Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH LAHIRNYA BPI

Tidak solidnya koordinasi antara badan-badan intelijen nasional pada era demokrasi liberal
(Parlementer) maka pada masa demokrasi terpimpin, Presiden Sukarno memutuskan
menyempurnakan Badan Koordinasi Intelligence (BKI) dengan membentuk sebuah pusat state
intelligence bernama Badan Pusat Intelligence (BPI) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden
Nomor 8 Tahun 1959 Tanggal 10 November 1959. Presiden mempercayakan Dr. Subandrio sebagai
kepala BPI.

Dalam melakukan tugas sehari-hari, pimpinan BPI didampingi oleh Gabungan kepala-kepala
Intelligence sipil dan militer, yatu:
1. Kepala Jawatan Resersi Pusat pada Kejaksaan Agung.
2. Kepala Dinas Pengawasan Keselamatan Negara pada Departemen Kepolisian Negara.
3. Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat.
4. Perwira GO II Staf Angkatan Laut.
5. Direktur Intelligence Angkatan Udara.
6. Kepala Biro Keamanan pada Staf Menteri Keamanan/Pertahanan.
7. Seorang yang ditunjuk oleh Menlu untuk mewakili Departemen Luar Negeri.
8. Wakil lain-lain dari instansi yang dianggap perlu oleh Pemerintah.
9. Serta dibantu oleh Staf Ahli Kepala dan Staf Ahli Wakil Kepala berdasarkan putusan
Presiden.

Presiden Sukarno mempercayakan Menlu Dr. Subandrio memimpin BPI dibantu oleh Wakil Kepala
BPI Brigdjen Sutarto yang di tetapkan berdasarkan Keppres 298 Tahun 1959.

Dr. Subandrio merupakan seorang tokoh politik, kepala intelijen yang telah mengukuhkan
terbentuknya intelligence community, interaksi intelijen politik dengan militer, tokoh non-militer
pertama yang memegang kendali pusat operasional state intelligence (intelijen negara). Namun
demikian untuk melengkapi besarnya tanggung jawab politis yang di emban Dr. Subandrio dikala itu,
Presiden Sukarno memberikan Pangkat Marsekal Madya TNI AU Tituler berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1959 Pangkat-Pangkat Militer Khusus, Tituler dan Kehormatan.

Headquarter BPI berada di Wisma Sandiphala, Madiun Jakarta.


OPERASI INTELIJEN BPI DI LUAR NEGERI DAN DALAM NEGERI :
Perjuangan Teritorial Menegakkan Kedaulatan NKRI dengan Mengintegrasikan
Wilayah Irian Barat Melalui Jalur Referendum oleh PBB

Dimasanya intelijen luar negeri Indonesia (BPI) diperhitungkan, antara lain pada saat pemerintah
Republik Indonesia mengumumkan upaya pembebasan Irian Barat ke dunia internasional, Deplu BPI
melakukan serangkaian kegiatan diplomasi dan operasi intelijen untuk membentuk opini
internasional di negara-negara sahabat, Amerika Serikat bahkan di negeri Belanda sendiri dengan
melibatkan politisi asal Indonesia timur, serta mahasiswa Indonesia yang sedang studi luar negeri,
mereka bertugas antara lain monitoring perkembangan situasi dan melakukan penggalangan tokoh-
tokoh yang bersimpati terhadap kedaulatan NKRI yang selama ratusan tahun lamanya berada dalam
kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda bernama Nederlandsch Indie.

Di Irian Barat, BPI berhasil menyatukan secara penuh semua kekuatannya tidak terkecuali intelijen
teritorial dan militer guna melakukan penggalangan terhadap tokoh-tokoh masyarakat agar
mendukung integrasi melalui jajak pendapat mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejumlah kepala suku dan pemuda didatangkan khusus oleh BPI ke Jakarta dan Bogor untuk
mendapatkan pelatihan bela negara dalam rangka persiapan perebutan wilayah Irian Barat dari
pemerintahan kolonial Belanda.

Pada 15 Agustus 1962, perjuangan teritorial menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang dilakukan sekian tahun lamannya dengan jalan perjuangan diplomasi, operasi
intelijen dan militer memasuki babak baru. Bertempat di Markas Besar PBB di New York, delegasi
Indonesia dipimpin oleh Kepala BPI (Menlu) Dr. Subandrio dan Pemerintah Belanda oleh Van
Rooijen menghadap Sekjen PBB U Thant untuk menandatangani perjanjian kesepakatan kedua
negara yang dikenal dengan New York Agreement (Perjanjian New York 15 Agustus 1962), yakni
tahapan penting perjalanan negara demokratis Republik Indonesia dalam memberikan perlindungan
hak-hak warga negara melakukan jajak pendapat (referendum) sebagaimana di atur dalam undang-
undang sesuai amanat konstitusi UUD 1945. Pada tahap ini otoritas eksekutif sementara UNTEA
PBB secara resmi mengambil alih kekuasaan pemerintahan Irian Barat dari tangan pemerintahan
Belanda hingga selesainya tahapan jajak pendapat rakyat.
Foto: Kepala BPI Dr. Subandrio bertemu dengan Kepala-kepala suku Irian Barat.

Anda mungkin juga menyukai