Anda di halaman 1dari 19

RESUME DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS

ABDOMEN DI RUANG ICU RSCM

MATA KULIAH KEPERAWATAN KRITIS

Disusun oleh:
Kelompok 6 Kelas E 2016
Okzalina Sonnia 152310101254
Dhenisa Nova Dyassari 162310101256
Muhammad Hisyam Ajimulya 162310101257
Jenny Amalina Alirahman 162310101262
Muhammad Fyan Asasi 162310101273
Friska Ayu Purwantiwi 162310101274
Mellinda Dwi Astuti 162310101275

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
A. RESUME KASUS
METODE PEMILIHAN KASUS
Pasien dalam kasus serial ini adlaah pasien sepsis yang di rawat di ICU dewasa RSCM
selama periode 15 Juli 2013 – 4 Oktober 2013. Kasus yang diambil adalah pasien
dewasa, usia 18-60 tahun, dan lama perawatan minimal lima hari.
RESUME KASUS
Pasien wanita Nn. Va usia 25 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama perut
terasa nyeri sejak satu minggu sebelum masuk ke rumah sakit (SMRS). Satu minggu
SMRS pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh perut yang dirasakan terus-menerus.
Tidak ada demam namun terdapat keluhan mual dan muntah. Pasien tidak dapat buang
angin dan buang air besar. Pasien berobat ke klinik dokter umum dan dikatakan infeksi
saluran kemih, sehingga pasien merasakan tidak ada perubahan, nyeri masih terus
dirasakan. Selain itu pasien juga merasa perut semakin membesar dan tegang sehingga
pasien berobat ke RSCM.
Di RSCM terdiagnosis obstruksi usus mekanik, dan dilakukan laparotomi dan
didapatkan perforasi eppendiks. Pasca bedah pasien di rawat di ICU. Hari ke-6 pasca
bedah, kondisi pasien menurun. Pasien mulai demam, sesak, dan terdapat rembesan dari
luka operasi. Tekanan darah menurun disertai nadi meningkat, sehingga pasien
mendapat obat-obatan vasopresor (nor-epinefrin 4mg). Pasien di diagnosis sepsis e.c.
infeksi intra abdomen, pasca laparotomi appendektomi e.c. perforasi appenditisis.
Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu, pasien menyangkal adanya riwayat
kencing manis, asma, jantung, dan hipertensi. Pasien juga menyangkal adanya penyakit-
penyakit tersebut dalam keluarganya.
Pasien bekerja sebagai karyawan toko. Sebelum sakit pasien terbiasa makan
teratur tiga kali per hari dengan menu nasi putih satu porsi, lauk hewani atau nabati satu
porsi dan sayur. Pasien biasa mengonsumsi gorengan dua hingga tiga potong per hari
(±1500-1700 kkal). Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair
dan nutrisi melalui parenteral, dengan jumlah kalori kurang lebih 400 kkal. Pasien
menyangkal adanya penurunan BB, BB sebelum sakit 60kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 16 Juli 2013 (hari ke-7
pasca bedah), didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran delirium
dengan GCS E4 V2 M4. Hemodinamik tidak stabil, dengan tekanan darah 140/80
mmHg, tekanan nadi rata-rata 84 mmH, nadi 140 x/menit, frekuensi napas 22 x/menit
(dengan ventilator), suhu 38,9OC, dan CVP +9 s/d +17 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan adanya konjungtiva mata yang pucat,
terpasang nasogatric tube (NGT) pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut terlihat
mukosa bibir tampak pucat dan kering serta terpasang endotracheal tube (ETT) dan
guidel. Central venous catheter (CVC) terpasang pada leher. Pemeriksaan toraks
menunjukkan jantung dan paru-paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
terlihat abdomen distensi, luka operasi yang tertutup verban dan terdapat rembesan.
Pada auskultasi abdomen didapatkan bising usus menurun dan dinding abdomen tegang
pada palasi. Pada ekstremitas didapatkan edema pada kedua tungkai. Pemeriksaan
antropometri menunjukkan panjang bada (PB) 153 cm, BB 60 kg, sehingga didapatkan
indeks masa tubuh (IMT) 25,6 kg/m2
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin (Hb) 8 g/dL, hematokrit
(Ht) 22,9%, leukosit 7,35x103/µL, trombosit 390.000/µL, kolinesterase 12,6 Ku/L,
albumin 2,96 g/dL. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan ultra sonografi (USG)
abdomen, yang menunjukkan adanya cairan di daerah parakolika bilateral hingga
perivesika. Esoknya hari ke-8 pasca operasi (17 Juli 2013), pada pemeriksaan
didapatkan abdomen cembung dengan defence muscular (+) dan bising usus yang
menurun sehingga oleh teman sejawat bedah diputuskan untuk dilakukan relaparotomi.
Pada operasi kedua didapatkan adanya bekuan darah pada bagian lateral dinding
posterior peritoneum kanan dan rembesan perdarahan dari mosokolon transversum
fleksura hepatika, sehingga dilakukan evakuasi bekuan darah dan tampon sumber
pendarahan. Jumlah perdarahan pada operasi kedua sekitar 500ml. Pada tanggal 19 Juli
2013 dilakukan operasi ketiga untuk pengangkatan tampon, namun dalan operasi
tersebut juga ditemukan perforasi pin point pada ileum (130 cm dari ligementum
Treitz), sehingga diputuskan untuk dilakukan ileostomi pada daerah yang perforasi
tersebut.
Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan bantuan
obat-obatan, serta pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien mendapat terapi antibiotik
piptazo dan amikasin, proton pump inhibitor (PPI) analgetik, sedasi, prokinetik
metoklopramid dan beberapa vitamin.
Pasca operasi ketiga, dari NGT pasien keluar GRV lebih kurang 1150 ml
berwarna hijau kekuningan. Jumlah ini semakin berkurang, hingga hari ke-4 sudah tidak
terdapat GRV lagi. (Gambar 3.1). Produksi ileostoma pada pasien ini berkisar antara
1600-2700ml, berwarna kuning dan terdapat ampas

Gambar 3.1 GRV dan produksi ileostoma Nn. Va

Pasien mendapatkan nutrisi yang ditingkatkan bertahap mulai dari 20 kkal/kg


BB/hari hingga 30 kkal/kg BB/hari, sesuai dengan toleransi pasien (Gambar 3.2) satu
hari pasca bedah pasien mendapat nutrisi yang berasal dari kombinasi parenteral dan
enteral. Nutrisi enteral berupa cair jernih, yang dikombinasi dengan nutrisi parenteral
yang mengandung karbohidrat 40% dan asam amino 10%. Hari kedua pasca bedah,
pasien mulai diberikan makanan cair rumah sakit dengan bahan dasar susu rendah
laktosa (MM LLM), sebanyak 68% dari kebutuhan energi total (KET), dan sisanya
masih didapat dari nutrisi parenteral. Pada hari kelima pasien tidak lagi mendapat nutrisi
parenteral, sehingga seluruh kebutuhan nutrisi pasien dipenuhi melalui enteral.

Gambar 3.2. Analisis asupan pasien Nn. VA selama perawatan di ICU


Pasien mencapai 100% KET (1500 kkal) pada hari keempat pasca bedah ketiga
(Gambar 3.2). Pemberian protein pada pasien ini juga ditingkatkan secara bertahap (16-
19% KET) sesuai dengan peningkatan energi. Hari kelima, keadaan umum pasien
membaik, dan dilakukan ekstubasi kemudian pada hari ketujuh pasien pindah ke ruang
rawat bedah.
B. Pemeriksaan Fisik (Pendekatan Sistematis: Inspeksi, Perkusi, Palpasi
Auskultasi)

Keadaan umum:

Klien dalam keadaan Delirium dengan GCS E4 V2 M4, klien tampak sakit
berat.

Tanda vital:

- Tekanan Darah : 140/80 mm/Hg


- Nadi : 84 X/mnt
- RR : 22 X/mnt (dengan ventilator)
- Suhu : 38,9 ºC
- CVP : +9 s/d +17 cm H2O

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala
Bentuk = Mascocefal dan tidak ada benjolan
Rambut = Warna hitam , persebaran rambut merata, kebersihan cukup
2. Mata
Bentuk mata simetris, konjuntiva anemis, pupil isokor
3. Telinga
Bentuk mata simetris , tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada
hambatan, tidak terpasang alat bantu pendengaran
4. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada polip, terpasang nasogastric tube (NGT)
5. Mulut
Bentuk mulut simetris dan mukosa bibir pucat dan kering, terpasang
endotracheal tube (ETT) dan guidel.
6. Leher
Bentuk simetris, tidak ada benjolan, terpasang central venous catheter
(CVC)
7. Dada
 Pemeriksaan jantung
Inspeksi = bentuk simetris, tidak ada benjolan
Palpasi = tidak ada benjolan, perkembangan dada normal
Perkusi = suara pekak
Aukultasi = suara jantung (S1 dan S2) terdengar jelas tanpa ada suara
tambahan
 Pemeriksaan paru
Inspeksi = bentuk simetris, terpasang Ventilator
Palpasi = tidak ada benjolan
Perkusi = sonor
Auskultasi = Vesikuler normal, tidak ada suara tambahan
8. Abdomen
Inspeksi = terlihat distensi abdomen, terdapat luka operasi dan ada
rembesan pada luka operasi
Palpasi = terasa dinding abdomen tegang
Perkusi = suara pekak
Asukultasi = terdengar bising usus 3 x/menit
9. Urogenital
Terpasang alat bantu cateter urine
10. Ekstremitas
Bentuk simetris pada ektstermitas atas maupun bawah dan kanan maupun
kiri, terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah
Edema --
+ +

11. Kulit dan kuku


Turgor kulit kembali >3 detik, tidak ada lesi, warna kulit sawo matang,
kebersihan kulit kurang.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
No Jenis pemeriksaan Nilai normal (rujukan)

Hematologi Nilai Satuan


LK 13,4 -17,7

1. Hemoglobin PR 11,4 – 15,1 gr/dl 8 gr/dl

2. Leukosit 4000-11000 /mm3 7350/mm3


LK 40 – 50%
3. Hematokrit % 22,9%
PR 37 – 43%

4. Trombosit 150000-350000 /mm3 390.000/mm3

5. Kolinesterase 5,4 – 13,2 Ku/L Ku/L 12,6 Ku/L

6. Albumin 3,4 - 5,4 g / dL g/dl 2,96 mg/dl


D. Pathway Perforasi
Appendiks

Tindakan
Pembendahan

Kerusakan
Integritas Jaringan

Portede Entry
Bakteri Terbuka

Respon Imun
Menurun

Aktivasi Mediator
Kimiawi

Sepsis

Perubahan Fungsi Perubahan Ambilan Terhambatnya Terganggunya


Miokard dan Penyerapan O2 Fungsi Mitokondria Sistem Pencernaan
Terganggu
Kontraksi Jantung Kerja Sel Penurunan Bising
Menurun Suplai O2 Menurun Usus
Terganggu

Curah Jantung Penurunan Distensi


Menurun Sesak Respon Imun Abdomen

Pelambatan Disfungsi
Suplai O2 Gangguan Pemulihan Pasca Motilitas
Menurun Pertukaran Gas Bedah Gastrointestinal

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah Paraf
1. DO : - Obstruksi usus Domain 11.

DS :
mekanik Keamanan / Ǽ
Perlindungan
- Pada hari
Kelas 6.
ketujuh pasca Terjadi gangguan
Termoregulasi
bedah pada
hemodinamik gastrointestinal Hipertermia
tidak stabil (00007)
dengan
TD: Terjadi perlukaan

140/80mmHg pada

Nadi : 140 gastrointestinal

x/menit
Frekuensi
Infeksi pada
nafas : 22 x/
gastrointestinal
menit (dengan
ventilator)
Suhu 38,9oC
Sepsis
- Pasien
gastrointestinal
didiagnosis
sepsis e.c
infeksi intra Kondisi pasien
abdomen, pasca menurun terjadi
laparotomi demam dengan
appendektomi suhu badan 38,90C
e.c perforasi
appenditisis
Hipertermia
2. DS : Obstruksi usus Domain 3.

- Klien mengeluh
mekanik Eliminasi dan Ǽ
Pertukaran
perut terasa
nyeri yang Kelas 2. Fungsi
Adanya luka
dirasakan terus Gastrointestinal
didaerah
menerus sejak
gastrointestinal Disfungsi
satu minggu
Motilitas
sebelum masuk
Gastrointestinal
rumah sakit Nutrisi kurang
(00196)
- Klien mengeluh terpenuhi

mual dan
muntah
Pemenuhan
DO : kebutuhan makan
dengan enteral
- di RSCM klien
terdiagnosis
obstruksi usus
Terpasang NGT
mekanik
- terpasang
Nasogatric tube Penurunan
(NGT) pada gastrointestinal
hidung
- Satu hari pasca
bedah pasien disfungsi motilitas
mendapat nutrisi gastrointestinal
yang berasal
dari kombinasi
parenteral dan
enteral
- didapatkan
abdomen
cembung
dengan defence
muscular (+)
dan bising usus
yang menurun

3. DS : - Obstruksi usus Domain 11.

DO :
mekanik Keamanan / Ǽ
Perlindungan
- Pada hari ke 6
Kelas 2. Cedera
pasca bedah, Adanya cairan di
Fisik
kondisi pasien daerah barakolika
menurun dan bilateral hingga Perlambatan
terdapat perivesika Pemulihan
rembesan dari Pasca Bedah
luka operasi (00100)
- Pada hari ke 7 Distensi abdomen

pasca bedah
didapatkan
Terdapat
keadaan
pembesaran dari
hemodinamik
luka operasi
tidak stabil
dengan
TD:
Terjadi infeksi area
140/80mmHg
bedah pasca bedah
Nadi : 140
x/menit
Frekuensi Dilakukan operasi
nafas : 22 x/ kedua
menit (dengan
ventilator)
Suhu 38,9oC Abdomen cembung
- Pada operasi dan defence
kedua terdapat muscular (+) dan
bekuan darah bising usus
pada lateral menurun
dinding
posterior
peritoneum Dilakukan

kanan dan relaparatomi

rembesan
perdarahan dari
Banyaknya waktu
moskolon
yang diperlukan
transversum
untuk penyembuhan
fleksura
hepatica
- Pemeriksaan
Perlambatan
USG abdomen
pemulihan pasca
menunjukkan
bedah
adanya cairan di
daerah
parakolika
bilateral hingga
perivesika.
Pada hari ke 8
pasca operasi
dilakukan
relaparatomi
karena
didapatkan
abdomen
cembung dan
bising usus yang
menurun
B. DIAGNOSA

1. Hipertermia b.d kondisi terkait yaitu sepsis e.c infeksi intra abdomen, pasca
laparotomi appendektomi e.c perforasi appenditisis d.d hemodinamik tidak stabil
dengan suhu 38,9oC dan takikardi
2. Disfungsi Motilitas Gastrointestinal b.d imobilitas, perubahan kebiasaan makan
yang menggunakan NGT d.d Klien mengeluh perut terasa nyeri yang dirasakan
terus menerus sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit, Klien mengeluh
mual dan muntah
3. Perlambatan Pemulihan Pasca Bedah b.d infeksi area bedah pasca bedah yaitu
terdapat bekuan darah pada lateral dinding posterior peritoneum kanan dan
rembesan perdarahan dari moskolon transversum fleksura hepatica d.d
banyaknya waktu yang diperlukan untuk penyembuhan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Paraf


Hasil
(NIC)
(NOC)
1. Hipertermia Setelah dilakukan Kontrol infeksi
perawatan selama
1. Pastikan perawatan
Ǽ
3X24 jam diharapkan
luka yang tepat
masalah Hipotermia
2. Tingkatkan intake
dapat teratasi dengan
nutrisi yang tepat
KH:

Demam dari skala 1


Perlindungan infeksi
(berat) menjadi skala 5
(tidak ada) 1. Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
4. Jaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana

Pengaturan suhu

1. Monitor suhu paling


tidak 2 jam, sesuai
kebutuhan
2. Diskusikan pentingnya
termoregulasi dan
kemungkinan efek
negatif dari demam
yang berlebihan,
sesuai kebutuhan.

Monitor tanda-tanda
vital

1. Monitor tekanan
darahn nadi, suhu, dan
status pernafasan
dengan tepat
2. Monitor tekanan
darah, denyut nadi,
dan pernafasan
sebelum, selama dan
setelah beraktivitas
dengan tepat
3. Monitor keberadaan
dan kualitas nadi
4. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembapan.
Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital.

2 Disfungsi Motilitas Setelah dilakukan Manajemen saluran


. Gastrointestinal perawatan selama cerna Ǽ
3X24 jam diharapkan
1. Monitor bising usus
masalah Disfungsi
2. Lapor berkurangnya
Motilitas
bising usus
Gastrointestinal dapat
teratasi dengan Pemberian makan
dengan tabung enternal
KH:
1. Monitor penempatan
Keparahan Infeksi
selang yang tepat
1. Gejala – gejala dengan memeriksa
Gastrointestinal rongga mulut,
dari skala 1 (berat) memeriksa residu
menjadi skala 5 lambung, atau
(tidak ada) mendengarkan suara
saat udara dimasukkan
Fungsi
dan di tarik, sesuai
Gastrointestinal
prosedur
2. Mual dari skala 3 2. Tinggikan kepala
( sedang dari tempat tidur 30 sampai
kisaran normal) 45 derajat selama
menjadi skala 5 pemberian makan
(tidak ada deviasi 3. Hentikan pemberian
dari kisaran makanan 30 sampai
normal) dengan 60 menit
3. Muntah dari skala sebelum meletakkan
3 (sedang dari kepala pasien dengan
kisaran normal) posisi kepala di bawah
menjadi skala 5 4. Jangan memberikan
(tidak ada deviasi makan lewat selang 1
dari kisaran jam sebelum
normal) pemberian prosedur
atau pemindahan
pasien jika (posisi
kepala) pasien harus
kurang dari 30 derajat
5. Periksa sisa makanan
setiap 4 sampai 6 jam
untuk 24 jam pertama,
kemudian setiap 8 jam
selama pemberian
makanan yang
berkelanjutan
6. Monitor intake/
asupan dan output.

Perlambatan Pemulihan Setelah dilakukan Manajemen obat


3. Pasca Bedah perawatan selama
1. Tentukan obat apa
Ǽ
3X24 jam diharapakan
yang diperlukan, dan
masalah perlambatan
kelola menurut resep
pemulihan pasca
dan/ atau protokol
bedah dapat teratasi
2. Monitor efektifitas
dengan
cara pemberian obat
KH: yang sesuai
3. Monitor tanda dan
Pemulihan Setelah
gejala toksisitas obat
Prosedur
4. Monitor efek samping
1. Jumlah drainase obat
pada balutan dari 5. Monitor respon
skala 1 (deviasi terhadap perubahan
berat dari kisaran pengobatan dengan
normal) menjadi cara yang tepat
skala 5 yaitu (tidak
Perawatan luka
ada deviasi dari
kisaran normal) 1. Monitor karakteristik
2. Nyeri pada pasien luka, termasuk
dari skala 3 drainase, warna,
(sedang) menjadi ukuran, dan bau
skala 5 (tidak ada) 2. Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis
Pemulihan
luka
Pembedahan : Segera
3. Pertahankan teknik
Setelah Operasi
balutan steril ketika
1. Tekanan nadi melakukan perawatan
dari skala luka dengan tepat.
1(deviasi berat
Perawatan tirah baring
dari kisaran
normal) menjadi 1. Posisikan sesuai body
skala 5 (tidak ada alignment yang tepat
deviasi dari 2. Balikkan pasien yang
kisaran normal ) tidak dapat mobilisasi
2. Suhu tubuh dari paling tidak setiap 2
skala 1 (deviasi jam, sesuai dengan
berat dari kisaran jadwal yang spesifik
normal) menjadi 3. Monitor kondisi kulit
skala 5 (tidak ada pasien
deviasi dari 5. Monitor komplikasi
kisaran normal ) dari tirah baring
3. Cairan merembes (misalnya kehilangan
pada balutan dari tonus otot, nyeri
skala 2 (cukup punggung, konstipasi,
berat deviasi dari peningkatan stress,
depresi, kebingungan,
kisaran normal ) perubahan siklus tidur,
menjadi skala infeksi saluran kemih,
5(tidak ada kesulitan dalam
deviasi dari berkemih,
kisaran normal ) pneumonia).

Anda mungkin juga menyukai