Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL)

ADVOKASI GIZI DI WILAYAHPUSKESMAS KELOBAK DESA


KUTO REJO KABUPATEN KEPAHIANG
2021

DISUSUN OLEH :

1. ALVELIA PALDESTHA NIM P0 5130218003


2. ERLY FITRIANA NIM P0 5130218018
3. FRICHA SELTA KURNIA NIM P0 5130218023
4. NAFAKHOTIN NUR HURIN’IN NIM P0 5130218033
5. NURQAULAN KARIMA GUSTARI NIM P0 5130218034
6. PUTRA MULVI BATALOKA NIM P0 5130218036
7. PUTRI YUNIARTI NIM P0 5130218037
8. RESTIZA LINDU ANANDA NIM P0 5130218039

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN (PBL)


ADVOKASI GIZI DI WILAYAH PUSKESMAS KELOBAK DESA
KUTO REJO KABUPATEN KEPAHIANG
2021

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh :


Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lapangan,

Miratul Haya, SKM., M.Gizi Cheri Martha Rully, SST


NIP. 197308041997032003 NIP. 19850306 200904 2 001

Ka. Prodi S.Tr. Gizi dan Dietetika,

Tetes Wahyu W, SST., M.Biomed


NIP. 198106142006041004

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah- Nya
serta kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Advokasi Gizi di Puskesmas Kelobak
Kepahiang.
Dalam penyelesaian laporan ini penyusun telah mendapat masukan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Eliana, SKM., MPH sebagai Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bengkulu.
2. Bapak Anang Wahyudi, S.Gz., MPH sebagai Ketua Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bengkulu.
3. Bapak Tetes Wahyu W., SST., M.Biomed sebagai Ketua Prodi S.Tr. Gizi dan
Dietetik.
4. Miratul Haya, SKM., M.Gizi sebagai Dosen Gizi selaku pembimbing
Akademik Praktek Belajar Lapangan Advokasi di Puskesmas Kelobak
Kepahiang
5. Cheri Martha Rully, SST sebagai Pembimbing Lapangan Puskesmas Kelobak
Kepahiang.
6. Seluruh jajaran pihak Puskesmas Kelobak yang telah membantu dalam
kegiatan pembelajaran.
Penyusun berharap semoga Laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL)
Advokasi Gizi di Puskesmas Kelobak Kepahiang bermanfaat bagi semua pihak
serta dapat membawa perubahan positif terutama bagi penyusun sendiri dan
pembaca. Dalam pembuatan laporan ini penyusun mengharapkan adanya kritik
dan saran agar dapat membantu perbaikan selanjutnya dan menjadikan laporan ini
lebih baik. Terima kasih.

Bengkulu, Juni 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................... 3
a. Tujuan Umum ...................................................................... 3
b. Tujuan Khusus ..................................................................... 3
C. Manfaat ..................................................................................... 4
D. Lokasi ....................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5


A. Advokasi ................................................................................... 5
B. Tujuan Advokasi Gizi............................................................... 9
C. Sasaran Advokasi Gizi ............................................................. 10
D. Langkah – Langkah advokasi ................................................... 10
E. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 ............................... 11
F. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 .............. 13
G. Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif ......... 15

BAB III PELAKSANAAN PBL .................................................................. 19


A. Gambaran Umum Lokasi PBL ................................................. 19
B. Hasil Pelaksanaan Kegiatan PBL ............................................. 25
a. Identifikasi Masalah Gizi ..................................................... 25
b. Implementasi Advokasi Pelayanan Gizi .............................. 26
c. Menyusun Rencana Intervensi Gizi .................................... 26
d. Indikator Keberhasilan Advokasi Pelayanan Gizi ............... 27
C. Pembahasan .............................................................................. 27

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 31


A. Kesimpulan ............................................................................... 31
B. Saran ......................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33


LAMPIRAN .................................................................................................... 34

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nama Desa, Luas Wilayah Puskesmas Kelobak Kabupaten


Kepahiang Tahun 2020 ............................................................... 21
Tabel 3.2 Nama Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Puskesmas
Kelobak Kabupaten Kepahiang Tahun 2019 dan 2020 ................. 22
Tabel 3.3 Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ...... 22
Tabel 3.4 Jumlah penduduk Yang Belum Produktif, Produktif dan
Tidak Produktif Puskesmas kelobak Tahun 2020 ......................... 23

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Kepala Desa Kuto Rejo KP-ASI


Lampiran 2 Data Dasar Puskesmas Untuk Desa Kuto Rejo

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kesehatan masyarakat (public health) menurut profesor Winslow


(Leavel & Clark, 1958) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit
memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan
efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan
sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu
tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan
perawatan, untuk diagnose dini, pencegahan penyakit dan pengembangan
aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat
mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya(sri
sumiati, 2016).
Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi
dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat (Ikatan Dokter Amerika, AMA, 1948).
Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara
sanitasi dan pengobatan dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk
atau masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu)
dan Praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang
hidup, dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Kesehatan
masyarakat adalah sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu kedokteran,
sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat
(sri sumiati, 2016).
Advokasi diartikan sebagai aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang
dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan secara kolektif,
melibatkan berbagai strategi termasuk lobby, kampanye, bangun koalisi,
tekanan aksi massa serta penelitian yang ditujukan untuk mengubah
kebijaksan dalam rangka melindungi hak-hak rakyat dan menghindari
bencana buatan manusia (Mahasiswa Gizi, 2018).

1
Dilakukannya advokasi dengan tujuan untuk mendorong terwujudnya
perubahan atas sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal sesuai dengan
yang diharapkan. Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi
banyak diarahkan pada sasaran tembak yaitu kebijakan publik yang dibuat
oleh para penguasa (Mahasiswa Gizi, 2018).
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan sedini mungkin
setelah persalinan, ASI diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan dan
minuman tambahan lainnya, sampai umur bayi 6 bulan. Air Susu Ibu (ASI)
juga merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi. Di dalam ASI terdapat
semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
dan mencukupi hingga bayi usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif adalah
salah satu indikator program pemerintah dalam melaksanakan Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka seribu hari pertama
kehidupan (Gerakan 1000 HPK), gerakan ini dimulai dari masa kehamilan
hingga anak usia 2 tahun (Safitri & Puspitasari, 2019).
ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh
kembang anak dan daya tahan tubuh anak. Berbagai penelitian telah mengkaji
manfaat pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif antara lain dalam
menurunkan resiko infeksi pada bayi khususnya infeksi respirasi dan infeksi
pencernaan, meningkatkan perkembangan kognitif bayi, serta
mengoptimalkan pertumbuhan (Astuti & Indrawati, 2019).
Beberapa hal yang mempengaruhi ketercapaian target cakupan ASI
Eksklusif antara lain faktor internal dan sosial ibu yang mencakup
pengetahuan, pendidikan, motivasi, pekerjaan ibu, serta dukungan anggota
keluarga. Faktor eksternal antara lain pengetahuan, motivasi, dan sikap tenaga
penolong persalinan, dukungan tenaga kesehatan, tenaga konselor ASI, serta
keterpaparan media. Selain itu, profil ibu dan peran bidan dalam praktik
Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif dengan hasil penelitian
menunjukkan faktor-faktor ibu yang berhubungan dengan praktik IMD dan
ASI Eksklusif adalah tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu.

2
Demikian juga peran bidan juga secara signifikan berpengaruh terhadap
praktek IMD dan ASI Eksklusif (Astuti & Indrawati, 2019).
Didalam ASI terdapat kolostrum yang kaya akan antibodi. Kolostrum
mengandung protein sebagai antibodi yang berguna untuk membunuh kuman
dengan jumlah tinggi. Maka pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi
risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan yang dihasilkan
Ibu pada hari pertama sampai hari ketiga pasca persalinan. Pada hari keempat
sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan
laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya lebih
tinggi dengan warna susu yang lebih putih. Selain mengandung zat makanan,
ASI juga mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap
yang tidak akan menganggu enzim lain di usus (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2019).
Dari hasil survey data balita di desa Kuto Rejo Kabupaten Kepahiang
yang ada di laporan bulanan Puskesmas Kelobak, didapatkan bahwa, di desa
tersebut mash rendahnya pemberian ASI Eksklusif, IMD dan Kolostrum pada
Bayi Balita.
Berdasarkan latar belakang di atas, advokasi masalah yang di dapat
dengan cara bekerjasama dengan pemangku kepentingan setempat. Advokasi
dilakukan untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari pemangku
kepentingan setempat untuk menjalankan program yang akan di jalankan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Melakukan kegiatan identifikasi masalah gizi, menyusun
perencanaan program gizi, mengimplementasikan advokasi pelayanan gizi
dan menentukan indikator keberhasilan advokasi pelayanan gizi di
wilayah Puskesmas Kelobak, Desa Kuto Rejo Kabupaten Kepahiang.
b. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masakah gizi
b. Menyusun perencanaan program gizi
c. Implementasi advokasi pelayanan gizi

3
d. Menentukan indicator keberhasilan advokasi pelayanan gizi
C. Manfaat Kegiatan
a. Bagi Mahasiswa
1. Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan
pemecahan masalah di lahan praktek
2. Untuk mendapatkan pengalaman belajar dari lahan praktek agar dapat
menjadi lulusan sarjana terapan gizi yang professional.
b. Bagi Instansi dan Lahan PBL
1. Dapat menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan serta
bermanfaat bagi institusi tempat praktek dan akademik.
2. Lahan praktek dapat memanfaatkan mahasiswa untuk membantu
menyelesaikan tugas-tugas di instansi selama proses praktek
berlangsung.
c. Bagi Institusi Akademik
1. Laporan praktek Advokasi Gizi yang di buat mahasiswa dapat
dijadikan audit Internal kualitas pengajaran Advokasi.
2. Dapat memperoleh masukan yang positif untuk diterapkan dalam
program praktek belajar selanjutnya
3. Mengenalkan jurusan dan prodi ke luar lingkungan akademik
D. Lokasi Penelitian
Praktek Belajar Lapangan (PBL) Advokasi Gizi yang dilaksanakan
selama 1 minggu mulai proses sampai penilaian direncanakan, dilaksanakan
mulai dari tanggal 12 Juni 2021 sampai dengan 19 Juni 2021 yang berlokasi
di Puskesmas Kelobak Kabupaten Kepahiang, tepatnya di Di Desa Kuto Rejo.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Advokasi
Advokasi sebagai aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang dilakukan
secara sistematis, terencana dan dilakukan secara kolektif, melibatkan
berbagai strategi termasuk lobby, kampanye, bangun koalisi, tekanan aksi
massa serta penelitian yang ditujukan untuk mengubah kebijaksan dalam
rangka melindungi hak-hak rakyat dan menghindari bencana buatan manusia
(Mahasiswa Gizi, 2018).
Kaminski dan Walmsley (1995) menjelaskan bahwa advokasi adalah
satu aktivitas yang menunjukkan keunggulan pekerjaan social berbanding
profesi lain. Selain itu, banyak defenisi yang diberikan mengenai advokasi.
Beberapa di antaranya mendefinisikan advokasi adalah adalah suatu tindakan
yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atas program dari
suatu institusi (Mahasiswa Gizi, 2018).
Zastrow (1982) memberikan pengertian advokasi sebagai aktivitas
menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga
atau suatu system layanan, dan mebantu dan memperluas pelayanan agar
mencakup lebih banyak orang yang mebutuhkan (Mahasiswa Gizi, 2018).
Dalam pengantar buku “Pedoman Advokasi”, 2005, mengutip
Webster’s New Collegiate Dictionary, memberikan pengertian advokasi
sebagai tindakan atau protes untuk membela atau memberi dukungan. Dalam
makna memberikan pembelaan atau dukungan kepada kelompok masyarakat
yang lemah itu advokasi digiatkan oleh individu, kelompok, lembaga
swadaya masyarakat atau organisasi rakyat yang mempunyai kepedulian
terhadap masalah-masalah hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup,
kemiskinan, dan berbagai bentuk ketidakadilan (Mahasiswa Gizi, 2018).
Topatimasang (2000) mengatakan bahwa advokasi adalah upaya untuk
memperbaiki, membela (confirmatio) dan mengubah (policy reform)
kebijakan sesuai dengan kepentingan prinsip-prinsip keadilan. Sheila Espine-

5
Villaluz berpendapat bahwa advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan
terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu
masalah (isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan
untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas
kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut
(Mahasiswa Gizi, 2018).
Menurut Dr. Wolf Wolfensberger, Advokasi adalah berbicara, bertindak
dan menulis dengan sedikit konflik kepentingan atas nama kepentingan
dianggap tulus dari orang atau kelompok yang kurang beruntung untuk
mempromosikan, melindungi dan mempertahankan kesejahteraan dan
keadilan oleh : 1). Berada dipihak mereka dan tidak ada orang lain, 2). yang
terutama berkaitan dengan kebutuhan dasar mereka, 3). tetap setia dan
bertanggung jawab kepada mereka dengan cara yang tegas dan penuh
semangat dan yang, atau mungkin, mahal untuk advokat atau kelompok
advokasi (Mahasiswa Gizi, 2018).
Advokasi menurut CEDPA adalah bekerja sama dnegan orang lain
untuk membuat suatu perubahan. Advokasi adalah suatu kegiatan
menempatkan permasalahan untuk dibahas dalam agenda, memberikan solusi
dari permasalahan tersebut, dan membangun dukungan untuk melaksanakan
aksi penyelesaian masalah (Kurniati et al., 2016).
Ruang lingkup advokasi kesehatan adalah sebagai berikut (Kurniati et
al., 2016);
1. Elemen Dasar Advokasi
Elemen dasar advokasi terdiri dari tujuan, data, audiens, pesan, presentasi,
evaluasi, penggalian dana, dan koalisi
2. Kerangka Konsep Advokasi
Proses advokasi dinamis terdiri dari 5 langkah yaitu, mengidentifikasi
masalah; mengembangkan solusi; membangun dukungan politik;
membawa isu, solusi, dan politik untuk policy action; Evaluasi policy
action

6
3. Teori advokasi (Sharma, Bagan A, enam Lingkaran Advokasi Efektif,
Miller dan Covey).
Didalam UU No. 32 tahun 2004, tentang desentralisasi/otonomi daerah,
pada pasal 22 dinyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah
adalah melakukan pelayanan kesehatan yang adil dan merata. Mengacu pada
ketentuan tersebut maka seharusnya pembangunan kesehatan merupakan
salah satu agenda utama dalam pembangunan daerah. Namun kenyataannya
tidak demikian, tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk
menerapkan sistem pemerintahan yang baik serta didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan yang tidak bias gender masih harus
diperjuangkan. Alokasi dana untuk pembangunan kesehatan di daerah sangat
kecil, terlebih alokasi dana untuk kegiatan promosi kesehatan (Amos, 2004).
Dari keadaan tersebut maka penerapan strategi advokasi untuk
membangun kebijakan public yang berwawasan kesehatan harus
dilaksanakan secara optimal. Membangun kebijakan public berwawasan
kesehatan reproduksi, artinya para penentu kebijakan dari berbagai sektor di
setiap tingkatan administrasi menetapkan kebijakan yang terkait dengan
perbaikan status kesehatan masyarakat, sesuai tugas dan fungsinya dalam
pembangunan nasional (Amos, 2004).
Menurut definisi dari WHO, advocacy is a combination on individual
and social support esign to gain political commitment, policy support,
social acceptance, system support for particular health goal and
programme. Sedangkan menurut ahli retorika Foss (1981) mengatakan bahwa
advokasi merupakan suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan
penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut
mengenai sesuatu. Dari definisi tersebut bisa dipahami bahwa advokasi
merupakan suatu action yang berupaya menarik dukungan politis dan
sosial mengenai sesuatu yang dianggap sangat penting untuk mendapatkan
dukungan. Ada dua item penting menyangkut kegiatan advokasi yakni, data
dan informasi. Data yang dimiliki haruslah valid dan accountable, selain itu

7
penyajian informasi dengan menarik dapat menopang keberhasilan kegiatan
advokasi tersebut (Amos, 2004).
Untuk seorang akademisi bidang gizi dan ahli gizi, advokasi harus
dilakukan mengingat dukungan penentu kebijakan pelaksananya tidaklah
signifikan menyangkut masalah-masalah gizi yang kian banyak di negara
kita. Advokasi sendiri ditujukan kepada penentu kebijakan dengan upaya
persuasif untuk memperoleh dukungan dan kepedulian dari para pemegang
kebijakan terkait gizi. Design advokasi ini mencakup stakeholders dan para
pemegang kebijakan, melalui komunikasi aktif, pendekatan politik, dan
media, kegiatan advokasi ini dapat dilakukan. Cara pandang dan pemahaman
mengenai permasalahan gizi, komitment terhadap kesehatan masyarakat
adalah informasi kunci untuk menarik dukungan dari legislatif dan eksekutif
(Amos, 2004).
Gizi merupakan aspek terpenting dari Indeks Pembangunan Manusia,
para practitioner menempat gizi sebagai pondasi dari beberapa bidang
seperti pendidikan, kesehatan, politik, sosial, ekonomi, gender, dan hak-hak
asasi. Dengan peranan gizi yang multi dimensi dan lintas sector, maka
seharusnya dukungan untuk bidang gizi ini besar. Berdasarkan data IPM,
Indonesia menempati urutan 111 untuk tingkat gizi dan kualitas SDM nya. Di
Indonesia, banyak pihak yang belum mengetahui pentingnya gizi bagi
kehidupan, gizi seringkali masih kalah prioritas jika dibandingkan dengan
bidang ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Oleh karena itu, jika ingin
meningkatkan tingkat IPM Indonesia di mata dunia, diperlukan kesadaran
dari semua pihak dan semua sector serta upaya khusus untuk menopang
penanganan masalah gizi (Amos, 2004).
Bercermin dari fakta diatas, maka salah satu upaya khusus untuk
mencapai itu semua adalah dengan melakukan upaya pendekatan-
pendekatan yang persuasif, komunikatif, dan inovatif, serta memperhatikan
setiap segmen sasaran perbaikan. Sehubungan dengan itu semua, advokasi
gizi kepada semua pihak terkait sangatlah dibutuhkan terutama kepada
penentu kebijakan, berbagai sector, dan lembaga perwakilan rakyat.

8
Salah satu bahan yang dapat dijadikan rujukan atau informasi agar penentu
kebijakan tertarik dan peduli adalah meyakinkan bahwa gizi merupakan hak
asasi manusia, dan investasi bagi negara karena dengan meningkatkan
status gizi, IPM bisa meningkat sehingga kualitas SDM negara juga
tinggi. Dengan adanya dukungan dari penentu kebijakan dan masyarakat,
tentunya gizi tidak lagi di anak tirikan, sehingga tahap demi tahap banyak
orang dapat sadar akan pentingnya aspek gizi ini (Amos, 2004).
Perlu diketahui bersama bahwa tujuan umum kegiatan advokasi gizi ini
tidak lain adalah untuk memperoleh dukungan dan komitmen dalam
upaya perbaikan gizi masyarakat yang merupakan hak setiap warga negara
Indonesia yang wajib dipenuhi baik berupa kebijakan yang pro rakyat, dana,
bantuan sarana dan prasarana, kemudahan, tindakan riil, dan segala bentuk
dukungan sesuai kondisi yang ada. Adapun target yang ingin dicapai yakni
kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, penyediaan anggaran untuk
program gizi, perubahan perilaku masyarakat menuju gizi seimbang,
perbaikan status gizi masyarakat, dan komitmen para pengambil
keputusan untuk bersama-sama memecahkan masalah gizi di Indonesia.
Advokasi kepada pihak yang menentang juga diperlukan untuk
meminimalisir adanya konflik kepentingan dan politik diantara pihak-pihak
yang potensial untuk itu (Amos, 2004).
B. Tujuan Advokasi Gizi
a. Tujuan Umum
Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa
kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana,
sarana, dan lain-lain ) dalam mencapai tujuan kegiatan program gizi
(Amos, 2004).
b. Tujuan Khusus
1. Penentu kebijakan mengetahui atau menyadari adanya masalah gizi,
2. Penentu kebijakan tertarik untuk ikut mengatasi masalah gizi,
3. Penentu kebijakan peduli terhadap pemecahan masalah gizi,
4. Penentu kebijakan sepakat untuk memecahkan masalah gizi,

9
5. Penentu kebijakan ikut aktif berperan dalam upaya mewujudkan
kegiatan gizi di wilayahnya melalui kegiatan yang berkelanjutan
(Amos, 2004).
C. Sasaran Advokasi Gizi
Sasaran advokasi adalah :
a. Tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu
kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah.
b. Tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan
lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan”
(tidak tertulis) di bidangnya.
c. Tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai
penyandang dana nonpemerintah.
Advokasi program gizi sangat perlu dilakukan di semua jenjang
administrasi pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui
advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi
umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari
ada-nya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli
terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternative
pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih
salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut
kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara
terencana, cermat, dan tepat (Amos, 2004).
D. Sasaran Advokasi Gizi
Manfaat melakukan advokasi adalah adanya :
a. Komitmen Politis (Political Commitment)
Adalah komitmen para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan berbagai pihak terkait terhadap upaya pemecahan masalah
kesehatan (Amos, 2004).

10
b. Dukungan Kebijakan (Policy Support)
Adalah dukungan nyata yang diberikan oleh para pimpinan
institusi terkait dalam bentuk kebijakan publik untuk mengatasi
permasalahan kesehatan reproduksi yang ada di wilayahnya. Dukungan
kebijakan ini dapat berupa undang-undang, peraturan, peraturan
daerah, surat keputusan, instruksi / surat edaran, dll (Amos, 2004).
c. Penerimaan Social (Social Acceptance)
Adalah diterimanya suatu program kesehatan reproduksi oleh
masyarakat terutama tokoh masyarakat (Amos, 2004).
d. Dukungan System (System Support)
Adanya sistem atau organisasi kerja yang memasukkan program
kesehatan reproduksi dalam program kerjanya (partnership) (Amos, 2004).

Dengan melakukan advokasi maka program gizi merupakan program


kesehatan memperoleh prioritas yang tinggi dalam agenda pembangunan
daerah. Implikasinya adalah adanya dukungan kebijakan yang kuat dalam
mengatasi masalah kesehatan tersebut. Adanya alokasi sumberdaya yang
diperlukan untuk meningkatkan cakupan Kadarzi. Upaya mewujudkan
Kadarzi menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak, jadi bukan
merupakan masalah keluarga atau sektor kesehatan saja (Amos, 2004).
E. Langkah – Langkah Advokasi
Menurut Depkes (2007), terdapat 5 langkah kegiatan advokasi, antara
lain:
1. Identifikasi dan analisis masalah atau isu
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta.
Data sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkan informasi
yang tepat dan benar. Data berbasis fakta sangat membantu menetapkan
masalah, mengidentifikasi solusi dan menentukan tujuan yang realistis.
Adanya data dan fakta yang valid seringkali menjadi argumen yang sangat
persuasive.

11
2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan
aau penentu kebijakan, baik di bidang kesehatan maupun di luar sektor
kesehatan yang berpengaruh terhadap publik. Tujuannya agar para
pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan, UU, dan instruksi yang
menguntungkan kesehatan. Perlu ditetapkan siapa saja yang menjadi
sasaran, mengapa perlu di advokasi, apa kecenderungannya, dan apa
harapan kepadanya.
3. Menyiapkan dan mengemas bahan informasi
Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil keputusan
jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu.
Oleh sebab itu, penting untuk diketahui pesan atau informasi apa yang
diperlukan agar sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang
mewakili kepentingan advokator. Kata kunci untuk bahan informasi ini
adalah informasi yang akurat, tepat dan menarik. Beberapa pertimbangan
dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi :
a. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas,
latar belakang masalahnya, alternative mengatasinya, usulan peran atau
tindakan yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaiannya. Bahan
informasi juga minimal memuat tentang 5W 1H tentang permasalahan
yang diangkat.
b. Dikemas menarik, ringjkas, jelas dan mengesankan.
c. Menyertakan data pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
4. Rencanakan teknik atau kegiatan operasional.
Beberapa teknik atau kegiatan operasional advokasi dapat meliputi
konsultasi, lobi, pendekatan atau pembicaraan formal/informal terhadap
para pembuat keputusan, negosiasi, dan seminar-seminar kesehatan.
5. Laksanakan kegiatan pantau dan evaluasi serta tindak lanjut.
Upaya advokasi selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan sesuai rencana
yang telah disusun, memantau dan mengevaluasi, serta melakukan tindak
lanjut. Evaluasi diperlukan untuk menilai ketercapaian tujuan serta

12
menyempurnakan dan memeperbaiki strategi advokasi. Untuk menjadi
advokat yang tangguh, diperlukan umpan balik berkelanjutan dan evaluasi
terhadap upaya advokasi yang telah dilakukan.
Meyakinkan para pembuat kebijakan dan pembuat keputusan terhadap
pentingnya program kesehatan tidaklah mudah, memerlukan argumentasi
yang kuat. Berikut adalah beberapa hal yang dapat memperkuat argumen
dalam melakukan kegiatan aplikasi antara lain :
a. Credible : adalah suatu sifat pada seseorang atau institusi yang
menyebabkan orang atau pihak lain mempercayainya.
b. Layak (feasibel) : artinya program yang diajukan tersebut baik secara
teknik, politik, maupun ekonomi dimungkinkan atau layak.
c. Relevan (relevant) : program yang diajukan tersebut paling tidak harus
mencakup 2 kriteria, yakni; memenuhi kebutuhan masyarakat, dan benar-
benar memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat.
d. Penting dan mendesak (urgent) : artinya program yang diajukan harus
mempunyai urgensi yang tinggi; harus segera dilaksanakan dan kalau tidak
segera dilaksanakan akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.
Prioritas tinggi (high priority) : artinya program yang diajukan tersebut harus
mempunyai prioritas yang tinggi.
F. Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan undang-undang dasar
Negara republik indonesia tahun 1945 (Kemenkes RI, 2009).
Menurut Undang – Undang No. 36 tentang Kesehatan BAB I pasal 1
ayat 1 dan 2 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Sumber daya di bidang kesehatan
adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang

13
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2009).
Pada BAB II tentang Asas dan Tujuan Umum Kesehatan ialah Pasal 2
dan 3 kesehatan ialah Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis (Kemenkes RI, 2009).
Pada BAB III bagian 1 tentang Hak Kesehatan disebutkan bahwa
setiap orang berhak atas kesehatan dan seluruh bagian di dalam kesehatan.
Bagian 2 tentang kewajiban bahwa setiap orang berkewajiban ikut
mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2009).
Pada BAB IV tentang Tanggung Jawab Pemerintah, disebutkan bahwa
pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat. Dan pada BAB V tentang Tenaga Kesehatan
mengatakan bahwa Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2009).
Seorang tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. Tenaga
kesehatan tersebut berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional. Pengadaan dan peningkatan
mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat melalui pendidikan dan/atau pelatihan (Kemenkes RI,
2009).

14
Pemerintah juga mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk
pemerataan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan berhak mendapatkan
imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya. Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan biaya
ditanggung oleh Negara (Kemenkes RI, 2009).
G. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara. Air Susu Ibu Ekslusif yang selanjutnya di sebut ASI
Ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33, 2012).
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33, 2012) :
a. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya;
b. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya; dan
c. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah
Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Tanggung jawab Pemerintah dalam program pemberian ASI Eksklusif
meliputi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33, 2012) :
a. Menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI Eksklusif;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif;
c. Memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI Eksklusif dan
penyediaan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan tempat sarana umum lainnya;
d. Mengintegrasikan materi mengenai ASI Eksklusif pada kurikulum
pendidikan formal dan nonformal bagi Tenaga Kesehatan;

15
e. Membina, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian
program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana umum, dan
kegiatan di masyarakat;
f. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan
ASI Eksklusif;
g. Mengembangkan kerja sama mengenai program asieksklusif dengan pihak
lain di dalam dan/atau luar negeri; dan
h. Menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan program pemberian ASI Eksklusif.
Tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam program pemberian
ASI Eksklusif meliputi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33,
2012) :
a. Melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI
Eksklusif;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif
dalam skala provinsi;
c. Memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala provinsi;
d. Menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan tempat sarana umum lainnya dalam skala provinsi;
e. Membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan
pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana
umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala provinsi;
f. Menyelenggarakan, memanfaatkan, dan memantau penelitian dan
pengembangan program pemberian ASI Eksklusif yang mendukung
perumusan kebijakan provinsi;
g. Mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala provinsi.

16
Tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam program
pemberian ASI Eksklusif meliputi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33, 2012) :
a. Melaksanakan kebijakan nasional dalam rangka program pemberian ASI
Eksklusif;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI Eksklusif
dalam skala kabupaten/kota;
c. Memberikan pelatihan teknis konseling menyusui dalam skala
kabupaten/kota;
d. Menyediakan tenaga konselor menyusui di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan tempat sarana umum lainnya dalam skala kabupaten/kota;
e. Membina, monitoring, mengevaluasi, dan mengawasi pelaksanaan dan
pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, satuan pendidikan kesehatan, Tempat Kerja, tempat sarana
umum, dan kegiatan di masyarakat dalam skala kabupaten/kota;
f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan program pemberian ASI
Eksklusif yang mendukung perumusan kebijakan kabupaten/kota;
g. Mengembangkan kerja sama dengan pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas
penyelenggaraan pemberian ASI Eksklusif dalam skala kabupaten/kota.
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada
Bayi yang dilahirkannya. Dan tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam hal terdapat indikasi medis, ibu tidak ada; atau ibu terpisah dari Bayi
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33, 2012).
Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan
wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada
ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. Tenaga Kesehatan dan
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menempatkan ibu dan
Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis
yang ditetapkan oleh dokter (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

17
Nomor 33, 2012).Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif
secara optimal, Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada
ibu dan/atau anggota Keluarga dari Bayi yang bersangkutan sejak
pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif
selesai (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33, 2012).
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada
Bayi yang dilahirkan. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut
ASI Ekslusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada Bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti
susu formula, sari buah, madu, air teh, air putih dan lain-lain serta
tanpa tambahan makanan padat seperti buah-buahan, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, tim dan lain-lain, kecuali obat dan vitamin atas rekomendasi
tenaga kesehatan.(DPRD Bengkulu, 2019). Inisiasi Menyusui Dini yang
selanjutnya disingkat IMD adalah Bayi setelah dipotong tali pusatnya segera
diletakkan tengkurap di dada ibunya untuk dapat menyusu sendiri tanpa
bantuan paling singkat 1 (satu) jam (DPRD Bengkulu, 2019)
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada
ibunya paling singkat selama1(satu) jam. Inisiasi menyusu dini sebagaimana
dimaksud pada kalimat diatas dilakukan dengan cara meletakan bayi secara
tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit
ibu.(Kemenkes RI, 2012).

18
BAB III

PELAKSANAAN PBL

A. Gambaran Umum Lokasi PBL


a. Sejarah Berdirinya Puskesmas Kelobak
Kabupaten Kepahiang dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor 39 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lebong dan
Kabupaten Kepahiang dan secara resmi ditetapkan pada tanggal 7 Januari
2004.
Kabupaten Kepahiang memiliki 1 RSUD dan 14 Puskesmas, yang
terdiri dari Puskesmas Durian Depun, Puskesmas Cugung Lalang,
Puskesmas Ujan Mas, Puskesmas Kelobak, Puskesmas Pasar Kepahiang,
Puskesmas Nanti Agung, Puskesmas Tebat Karai, Puskesmas Talang
Bababatan, Puskesmas Bukit Sari, Puskesmas Kabawetan, Puskesmas
Muara Langkap, Puskesmas Batu Bandung, Puskesmas Embong Ijuk,
Puskesmas Keban Agung.
Puskesmas Kepahiang yang dulunya terletak dijalan Santoso
Nomor 325 Kepahiang dikembangkan menjadi Puskesmas Perawatan
plus, sehubungan dengan adanya pemekaran Kecamatan Kepahiang
Menjadi Kabupaten Kepahiang Tahun 2004 maka Puskesmas Perawatan
Plus ditingkatkan statusnya menjadi RSUD Kepahiang tipe D yang
dikukuhkan dengan Kepmenkes RI No. 240/Menkes/SK/IV/2006 tanggal
17 April 2006, sementara Puskesmas Kepahiang pindah lokasi dengan
menempati Puskesmas pembantu Kelobak yang bertempat di Desa
Pelangkian, seiring dengan bertambahnya penduduk maka Puskesmas
Kepahiang dikembangkan menjadi dua puskesmas yaitu Puskesmas
Kelobak yang merupakan pengembangan dari Pustu Kelobak dan
Puskesmas Pasar Kepahiang yang terletak di Pasar Ujung dengan
wilayah kerja masing-masing 9 desa, wilayah kerja Puskesmas Kelobak
terdiri dari 9 desa terdiri dari Desa Pagar Gunung, Desa Kelobak, desa
Pelangkian, Desa Taba Tebelet, Desa Karang Anyar, Desa Kuto Rejo,

19
Desa Tebat Monok, Desa Kelilik, Desa Dusun Kepahiang, dan terdiri
dari 1 Pustu yang terletak di Desa Tebat Monok.
Pada tahun 2007 telah dibangun Puskesmas Kelobak telah
diresmikan oleh Bupati Kepahiang Bapak Drs. Bando Amin C.Kader,
MM pada Tanggal 12 November 2007. Pada dasarnya masyarakat berhak
mendapatkan pelayanan yang bermutu dan perlindungan yang layak.
Oleh karena itu Puskesmas dalam memberikan pelayanan wajib
memenuhi standar pelayanan Puskesmas, sedangkan tenaga kesehatan di
Puskesmas dalam melakukan tugasnya berkewajiban mematuhi standar
profesi dan memperhatikan hak pasien. Tuntutan masyarakat akan hak
mendapat pelayanan yang bermutu tersebut berdampak berbagai prakarsa
dalam sistem pelayanan kesehatan tertuju kepada mutu pelayanan dan
pengembangan sistem evaluasi mutu pelayanan.
b. Visi Dan Misi
1. Visi Puskesmas Kelobak adalah:
Mewujudkan Masyarakat Sehat di Wilayah Puskesmas
Kelobak Melalui Pelayanan Prima yang Optimal.
2. Misi Puskesmas Kelobak adalah :
1. Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup
sehat
2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau
4. Menggerakkan pembangunan yang berbasis kesehatan
5. Menggerakkan masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan
sehat.
c. Keadaan Geografis
Dilihat dari segi geografi Kabupaten Kepahiang terletak pada
dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan, dengan ketinggian antara 350
m sampai dengan lebih dari 1.200 m diatas permukaan laut (dpl). Kondisi

20
tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Kepahiang tergolong daerah
agraris yang banyak menghasilkan berbagai produk hasil bumi berupa
hasil pertanian dalam arti luas, sumberdaya air dan mineral.
Kabupaten Kepahiang dengan luas wilayah ± 66.480 Ha,
kecamatan kepahiang luas wilayahnya 7.192 Ha, dan luas wilayah
Puskesmas Kelobak sebesar 32.850 km2. Puskesmas Kelobak
mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
 Utara berbatasan dengan Puskesmas Ujan Mas, Kecamatan Sindang
Ujan Mas Kabupaten Kepahiang
 Timur berbatasan dengan Puskesmas pasar Kepahiang Kecamatan
Kepahiang Kabupaten Kepahiang
 Selatan berbatasan dengan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu
Tengah
 Barat berbatasan dengan puskesmas Kabawetan Kecamatan
Kabawetan Kabupaten Kepahiang.
Puskesmas Kelobak adalah salah satu Puskesmas yang ada di
Kabupaten Kepahiang. Dengan luas wilayah Puskesmas Kelobak
Kabupaten Kepahiang 532,350 km2, Wilayah Kerja Puskesmas Kelobak
terdiri dari :
Tabel 3.1 Nama Desa, Luas Wilayah Puskesmas Kelobak Kabupaten
Kepahiang Tahun 2020
WILAYAH
Nama Desa
(km2)
Pagar Gunung 3,1
Kelobak 5
Pelangkian 6,27
Taba Tebelet 1
Karang Anyar 500
Kuto Rejo 1,32
Tebat Monok 12
Kelilik 2

21
Dusun Kepahiang 1,66
Jumlah 32.850

d. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kelobak tahun 2019
sebanyak 16.463 jiwa sedangkan di tahun 2020 sebanyak 16.188 jiwa.
Tabel 3.2 Nama Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Puskesmas
Kelobak Kabupaten Kepahiang Tahun 2019 dan 2020
Jumlah Penduduk Tahun
Nama Desa WILAYAH Jumlah Penduduk Tahun 2020
2019
Pagar Gunung 3,1 1443 1443
Kelobak 5 1491 1431
Pelangkian 6,27 1962 1898
Taba Tebelet 1 1538 1439
Karang Anyar 500 786 783
Kuto Rejo 1,32 1975 1943
Tebat Monok 12 3123 3119
Kelilik 2 931 927
Dusun Kepahiang 1,66 3214 3205
Jumlah 32.850 16.463 16.188

Jumlah penduduk diwilayah kerja Puskesmas Kelobak dari tahun


2019 mengalami penurunan sebanyak 375 org di tahun 2020. Adapun
pembagian berdasarkan kelompok umur yaitu :
Tabel 3.3 Pembagian Jumlah Penduduk Berdadarkan Kelompok
Umur
Kelompok Umur
No Laki-Laki Perempuan Jumlah
(Tahun)
1 0-4 173 161 313
2 5-9 287 339 631
3 10-14 423 361 704
4 15-19 1.213 1.335 2.900
5 20-24 885 871 1.629
6 25-29 889 956 1.901
7 30-34 986 963 1.896
8 35-39 889 862 1.594
9 40-44 791 624 1.116
10 45-49 572 427 787

22
11 50-54 531 328 626
12 55-59 258 139 249
13 60-64 257 128 222
14 65-69 100 69 133
15 70-74 98 97 192
16 +75 77 99 198
Jumlah 8.429 7.759 16.188

Grafik 1 Perbandingan Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur


Puskesmas Kelobak tahun 2020
1600
1400
1200
1000
Jumlah Penduduk Laki-laki
800
600 Jumlah Penduduk
400 Perempuan
200
0
0-4
5-9

+75
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74

Menurut tabel kelompok umur, sebagian besar penduduk


Puskesmas Kelobak termasuk usia produktif (15-64 tahun )sebanyak
13.904 org dan selebihnya usia dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun .
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Yang Belum Produktif, Produktif Dan Tidak
Produktif Puskesmas Kelobak Tahun 2020
Usia belum produktif (0-14 tahun) Usia produktif (15-64 tahun) Usia tidak produktif (65-+75 tahun)
DESA
laki-laki perempuan Jumlah laki-laki Perempuan Jumlah laki-laki Perempuan jumlah

Pagar Gunung 76 89 165 601 627 1228 24 26 50

Kelobak 78 83 161 599 628 1227 22 21 43

Pe langki an 67 72 139 798 958 1756 25 23 48

Taba Tebele t 81 88 169 627 596 1223 26 21 47

Karang Anyar 41 40 81 354 322 676 12 14 26

Kuto Rejo 89 89 178 897 778 1675 29 16 45

Tebat Monok 190 141 331 1393 1291 2684 55 49 104

Keli lik 59 61 120 377 390 767 21 19 40

Dusun Ke pahi ang 202 198 400 1625 1043 2668 61 76 137

Jumlah 540
883 861 1744 7271 6633 13904 275 265

23
Sedangkan dari tabel data pembagian berdasarkan kelompok umur
dan desa data dapat dilihat pada lampiran profil, bahwa usia yang masih
produktif (15-64 tahun) paling banyak di Tebat Monok sebanyak 2.684,
Dusun Kepahiang sebanyak 2668 org, dan Pelangkian sebanyak 1756
org, sedangkan yang banyak yang tidak produktif (65-≥ 70 th) yaitu pada
Dusun Kepahiang 137, Tebat monok 104, dan Pagar Gunung 50 org dan
belum produktif terbanyak di Dusun Kepahiang 400 org desa Tebat
Monok 331 org,dan Kuto Rejo 178 orang.
Grafik 2 Perbandingan Penduduk Yang Belum Produktif, Produktif, Dan
Tidak Produktif
3000
2500
2000
Usia Belum Produktif (0-14
1500 Tahun)
1000 Usia Produktif (15-64
500 Tahun)

0 Usia Tidak Produktif (65-


+75 Tahun)

Dari angka tersebut didapat angka ketergantungan sebesar 46,53,


rasio ketergantungan didapat dari membagi total dari jumlah penduduk
usia belum produktif (0-14 tahun) dan jumlah penduduk usia tidak
produktif (65 tahun keatas) dengan usia produktif (15-64tahun).
Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai
penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih
tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain
itu penduduk berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi
sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun yang
dianggap sudah produktif. Atas dasar konsep ini dapat digambarkan
berapabesar jumlah penduduk usia kerja. Meskipun tidak terlalu akurat,

24
rasio ketergantungan semacam ini memberikan gambaran ekonomis
penduduk dari sisi demografi.
B. Hasil Pelaksanaan Kegiatan PBL
a. Melakukan Identifikasi Masalah Gizi
Dari hasil survey data bayi balita di desa Pelangkian Kabupaten
Kepahiang didapatkan bahwa pemberian IMD, Kolostrum dan ASI
eksklusif di desa Pelangkian Kabupaten Kepahiang masih tergolong
sangat rendah, dengan persentase IMD terdapat 19 bayi yang masih
berumur <24 bulan, 47% mendapatkan IMD dan kolostrum dan 53% tidak
mendapatkan IMD dan kolostrum. Sedangkan ambang batas / target
program gizi untuk bayi yang mendapatkan IMD tahun 2021 adalah 58%.
32% dari bayi tersebut mendapatkan ASI Eksklusif dan 68% tidak
mendapatkan ASI Eksklusif. Sedangkan ambang batas / target program
gizi untuk bayi yang mendapatkan IMD adalah 58%, ASI Eksklusif adalah
40% pada tahun 2021. Jadi hasil dari data yang diperoleh, persentase hasil
target belum mencapai target capaian IMD dan ASI Eksklusif tahun 2021.
Sedangkan pengetahuan Ibu di desa Pelangkian masih tergolong
kurang, terutama pengetahuan ibu tentang ASI. Frekuensi ibu yang
memiliki pengetahuan gizi baik hanya 46%, sedangkan ibu dengan
pengetahuan gizi kurang baik sebesar 54%. Hal ini mungkin terjadi karena
kebanyakan ibu di desa tersebut mayoritas memiliki pekerjaan sebagai
petani, dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah yaitu setara
SLTA.
Identifikasi masalah gizi di tentukan dengan menentukan terlebih
dahulu prioritas masalah gizi di tentukan dengan metode Hanlon, sehingga
di dapatkan prioritas masalah dari data yang telah di kumpulkan.
Berdasarkan data yang telah di dapatkan, setelah ditentukan dengan
metode Hanlon, di dapatkan Prioritas masalah gizi nya adalah ASI
Eksklusif dengan nilai NPT (Nilai Prioritas Total) 24. Dengan demikian,
bukan hanya ASI yang akan di bicarakan dalam program perencanaan gizi,
melainkan juga menyangkut 1000 Hari pertama Kehidupan.

25
Akan tetapi, dikarenakan adanya pandemi Covid-19 pelaksanaan
Pendidikan dan pelatihan Gizi dilaksanakan di Desa Kuto Rejo Kabupaten
Kepahiang, berdasarkan data dasar Puskesmas bahwa, tingkat pemberian
ASI Eksklusif di Desa Kuto Rejo juga masih tergolong rendah yaitu pada
bulan Februari 2021 dengan jumlah 33 bayi dengan 3 bayi berusia <6
bulan bayi yang mendapat IMD hanya 1 bayi dengan prevalensi 33.33%
sedangkan untuk yang mendapatkan ASI Eksklusif hanya 2 bayi dengan
prevalensi 66,67%.
b. Menyusun Perencanaan Program Gizi
Rencana program gizi yang akan di lakukan berdasarkan prioritas
yang di dapat adalah Asi Eksklusif. Karena masih kurangnya bayi balita di
desa tersebut yang mendapatkan ASI Eksklusif.
Program yang akan di laksanakan adalah memberikan edukasi
mengenai pentingnya ASI Eksklusif, melakukan edukasi mengenai IMD
dan Kolostrum, melakukan konseling dengan media booklet, serta
melalukan kolaborasi dengan kader posyandu untuk sosialisasi ke
masyarakat dengan cara menyebarkan leaflet atau poster mengenai ASI
Ekslusif. Program ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada ibu
hamil, ibu menyusui, suami dan keluarga tentang pentingnya ASI
Eksklusif, Memberikan informasi dan pengetahuan kepada ibu mengenai
Pentingnya IMD dan Kolostrum Mendorong tekad dan mental sasaran
tentang pentingnya ASI, dan mensosialisasikan kepada sasaran agar mau
datang keposyandu. Prograam ini akan dimulai dengan pembentukan
Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) agar pemberian ASI di desa tersebut
dapat meningkat.
c. Implementasi Advokasi Pelayanan Gizi
Advokasi pelayanan gizi diimplementasikan dengan cara melakukan
loby poltik yaitu dengan berbincang-bicang secara formal dengan
pemangku kepentingan desa setempat. Membicarakan tentang masalah
yang telah di dapat pada saat melakukan identifikasi masalah sekaligus
membicarakan tentang program kesehatan yang akan dilaksanakan.

26
d. Menentukan Indikator Keberhasilan Advokasi Pelayanan Gizi
a. Input
Yang akan melakukan advokasi adalah anggota kelompok PBL
Puskesmas Kepahiang dengan dasar data yang telah di dapat pada saat
PPG.
b. Proses
Proses advokasi dilakukan dengan cara melakukan lobi poltik
kepada Kepala Desa dengan membicarakan tentang masalah yang di
dapat dan program gizi yang akan di laksanakan.
c. Output
Dari hasil perbincangan dengan Kepala Desa tentang masalah gizi
yang di dapat, dan program gizi yang akan di laksanakan. Maka Kepala
Desa setuju untuk mengeluarkan SK untuk program gizi yang akan
dilaksanakan, kemudian menyediakan sarana dan prasarana sebagai
tempat dilaksanakannya Pendidikan dan pelatihan Gizi berdasarkan
masalah yang terjadi.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil PBL, Puskesmas Kelobak merupakan pengembangan
dari Pustu Kelobak dan Puskesmas Pasar Kepahiang yang terletak di Pasar
Ujung dengan wilayah kerja terdiri dari 9 desa yaitu Desa Pagar Gunung,
Desa Kelobak, desa Pelangkian, Desa Taba Tebelet, Desa Karang Anyar,
Desa Kuto Rejo, Desa Tebat Monok, Desa Kelilik, Desa Dusun Kepahiang,
dan terdiri dari 1 Pustu yang terletak di Desa Tebat Monok. Puskesmas
Kelobak dibangun pada tahun 2007 dan diresmikan oleh Bupati Kepahiang
Bapak Drs. Bando Amin C.Kader, MM pada Tanggal 12 November 2007.
a. Melakukan Identifikasi Masalah Gizi
Dari hasil survey data bayi balita di desa Pelangkian Kabupaten
Kepahiang didapatkan bahwa pemberian IMD, Kolostrum dan ASI
eksklusif di desa Pelangkian Kabupaten Kepahiang masih tergolong
sangat rendah, dengan persentase IMD terdapat 19 bayi yang masih
berumur <24 bulan, 47% mendapatkan IMD dan kolostrum dan 53% tidak

27
mendapatkan IMD dan kolostrum. Sedangkan ambang batas / target
program gizi untuk bayi yang mendapatkan IMD tahun 2021 adalah 58%.
32% dari bayi tersebut mendapatkan ASI Eksklusif dan 68% tidak
mendapatkan ASI Eksklusif. Sedangkan ambang batas / target program
gizi untuk bayi yang mendapatkan IMD adalah 58%, ASI Eksklusif adalah
40% pada tahun 2021. Jadi hasil dari data yang diperoleh, persentase hasil
target belum mencapai target capaian IMD dan ASI Eksklusif tahun 2021.
Sedangkan pengetahuan Ibu di desa Pelangkian masih tergolong
kurang, terutama pengetahuan ibu tentang ASI. Frekuensi ibu yang
memiliki pengetahuan gizi baik hanya 46%, sedangkan ibu dengan
pengetahuan gizi kurang baik sebesar 54%. Hal ini mungkin terjadi karena
kebanyakan ibu di desa tersebut mayoritas memiliki pekerjaan sebagai
petani, dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah yaitu setara
SLTA.
Identifikasi masalah gizi di tentukan dengan menentukan terlebih
dahulu prioritas masalah gizi di tentukan dengan metode Hanlon, sehingga
di dapatkan prioritas masalah dari data yang telah di kumpulkan.
Berdasarkan data yang telah di dapatkan, setelah ditentukan dengan
metode Hanlon, di dapatkan Prioritas masalah gizi nya adalah ASI
Eksklusif dengan nilai NPT (Nilai Prioritas Total) 24. Dengan demikian,
bukan hanya ASI yang akan di bicarakan dalam program perencanaan gizi,
melainkan juga menyangkut 1000 Hari pertama Kehidupan.
Akan tetapi dikarenakan pandemi Covid-19 yang menyerang desa
Pelangkian tempat pengumpulan data sehingga tidak memungkinkan untuk
melaksanakan advokasi di desa tersebut. Maka kegiatan advokasi
dialihkan ke Desa Kuto Rejo dengan data dasar yang ada di Laporan
Bulanan Puskesmas Kelobak, dengan permasalahan yang sama yaitu
rendahnya pemberian ASI Eksklusif terhadap bayi balita pada desa
tersebut yaitu pada bulan Februari 2021 dengan jumlah 33 bayi dengan 3
bayi berusia <6 bulan hanya 2 bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif
dengan prevalensi 66,67%.

28
b. Menyusun Perencanaan Program Gizi
Rencana program gizi yang akan di lakukan berdasarkan prioritas
yang di dapat adalah Asi Eksklusif. Karena masih kurangnya bayi balita di
desa tersebut yang mendapatkan ASI Eksklusif.
Program yang akan di laksanakan adalah membentuk Kelompok
Pendukung ASI (KP-ASI) dengan SK Kepala Desa dan memberikan
edukasi mengenai pentingnya ASI Eksklusif, melakukan edukasi mengenai
IMD dan Kolostrum, melakukan konseling dengan media booklet, serta
melalukan kolaborasi dengan kader posyandu untuk sosialisasi ke
masyarakat dengan cara menyebarkan leaflet atau poster mengenai ASI
Ekslusif. Program ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada ibu
hamil, ibu menyusui, suami dan keluarga tentang pentingnya ASI
Eksklusif, Memberikan informasi dan pengetahuan kepada ibu mengenai
Pentingnya IMD dan Kolostrum Mendorong tekad dan mental sasaran
tentang pentingnya ASI, dan mensosialisasikan kepada sasaran agar mau
datang keposyandu.
Program ini akan dimulai dengan pembentukan Kelompok
Pendukung ASI (KP-ASI) agar pemberian ASI di desa tersebut dapat
meningkat. Kegiatan akan dikemas melalui acara Pendidikan dan Pelatihan
Gizi dengan tema Peningkatan Pengetahuan, Tindakan, dan Sikap Ibu
Tentang ASI dengan Membentuk Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) di
Desa Kuto Rejo Kabupaten Kepahiang.
c. Implementasi Advokasi Pelayanan Gizi
Advokasi pelayanan gizi diimplementasikan dengan cara melakukan
loby poltik yaitu dengan berbincang-bicang secara formal dengan
pemangku kepentingan desa setempat. Membicarakan tentang masalah
yang telah di dapat pada saat melakukan identifikasi masalah sekaligus
membicarakan tentang program kesehatan yang akan dilaksanakan.

29
d. Menentukan Indikator Keberhasilan Advokasi Pelayanan Gizi
a. Input
Yang akan melakukan advokasi adalah anggota kelompok PBL
Puskesmas Kepahiang dengan dasar data yang telah di dapat pada saat
PPG. Akan tetapi dikarenakan pandemic Covid-19 terjadi di desa
Pelangkian tempat pengumpulan data sehingga tidak memungkinkan
untuk melaksanakan advokasi di desa tersebut. Maka kegiatan advokasi
dialihkan ke Desa Kuto Rejo dengan data dasar yang ada di Laporan
Bulanan Puskesmas Kelobak, dengan permasalahan yang sama yaitu
rendahnya pemberian ASI Eksklusif terhadap bayi balita pada desa
tersebut.
b. Proses
Proses advokasi dilakukan dengan cara melakukan lobi poltik
kepada Kepala Desa dengan membicarakan tentang masalah yang di
dapat dan program gizi yang akan di laksanakan. Program gizi yang
akan dilaksanakan adalah membentuk Kelompok Pendukung ASI (KP-
ASI) dan melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Gizi Tentang ASI
kepada anggota KP-ASI.
c. Output
Dari hasil perbincangan dengan Kepala Desa tentang masalah gizi
yang di dapat, dan program gizi yang akan di laksanakan. Maka Kepala
Desa setuju untuk mengeluarkan SK Kelompok Pendukung ASI yang
telah di tetapkan per tanggal 19 Juni 2021, kemudian menyediakan
sarana dan prasarana sebagai tempat dilaksanakannya Pendidikan dan
Pelatihan Gizi Tentang ASI kepada anggota KP-ASI yang akan
dilaksanakan pada hari Rabu, 23 Juni 2021 yang bertemoad di Pos
Kesehatan Desa Kuto Rejo.

30
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil PBL, Puskesmas Kelobak merupakan pengembangan
dari Pustu Kelobak dan Puskesmas Pasar Kepahiang yang terletak di Pasar
Ujung dengan wilayah kerja terdiri dari 9 desa yaitu Desa Pagar Gunung,
Desa Kelobak, desa Pelangkian, Desa Taba Tebelet, Desa Karang Anyar,
Desa Kuto Rejo, Desa Tebat Monok, Desa Kelilik, Desa Dusun Kepahiang,
dan terdiri dari 1 Pustu yang terletak di Desa Tebat Monok.
Identifikasi Masalah Gizi Dari hasil survey data bayi balita di desa
Pelangkian Kabupaten Kepahiang didapatkan bahwa pemberian IMD,
Kolostrum dan ASI eksklusif di desa Pelangkian Kabupaten Kepahiang
masih tergolong sangat rendah, dengan persentase IMD terdapat 19 bayi yang
masih berumur <24 bulan, 47% mendapatkan IMD dan kolostrum dan 53%
tidak mendapatkan IMD dan kolostrum.
Karena pandemi Covid-19 Maka kegiatan advokasi dialihkan ke Desa
Kuto Rejo dengan data dasar yang ada di Laporan Bulanan Puskesmas
Kelobak, dengan permasalahan yang sama yaitu rendahnya pemberian ASI
Eksklusif terhadap bayi balita pada desa tersebut.
Program yang akan di laksanakan adalah membentuk Kelompok
Pendukung ASI (KP-ASI) dengan SK Kepala Desa dan memberikan edukasi
mengenai pentingnya ASI Eksklusif, melakukan edukasi mengenai IMD dan
Kolostrum, melakukan konseling dengan media booklet, serta melalukan
kolaborasi dengan kader posyandu untuk sosialisasi ke masyarakat dengan
cara menyebarkan leaflet atau poster mengenai ASI Ekslusif.
Proses Proses advokasi dilakukan dengan cara melakukan lobi poltik
kepada Kepala Desa dengan membicarakan tentang masalah yang di dapat
dan program gizi yang akan di laksanakan. Maka Kepala Desa setuju untuk
mengeluarkan SK Kelompok Pendukung ASI yang telah di tetapkan per
tanggal 19 Juni 2021, kemudian menyediakan sarana dan prasarana sebagai

31
tempat dilaksanakannya Pendidikan dan Pelatihan Gizi Tentang ASI kepada
anggota KP-ASI yang akan dilaksanakan pada hari Rabu, 23 Juni 2021 yang
bertemoad di Pos Kesehatan Desa Kuto Rejo..
B. Saran
Tentunya Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena dari
itu penyusun berharap masukan dan kritikan dari pembaca dan dosen agar
makalah kedepan agar lebih baik lagi penulisannya. Dan semoga laporan ini
dapat menjadi pembelajaran bagi pembaca.

32
DAFTAR PUSTAKA

Amos, O. J. (2004). Advokasi Pelayanan Gizi. 1–14.


Astuti, M. A., & Indrawati, F. (2019). Fungsi Manajemen Program ASI Eksklusif
dengan Ketercapaian Target Cakupan ASI Eksklusif. Higeia Journal of
Public Health Research and Development, 1(3), 84–94.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/24653
DPRD Bengkulu. (2019). PERKOT. In Αγαη (Vol. 8, Issue 5, p. 55).
Kemenkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. http://dx.doi.org/10.1007/s11270-016-3076-
8%0Ahttp://dx.doi.org/10.1080/02772248.2015.1031668%0Ahttp://dx.doi.or
g/10.1016/j.envpol.2016.09.073%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.scitotenv.201
4.09.027%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2009.02.022%0Ahttp
Kemenkes RI. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian ASI Eksklusif (Vol. 10, Issue 9, p. 32).
https://dspace.ups.edu.ec/bitstream/123456789/5224/1/UPS-QT03885.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Profil Kesehatan Indonesia
2018 [Indonesia Health Statistic 2018].
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf
Kurniati, D. P. Y., Ekawati, N. K., & Kertaduana, I. M. (2016). Advokasi
Kesehatan. In Id.Scribd.Com (2016th–2017th ed.).
Mahasiswa Gizi. (2018). Modul Advokasi Gizi. In Jurnal Ilmiah Teknosains (Vol.
2, Issue September). https://doi.org/10.26877/jitek.v2i1/mei.1006
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33. (2012). Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif.
Safitri, A., & Puspitasari, D. A. (2019). Upaya Peningkatan Pemberian Asi
Eksklusif Dan Kebijakannya Di Indonesia. Penelitian Gizi Dan Makanan
(The Journal of Nutrition and Food Research), 41(1), 13–20.
https://doi.org/10.22435/pgm.v41i1.1856
sri sumiati. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 4(3), 207.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Kesehatan-Masyarakat-Komprehensif.pdf

33
L
A
M
P
I
R
A
N
34

Anda mungkin juga menyukai