Anda di halaman 1dari 9

Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

PENGARUH MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN STRAIN COUNTERSTRAIN TERHADAP NYERI


TENGKUK PADA PENDERITA MYOFACIALIS UPPER TRAPEZIUS

St. Muthiah; Hj. Hasbiah; St. Nurul Fajriah;


Jurusan Fisioterapi Poltekkes Makassar

ABSTRAK

Myofacial pain upper trapezius adalah suatu kondisi nyeri otot pada upper trapezius yang ditandai adanya taut band pada
serabut otot dan bila ditekan akan timbul nyeri hebat bahkan kadang-kadang menyebar dalam pola tertentu.
Telah dilakukan penelitian di Poli Fisioterapi Rumah Sakit Umum Daya Kota Makassar selama 2 (dua) bulan yakni bulan Agustus –
September 2013 untuk melihat pengaruh muscle energy technique dan strain counterstrain terhadap nyeri tengkuk pada penderita
myofacialis upper trapezius. Sebuah penelitian quasi-experiment dengan desain pre-post test two group design.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang yang ditarik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dari 20 orang
sampel tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama diberikan muscle energy technique dan kelompok kedu
diberikan strain conterstrain, masing-masing diuji dengan uji t-perpasangan. Kemudian kedua kelompok perlakuan dibandingkan
dengan uji t-tidak perpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok muscle energy technique terjadi penurunan
nyeri sebesar 2,56 dan kelompok strain conterstrain terjadi penuruna sebesar 1,87. Pada uji t- tidak berpasangan di dapat nilai
p=0,521 (p>0,05).
Kesimpulan bahwa tidak ad beda pengaruh yang bermakna antara muscle energy technique dengan strain counterstrain
terhadap penurunan nyeri tengkuk pada penderita myofacialis upper trapezius.

Kata kunci : muscle energy technique, strain conterstrain, myofacialis upper trapezius, nyeri.

A. PENDAHULUAN
11% dan 14,1% pekerja melaporkan adanya
keterbatasan dalam aktivitas kegiatan sehari-
Nyeri tengkuk merupakan problem yang umum hari akibat nyeri tengkuk. Nyeri tengkuk
terjadi di masyarakat, dimana kondisi ini umumnya terjadi pada seluruh kategori pekerja
mempengaruhi sekitar 10% dari populasi umum. (Haldeman et al, 2000).
Di negara Skandinavia, insiden nyeri tengkuk Nyeri tengkuk merupakan sekumpulan
separuh dari insiden nyeri punggung bawah dan gejala yang berhubungan dengan proses
lebih banyak terjadi pada wanita. Di negara degeneratif maupun yang tidak berhubungan
Norwegia, penelitian terhadap sampel sebanyak dengan proses degeneratif seperti posisi yang
10.000 orang yang berusia 18 - 67 tahun jelek dalam aktivitas pekerjaan, trauma
ditemukan prevalensi nyeri tengkuk sekitar langsung atau repetitif mikrotrauma. berasal
13,8%. Penelitian yang sama di negara secara langsung atau tidak langsung dari
Finlandia dan Makela menemukan bahwa perubahan degeneratif (Jurgen Kramer, 1990).
insiden nyeri tengkuk terjadi sekitar 9,5% pada Sedangkan menurut Rene Cailliet (1991), nyeri
laki-laki dan 13,5% pada wanita. Pusat Statistik tengkuk bisa berasal dari beragam jaringan
Kesehatan di Amerika Serikat melaporkan yang berlokasi didalam cervical dengan keluhan
bahwa insiden nyeri tengkuk terjadi sekitar 7% nyeri pada area cervical dan kadang-kadang
pada laki-laki dan 9,4% pada wanita (Donald R. sampai ekstremitas superior, serta sering
Gore, 1998). disertai spasme atau tightness otot-otot regio
Sebagian besar orang dapat mengalami cervical.
beberapa kondisi nyeri tengkuk sepanjang Salah satu penyebab nyeri tengkuk
hidupnya, meskipun mayoritas kondisi ini tidak adalah myofascial pain otot upper trapezius.
begitu serius mempengaruhi aktivitas normal. Di Myofascial pain syndrome adalah nyeri otot
Amerika Serikat, prevalensi nyeri tengkuk dalam yang ditandai adanya taut band pada serabut
12 bulan setiap tahun berkisar dari 12,1% otot (berupa nodul) dan menimbulkan nyeri
sampai 71,5% pada masyarakat umum, dan hebat saat ditekan. Myofascial pain syndrome
berkisar dari 27,1% sampai 47,8% pada memiliki prevalensi tertinggi antara usia 30 dan
kalangan pekerja. Bagaimanapun juga, nyeri 50 tahun. Berdasarkan jenis kelamin
tengkuk yang berhubungan dengan disabilitas menunjukkan bahwa rasio antara laki-laki dan
masih jarang terjadi namun prevalensinya dalam perempuan yang menderita myofascial pain
12 bulan setiap tahun berkisar dari 1,7% sampai adalah 1 : 1. Faktor pencetus myofascial pain
11,5% pada masyarakat umum. Sedangkan adalah beban berlebihan yang akut pada
dikalangan pekerja, setiap tahun berkisar antara jaringan myofascial, repetitif mikrotrauma,
kebiasaan postur yang jelek, menurunnya

Volume XI No. 2, November 2019 32


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

aktivitas, dan stress emosional yang tinggi di Poli Fisioterapi RSUD Kota Makassar selama
(Tammy Lee, 2009). penelitian berlangsung sebanyak 32 orang.
Di antara 200 orang dewasa yang tidak Sampel penelitian adalah sebagian dari
memiliki gejala, Sola et al menemukan adanya populasi penderita nyeri tengkuk akibat
tenderness yang menunjukkan trigger point myofascial pain upper trapezius yang memenuhi
pada otot-otot neck-shoulder girdle pada kriteria inklusi sebagaimana ditetapkan oleh
perempuan yaitu sekitar 54% dan pada laki-laki peneliti.
sekitar 45%, terutama pada otot upper Besarnya sampel dipilih dengan
trapezius. Otot tersebut cenderung mengalami menggunakan sampling yang mewakili dari
myofascial pain akibat kebiasaan postur yang keseluruhan penderita nyeri tengkuk akibat
jelek atau aktivitas pekerjaan yang banyak myofascial pain upper trapezius melalui teknik
melibatkan gerakan overhead lengan (Siegfried purposive sampling.
Mense, 2001). Metode yang digunakan dalam
Hasil penelitian Eja (2006) sebelumnya penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan
di RS. Haji dan Pelamonia telah menemukan desain penelitian berupa pre test – post test two
bahwa terdapat 13 orang penderita myofascial group design yaitu desain penelitian yang
pain syndrome dengan gejala tender point atau melakukan pre test sebelum diberikan perlakuan
trigger point pada otot upper trapezius dimana (intervensi) dan setelah diberikan perlakuan
persentase terbanyak (38,5%) dialami oleh (intervensi) dilakukan kembali post test pada
penderita yang berusia 46 – 50 tahun dan lebih masing-masing kelompok sampel yang terdiri
banyak laki-laki yaitu 69,2% daripada dari 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan I
perempuan yaitu 30,8%. dengan intervensi Muscle Energy Technique
Hasil observasi awal di Poli Fisioterapi dan kelompok perlakuan II dengan intervensi
RSUD Kota Makassar juga menunjukkan bahwa Strain Counterstrain.
dari berbagai kondisi nyeri tengkuk umumnya C. HASIL PENELITIAN
ditemukan myofascial pain otot upper trapezius
yaitu sekitar 110 kunjungan dalam bulan januari Hasil penelitian ini akan dipaparkan
sampai maret 2013, dengan rata – rata tentang karakteristik sampel, uji persyaratan
kunjungan 4 sampai 5 pasien dalam 1 hari. analisis, dan uji hipotesis.
Myofascial pain dapat ditangani dengan 1. Karakteristik sampel
beberapa teknik fisioterapi, antara lain Muscle Tabel 6.1 pada lampiran menunjukkan
Energy Technique, deep friction, myofascial nilai rerata dan persentase sampel berdasarkan
release technique, dan strain counterstrain. umur dan jenis kelamin. Dilihat dari umur
Muscle Energy Technique (MET) merupakan menunjukkan nilai rerata 48,30 ± 9,358 untuk
merupakan teknik mobilisasi yang kelompok I (MET) dan nilai rerata 39,60 ± 6,769
menggunakan fasilitasi dan inhibisi muskular untuk kelompok II (SCS). Hal ini menunjukkan
yang efektif untuk gangguan akut bahwa rata-rata usia sampel tergolong kedalam
muskuloskeletal sehingga teknik ini dapat kelompok dewasa tua.
menurunkan nyeri dan meningkatkan lingkup Dari tabel tersebut terlihat bahwa dari
gerak sendi (John E. Murtagh, 1997). jenis kelamin laki-laki sebanyak 1 orang (10%)
Sedangkan strain counterstrain merupakan dan perempuan 9 orang (90%) untuk kelompok I
salah satu teknik manipulasi yang dapat (MET), kemudian untuk kelompok II (SCS)
menurunkan nyeri melalui efek penurunan menunjukkan laki-laki sebanyak 3 orang (30%)
aktivitas proprioceptor. dan perempuan sebanyak 7 orang (70%). Hal ini
B. BAHAN DAN METODE menunjukkan bahwa lebih banyak sampel
perempuan daripada laki-laki.
Lokasi, populasi, sampel, dan metode Tabel 6.2 menunjukkan nilai VAS pre-
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD test untuk perlakuan MET didapatkan rerata
Kota Makassar di poli fisioterapi. Waktu nyeri pada penderita nilai tertinggi adalah 9,2
penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus dan nilai terndah 6,0 jadi nilai rerata adalah
2013 sampai dengan bulan September 2013 7,850 dengan stansar deviasi ±1,0700.
selama 12 kali perlakuan. Sedangkan nilai VAS post test didapatkan rerata
Populasi dalam penelitian ini adalah nyeri pada nilai tertinggi adalah 7,0 dan nilai
semua penderita nyeri tengkuk yang berkunjung terendah 3,8 jadi nilai rerata adalah 5,290
dengan standar deviasi 0 ,9882.

Volume XI No. 2, November 2019 33


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

Tabel 6. 3 menunjukkan nilai Vas pre hasil dengan nilai p < 0,05, yang berarti bahwa
test untuk perlakuan MET didapatkan rerata data selisih tidak homogen.
nyeri pada penderita nilai tertinggi adalah 9,0 Melihat keseluruhan hasil uji persyaratan
dan nilai terndah 6,0 jadi nilai rerata adalah 7,50 analisis diatas maka peneliti dapat mengambil
dengan stansar deviasi ±1,080. Sedangkan nilai keputusan untuk menggunakan uji statistik
VAS post test didapatkan rerata nyeri pada nilai parametrik (uji paired sample t) untuk masing-
tertinggi adalah 8,0 dan nilai terendah 3,4 jadi masing kelompok sampel (kelompok I dan
nilai rerata adalah 5,630 dengan standar deviasi kelompok II) dan uji statistik parametrik (uji
± 1,3115. independent sample t) untuk membuktikan
Tabel 6.4 menunjukkan nilai rerata VAS efektifitas antara kedua kelompok sampel,
pada kelompok I (MET) dan kelompok II (SCS). sebagai pilihan pengujian statistic Tabel 6.5
Pada kelompok I (MET), diperoleh nilai rerata menunjukkan hasil uji normalitas dengan
pre test 7,85 ± 1,07 dan nilai rerata post test Shapiro-Wilk test dan uji homogenitas varian
5,29 ± 0,988 dengan selisih rerata 2,56 ± 1,202. dengan Levene’s test. Pada kelompok I (MET),
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MET diperoleh hasil uji Shapiro-Wilk sebelum
dapat menghasilkan penurunan nyeri tengkuk intervensi dengan nilai p > 0,05, sesudah
dengan rata-rata penurunan sebesar 2,56. intervensi dengan nilai p > 0,05, dan selisih
Pada kelompok II (SCS), diperoleh nilai dengan nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan
rerata pre test 7,50 ± 1,08 dan nilai rerata post bahwa data kelompok I (MET) adalah
test 5,63 ± 1,311 dengan selisih rerata 1,87 ± berdistribusi normal.
0,406. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Pada kelompok II (SCS), diperoleh hasil
SCS dapat menghasilkan penurunan nyeri uji Shapiro-Wilk sebelum intervensi dengan nilai
tengkuk dengan rata-rata penurunan sebesar p > 0,05, sesudah intervensi dengan nilai p >
1,87. 0,05, dan selisih dengan nilai p > 0,05. Hal ini
1. Uji Persyaratan Analisis menunjukkan bahwa data kelompok II (SCS)
Untuk menentukan pilihan penggunaan adalah berdistribusi normal.
statistika dalam pengujian hipotesis, maka akan Berdasarkan uji homogenitas dengan
dilakukan uji persyaratan analisis yaitu Levene’s test diperoleh data sebelum intervensi
pengujian distribusi normal dan pengujian adalah nilai p > 0,05, sesudah intervensi adalah
homogenitas varian. Adapun uji statistik yang nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data
digunakan adalah Shapiro-wilk test untuk uji sebelum dan sesudah intervensi adalah
distribusi normal dan Levene’s test untuk homogen. Sedangkan nilai selisih diperoleh
homogenitas varian. hasil dengan nilai p < 0,05, yang berarti bahwa
Tabel 6.5 menunjukkan hasil uji data selisih tidak homogen.
normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji Melihat keseluruhan hasil uji
homogenitas varian dengan Levene’s test. Pada persyaratan analisis diatas maka peneliti dapat
kelompok I (MET), diperoleh hasil uji Shapiro- mengambil keputusan untuk menggunakan uji
Wilk sebelum intervensi dengan nilai p > 0,05, statistik parametrik (uji paired sample t) untuk
sesudah intervensi dengan nilai p > 0,05, dan masing-masing kelompok sampel (kelompok I
selisih dengan nilai p> 0,05. Hal ini dan kelompok II) dan uji statistik parametrik (uji
menunjukkan bahwa data kelompok I (MET) independent sample t) untuk membuktikan
adalah berdistribusi normal. efektifitas antara kedua kelompok sampel,
Pada kelompok II (SCS), diperoleh hasil sebagai pilihan pengujian statistik
uji Shapiro-Wilk sebelum intervensi dengan nilai 2. Uji Hipotesis
p > 0,05, sesudah intervensi dengan nilai p > Tabel 6.6 menunjukkan hasil pengujian
0,05, dan selisih dengan nilai p > 0,05. Hal ini hipotesis menggunakan uji paired sampel-t
menunjukkan bahwa data kelompok II (SCS) untuk kelompok I (MET). Hasil pengujian
adalah berdistribusi normal. diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada
Berdasarkan uji homogenitas dengan perbedaan rerata nilai VAS yang bermakna
Levene’s test diperoleh data sebelum intervensi sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini
adalah nilai p > 0,05, sesudah intervensi adalah menunjukkan bahwa intervensi MET dapat
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data memberikan penurunan nyeri tengkuk yang
sebelum dan sesudah intervensi adalah bermakna pada penderita myofascial pain upper
homogen. Sedangkan nilai selisih diperoleh trapezius.

Volume XI No. 2, November 2019 34


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

Tabel 6.7 menunjukkan hasil pengujian kebiasaan postur yang jelek saat melakukan
hipotesis menggunakan uji paired sampel-t aktivitas pekerjaan ((McKenzie and May, 2008).
untuk kelompok II (SCS). Hasil pengujian Myofascial pain syndrome umumnya
diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada berawal dari riwayat trauma yang berulang-
perbedaan rerata nilai VAS yang bermakna ulang atau pembebanan/penggunaan berlebihan
sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini yang berulang-ulang sehingga sering ditemukan
menunjukkan bahwa intervensi SCS dapat nodul pada otot yang taut band. Kondisi ini
memberikan penurunan nyeri tengkuk yang sering ditemukan adanya jaringan fibrous pada
bermakna pada penderita myofascial pain upper serabut otot (Siegfried Mense, 2001). Semakin
trapezius. bertambanya usia, maka jaringan collagen
Tabel 6.8 menunjukkan hasil uji menjadi rigid dan cenderung membentuk
independent sample-t untuk melihat efektifitas crosslink. Adanya mikrotrauma berulang-ulang
antara kedua kelompok sampel. Hasil pengujian yang terjadi pada kelompok usia tersebut
diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak menyebabkan terbentuknya jaringan fibrous
ada perbedaan rerata sesudah intervensi yang yang rigid dan cenderung membentuk crosslink
bermakna antara kelompok I dan kelompok II. yang banyak (Andrew A. Guccione, 2000). Hal
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih ini yang menyebabkan potensial terjadinya
efektif antara intervensi MET dan SCS didalam myofascial pain syndrome pada kelompok usia
memberikanpenurunan nyeri tengkuk pada tersebut.
penderita myofascial pain upper trapezius. 2. Pengaruh intervensi MET terhadap
Dengan demikian, hasil pengujian penurunan nyeri tengkuk pada penderita
hipotesis diatas membuktikan bahwa “Intervensi myofascial pain upper trapezius
MET dan SCS efektif didalam memberikan Hasil pengujian hipotesis dengan
penurunan nyeri tengkuk pada penderita menggunakan uji paired sample-t diperoleh nilai
myofascial pain upper trapezius” p < 0,05 yang menunjukkan bahwa intervensi
D. PEMBAHASAN
MET dapat memberikan penurunan nyeri
tengkuk yang bermakna pada penderita
1. Karakteristik Sampel myofascial pain upper trapezius.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan Myofascial pain upper trapezius adalah
bahwa rata-rata usia sampel tergolong ke dalam kondisi nyeri otot yang kronik pada upper
kelompok usia dewasa tua, dan lebih banyak trapezius dan ditandai dengan adanya taut band
perempuan daripada laki-laki. didalam serabut otot upper trapezius. Taut band
Myofascial pain upper trapezius tersebut menunjukkan adanya adhesion antara
merupakan salah satu manifestasi klinik dari serabut otot dan fascia. Hal ini yang
mechanical neck pain, yang merupakan kondisi menyebabkan otot tidak mudah relaksasi
kronik nyeri leher yang umumnya dialami oleh dengan baik karena kecenderungan tonus
populasi usia dewasa dengan kisaran dari 2% meninggi dan menimbulkan nyeri terutama saat
sampai 40%, dengan prevalensi titik median otot upper trapezius berkontraksi memanjang
sebesar 15% (Manchikanti et al, 2009). atau memendek.
Berdasarkan survey yang dilakukan di Indonesia Kondisi tersebut terbukti dapat diatasi
menunjukkan bahwa myofascial pain upper dengan intervensi MET. Pemberian MET yang
trapezius umumnya terjadi pada orang dewasa kontinyu menyebabkan penurunan nyeri tengkuk
yang berusia 45 – 75 tahun dengan rasio antara yang bermakna dengan rata-rata penurunan
laki-laki dan perempuan adalah 2 : 3 (Kenny, sebesar 2,56. Muscle Energy Technique
2010). merupakan suatu metode manipulasi
Kemudian, menurut data di RSUD Kota osteopathic soft tissue yang menggabungkan
Makassar melaporkan bahwa insiden nyeri kontraksi isometrik dan/atau isotonik dengan
tengkuk yang berkaitan dengan myofascial pain mobilisasi atau stretching. Muscle Energy
upper trapezius lebih banyak terjadi pada Technique dapat menghasilkan efek PIR (post
perempuan daripada laki-laki. Hal ini isometrik relaxation) dan RI (reciprocal
dipengaruhi oleh faktor kebiasaan postur yang inhibition). Melalui efek PIR dan RI tersebut
jelek pada perempuan. Salah satu faktor risiko dapat menghasilkan penurunan tonus pada otot
dari myofascial pain upper trapezius adalah yang spasme atau tightness (Chaitow, 2006).
faktor kerja fisik yang berkaitan dengan Melalui efek PIR dan RI tersebut dapat
menghasilkan penurunan tonus pada otot yang

Volume XI No. 2, November 2019 35


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

spasme atau tightness (Chaitow, 2006). SCS Dosis yang diberikan adalah pemberian
Penurunan tonus otot dapat memudahkan posisi kedalam zona nyaman dan tekanan pada
serabut otot untuk dipanjangkan melalui area tender point atau trigger point
mobilisasi otot pasca kontraksi isometrik. dipertahankan selama 90 detik, diulang 2 kali,
Pemanjangan serabut otot yang gentle dan dilakukan 3 kali seminggu. Selama 1 bulan
bertahap dapat menyebabkan menurunnya dilakukan 12 kali terapi dengan rata-rata
adhesion antara serabut otot dan fascia. Efek penurunan sebesar 1,87. Hasil penelitian ini
terapeutik tersebut menyebabkan serabut otot sejalan dengan penelitian Somprasong S et al
kembali elastis dan dapat berkontraksi (2011) yang berjudul “Effect of Strain-
memanjang/memendek dengan mudah Counterstrain (SCS) and stretching techniques
sehingga nyeri otot dapat berkurang. in active myofascial pain syndrome” dimana
hasil penelitian menunjukkan bahwa Strain-
Counterstrain (SCS) dapat menghasilkan
3. Pengaruh intervensi SCS terhadap penurunan nyeri yang bermakna pada
penurunan nyeri tengkuk pada penderita myofascial pain syndrome.
myofascial pain upper trapezius

Hasil pengujian hipotesis dengan 4. Beda pengaruh antara intervensi MET


menggunakan uji paired sample-t diperoleh nilai dan SCS terhadap penurunan nyeri
p < 0,05 yang menunjukkan bahwa intervensi tengkuk pada penderita myofascial pain
SCS dapat memberikan penurunan nyeri upper trapezius
tengkuk yang bermakna pada penderita
myofascial pain upper trapezius. Hasil pengujian hipotesis dengan
Adanya peningkatan tonus pada serabut menggunakan uji independent sample-t
otot upper trapezius akibat adanya patologi diperoleh nilai p > 0,05 yang menunjukkan
myofascial pain terbukti dapat diatasi dengan bahwa tidak ada yang lebih efektif antara
intervensi SCS. Strain Counterstrain (SCS) intervensi MET dan SCS terhadap penurunan
merupakan teknik pengobatan yang nyeri tengkuk pada penderita myofascial pain
memposisikan otot yang nyeri kedalam posisi upper trapezius.
yang nyaman (posisi yang tidak menghasilkan Kedua intervensi tersebut yaitu MET
ketegangan pada otot) sambil mengaplikasikan dan SCS memiliki efek terapeutik yang sama
tekanan pada titik nyeri sehingga terjadi yaitu menurunkan ketegangan otot atau tonus
penurunan tonus dan nyeri. Tujuan pemberian otot. Perbedaan dari kedua intervensi tersebut
posisi tersebut adalah untuk menurunkan adalah adanya efek pemanjangan otot yang
iritabilitas titik nyeri dan menormalisasi jaringan dihasilkan oleh intervensi MET sedangkan SCS
kaitannya dengan disfungsi. Dengan tidak menghasilkan efek pemanjangan otot.
memposisikan otot dalam posisi yang nyaman Adanya efek PIR dan pemanjangan otot maka
(zona nyaman) akan menyebabkan mekanisme MET dapat mengaktivasi golgi tendon organ dan
neurologis resetting yaitu memberikan informasi muscle spindle untuk menurunkan tonus otot
ulang kepada muscle spindle bahwa otot dalam atau ketegangan otot, sedangkan SCS hanya
posisi yang nyaman sehingga impuls tersebut mengaktivasi muscle spindle untuk menurunkan
akan menginhibisi  motoneuron (Kerry and tonus atau ketegangan otot. Keunggulan dari
George, 1997). Akibatnya tonus otot akan MET tersebut terlihat dari hasil penurunan nyeri
menurun secara perlahan. Disamping itu tengkuk yang sedikit lebih besar yaitu rata-rata
tekanan yang terus menerus selama 90 detik penurunan nyeri 2,56 dibandingkan dengan
pada tender point otot upper trapezius dapat hasil penurunan nyeri tengkuk oleh SCS
merangsang peningkatan sirkulasi lokal pasca sebesar 1,87. Namun, dari hasil uji statistik tidak
tekanan sehingga dapat mempengaruhi menunjukkan perbedaan pengaruh yang
penurunan tonus otot yang spasme atau bermakna antara intervensi MET dan SCS. Hal
tightness. Dengan demikian, teknik Strain ini dapat dipengaruhi oleh jumlah sampel yang
Counterstrain dapat menghasilkan penurunan kecil.
ketegangan pada otot upper trapezius. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang penelitian Somprasong S et al (2011) yang
menunjukkan adanya penurunan nyeri tengkuk berjudul “Effect of strain-counterstrain (SCS)
yang bermakna setelah diberikan intervensi and stretching techniques in active myofascial

Volume XI No. 2, November 2019 36


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

pain syndrome” dimana hasil penelitian trapezius dengan rata-rata penurunan 1,87
menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih efektif dengan standar deviasi ±0,406.
antara Strain-Counterstrain (SCS) dan 4. Tidak ada beda pengaruh yang bermakna
Stretching technique terhadap penurunan nyeri antara Muscle Energy Technique dengan
pada kondisi myofascial pain syndrome. Strain Counterstrain terhadap penurunan
Jadi kesimpulannya bahwa antara MET nyeri tengkuk pada penderita Myofacialis
dan SCS sama efektifnya terhadap penurunan Upper Trapezius. Keduanya baik digunakan
nyeri pada kondisi nyeri tengkuk akibat dalam penanganan kondisi Myofacialis
myofacial pain upper trapezius . Upper Trapezius.
E. KESIMPULAN
F. SARAN
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil
analisis penelitian maka dapat disimpulkan 1. Disarankan kepada fisioterapis di Rumah
sebagai berikut : Sakit atau di lahan praktek mandiri agar
1. Distribusi penderita Myofacialis Upper menggunakan intervensi Muscle Energy
Trapezius yaitu laki-laki sebanyak 10 % dan Technique (MET) didalam menangani
perempuan sebanyak 90 %. problem yang ditimbulkan oleh kondisi
2. Pemberian Intervensi Muscle Energy myofascial pain upper trapezius.
Technique dapat memberikan perubahan 2. Disarankan kepada fisioterapis di Rumah
nyeri tengkuk pada penderita myofascialis Sakit atau di lahan praktek mandiri agar
upper trapezius dengan rata-rata perubahan menggunakan intervensi Strain
nyeri 2,56 dengan stansar deviasi ±1,202. Counterstrain(SCS) didalam menangani
3. Pemberian Intervensi Strain Counterstrain problem yang ditimbulkan oleh kondisi
dapat memberikan perubahan nyeri tengkuk myofascial pain upper trapezis
pada penderita myofascial pain upper

DAFTAR PUSTAKA

Chaitow, L. 2006. Muscle Energy Technique. Report. Rehabilitation Oncology Journal;


Third Edition. Edinburgh: Churchill Vol. 29: No. 1.
Livingstone. Haldeman et al, 2000. The Bone and Joint
Carol J. Manheim, 2006. The Myofascial Decade 2000-2010 Task Force on Neck
Release Manual, Third Edition, Slack Pain and Its Associated Disorders:
Incorporated, Philadelphia. Executive Summary,
Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby, 2006. http://www.journals.lww.
Therapeutic Exercise Foundations And com/spinejournal/fulltext.html, akses
Techniques, Fourth Edition, F.A. Davis tanggal 29 April 2011.
Company, Philadelphia. Handoko Riwidikdo, 2008. Statistik Kesehatan,
Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, Penerbit Mitra Cendikia Press,
2006. Management of Common Yogyakarta.
Musculoskeletal Disorders, Fourth Edition, International Association for The Study of Pain,
Lippincott Williams & Wilkins, 2009. Myofascial Pain.
Philadelphia. John E. Murtagh, Clive J. Kenna, 1997.Back
Donald R. Gore, 1998. The Epidemiology of Pain and Spinal Manipulation, Second
Neck Pain, http://www.medscape.com/ Edition, Butterworth Heinemann, Oxford.
viewarticle.html, akses tanggal 29 April Julia Van Deusen, Denis Brunt, 1997.
2011. Assessment in Occupational Therapy and
Gugliotti, M. 2011. The Use of Mobilization, Physical Therapy, W.B. Saunder
Muscle Energy Technique, and Soft Company, Philadelphia
Tissue Mobilization Following a Modified Jurgen Kramer, 1990. Intervertebral Disk
Radical Neck Dissection of a Patient Disease Cause, Diagnosis, Treatment
nd
with Head and Neck Cancer: Case and Prophylaxis, 2 Edition, Georg
Thieme Verlag Stuttgart, New York.

Volume XI No. 2, November 2019 37


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

Kaiser Permanente, 2001. Myofascial Pain Fibromyalgia-Symptoms.org,


Syndrome, Permanente Medical Group (http://www.fibromyalgia-symptoms.org/
Inc., Regional Health Education, Northern fibromyalgia_mysofacial.html, akses
California. tanggal 14 Juni 2011).
Keith Eric Grant and Art Riggs, 2009. Myofascial
Release, Wiley Interscience, New York. Nugroho D.S., Neurofisiologi Nyeri dari Aspek
Kenny, T., Kenny, B. 2010. Non-spesific Neck Kedokteran (Makalah disampaikan pada
Pain. Available from Pelatihan Penatalaksanaan Fisioterapi
www.patient.co.uk/health/non-specific- Komprehensif Pada Nyeri), Surakarta, 7 –
neck-pain, diakses tanggal 10 Maret 2001.
13September 2013.
Kerry J. D’Ambrogio and George B. Roth, 1997. Prem Pillay, 2007. Pain Management:
Positional Release Therapy: Assessment Myofascial Pain Syndrome (Muscle Pain),
and Treatment of Musculoskeletal Singapore Expert Spine
Dysfunction, Mosby, Philadelphia. (http://www.medicinenet.com/muscle_pain
Leon Chaitow, 2003. Neuro-muscular Technique /article.htm,akses tanggal 14 Juni 2011).
A Practitioner’s Guide to Sof Tissue
Manipulation, Thorsons Publishers Priguna Sidharta, 1983. Sakit
Limited, Wellingborough. Neuromusculoskeletal dalam Praktek
Mahajan, R., Kataria, C., Bansal, K. 2012. Umum. Dian Rakyat, Jakarta
Comparative Effectiveness of Muscle
Energy Technique and Static Stretching Rene Cailliet, 1991. Neck and Arm Pain, Edition
for Treatment of Subacute Mechanical 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Neck Pain. International Journal of
Health and Rehabilitation Sciences; Vol Robert Donatelli, Michael J. Wooden, 1989.
1: Number 1. Orthopaedic Physical Therapy, Curchill
Livingstone, New York.
Machikanti, L., Singh, V., Datta, S., Cohen, S.P.,
Hirsch J.A., 2009. Comprehensive Siegfried Mense and David G. Simons, 2001.
Review of Epidemiology, Scope, and Muscle Pain: Understanding Its Nature,
Impact of Spinal Pain. Pain Physician Diagnosis, and Treatment, Lippincott
Journal; Vol. 12:E35-E70. Williams and Wilkins, Philadelphia.
McKenzie, R., May, S. 2008. The Cervical &
Thoracic Spine Mechanical Diagnosis & Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metode Penelitian
Therapy. Volume One. New Zealand: Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Spinal Publications
Mayo Clinic Staff, 2010. Myofascial Pain Somprasong S et al, 2011. Effect of Strain
Syndrome, Mayo Foundation for Medical Counter-strain and Stretching
Education and Research Techniques in Active Myofascial Pain
(http://www.mayoclinic.com/health/myofas Syndrome. Journal Physical Therapy
cial-pain-syndrome,akses tanggal 14 Juni Science.
2011).
Nancy Hamilton, Kathryn Luttgens, Tammy Lee, 2009. Myofascial Pain Syndrome,
2002.Kinesiology Scientific Basis of Lippincott Williams and Wilkins.
Human Motion, Mc Graw Hill, New York.
Wikipedia, 2011. Neck Pain,
Noshir R. Mehta, 2008. Myofascial Pain http://en.wikipedia.org/wiki/neck pain,
Syndrome (MPS) and Fibromyalgia, akses tanggal 30 April 2011.

Volume XI No. 2, November 2019 38


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

Tabel 6.1
Distribusi sampel berdasarkan umur, jenis kelamin,
tinggi badan dan berat badan

Kelompok I (MET) Kelompok II (SCS)


Karakteristik Sampel
n Rerata SD n Rerata SD
Umur 10 48,30 9,358 10 39,60 6,769
Jenis kelamin:
Laki-laki 1 (10%) - - 3 (30%) - -
Perempuan 9 (90%) - - 7 (70%) - -

Tabel 6.2
Distribusi Nilai VAS pretest,post,dan selisih untuk MET

Nilai VAS
No Responden Selisih
Pre test Post test
1. HA 7,0 3,8 3,2
2. DR 7,0 4,6 2,4
3. JH 9,0 6,0 3,0
4. WR 8,0 7,0 2,0
5. DRM 9,0 5,0 4,0
6. BR 8,3 4,5 3,8
7. EL 8,2 5,3 3.9
8. HS 7,0 6,2 0,8
9. BV 6,0 4,5 1,5
10. HSL 8,0 6,0 2,0
Mean / Rerata 7,850 5,290 2,560
Standar Deviasi 1,070 0,9882 1,202

Tabel 6.3
Distribusi Nilai VAS pre test, post test, dan selisih untuk SCS

Nilai VAS
No. Responden Selisih
Pre test Post test
1. IL 9,0 7,0 2,0
2. RM 7,0 5,4 1,6
3. RH 8,0 6,0 2,0
4. RK 6,0 4,2 1,8
5. SR 6,0 3,4 2,6
6. FS 7,0 5,3 1,7
7. MST 8,0 6,0 2,0
8. HSM 7,0 5,0 2,0
9. DN 9,0 8,0 1,0
10. ME 8,0 6,0 2,0
Mean / Rerata 7,50 5,630 1,870
Standar Deviasi 1,080 1,3115 0,4057

Volume XI No. 2, November 2019 39


Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar

Tabel 6.4
Distribusi nilai rerata berdasarkan nilai VAS pre test,
post test dan selisih

Rerata dan Simpangan Baku


Kelompok Sampel
Pre test Post test Selisih
Kelompok I (MET) 7,85 ± 1,07 5,29 ± 0,988 2,56 ± 1,202
Kelompok II (SCS) 7,50 ± 1,08 5,63 ± 1,311 1,87 ± 0,406

Tabel 6.5
Uji normalitas distribusi dan uji homogenitas varian

Normalitas dengan Shapiro-Wilk test Homogenitas


dengan
Kelompok Data Kelompok I (MET) Kelompok II (SCS) Levene’s test
Statistik P Statistik p p
Sebelum (Pre test) 0,922 0,373 0,907 0,258 0,933
Sesudah (Post test) 0,957 0,754 0,975 0,931 0,605
Selisih 0,918 0,337 0,875 0,114 0,001

Tabel 6.6
Uji beda rerata VAS sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok I (MET)

Kelompok Data Sebelum Sesudah T P

Mean 7,850 5,290


6,735 0,000
SD 1,07 0,988

Tabel 6.7
Uji beda rerata VAS sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok II (SCS)

Kelompok Data Sebelum Sesudah T P

Mean 7,50 5,630


14,578 0,000
SD 1,08 1,311

Tabel 6.8
Uji beda rerata sesudah intervensi antara
kelompok I (MET) dan kelompok II (SCS)

Kelompok I Kelompok II T p

Mean 5,290 5,630


-0,655 0,521
SD 0,988 1,311

Volume XI No. 2, November 2019 40

Anda mungkin juga menyukai