a) posisi kandang ditempatkan pada
lahan datar, hal ini mengurangi dampak buruk yang disebabkan oleh angin, b) lokasi kandang
sebaiknya berjarak 10-20m dari tempat tinggal untuk memudahkan pengontrolan, c) sinar matahari
pagi sangat penting untuk kelinci, d) mempunyai ventilasi yang baik sehingga kelinci tidak merasa
panas, dan e) keberadaan kandang terjaga dan nyaman, yaitu berkisar pada suhu 15-220C. Selain
itu, kebersihan kandang merupakan faktor utama yang mutlak harus diperhatikan.
Sub Sistem Perikanan, merupakan segala kegiatan yag berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya perairan. Dalam skala perkotaan, usaha perikanan bukan mustahil untuk dilakukan. Jenis ikan
yang dapat dibudidayakan di perkotaan antara lain : ikan air tawar (lele, nila, patin) dan ikan hias.
Terdapat metode dan teknik sehingga ruang yang terbatas pun tetap dapat termanfaatkan untuk
kegiatan perikanan. Inovasi teknologi yang aplikatif di masyarakat antara lain :
Integrasi ikan dan tanaman. Budidaya ikan juga dapat diintegrasikan dengan komoditas lain
seperti sayuran, atau dapat disebut dengan sistem akuaponik. Pada budidaya akuponik, nitrat dan
pospat yang merupakan limbah dari budidaya ikan dapat diserap dan digunakan sebagai pupuk oleh
tanaman akuatik sehingga menurunkan konsentrasi cemaran (N dan P) serta meningkatkan kualitas
air. Sistem ini sangat sesuai aplikasinya di masyarakat perkotaan karena dapat diterapkan di
pekarangan rumah, hemat air, hemat tenaga, hemat waktu, hemat pupuk dan hasilnya pun sehat
(non pestisisda). Selain itu, dapat pula berfungsi menambah estetika lingkungan.
Sistem terpal. Dalam pembuatan kolam terpal tidak memerlukan penggalian tanah, sehingga
pengaplikasiannya akan lebih mudah, dapat dipindah-pindah, tidak mudah terkena banjir,
pembersihan kolam dan pemanenan lebih mudah, dan kontrol terhadap kualitas dan kuantitas air
pun lebih mudah. Dalam pembuatan kolam terpal harus memperhatikan jumlah populasinya,
misalkan untuk populasi 100 ekor ikan lele, dibutuhkan luas kolam terpal kurang lebih 2m x 1m x
0,6m (p x l x t).
Sub Sistem Komposting. Dalam mendukung sub sektor budidaya, penting untuk memikirkan
komponen- komponen pendukungnya, diantaranya adalah ketersediaan pupuk. Tidak dipungkiri
bahwa limbah organic di perkotaan sangatlah melimpah, sebut saja limbah makanan, limbah
sayuran dan buah, limbah dapur yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bahan pupuk organic.
Berikut inovasi teknologi pengomposan yang mudah diaplikasikan di wilayah perkotaan :
Vermikompos. Merupakan proses pengomposan dengan memanfaatkan berbagai jenis cacing
sebagai agen pengomposan. Spesies cacing yang sering digunakan adalah cacing kecil merah
(eisenia foetida dan eisenia Andrei), sedangkan cacing tanah merah (lumbricus rubellus) dan cacing
biru (perionyx excavates) juga sering digunakan meskipun cacing jenis ini kurang mampu
beradaptasi pada umpukan kompos yang dangkal. Sementara itu, cacing tanah biasa (lumbricus
terrestris) tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam pengomposan karena dapat menggali
lebih dalam dari tumpukan kompos yang disediakan. Selain cacing, bahan utama lain dalam
pembuatan vermikompos adalah limbah buah dan sayur, limbah kopi, teh, roti, potongan rumput,
kertas dan lain-lain. Dalam praktek skala kecil atau rumah tangga, vermikompos sangat mudah
diaplikasikan, wadah yang dipakai dapat menggunakan filling cabinet yang terbuat dari plastic,
sehingga tersusun rapi dan bersih.
Komposting sistem tumpukan (heap). Metode pengomposan dengan sistem tumpukan selain
mudah, juga murah. Fitur dimensi untuk tumpukan adalah minimal 1,5 m x 1 m, sedangkan panjang
tumpukan dapat bervariasi tergantung jumlah bahan yang digunakan. Pembalikan tumpukan dapat
dilakukan secara berkala. Sisa makanan tidak boleh dibuang pada tumpukan karena dapat
mengundang lalat. Sedangkan bahan berkayu juga dapat ditambahkan dalam tumpukan, namun
diperlukan perlakuan lain berupa pencacahan bahan sehingga partikel bahan menjadi lebih kecil.
Sistem MOL. Alternatif lain dalam memproduksi pupuk adalah dengan sistem MOL (mikroorganisme
local), yaitu memanfaatkan berbagai limbah dapur dengan memisahkan bahan yang berlemak
seperti daging, dan ikan. Selain air dengan komposisi 60% dan limbah 40%, dalam metode ini juga
dibutuhkan activator, yang kemudian pupuk akan siap digunakan setelah 3 minggu. Pembuatannya
pun tergolong praktis, wadah yang digunakan untuk fermentasi dapat berupa bahan bekas seperti
botol minum, ember yang tertutup rapat, dan tong.
Konsep pertanian perkotaan seperti yang telah diuraikan diatas, merupakan salah satu usaha dalam
rangka menjadikan kota lebih hijau, indah, sehat, asri, dan produktif, sehingga manfaatnya bukan
hanya dirasakan oleh pelaku namun juga khalayak ramai di wilayah sekitar (Kartika Mayasari).
Sistem Vertikultur
Sistem Wall gardening
Sistem vertiminaponik
Vermikompos
Ternak kelinci
Rusun Marunda
Sistem hidroponik
MAKALAH 5
ABSTRAK
Kota Surabaya pertama kali menjalankan program pertanian perkotaan sejak tahun
2009 dengan tujuan mampu mengentaskan kemiskinan. Pengembangan gerakan pertanian
perkotaan menjadi salah satu kekuatan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat.
Dengan gerakan pertanian perkotaan dapat menjadi alternatif untuk menjaga ketahanan
pangan khususnya dalam skala rumah tangga miskin. Sehingga gerakan pengembangan
pertanian perkotaan dapat berdampak positif dalam pengentasan kemiskinan dan
menumbuhkan kemandirian masyarakat. Secara fisik pertanian perkotaan perlu ditingkatkan
karena memberikan kontribusi terbesar kedua dalam penyediaan ruang terbuka hijau di Kota
Surabaya. Kajian ini bertujuan merumuskan kebijakan terkait pertanian perkotaan (urban
farming) sehingga mampu menciptakan kemandirian masyarakat. Tahapan yang dilakukan
adalah mengidentifikasi potensi dan permasalahan dalam pelaksanaan pertanian perkotaan.
Selanjutnya merumuskan strategi keberlanjutan gerakan pertanian perkotaan dengan
analisa SWOT. Dari kajian ini, diperoleh hasil bahwa strategi utama yang perlu diterapkan
adalah meningkatkan pendekatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam program
Pertanian perkotaan, meningkatkan kualitas hasil panen melalui peningkatan sarana dan
prasarana produksi, pelatihan dan intervensi teknologi serta mempertahankan dan
meningkatkan gerakan pertanian perkotaan di Kota Surabaya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mayoritas orang berpikir bahwa pertanian sebagai suatu kegiatan yang terjadi hampir
sepenuhnya di tanah pedesaan. Akan tetapi dewasa ini banyak kegiatan pertanian juga
dikembangkan di perkotaan. Pelaksanaan pertanian perkotaan dilatarbelakangi oleh adanya
permasalahan kemiskinan perkotaan. Kemiskinan tidak lagi merupakan masalah yang
menjadi dominasi di daerah pedesaan, tetapi juga akan semakin meningkat di daerah
perkotaan (urban) dan pinggiran kota (peri-urban). Dengan demikian, masalah ketersediaan
pangan dan akses terhadap pangan juga akan dihadapi oleh sebagian penduduk yang
tinggal di perkotaan, sebagai akibat dari distribusi pendapatan yang tidak merata, tingkat
kemiskinan yang cenderung meningkat, semakin menurunnya ketersediaan lahan produktif
serta sistem distribusi yang tidak efisien. Oleh karena itu, berbagai pendekatan kemiskinan
dikembangkan untuk menurunkan angka kemiskinan.
Upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk meningkatkan
efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Dalam upaya penanggulangan
SEMINAR NASIONAL CITIES 2014
Eko Budi Santoso, Rini Ratna Widya; Gerakan Pertanian Perkotaan Kota Surabaya
Program pertanian perkotaan merupakan program yang dicetuskan sebagai upaya untuk
tetap menjaga kualitas hidup, yaitu dengan tetap dapat mengkonsumsi makanan sehat yang
berbahan ikan dan sayur yang berkualitas di tengah perkotaan. Program ini memang
didesain untuk dikembangkan di perkotaan padat yang tidak mempunyai jumlah lahan
kosong yang besar. Selain itu, pertanian perkotaan membantu memberikan kontribusi
terhadap ruang terbuka hijau kota dan ketahanan pangan.
Di sisi lain, masih terdapat berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
pertanian perkotaan tersebut. Secara garis besar berbagai kendala tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu kendala teknis dan non teknis. Kendala teknis berkaitan
dengan keterbatasan lahan, serangan hama, perubahan cuaca, minimnya pengetahuan
warga mengenai teknik budidaya yang baik. Kendala teknis ini berimplikasi pada kesulitan di
lapangan serta kuantitas dan kualitas hasil panen yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Sementara kendala non teknis terkait erat dengan kurangnya antusiasme dan
respon masyarakat miskin (gakin) yang menerima paket bantuan. Hal ini berimplikasi pada
pemeliharaan dan keberlanjutan kegiatan kedepannya. Berdasarkan kendala-kendala
tersebut di atas maka perlu disusun suatu strategi keberlanjutan dalam pengembangan
pertanian perkotaan (urban farming) di Kota Surabaya.
METODOLOGI
Sasaran yang dicapai dari kajian ini adalah mengetahui potensi dan permasalahan pertanian
perkotaan di Surabaya dan merumuskan strategi keberlanjutannya. Metode yang dilakukan
untuk mencapai sasaran tersebut adalah dengan melakukan analisa deskripsi guna
mengidentifikasi potensi dan masalah pelaksanaan pertanian perkotaan berdasarkan hasil
dari pengamatan survey primer. Hasil identifikasi potensi dan masalah ditampilkan dalam
bentuk diagram Fishbone. Berikutnya dilakukan Analisis SWOT berdasarkan hasil dari
sasaran sebelumnya. Hasil yang didapatkan adalah strategi keberlanjutan dalam
meningkatkan gerakan pertanian perkotaan di Kota Surabaya.
TEMUAN
Sektor pertanian di Kota Surabaya selama ini kurang memberikan kontribusi pada ekonomi
wilayah secara keseluruhan. Sektor ini masih kalah oleh sektor lain yang dominan seperti
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertanian menyumbang sebesar 0,07%
terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Surabaya. PDRB sektor
SEMINAR NASIONAL CITIES 2014
Eko Budi Santoso, Rini Ratna Widya; Gerakan Pertanian Perkotaan Kota Surabaya
tersebut mencapai Rp. 58,96 miliar (Atas Dasar Harga Konstan) berkurang dari tahun
sebelumnya yang sebesar Rp. 78,24 miliar.
Turunnya nilai produk domestik regional bruto sektor pertanian menunjukkan adanya
penurunan jumlah produksi pertanian. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
penurunan sektor pertanian. Penggunaan tanah adalah salah satu faktornya dimana tanah di
kota Surabaya semakin terbatas. Tanah yang terbatas membuat lahan-lahan pertanian
semakin sempit terhimpit oleh penggunaan lahan selain pertanian terutama untuk
permukiman, perdagangan dan industri. Oleh karena itu, sangat penting untuk membuat
usaha-usaha yang dapat meningkatkan produksi pertanian di Surabaya dengan berbagai
keterbatasan. Program pertanian perkotaan merupakan salah satu solusi meningkatkan
produksi pertanian.
Pertanian perkotaan adalah makanan dan bahan bakar tumbuh ditengah-tengah aktivitas
perkotaan atau kota, untuk dipasarkan dan sering juga diolah lalu dipasarkan. Hal ini
termasuk Budidaya perikanan dalam tangki, kolam, sungai dan teluk/pantai; serta sayuran
dan tanaman lainnya ditanam di atap, di halaman belakang, lahan kosong kawasan industri,
sepanjang kanal, di lapangan perkantoran, di pinggir jalan dan di banyak peternakan kecil di
pinggiran kota (Smit,1992).
Namun tidak hanya untuk sekedar meningkatkan sektor pertanian di Kota Surabaya,
kegiatan pertanian perkotaan juga memiliki manfaat posisif lainnya. Dampak Positif dari
sektor ini antara lain: peningkatan gizi dan kesehatan, perbaikan lingkungan untuk hidup,
meningkatkan kewirausahaan, dan peningkatan kesetaraan. Pada intinya Pertanian
perkotaan adalah proses utama pengentasan kemiskinan selama periode pemulihan
ekonomi. Hal ini juga meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan melalui penghijauan dan
pengurangan polusi dimulai di lingkungan berpenghasilan rendah. Sektor ini juga
memperkuat basis ekonomi suatu kota dengan menambahkan “substitusi impor” industri
yang meliputi produksi, pengolahan, pengemasan dan pemasaran dan akhirnya, pertanian
perkotaan membuat kontribusi besar untuk menyeimbangkan ekologi global (Smit,1992 dan
Losada, 1998).
4
8. mengkonversi limbah makanan dari supermarket menjadi kompos dan pupuk
yang digunakan dalam produksi pangan;
9. mengurangi transportasi makanan melalui ketersediaan yang lebih besar dari
produk lokal; dan
10. mendukung sistem pangan lokal dan regional secara umum.
Manfaat yang dapat dirasa oleh warga Surabaya dengan adanya pertanian perkotaan adalah
satu manfaatnya adalah menyediakan bahan pangan untuk konsumsi anggota keluarga
sehingga dapat meningkatkan gizi keluarga. Dengan terpenuhinya bahan pangan dari hasil
bertani sendiri dapat meningkatkan kesejahteraan karena alokasi uang yang tadinya
digunakan untuk membeli bahan pangan kini dapat disediakan sendiri.
Manfaat selanjutnya adalah dapat menambah penghasilan keluarga jika hasil bertani dijual.
Jika banyak keluarga yang melakukan usaha pertanian perkotaan dan hasilnya dijual ke
pasar maka menambah pasokan bahan pangan di Surabaya. Dengan dijual ke pasar,
pasokan akan bertambah sehingga kota Surabaya dapat mencukupi kebutuhan
masyarakatnya akan pangan. Dengan kata lain ketahanan pangan di Surabaya akan
terbantu dengan pertanian perkotaan. Kestabilan harga pangan juga akan terbantu oleh
adanya panen dari pertanian perkotaan. Serta yang juga penting adalah manfaat ekologis
dengan diterapkannya program ini yakni turut berkontribusi dalam meningkatkan proporsi
RTH kota.
Sasaran kegiatan Program Pertanian perkotaan ini adalah keluarga miskin (gakin) di wilayah
Kota Surabaya yang tersebar di 31 kecamatan (Gambar 1). Jadi, selain berupa bantuan
langsung, Program Penanggulangan Kemiskinan juga dilaksanakan melalui berbagai macam
kegiatan pemberdayaan masyarakat diantaranya pertanian perkotaan. Pada Tahun 2009,
SKPD di bawah Pemerintah Kota Surabaya yang melaksanakan kegiatan ini adalah Dinas
Pertanian dan Kantor Ketahanan Pangan. Namun, sejak tahun 2010, leading sektor kegiatan
ini adalah Dinas Pertanian.Tujuan utama kegiatan ini adalah meningkatkan ketahanan
pangan keluarga miskin melalui pemenuhan ketersediaan gizi keluarga miskin secara
mandiri dengan memanfaatkan pekarangan untuk kegiatan budidaya. Ada dua jenis komoditi
yang dikembangkan dalam kegiatan ini yaitu perikanan (budidaya ikan) dan pertanian
melalui budidaya tanaman hortikultura. Untuk jenis komoditi perikanan, bantuan yang
diberikan berupa paket benih ikan, pakan dan media (baik drum/tong maupun kolam terpal),
sedangkan bantuan tanaman hortikultura berupa paket benih terong, cabe, sawi, bayam,
kangkung serta kelengkapannya seperti pupuk, media tanam dan polybag.
Pertanian perkotaan dapat dijalankan di kota besar seperti Surabaya. Lahan yang digunakan
dapat dimana saja seperti di pekarangan, di lahan-lahan terlantar, bahkan di atap rumah.
Yang penting dimana ada lahan kosong dapat digunakan untuk menanam tanaman yang
bermanfaat seperti menanam sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman toga, atau budidaya
perikanan Lele dan Nila (Gambar 2)
Berdasarkan hasil pengamatan survey primer, hampir di setiap wilayah yang menjadi obyek
kegiatan ini mencapai kinerja yang cukup baik dimana hasil panen rata-rata mencapai 70% .
Artinya bahwa ekspektasi program pertanian perkotaan ini cukup berhasil untuk mencapai
SEMINAR NASIONAL CITIES 2014
Eko Budi Santoso, Rini Ratna Widya; Gerakan Pertanian Perkotaan Kota Surabaya
5
tujuan dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Sedangkan menurut hasil
evaluasi lainnya (Bappeko.2013), sebanyak 95% responden mengaku pemkot perlu
melanjutkan UF dengan 36% beralasan untuk menambah penghasilan, 25% karena
bermanfaat bagi masyarakat dan 25% karena bisa konsumsi keluarga. Sedangkan sebanyak
5% responden beralasan tidak perlu dilanjutkan karena tidak adanya lahan (Bappeko.2013).
Selain itu, dalam perkembangannya, terdapat trend positif dimana sebagian penerima tidak
hanya memanfaatkan bantuan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun bisa
menjual hasil yang dibudidayakan untuk memperoleh pendapatan tambahan. Hal ini
terutama dilaksanakan oleh penerima bantuan yang mengusahakan budidaya secara
berkelompok. Dengan demikian, kegiatan pertanian perkotaan dapat dikembangkan di masa
mendatang untuk meningkatkan ekonomi keluarga dengan adanya pendapatan tambahan
(extra income).
PEMBAHASAN
Identifikasi potensi dan permasalahan Pertanian perkotaan Kota Surabaya
Pertanian perkotaan dapat dilaksanakan dengan baik dipengaruhi oleh tiga faktor utama
yang saling berkaitan yakni lingkungan, sosial dan individual (McClintock,2009). Ketiga faktor
tersebut menjadi dasar dalam mengindentifikasi potensi dan permaslahan pertanian
perkotaan di Surabaya. Sehingga, potensi dan permasalahan yang dihimpun dalam kajian ini
diklasifikasikan berdasarkan aspek teknis dan non teknis. Aspek teknis meliputi factor sarana
dan prasarana produksi, pembiayaan, dan kondisi lingkungan/iklim. Sedangkan aspek non
teknis yakni melputi faktor sosial, dan faktor pemerintah/kelembagaan. Berdasarkan hasil
pengamatan lapangan yang telah dilakukan, diperoleh informasi mengenai permasalahan
dan potensi dari pelaksanaan gerakan pertanian perkotaan. sebagai berikut :
Sosial
a. Adanya respon baik dari sebagian masyarakat baik gakin maupun non gakin dalam
berpartisipasi di Program Pertanian perkotaan
b. Sebagian masyarakat sangat serius dalam menjalankan pertanian perkotaan dengan
melakukan inisiatif menambahkan komoditas lain dalam kegiatan budidaya baik
horitikultura maupun perikanan
c. Hasil panen dari budidaya hortikultura dan perikanan memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat yang baik untuk dikonsumsi
d. Hasil panen masyarakat memiliki kualitas yang baik
e. Msayarakat telah dapat memasarkan hasil produk budidaya yang sudah di panen.
Pemerintah dan Kelembagaan
a. Adanya kebijakan dari pemerintah kota surabaya yang mendorong pelaksanaan
Pertanian perkotaan di Kota Surabaya
b. Adanya kegiatan pendampingan dan monitoring dari pemerintah (Dinas pertanian dan
Dinas perikanan)
c. Adanya peluang pemasaran hasil budidaya hortikultura dan perikanan yang lebih luas
Bantuan peralatan, bahan dan pembiayaan
a. Pemberian bibit unggul kepada masyarakat yang mencukupi kebutuhan selama setahun
Lingkungan
a. Program pertanian perkotaan sangat bermanfaat dalam menumbuhkan RTH Privat dan
mengoptimalkan fungsi lahan kosong.
Sedangkan identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan pertanian perkotaan
dapat dilihat pada Gambar 3.
Analisa SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi potensi dan masalah baik secara
internal maupun eksternal. Berdasarkan identifikasi potensi dan masalah yang telah
dilakukan pada sasaran sebelumnya, dilakukan klasifikasi elemen strength, weakness,
oppourtunity, dan threat. Selengkapnya terkait proses analisa SWOT dapat dilihat pada
Tabel 1.
Keberlanjutan
Urban
Farming
Pemerintah dan
Kelembagaan Sosial Masy.
Minat Gakin masih
rendah
Peralatan dan
Pembiayaan Lingkungan
Kompetensi Aparat
Pemerintah
Biaya operasional
Peralatan rusak
Adanya hama
Program UF yang masih
salah sasaran
Pencemaran Air
Strength (S)
Weakness (W)
1.
Adanya kebijakan
dari pemerintah
kota surabaya yang mendorong
pelaksanaan Pertanian perkotaan
di Kota Surabaya
2. Adanya respon baik dari sebagian
masyarakat baik gakin maupun
non gakin dalam berpartisipasi di
Program Pertanian perkotaan
3. Sebagian masyarakat sangat
serius dalam menjalankan
pertanian perkotaan dengan
melakukan inisiatif menambahkan
komoditas lain dalam kegiatan
budidaya baik horitikultura
maupun perikanan
4. Pemberian bibit unggul kepada
masyarakat yang mencukupi
kebutuhan selama setahun
5. Hasil panen dari budidaya
hortikultura dan perikanan
memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat
6. Hasil panen berkualitas
7. Hasil produk budidaya sudah ada
yang dapat dipasarkan
8. Adanya kegiatan pendampingan
dan monitoring dari pemerintah
(Dinas pertanian dan Dinas
perikanan)
9. UF sangat bermanfaat dalam
menumbuhkan RTH Privat dan
optimasi fungsi lahan kosong.
1.
1.
1.
Mengintegrasikan pelaksanaan
pertanian perkotaan dengan
pembangunan instalasi mini
pengolahan air limbah rumah
tangga berbasis masyarakat
(S2,T1)
2. Melakukan intervensi teknologi
guna meminimalkan gangguan
hama (S1,S8,T2)
1.
10
11
KESIMPULAN
Capaian yang didapat dari kajian ini adalah potensi dan masalah yang terjadi selama
program pertanian perkotaan berjalan dan strategi keberlanjutan program pertanian
perkotaan. Hasilnya menunjukkan bahwa program ini banyak memberikan mafaat yang
dirasakan langsung oleh masyarakat baik dalam hal pemenuhan kebutuhan gizi dalam
makanan, peningkatan pendapatan keluarga, estetika lingkungan dan sebagai ruang terbuka
hijau perkotaan. Akan tetapi disamping itu juga terdapat beberapa permasalahan utama
yaitu respon masyarakat miskin yang masih rendah, sehingga program pertanian perkotaan
ini dapat dikatakan belum sesuai sasaran karena dilakukan oleh keluarga tidak miskin yang
sudah berkecukupan. Sehingga dari kondisi permasalahan dan potensi yang terjadi di
lapangan dirumuskan strategi bahwa keberlanjutan gerakan pertanian perkotaan di
Surabaya masih harus dipertahankan melalui peningkatan pendekatan terhadap keluarga
miskin, meningkatkan kualitas hasil panen melalui peningkatan sarana dan prasarana
produksi, pelatihan dan intervensi teknologi, dan memperluas jangkauan pemasaran hasil
panen.
REFERENSI