ABSTRAK
Myofacial pain upper trapezius adalah suatu kondisi nyeri otot pada upper trapezius yang ditandai adanya taut band pada
serabut otot dan bila ditekan akan timbul nyeri hebat bahkan kadang-kadang menyebar dalam pola tertentu.
Telah dilakukan penelitian di Poli Fisioterapi Rumah Sakit Umum Daya Kota Makassar selama 2 (dua) bulan yakni bulan Agustus –
September 2013 untuk melihat pengaruh muscle energy technique dan strain counterstrain terhadap nyeri tengkuk pada penderita
myofacialis upper trapezius. Sebuah penelitian quasi-experiment dengan desain pre-post test two group design.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang yang ditarik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dari 20 orang
sampel tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama diberikan muscle energy technique dan kelompok kedu
diberikan strain conterstrain, masing-masing diuji dengan uji t-perpasangan. Kemudian kedua kelompok perlakuan dibandingkan
dengan uji t-tidak perpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok muscle energy technique terjadi penurunan
nyeri sebesar 2,56 dan kelompok strain conterstrain terjadi penuruna sebesar 1,87. Pada uji t- tidak berpasangan di dapat nilai
p=0,521 (p>0,05).
Kesimpulan bahwa tidak ad beda pengaruh yang bermakna antara muscle energy technique dengan strain counterstrain
terhadap penurunan nyeri tengkuk pada penderita myofacialis upper trapezius.
Kata kunci : muscle energy technique, strain conterstrain, myofacialis upper trapezius, nyeri.
A. PENDAHULUAN
11% dan 14,1% pekerja melaporkan adanya
keterbatasan dalam aktivitas kegiatan sehari-
Nyeri tengkuk merupakan problem yang umum hari akibat nyeri tengkuk. Nyeri tengkuk
terjadi di masyarakat, dimana kondisi ini umumnya terjadi pada seluruh kategori pekerja
mempengaruhi sekitar 10% dari populasi umum. (Haldeman et al, 2000).
Di negara Skandinavia, insiden nyeri tengkuk Nyeri tengkuk merupakan sekumpulan
separuh dari insiden nyeri punggung bawah dan gejala yang berhubungan dengan proses
lebih banyak terjadi pada wanita. Di negara degeneratif maupun yang tidak berhubungan
Norwegia, penelitian terhadap sampel sebanyak dengan proses degeneratif seperti posisi yang
10.000 orang yang berusia 18 - 67 tahun jelek dalam aktivitas pekerjaan, trauma
ditemukan prevalensi nyeri tengkuk sekitar langsung atau repetitif mikrotrauma. berasal
13,8%. Penelitian yang sama di negara secara langsung atau tidak langsung dari
Finlandia dan Makela menemukan bahwa perubahan degeneratif (Jurgen Kramer, 1990).
insiden nyeri tengkuk terjadi sekitar 9,5% pada Sedangkan menurut Rene Cailliet (1991), nyeri
laki-laki dan 13,5% pada wanita. Pusat Statistik tengkuk bisa berasal dari beragam jaringan
Kesehatan di Amerika Serikat melaporkan yang berlokasi didalam cervical dengan keluhan
bahwa insiden nyeri tengkuk terjadi sekitar 7% nyeri pada area cervical dan kadang-kadang
pada laki-laki dan 9,4% pada wanita (Donald R. sampai ekstremitas superior, serta sering
Gore, 1998). disertai spasme atau tightness otot-otot regio
Sebagian besar orang dapat mengalami cervical.
beberapa kondisi nyeri tengkuk sepanjang Salah satu penyebab nyeri tengkuk
hidupnya, meskipun mayoritas kondisi ini tidak adalah myofascial pain otot upper trapezius.
begitu serius mempengaruhi aktivitas normal. Di Myofascial pain syndrome adalah nyeri otot
Amerika Serikat, prevalensi nyeri tengkuk dalam yang ditandai adanya taut band pada serabut
12 bulan setiap tahun berkisar dari 12,1% otot (berupa nodul) dan menimbulkan nyeri
sampai 71,5% pada masyarakat umum, dan hebat saat ditekan. Myofascial pain syndrome
berkisar dari 27,1% sampai 47,8% pada memiliki prevalensi tertinggi antara usia 30 dan
kalangan pekerja. Bagaimanapun juga, nyeri 50 tahun. Berdasarkan jenis kelamin
tengkuk yang berhubungan dengan disabilitas menunjukkan bahwa rasio antara laki-laki dan
masih jarang terjadi namun prevalensinya dalam perempuan yang menderita myofascial pain
12 bulan setiap tahun berkisar dari 1,7% sampai adalah 1 : 1. Faktor pencetus myofascial pain
11,5% pada masyarakat umum. Sedangkan adalah beban berlebihan yang akut pada
dikalangan pekerja, setiap tahun berkisar antara jaringan myofascial, repetitif mikrotrauma,
kebiasaan postur yang jelek, menurunnya
aktivitas, dan stress emosional yang tinggi di Poli Fisioterapi RSUD Kota Makassar selama
(Tammy Lee, 2009). penelitian berlangsung sebanyak 32 orang.
Di antara 200 orang dewasa yang tidak Sampel penelitian adalah sebagian dari
memiliki gejala, Sola et al menemukan adanya populasi penderita nyeri tengkuk akibat
tenderness yang menunjukkan trigger point myofascial pain upper trapezius yang memenuhi
pada otot-otot neck-shoulder girdle pada kriteria inklusi sebagaimana ditetapkan oleh
perempuan yaitu sekitar 54% dan pada laki-laki peneliti.
sekitar 45%, terutama pada otot upper Besarnya sampel dipilih dengan
trapezius. Otot tersebut cenderung mengalami menggunakan sampling yang mewakili dari
myofascial pain akibat kebiasaan postur yang keseluruhan penderita nyeri tengkuk akibat
jelek atau aktivitas pekerjaan yang banyak myofascial pain upper trapezius melalui teknik
melibatkan gerakan overhead lengan (Siegfried purposive sampling.
Mense, 2001). Metode yang digunakan dalam
Hasil penelitian Eja (2006) sebelumnya penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan
di RS. Haji dan Pelamonia telah menemukan desain penelitian berupa pre test – post test two
bahwa terdapat 13 orang penderita myofascial group design yaitu desain penelitian yang
pain syndrome dengan gejala tender point atau melakukan pre test sebelum diberikan perlakuan
trigger point pada otot upper trapezius dimana (intervensi) dan setelah diberikan perlakuan
persentase terbanyak (38,5%) dialami oleh (intervensi) dilakukan kembali post test pada
penderita yang berusia 46 – 50 tahun dan lebih masing-masing kelompok sampel yang terdiri
banyak laki-laki yaitu 69,2% daripada dari 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan I
perempuan yaitu 30,8%. dengan intervensi Muscle Energy Technique
Hasil observasi awal di Poli Fisioterapi dan kelompok perlakuan II dengan intervensi
RSUD Kota Makassar juga menunjukkan bahwa Strain Counterstrain.
dari berbagai kondisi nyeri tengkuk umumnya C. HASIL PENELITIAN
ditemukan myofascial pain otot upper trapezius
yaitu sekitar 110 kunjungan dalam bulan januari Hasil penelitian ini akan dipaparkan
sampai maret 2013, dengan rata – rata tentang karakteristik sampel, uji persyaratan
kunjungan 4 sampai 5 pasien dalam 1 hari. analisis, dan uji hipotesis.
Myofascial pain dapat ditangani dengan 1. Karakteristik sampel
beberapa teknik fisioterapi, antara lain Muscle Tabel 6.1 pada lampiran menunjukkan
Energy Technique, deep friction, myofascial nilai rerata dan persentase sampel berdasarkan
release technique, dan strain counterstrain. umur dan jenis kelamin. Dilihat dari umur
Muscle Energy Technique (MET) merupakan menunjukkan nilai rerata 48,30 ± 9,358 untuk
merupakan teknik mobilisasi yang kelompok I (MET) dan nilai rerata 39,60 ± 6,769
menggunakan fasilitasi dan inhibisi muskular untuk kelompok II (SCS). Hal ini menunjukkan
yang efektif untuk gangguan akut bahwa rata-rata usia sampel tergolong kedalam
muskuloskeletal sehingga teknik ini dapat kelompok dewasa tua.
menurunkan nyeri dan meningkatkan lingkup Dari tabel tersebut terlihat bahwa dari
gerak sendi (John E. Murtagh, 1997). jenis kelamin laki-laki sebanyak 1 orang (10%)
Sedangkan strain counterstrain merupakan dan perempuan 9 orang (90%) untuk kelompok I
salah satu teknik manipulasi yang dapat (MET), kemudian untuk kelompok II (SCS)
menurunkan nyeri melalui efek penurunan menunjukkan laki-laki sebanyak 3 orang (30%)
aktivitas proprioceptor. dan perempuan sebanyak 7 orang (70%). Hal ini
B. BAHAN DAN METODE menunjukkan bahwa lebih banyak sampel
perempuan daripada laki-laki.
Lokasi, populasi, sampel, dan metode Tabel 6.2 menunjukkan nilai VAS pre-
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD test untuk perlakuan MET didapatkan rerata
Kota Makassar di poli fisioterapi. Waktu nyeri pada penderita nilai tertinggi adalah 9,2
penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus dan nilai terndah 6,0 jadi nilai rerata adalah
2013 sampai dengan bulan September 2013 7,850 dengan stansar deviasi ±1,0700.
selama 12 kali perlakuan. Sedangkan nilai VAS post test didapatkan rerata
Populasi dalam penelitian ini adalah nyeri pada nilai tertinggi adalah 7,0 dan nilai
semua penderita nyeri tengkuk yang berkunjung terendah 3,8 jadi nilai rerata adalah 5,290
dengan standar deviasi 0 ,9882.
Tabel 6. 3 menunjukkan nilai Vas pre hasil dengan nilai p < 0,05, yang berarti bahwa
test untuk perlakuan MET didapatkan rerata data selisih tidak homogen.
nyeri pada penderita nilai tertinggi adalah 9,0 Melihat keseluruhan hasil uji persyaratan
dan nilai terndah 6,0 jadi nilai rerata adalah 7,50 analisis diatas maka peneliti dapat mengambil
dengan stansar deviasi ±1,080. Sedangkan nilai keputusan untuk menggunakan uji statistik
VAS post test didapatkan rerata nyeri pada nilai parametrik (uji paired sample t) untuk masing-
tertinggi adalah 8,0 dan nilai terendah 3,4 jadi masing kelompok sampel (kelompok I dan
nilai rerata adalah 5,630 dengan standar deviasi kelompok II) dan uji statistik parametrik (uji
± 1,3115. independent sample t) untuk membuktikan
Tabel 6.4 menunjukkan nilai rerata VAS efektifitas antara kedua kelompok sampel,
pada kelompok I (MET) dan kelompok II (SCS). sebagai pilihan pengujian statistic Tabel 6.5
Pada kelompok I (MET), diperoleh nilai rerata menunjukkan hasil uji normalitas dengan
pre test 7,85 ± 1,07 dan nilai rerata post test Shapiro-Wilk test dan uji homogenitas varian
5,29 ± 0,988 dengan selisih rerata 2,56 ± 1,202. dengan Levene’s test. Pada kelompok I (MET),
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MET diperoleh hasil uji Shapiro-Wilk sebelum
dapat menghasilkan penurunan nyeri tengkuk intervensi dengan nilai p > 0,05, sesudah
dengan rata-rata penurunan sebesar 2,56. intervensi dengan nilai p > 0,05, dan selisih
Pada kelompok II (SCS), diperoleh nilai dengan nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan
rerata pre test 7,50 ± 1,08 dan nilai rerata post bahwa data kelompok I (MET) adalah
test 5,63 ± 1,311 dengan selisih rerata 1,87 ± berdistribusi normal.
0,406. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Pada kelompok II (SCS), diperoleh hasil
SCS dapat menghasilkan penurunan nyeri uji Shapiro-Wilk sebelum intervensi dengan nilai
tengkuk dengan rata-rata penurunan sebesar p > 0,05, sesudah intervensi dengan nilai p >
1,87. 0,05, dan selisih dengan nilai p > 0,05. Hal ini
1. Uji Persyaratan Analisis menunjukkan bahwa data kelompok II (SCS)
Untuk menentukan pilihan penggunaan adalah berdistribusi normal.
statistika dalam pengujian hipotesis, maka akan Berdasarkan uji homogenitas dengan
dilakukan uji persyaratan analisis yaitu Levene’s test diperoleh data sebelum intervensi
pengujian distribusi normal dan pengujian adalah nilai p > 0,05, sesudah intervensi adalah
homogenitas varian. Adapun uji statistik yang nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data
digunakan adalah Shapiro-wilk test untuk uji sebelum dan sesudah intervensi adalah
distribusi normal dan Levene’s test untuk homogen. Sedangkan nilai selisih diperoleh
homogenitas varian. hasil dengan nilai p < 0,05, yang berarti bahwa
Tabel 6.5 menunjukkan hasil uji data selisih tidak homogen.
normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji Melihat keseluruhan hasil uji
homogenitas varian dengan Levene’s test. Pada persyaratan analisis diatas maka peneliti dapat
kelompok I (MET), diperoleh hasil uji Shapiro- mengambil keputusan untuk menggunakan uji
Wilk sebelum intervensi dengan nilai p > 0,05, statistik parametrik (uji paired sample t) untuk
sesudah intervensi dengan nilai p > 0,05, dan masing-masing kelompok sampel (kelompok I
selisih dengan nilai p> 0,05. Hal ini dan kelompok II) dan uji statistik parametrik (uji
menunjukkan bahwa data kelompok I (MET) independent sample t) untuk membuktikan
adalah berdistribusi normal. efektifitas antara kedua kelompok sampel,
Pada kelompok II (SCS), diperoleh hasil sebagai pilihan pengujian statistik
uji Shapiro-Wilk sebelum intervensi dengan nilai 2. Uji Hipotesis
p > 0,05, sesudah intervensi dengan nilai p > Tabel 6.6 menunjukkan hasil pengujian
0,05, dan selisih dengan nilai p > 0,05. Hal ini hipotesis menggunakan uji paired sampel-t
menunjukkan bahwa data kelompok II (SCS) untuk kelompok I (MET). Hasil pengujian
adalah berdistribusi normal. diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
Berdasarkan uji homogenitas dengan perbedaan rerata nilai VAS yang bermakna
Levene’s test diperoleh data sebelum intervensi sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini
adalah nilai p > 0,05, sesudah intervensi adalah menunjukkan bahwa intervensi MET dapat
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data memberikan penurunan nyeri tengkuk yang
sebelum dan sesudah intervensi adalah bermakna pada penderita myofascial pain upper
homogen. Sedangkan nilai selisih diperoleh trapezius.
Tabel 6.7 menunjukkan hasil pengujian kebiasaan postur yang jelek saat melakukan
hipotesis menggunakan uji paired sampel-t aktivitas pekerjaan ((McKenzie and May, 2008).
untuk kelompok II (SCS). Hasil pengujian Myofascial pain syndrome umumnya
diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada berawal dari riwayat trauma yang berulang-
perbedaan rerata nilai VAS yang bermakna ulang atau pembebanan/penggunaan berlebihan
sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini yang berulang-ulang sehingga sering ditemukan
menunjukkan bahwa intervensi SCS dapat nodul pada otot yang taut band. Kondisi ini
memberikan penurunan nyeri tengkuk yang sering ditemukan adanya jaringan fibrous pada
bermakna pada penderita myofascial pain upper serabut otot (Siegfried Mense, 2001). Semakin
trapezius. bertambanya usia, maka jaringan collagen
Tabel 6.8 menunjukkan hasil uji menjadi rigid dan cenderung membentuk
independent sample-t untuk melihat efektifitas crosslink. Adanya mikrotrauma berulang-ulang
antara kedua kelompok sampel. Hasil pengujian yang terjadi pada kelompok usia tersebut
diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak menyebabkan terbentuknya jaringan fibrous
ada perbedaan rerata sesudah intervensi yang yang rigid dan cenderung membentuk crosslink
bermakna antara kelompok I dan kelompok II. yang banyak (Andrew A. Guccione, 2000). Hal
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih ini yang menyebabkan potensial terjadinya
efektif antara intervensi MET dan SCS didalam myofascial pain syndrome pada kelompok usia
memberikanpenurunan nyeri tengkuk pada tersebut.
penderita myofascial pain upper trapezius. 2. Pengaruh intervensi MET terhadap
Dengan demikian, hasil pengujian penurunan nyeri tengkuk pada penderita
hipotesis diatas membuktikan bahwa “Intervensi myofascial pain upper trapezius
MET dan SCS efektif didalam memberikan Hasil pengujian hipotesis dengan
penurunan nyeri tengkuk pada penderita menggunakan uji paired sample-t diperoleh nilai
myofascial pain upper trapezius” p < 0,05 yang menunjukkan bahwa intervensi
D. PEMBAHASAN
MET dapat memberikan penurunan nyeri
tengkuk yang bermakna pada penderita
1. Karakteristik Sampel myofascial pain upper trapezius.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan Myofascial pain upper trapezius adalah
bahwa rata-rata usia sampel tergolong ke dalam kondisi nyeri otot yang kronik pada upper
kelompok usia dewasa tua, dan lebih banyak trapezius dan ditandai dengan adanya taut band
perempuan daripada laki-laki. didalam serabut otot upper trapezius. Taut band
Myofascial pain upper trapezius tersebut menunjukkan adanya adhesion antara
merupakan salah satu manifestasi klinik dari serabut otot dan fascia. Hal ini yang
mechanical neck pain, yang merupakan kondisi menyebabkan otot tidak mudah relaksasi
kronik nyeri leher yang umumnya dialami oleh dengan baik karena kecenderungan tonus
populasi usia dewasa dengan kisaran dari 2% meninggi dan menimbulkan nyeri terutama saat
sampai 40%, dengan prevalensi titik median otot upper trapezius berkontraksi memanjang
sebesar 15% (Manchikanti et al, 2009). atau memendek.
Berdasarkan survey yang dilakukan di Indonesia Kondisi tersebut terbukti dapat diatasi
menunjukkan bahwa myofascial pain upper dengan intervensi MET. Pemberian MET yang
trapezius umumnya terjadi pada orang dewasa kontinyu menyebabkan penurunan nyeri tengkuk
yang berusia 45 – 75 tahun dengan rasio antara yang bermakna dengan rata-rata penurunan
laki-laki dan perempuan adalah 2 : 3 (Kenny, sebesar 2,56. Muscle Energy Technique
2010). merupakan suatu metode manipulasi
Kemudian, menurut data di RSUD Kota osteopathic soft tissue yang menggabungkan
Makassar melaporkan bahwa insiden nyeri kontraksi isometrik dan/atau isotonik dengan
tengkuk yang berkaitan dengan myofascial pain mobilisasi atau stretching. Muscle Energy
upper trapezius lebih banyak terjadi pada Technique dapat menghasilkan efek PIR (post
perempuan daripada laki-laki. Hal ini isometrik relaxation) dan RI (reciprocal
dipengaruhi oleh faktor kebiasaan postur yang inhibition). Melalui efek PIR dan RI tersebut
jelek pada perempuan. Salah satu faktor risiko dapat menghasilkan penurunan tonus pada otot
dari myofascial pain upper trapezius adalah yang spasme atau tightness (Chaitow, 2006).
faktor kerja fisik yang berkaitan dengan Melalui efek PIR dan RI tersebut dapat
menghasilkan penurunan tonus pada otot yang
spasme atau tightness (Chaitow, 2006). SCS Dosis yang diberikan adalah pemberian
Penurunan tonus otot dapat memudahkan posisi kedalam zona nyaman dan tekanan pada
serabut otot untuk dipanjangkan melalui area tender point atau trigger point
mobilisasi otot pasca kontraksi isometrik. dipertahankan selama 90 detik, diulang 2 kali,
Pemanjangan serabut otot yang gentle dan dilakukan 3 kali seminggu. Selama 1 bulan
bertahap dapat menyebabkan menurunnya dilakukan 12 kali terapi dengan rata-rata
adhesion antara serabut otot dan fascia. Efek penurunan sebesar 1,87. Hasil penelitian ini
terapeutik tersebut menyebabkan serabut otot sejalan dengan penelitian Somprasong S et al
kembali elastis dan dapat berkontraksi (2011) yang berjudul “Effect of Strain-
memanjang/memendek dengan mudah Counterstrain (SCS) and stretching techniques
sehingga nyeri otot dapat berkurang. in active myofascial pain syndrome” dimana
hasil penelitian menunjukkan bahwa Strain-
Counterstrain (SCS) dapat menghasilkan
3. Pengaruh intervensi SCS terhadap penurunan nyeri yang bermakna pada
penurunan nyeri tengkuk pada penderita myofascial pain syndrome.
myofascial pain upper trapezius
pain syndrome” dimana hasil penelitian trapezius dengan rata-rata penurunan 1,87
menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih efektif dengan standar deviasi ±0,406.
antara Strain-Counterstrain (SCS) dan 4. Tidak ada beda pengaruh yang bermakna
Stretching technique terhadap penurunan nyeri antara Muscle Energy Technique dengan
pada kondisi myofascial pain syndrome. Strain Counterstrain terhadap penurunan
Jadi kesimpulannya bahwa antara MET nyeri tengkuk pada penderita Myofacialis
dan SCS sama efektifnya terhadap penurunan Upper Trapezius. Keduanya baik digunakan
nyeri pada kondisi nyeri tengkuk akibat dalam penanganan kondisi Myofacialis
myofacial pain upper trapezius . Upper Trapezius.
E. KESIMPULAN
F. SARAN
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil
analisis penelitian maka dapat disimpulkan 1. Disarankan kepada fisioterapis di Rumah
sebagai berikut : Sakit atau di lahan praktek mandiri agar
1. Distribusi penderita Myofacialis Upper menggunakan intervensi Muscle Energy
Trapezius yaitu laki-laki sebanyak 10 % dan Technique (MET) didalam menangani
perempuan sebanyak 90 %. problem yang ditimbulkan oleh kondisi
2. Pemberian Intervensi Muscle Energy myofascial pain upper trapezius.
Technique dapat memberikan perubahan 2. Disarankan kepada fisioterapis di Rumah
nyeri tengkuk pada penderita myofascialis Sakit atau di lahan praktek mandiri agar
upper trapezius dengan rata-rata perubahan menggunakan intervensi Strain
nyeri 2,56 dengan stansar deviasi ±1,202. Counterstrain(SCS) didalam menangani
3. Pemberian Intervensi Strain Counterstrain problem yang ditimbulkan oleh kondisi
dapat memberikan perubahan nyeri tengkuk myofascial pain upper trapezis
pada penderita myofascial pain upper
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
Tabel 6.1
Distribusi sampel berdasarkan umur, jenis kelamin,
tinggi badan dan berat badan
Tabel 6.2
Distribusi Nilai VAS pretest,post,dan selisih untuk MET
Nilai VAS
No Responden Selisih
Pre test Post test
1. HA 7,0 3,8 3,2
2. DR 7,0 4,6 2,4
3. JH 9,0 6,0 3,0
4. WR 8,0 7,0 2,0
5. DRM 9,0 5,0 4,0
6. BR 8,3 4,5 3,8
7. EL 8,2 5,3 3.9
8. HS 7,0 6,2 0,8
9. BV 6,0 4,5 1,5
10. HSL 8,0 6,0 2,0
Mean / Rerata 7,850 5,290 2,560
Standar Deviasi 1,070 0,9882 1,202
Tabel 6.3
Distribusi Nilai VAS pre test, post test, dan selisih untuk SCS
Nilai VAS
No. Responden Selisih
Pre test Post test
1. IL 9,0 7,0 2,0
2. RM 7,0 5,4 1,6
3. RH 8,0 6,0 2,0
4. RK 6,0 4,2 1,8
5. SR 6,0 3,4 2,6
6. FS 7,0 5,3 1,7
7. MST 8,0 6,0 2,0
8. HSM 7,0 5,0 2,0
9. DN 9,0 8,0 1,0
10. ME 8,0 6,0 2,0
Mean / Rerata 7,50 5,630 1,870
Standar Deviasi 1,080 1,3115 0,4057
Tabel 6.4
Distribusi nilai rerata berdasarkan nilai VAS pre test,
post test dan selisih
Tabel 6.5
Uji normalitas distribusi dan uji homogenitas varian
Tabel 6.6
Uji beda rerata VAS sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok I (MET)
Tabel 6.7
Uji beda rerata VAS sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok II (SCS)
Tabel 6.8
Uji beda rerata sesudah intervensi antara
kelompok I (MET) dan kelompok II (SCS)
Kelompok I Kelompok II T p