Kel 2 Literatur Review Masalah Masyarakat Das-1
Kel 2 Literatur Review Masalah Masyarakat Das-1
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2 / KELAS A
1. Devy Fitriya Sari (10318011) 5. Linda Nur Sabila (10318028)
2. Dita Meylinda H. (10318012) 6. Mifaul Ammalia (10318032)
3. Gayuh Sri Kuncoro (10318020) 7. Muhammad Yudha (10318028)
4. Happy Yola Mareta (10318022)
SEMESTER 5/ TINGKAT 3
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas literatur
review masalah masyarakat DAS yang berjudul “ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH B3
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM” ini tepat pada waktunya. Adapaun tujuan dari
penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Masyarakat Daerah
Aliran Sungai. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
permasalahan limbah B3 pada masyarakat di daerah aliran sungai.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Marianingsih, S.KM., M.Kes. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ekologi Masyarakat Daerah Aliran Sungai yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis.
Kami menyadari, tugas yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dapat menyempurnakan tugas ini.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
A. Daerah Aliran Sungai (DAS)..........................................................................................5
B. Limbah............................................................................................................................7
C. Limbah B3.......................................................................................................................9
D. Peraturan Perundang – Undangan yang Berkaitan dengan Limbah B3 dan Pengelolaan
DAS......................................................................................................................................11
E. Diagram Fishbone.........................................................................................................12
BAB III ANALISIS MASALAH.............................................................................................14
A. Artikel Permasalahan....................................................................................................14
B. Analisis Masalah...........................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................22
A. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Administrasi
Kebijakan Kesehatan (AKK)................................................................................................22
B. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan Lingkungan
25
C. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Promosi Kesehatan. .29
D. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja................................................................................................................33
E. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Gizi Masyarakat.......38
F. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Epidemiologi...........41
BAB V PENUTUP...................................................................................................................47
A. Kesimpulan...................................................................................................................47
B. Saran..............................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sangat berlimpah dalam ketersediaan air. Jika dibuat rata-rata setiap
jiwa penduduk Indonesia memiliki kelimpahan air 4 kali lipat dari pada penduduk di
negara Asia lainnya. Mengingat pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh,
terpadu dan berwawasan lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks dan
melibatkan semua pihak, baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, maka
tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mulai mempergunakan
pendekatan one river, one plan and one integrated management. Keterpaduan dalam
perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan dan kepedulian dalam pengendalian
sudah waktunya diwujudkan.
DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan sungai
dan anak – anak sungainya, yang berfungsi manampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami.
Pada dasarnya DAS merupakan satu kesatuan hidrologi. DAS penampung air,
mendistribusikan air yang tertampung lewat suatu sistem saluran dari hulu ke hilir,
dan berakhir di suatu tubuh air berupa danau atau laut. Barsama dengan atmosfir dan
laut (atau danau), DAS menjadi tempat kelangsungan daur hidrologi.
Salah satu DAS yang terdapat di Indonesia khususnya Jawa Barat adalah DAS
Citarum. Secara hidrologis, DAS Citarum memiliki curah hujan rata-rata 2.300
mm/tahun, atau debit alirannya mencapai 5,7 milyar m3/tahun. Di DAS Citarum
terdapat sangat banyak mata air, di Citarum Hulu saja mempunyai sekitar 400 buah
mata air. Berbagai sumber air permukaan baik mata air atau juga badan sungai serta
air tanah dangkal banyak dimanfaatkan untuk keperluan domestik, pertanian,
perikanan atau juga industri (Puslitbang SDA, 2002).
Sebagai wujud dari pemeliharaan kualitas lingkungan, maka perlu dilakukan
pengelolaan DAS yang ada. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012
menyatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengatur
hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia didalam DAS dan
segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
1
2
Pengelolaan DAS bertujuan untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki yang rusak
pada DAS.
Berbicara mengenai DAS, melalui laman berita CNN Indonesia menyatakan
bahwa terdapat perusahaan yang membuang limbah B3 pada DAS Citarum.
Berdasarkan kasus tersebut, terdapat perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung,
masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara
ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Namun belum diketahui pasti
perusahaan/industri yang melakukan hal tersebut.
Pembuangan limbah B3 ilegal juga diindikasikan dilakukan sejumlah pabrik
yang berada di Purwakarta melalui sungai. Saat ini banyak aktivitas pertambangan
batubara yang telah dilaksanakan sehingga semakin banyak produksi Limbah (B3)
yang dihasilkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, yang dimaksud
dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Perusahaan yang
sengaja membuang limbah tersebut sebenarnya mengantongi izin dari KLHK
sehingga dapat diasumsikan bahwa perusahaan/industri tersebut telah
menyalahgunakan izin tersebut untuk melakukan suatu tindakan yang dapat
mencemari lingkungan terutama di sekitar DAS Citarum.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, yang dimaksud dengan pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya. Pencemaran yang dimaksudkan adalah berdasarkan kasus tersebut
terdapat limbah B3 berupa batu bara yang berada di tepi sungai dan dalam keadaan
yang tercecer. Asumsinya adalah ketika suatu zat atau bahan kimia tersebut telah
terlepas dari penutup atau pengawasannya, maka dapat mengontaminasi yang ada
disekitarnya termasuk DAS Citarum ini.
Padahal pada sungai Citarum ini terdapat 3 (tiga) waduk besar yaitu Waduk
Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Dimana dari setiap waduk ini tentunya
memiliki kegunaan atau fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana analisa permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum ?
2. Bagaimana keterkaitan permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum dengan
perspektif bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Promosi Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan
Epidemiologi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui analisa permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
B. Limbah
1. Definisi Limbah
Menurut Widjajanti (2009) limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang dikenal
sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa
anorganik dengan konsetrasi dan kuantitas tertentu. Kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan tertutama bagi kesehatan manusia
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
2. Karakteristik Limbah
Limbah dapat dikenali berdasarkan karakteristiknya, adapun karakteristik limbah
adalah sebagai berikut (Kristanto, 2004) :
a. Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada
yang kasar dan ada yang halus. Berwarna keruh dan suhu tinggi
b. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah terbakar,
mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat,
mudah membusuk dan lain – lain.
c. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang
berarti, namun dalam jangka panjang dapat berakibat fatal terhadap
lingkungan.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada
jenis dan karakteristik limbah. Diantara berbagai jenis limbah, ada yang bersifat
beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3).
Limbah secara umum memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Berukuran mikro, yaitu limbah memiliki ukuran kecil atau partikel – partikel
kecil yang masih dpaat dilihat manusia
b. Bersifat dinamis, dimana limbah selalu bergerak sesuai dengan lingkungan
sekitarnya
c. Penyebarannya berdampak luas, yaitu dampak yang ditimbulkan oleh limbah
pada lingkungan dan manusia efeknya beragam
d. Berdampak jangka panjang, yaitu dapat menimbulkan dampak yang cukup
lama di wiilayah yang terkontaminasi.
8
3. Jenis Limbah
Berdasarkan wujud atau karakteristiknya, limbah dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu sebagai berikut (Kristanto, 2004):
a. Limbah cair
b. Limbah padat
c. Limbah gas dan partikel
Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu sebagai
berikut (Zulkifli, 2014) :
a. Limbah domestik atau rumah tangga adalah limbah yang berasal dari kegiatan
pemukiman penduduk atau rumah tangga dan kegiatan usaha seperti pasar,
restoran, gedung perkantoran dan sebagainya
b. Limbah industri adalah merupakan sisa atau buangan dari hasil proses industri
c. Limbah pertanian adalah limbah pertanian yang berasal dari daerah atau
kegiatan pertanian maupun perkebunan
d. Limbah pertambangan adalah limbah pertambangan yang berasal dari kegiatan
pertambangan
e. Limbah pariwisata adalah limbah – limbah yang berasal dari sarana pariwisata
atau objek wisata
f. Limbah medis adalah limbah yang berasal dari dunia kesehatan atau limbah
medis mirip dengan sampah domestik pada umumnya.
4. Dampak dan Efek Limbah
Dampak atau efek yang ditimbulkan dari limbah antara lain adalah sebagai berikut
(Sugiharto, 1987) :
a. Gangguan terhadap kesehatan
Limbah sangat berbahaya bagi manusia karena terdapat banyak bakteri
pathogen dan dapat menjadi media penular penyakit. Selain itu limbah juga
dapat mengandung bahan beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi
serta bahan yang mudah terbakar.
b. Gangguan terhadap kehidupan biotik
Banyak zat yang terkandung didalam limbah menyebabkan kadar oksigen
terlarut dalam air menurun sehingga kehidupan di dalam air yang
membutuhkan oksigen akan terganggu. Temperatur limbah yang tinggi juga
dapat menyebabkan kematian organisme air. Kematian bakteri akan
menyebabkan penjernihan limbah menjadi terhambat dan sukar diuraikan
9
C. Limbah B3
1. Definisi Limbah B3
Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, yang dimaksud dengan
limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan,
apapun jenis sisa bahannya. Limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat atau
kombinasi dari limbah padat yang karena jumlah, konsentrasinya, sifat fisik, kimia
maupun yang bersifat infeksi yang dapat menyebabkan kematian dan penyakit
yang tidak dapat pulih, yang substansinya dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia atau lingkungan dikarenakan pengelolaan yang tidak tepat, baik itu
penyimpanan, transportasi, ataupun dalam pembuangannya.
Pengelolaan limbah B3 yang tidak tepat dengan volume yang sangat besar
dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti
proses pengangkutan bahan dan jaring – jaring rantai makanan. Mengingat
besarnya risiko yang ditimbulkan maka diperlukan pengelolaan secara
menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
10
E. Diagram Fishbone
Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode untuk
menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau kondisi. Sering juga diagram ini
disebut dengan diagram sebab – akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah
Professor Kaoru Ishikawa, seorang ilmuwan Jepang yang juga alumni teknik kimia
Universitas Tokyo, pada tahun 1943. Sehingga sering juga disebut dengan diagram
Ishikawa. Diagram fishbone digunakan untuk :
1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu permasalahan
2. Mendapatkan ide – ide yang dapat memberikan solusi untuk pemecahan suatu
masalah
3. Membantu dalam pencarian dan penyelidikan fakta lebih lanjut
Fungsi dasar diagram fishbone adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi
penyebab – penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian
memisahkan akar penyebabnya. Diagram fishbone sendiri banyak digunakan untuk
membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah dan membantu
menemukan ide-ide untuk solusi suatu masalah. Dalam membuat diagram fishbone,
ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni :
1. Mengidentifikasi masalah
Identifikasi masalah yang sebenarnya sedang dialami. Masalah utama yang terjadi
kemudian digambarkan dengan bentuk kotak sebagai kepala dari fishbone
diagram. Masalah yang diidentifikasi yang akan menjadi pusat perhatian dalam
proses pembuatan fishbone diagram.
2. Mengidentifikasi faktor – faktor utama masalah
Dari masalah yang ada, maka ditentukan faktor – faktor utama yang menjadi
bagian dari permasalahan yang ada. Faktor-faktor ini akan menjadi penyusun
“tulang” utama dari fishbone diagram. Faktor ini dapat berupa sumber daya
manusia, metode yang digunakan, cara produksi, dan lain sebagainya.
3. Menemukan kemungkinan penyebab dari setiap faktor
Dari setiap faktor utama yang menjadi pangkal masalah, maka perlu ditemukan
kemungkinan penyebab. Kemungkinan – kemungkinan penyebab setiap faktor,
akan digambarkan sebagai “tulang” kecil pada “tulang” utama. Setiap
kemungkinan penyebab juga perlu dicari tau akar penyebabnya dan dapat
digambarkan sebagai “tulang” pada tulang kecil kemungkinan penyebab
13
ANALISIS MASALAH
A. Artikel Permasalahan
Judul : “Walhi Masih Temukan Perusahaan Buang Limbah B3 ke DAS Citarum”
Sumber : Berita online CNN Indonesia Minggu, 03/02/2019 04:05 WIB
Salah satu titik di Daerah Aliran Sungai Citarum. (Anadolu Agency/Eko Siswono
Toyudho)
14
15
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Info terbaru memang limbah B3 itu
banyak dibuang di Karawang," kata Dadan. Dadan menerangkan pembuangan limbah
B3 maupun medis sebenarnya sudah diatur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang
pengelolaan limbah B3. Dan, izin pengelolaan dan penyimpangan ini harus datang
dari KLHK, termasuk limbah medis. "Limbah bahan berbahaya beracun itu bisa
timbul dari industri tekstil dan kulit pengolahan, karet dan lain-lain," kata Dadan.
Lebih lanjut ia mengatakan pembuangan limbah B3 ilegal juga diindikasikan
dilakukan sejumlah pabrik yang berada di Purwakarta melalui sungai. Pihaknya
menduga perusahaan yang sengaja membuang limbah tersebut sebenarnya
mengantongi izin dari KLHK.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah B3 KLHK, Rosa Vivien
Ratnawati mengatakan sosialisasi pengelolaan limbah B3 menggunakan Online Single
Submission (OSS) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. "Dalam peraturan OSS,
untuk pengelolaan limbah B3 terbagi menjadi dua perizinan, untuk penghasil limbah
B3 itu dinamakan izin operasional pengelolaan limbah B3, sementara kalau untuk jasa
pengolah limbah B3 itu izin usaha jasa," ujar Rosa. Rosa mengatakan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengedepankan pengurangan dan pemanfaatan
limbah atau bagaimana limbah B3 itu bukanlah sesuatu yang dibuang namun lebih
baik dimanfaatkan, seperti menjadi batu bata, sumber energi untuk menjalankan
proses produksi.
Pemerintah sendiri diketahui tengah menggalakkan program Citarum Harum
yang bertujuan untuk memulihkan kondisi sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut.
Program itu sendiri telah digalakkan sejak awal tahun lalu. Program Citarum Harum
itu dicetuskan pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Pada 21 Agustus 2018, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan memastikan
penegakan hukum (enforcement) akan dilakukan terhadap industri yang membuang
limbah sembarangan ke DAS Citarum pada 2019. Hal itu dilakukan sebagai tindak
lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum.
Saat itu, Luhut mengungkapkan dari sekitar 3.400 perusahaan yang berada di
DAS Citarum baru sekitar 20 persen yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Upaya penegakan hukum salah satunya berupa perintah relokasi usaha.
16
B. Analisis Masalah
Wilayah Sungai Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan terpanjang di
Propinsi Jawa Barat. Wilayah Sungai ini meliputi 5 DAS yaitu DAS Citarum, DAS
Cipunegara, DAS Cilamaya, DAS Cilalanang dan DAS Ciasem. Secara administratif,
wilayah sungai Citarum melalui 9 Kabupaten yang meliputi Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, sebagian Kabupaten Sumedang, sebagian Kabupaten Cianjur, sebagian
Kabupaten Bekasi, sebagian Kabupaten Indramayu, serta 3 Kota yakni Kota Bandung,
Kota Bekasi dan Kota Cimahi. Secara geografis sungai Citarum terletak di : 106° 5
1'36" - 107°° 51' BT dan 7° 19' - 6° 24' LS. Jumlah Penduduk di sekitar sungai
Citarum adalah 15.303.758 jiwa (Data BPS 2009) dan dengan sekitar lebih dari 1.000
industri yang sekaligus sebagai sumber pencemaran paling dominan (Wangsaatmaja,
2005). Kondisi pencemaran air ini semakin bertambah secara tak terkendali dari tahun
ke tahun dan menimbulkan berbagai macam permasalahan. Sungai ini bermula dari
mata air di Gunung Wayang (Kabupaten Bandung) melewati Kabupaten
Bandung/Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Karawang/Bekasi dan bermuara di Muara Gembong, Laut Jawa
Berdasarkan berita online CNN Indonesia diatas, Permasalahan yang ada di
Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa barat adalah adanya temuan berupa limbah B3
batubara dari perusahaan di majalaya Kabupaten Bandung secara ilegal. Selain itu di
beberapa wilayah seperti di Cirebon, Karawang, dan Purwakarta juga terdapat temuan
limbah B3. Namun dari info terbaru yang ada, limbah B3 ini banyak dibuang di
bagian hilir yaitu di daerah Karawang. Limbah bahan berbahaya beracun bisa timbul
dari industri tekstil dan kulit pengolahan, karet dan lain-lain. Walhi jawa barat
menduga pihak yang sengaja membuang limbah B3 ini adalah dengan modus
penyalahgunaan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
selain itu dari sekitar 3.400 perusahaan yang berada di DAS Citarum baru sekitar 20
persen yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dampak dari
pembuangan limbah berbahaya ini jelas akan sangat merugikan bagi kehidupan
masyarakat, mulai dari mencium bau yang tidak sedap hingga merusak kualitas pada
sektor pertanian di sekitar Citarum. Beberapa masyarakat sekitar sungai juga
merasakan dampak langsung seperti penyakit kulit dan penyakit pernapasan karena
zat yang terhirup ke pernapasan masyarakat.
17
konflik sosial, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian dari industri itu
sendiri juga risiko terkena tuntutan akibat pembuangan limbah berbahaya
sembarangan. Selain itu, kurangnya pengawasan dari Dinas Lingkungan Hidup
juga menjadi salah satu pemicu pencemaran limbah B3 di DAS oleh industry
setempat.
2. Material
Tidak adanya pemanfaatan Limbah B3 batu bara yang dilakukan oleh pelaku
industry, sehingga langsung disalurkan ke sungai. Tidak adanya pemanfaatan
limbah tersebut mungkin saja karena pelaku industry tidak bisa mengantongi izin
pemanfaatan. Selain itu bahan-bahan dan alat lainnya yang digunakan untuk
pemanfaatan limbah yang tersedia sangat terbatas maka dari itu, besar
kemungkinan untuk pelaku usaha langsung membuang atau menyalurkan limbah
B3 di DAS Citarum.
3. Money
Kurangnya alokasi dana untuk program pengolahan pencemaran B3 di sungai.
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, maka pemerintah
daerah berwenang untuk mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab dalam memelihara kelestariannya. Tetapi,
karena tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air yang sudah
tercemar dengan limbah B3 hal ini menjadi kendala besar yang dihadapi oleh
pemerintah. Oleh karenanya langkah terbaik adalah dilakukan pencegahan dengan
menerapkan peraturan serta menerapkan sanksi yang sudah jelas termuat dalam
aturan.
4. Machine
Tidak/belum tersedianya alat khusus untuk penanganan limbah B3 di area
pabrik/perusahaan industri yang menghasilkan limbah B3 sehingga pelaku usaha
industry menyalurkan hasil limbahnya ke DAS. Dilansir dari berita CNN sekitar
3.400 perusahaan yang berada di DAS Citarum baru sekitar 20 persen yang
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Mengingat sifatnya yang
berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan dengan seksama,
sehingga setiap orang atau pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pengelolaan
limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan dan penimbunan. Untuk memastikan pengelolaan limbah B3
19
Jika dikaitkan dengan bidang Promosi Kesehatan, hal ini dapat ditinjau melalui
perilaku dari para pemilik perusahaan atau industri penghasil limbah B3 yang
mengesampingkan bentuk dari perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan yang
dimaksudkan adalah bagaimana efek atau dampak yang dapat ditimbulkan baik pada
kesehatan manusia maupun pada kesehatan lingkungan akibat dari pencemaran
20
Kandungan gizi yang semula cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, menjadi
berkurang dan malah terkontaminasi dengan zat – zat berbahaya yang bersumber dari
limbah B3. Sehingga diperlukan kewaspadaan masyarakat mengenai makanan yang
dikonsumsi untuk kebutuhannya.
BAB IV
PEMBAHASAN
22
23
menjadi kumuh, masyarakat akan kekurangan air bersih, serta akan membahayakan
kehidupan ikan yang hidup di sungai.
Nyatanya, pencemaran yang diakibatkan oleh industri ini merupakan penyebab
dari pencemaran yang mudah untuk diawasi karena kontribusi oleh industri sekitar ini
memerlukan izin, sehingga sebenarnya dapat dicegah dan diawasi agar para pemilik
industri dapat mengelola terlebih dahulu sisa dari perindustriannya sampai menjadi
aman jika di alirkan pada sungai. Hanya sekitar 20% industri di daerah aliran sungai
Citarum yang mengelola limbahnya dengan baik, selebihnya langsung membuang sisa
limbah mereka tanpa diolah terlebih dahulu dan langsung membuangnya ke sungai
Citarum sehingga menyebabkan pencemaran ini.
Akibat dari pencemaran ini warga sekitar berpendapat bahwa turunnya kualitas air
sehingga para warga membeli air untuk di konsumsi. Dapat dilihat dari kerugian
ekonomi yang diakibat dari pencemaran sungai Citarum ini karena kurangnya
pengawasan dari para penegak hukum dan juga kurang efektifnya pemerintah
Indonesia dalam pencegahan terhadap pencemaran bahan kimia yang berbahaya dan
beracun dari industri ke dalam lingkungan masyarakat. Dan juga dapat dilihat bahwa
masih banyaknya industri yang tidak bertanggung jawab terhadap limbah yang
dihasilkannya.
Membuat kebijakan terkait dengan pelarangan membuang sampah dan limbah
secara langsung ke sungai diperlukan untuk terus menjaga dan melindungi sungai
agar tidak tercemar dan juga pemerintah harus bertindak secara tegas kepada
perusahaan atau industri yang yang membuang limbah pabrik langsung ke sungai
tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Limbah bahan berbahya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain. (PP. No. 18 th. 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun)
Mengingat besarnya resiko yang dapat ditimbulkan, maka perlu diupayakan suatu
kegiatan pengelolaan bahan/limbah B3 yang terpadu dan berkesinambungan dimana
unsur manajemen akan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem
pengelolaan yang dimaksud. Pengelolaan bahan/limbah B3 harus dimulai sejak masih
25
dalam bentuk bahan baku, selama proses produksi, proses terbentuknya limbah
sampai pengolahan limbah dan penimbunan akhir dari sisa hasil pengolahan limbah
B3. Dengan sistem pengelolaan seperti itu, maka semua pihak yang berhubungan
dengan bahan/limbah B3 (produsen, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, pengolah,
penimbun) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat untuk dipisahkan dan setiap
ada pemindah tanganan atau pemindahan lokasi limbah antar pihak atau lokasi harus
disertai dengan dokumen limbah B3 yang diberikan pada waktu penyerahan limbah.
Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh serta
dikaksanakan bersama – sama dengan melibatkan Bapedal (Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan), Pemda (Pemerintah Daerah) dan Badan Usaha. Badan Usaha
mana yang harus/wajib ikut dalam program pengendalian B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) harus mempunyai kriteria yang jelas atau dalam proses penentuannya jelas.
Setelah suatu Badan Usaha ditetapkan sebagai peserta program pengendalian B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun), maka perlu dibuat suatu kesepakatan bersama untuk
melakukan pengelolaan limbah B3.
Perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung merupakan sektor industri yang
masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara
ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Untuk menghindari terjadinya pencemaran
yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan suatu sistem yang baik untuk
melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah industri, terutama limbah B3-nya.
Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan
berdasarkan ketentuan – ketentuan yang berlaku sesuai Peraturan Pemerintah dan
Keputusan Kepala Bapedal yang mengatur tentang pengelolaan limbah B3.
dan menciptakan ekosistem yang bersifat menguntungkan diantara dua belah pihak
antara manusia dan lingkungan.
Dalam ekosistem ini akan terjadi interaksi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Termasuk juga dalam ekosistem Daerah
Aliran Sungai. Berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai, keseimbangan ekosistem
didalamnya harus selalu terjaga untuk memberikan respon positif yang saling
berhubungan. Misalnya adalah manusia memiliki pengaruh dalam lingkungan, dalam
kesatuan ekosistem sebenarnya manusia memiliki kedudukan sebagai bagian dari
unsur – unsur lain yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia tentunya akan
memerlukan air sebagai bagian dari kebutuhannya. Dan air ini salah satunya didapat
melalui Daerah Aliran Sungai yang dekat dengan pemukiman.
Air dalam Daerah Aliran Sungai menjadi komponen penting dalam kehidupan
manusia. Jika dalam Daerah Aliran Sungai terjadi hal yang tidak diinginkan misalnya
pencemaran, maka akan berdampak terhadap ketidakseimbangan ekosistem yang ada
didalamnya. Seperti dalam kasus yang diangkat dalam berita CNN Indonesia,
mengenai temuan perusahaan yang membuang limbah B3 di DAS Citarum.
Dalam kasus ini Walhi atau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat
menemukan perusahaan yang masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) berupa limbah batu bara ke Daerah Aliran Sungai Citarum. Limbah batu bara ini
ditemukan secara tercecer dan terletak dipinggir sungai.
Perlu diketahui bahwa limbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun
merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan
lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (PP No. 101 Tahun 2014).
Apabila limbah B3 ini masuk dan mengontaminasi aliran air yang terdapat di DAS
Citarum maka dapat merusak ekosistem yang ada atau membahayakan lingkungan
perairan maupun manusia yang memanfaatkan air yang ada di DAS Citarum tersebut.
Termasuk selain limbah B3 juga limbah medis memiliki efek atau dampak yang
sama terhadap pencemaran DAS Citarum. Beberapa dampak yang dapat muncul
akibat pencemaran limbah B3 di DAS Citarum sebagai berikut :
1. Terganggunya kehidupan organisme air pada DAS Citarum
27
Pada efek yang akut, para pasien itai – itai disease merasakan rasa sakit luar biasa
akibat keracunan kadmium selama akhir sisa umurnya. Banyak pula kasus
meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengonsumsi air sungai
Jinzu serta memakan beras yang diirigasi oleh sungai tersebut (Nogawa dan
Suwazono, 2011).
4. Terganggunya estetika lingkungan.
Estetika lingkungan berkaitan dengan terjaganya ekosistem lingkungan dalam
hal ini aliran DAS Citarum. Apabila pada DAS tersebut ditemukan pencemaran,
maka dapat menganggu sifat alami dari lingkungan tersebut dan tentunya
keindahan pemandangan di sekitar DAS Citarum.
Dari beberapa dampak yang telah disebutkan diatas, sebagai manusia tentunya
perlu untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada untuk
digunakan sebagai mana mestinya sebagai hubungan timbal balik. Apabila ditilik
pada kasus pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum, penting bahwa untuk
dilakukan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada beberapa
perusahaan/industri yang memiliki usaha atau kegiatan yang memiliki dampak bagi
lingkungan. Termasuk pada perusahaan yang memiliki buangan akhir limbah B3
tentunya memerlukan AMDAL karena memiliki proses atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pada kasus tersebut menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah B3 KLHK,
Rosa Vivien Ratnawati, telah dilakukan sosialisasi pengelolaan limbah B3
menggunakan Online Single Submission (OSS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik. Menurut Rosa, KemenLHK mengedepankan pengurangan dan
pemanfaatan limbah B3 misalnya menjadi batu bata, sumber energi untuk
menjalankan proses produksi.
Pemanfaatan limbah B3 sendiri telah dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3. Dimana dalam peraturan
tersebut pemanfaatan limbah B3 merupakan kegiatan penggunaan kembali, daur
ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah limbah B3
menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong,
dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Sehingga
dalam kasus tersebut, seharusnya pihak perusahaan/industri yang menghasilkan
buangan limbah B3 ini mengetahui bagaimana memanfaatkan atau mendaur ulang
29
limbah B3 tersebut menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia dan lingkungan serta
lebih mengacu kepada peraturan yang telah ditetapkan tersebut.
Dengan memanfaatkan limbah B3 ini dan tidak membuangnya pada DAS Citarum
diharapkan dalam lingkup tersebut tercipta suatu kualitas lingkungan atau suatu
keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi
kelangsungan hidup manusia disekitarnya dalam hal ini masyarakat disekitar DAS
Citarum Jawa Barat.
(B3) berupa limbah batu bara ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Jika dikaitkan
dengan perspektif ilmu perilaku dalam promosi kesehatan, perilaku dari pemilik
perusahaan/industri tersebut memiliki perbedaan antara persepsi dan perilaku. Dimana
yang seharusnya persepsi individu memunculkan nilai positif namun hal ini justru
sebaliknya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang dalam
perusahaan/industri ini kurang memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap
sesuatu yang telah dilakukannya. Seharusnya jika suatu perusahaan/industri
menghasilkan buangan limbah terutama limbah berbahaya, maka limbah tersebut
dibuang mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Dan tidak dibuang secara
sembarangan pada DAS Citarum.
Manusia dan lingkungan terintegrasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Sehingga diperlukan suatu upaya penyadaran masyarakat terhadap pentingnya
perilaku masyarakat dengan peningkatan kualitas lingkungan. Perilaku masyarakat
yang peduli terhadap lingkungan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan serta sikap
seseorang. Pengetahuan seseorang secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap
dan perilaku. Pengetahuan menjadi dasar pertimbangan seseorang dalam menentukan
sikap serta perilaku seseorang (Kospa, 2018). Pengetahuan dapat diperoleh di bangku
sekolah. Oleh karena itu hubungan pengetahuan dan tingkat pendidikan sangat erat.
Umumnya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memilki
banyak pengetahuan dibandingkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Selain pada bangku sekolah, saat ini pengetahuan juga dapat diperoleh
melalui pelatihan, seminar, ataupun internet.
Dalam kasus pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum, dapat diasumsikan
bahwa pengetahuan orang dalam perusahaan tersebut kurang dalam artian kurang
memahami dan mengetahui apa dampak atau efek yang akan ditimbulkan apabila
membuang limbah pada aliran air. Selain itu juga, pengetahuan tentang pemanfaatan
kembali limbah B3 juga dirasa masih kurang. Sehingga lebih memilih untuk
membuang sisa limbah B3 tersebut pada DAS Citarum.
Dari segi sikap, dapat dinilai bahwa seseorang dalam perusahaan/industri
cenderung menutup diri atau acuh terhadap apa yang telah dibuat. Hal ini dibuktikan
menurut Walhi bahwa masih ada pihak yang sengaja membuah limbah B3 dan medis
dengan menyalahgunakan izin dari KemenLHK. Berarti pada pihak perusahaan
sendiri pun tidak peduli terhadap dampak apa yang akan ditimbulkan akibat
perbuatannya tersebut.
31
kadar optimum limbah B3 (bata api bekas dan bottom ash) dengan
penambahan zat aditif poolimer untuk menghasilkan kuat tekan beton
maksimal.
c. Pengendalian Teknik
Pengendalian ini bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja
serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Mengganti prosedur
kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi
pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.
Perusahan yang menggunakan bahan kimia beracun atau bahan
berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan terhadap limbahnya.
Setiap perusahaan wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan
Keppres RI Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convenntion on
The Control of Transboundary movements of Hazardous Waste and Their
Disposal.
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia
adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan
batuan yang dalam, di bawah lapisan lapisan air tanah dangkal maupun air
tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu
sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun, tetap ada
kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan
batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.
1) Kolam Penyimpanan (urface Impoundments)
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat
untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat
mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3
akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah
memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun kemungkinan
dalam kolam, ada kebocoran lapisan pelindung dan ikut menguapnya
senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
2) Landfill untuk Limbah B3 (Secruue Landfills)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi.
Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam
drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain
khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landffill ini harus
37
terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah
tercemar oleh limbah dan akibatnya jika dikonsumsi masayarakat akan
mempengaruhi keadaan gizi mereka
c. Faktor Lingkungan/Environment (Fisik, Biologi, Ekonomi)
Faktor lingkungan terdiri dari Lingkungan biologis, fisik, sosial, ekonomi
yang mempunyai pengaruh & peranan yang penting dalam interaksi antara
manusia. Dalam permasalahan DAS Citarum, Hubungan dengan permasalahan
gizi, yaitu: daerah dimana buah-buahan & sayur mayur tidak selalu tersedia,
Tumbuh-tumbuhan atau biota air yang mengandung zat gizi sebagai tempat
bermukim vector contohnya saja sungai yang biasa dibuat untuk memancing
ikan yang mana sebagai kebutuhan pangan masyarakat sekitar sehari-hari.
Akibat tercemar oleh limbah berbahaya maka mereka kini tidak lagi bisa
bergantung pada sungai tersebut yang selanjutnya akan menurunkan ketahanan
pangan dan dampaknya dapat mempengaruhi keadaan gizi masyarakat sekitar
d. Ketersediaan Bahan Makanan Yang Kurang Di Pasaran
Ketersediaan bahan makanan yang kurang ditingkat rumah tangga/individu.
Dalam permasalahan DAS Citarum yang tercemar oleh limbah B3 batubara
akan mempengaruhi ketersediaan pangan dipasaran. Biota air seperti ikan bisa
saja banyak yang mati karena paparan limbah berbahaya tersebut yang mana
selanjutnya akan mempengaruhi daya jual dipasaran. Ketersediaan bahan
makanan di tempat tersebut akan semakin minim dan masyarakat kesulitan
memenuhi pangan yang seharusnya mempunyai kandungan nutrisi yang
cukup. Hal ini berdampak pada masalah gizi mereka.
e. Penyakit Infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun
masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Dalam permasalahan DAS Citarum yang tercemar oleh Limbah B3
batubara akan berisiko tingi terhadap nutrisi balita dan anak anak karena
akibat dari konsumsi ikan yang mengandung limbah B3. Berdasarkan
penelitian Fatimah, dkk (2008), anak yang kurang asupan nutrisinya maka
akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika
41
keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang
berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi
menjadi turun. Kecukupan gizi sangat penting bagi kesehatan anak balita,
dimana seluruh pertumbuhan dan kesehatannya berkaitan erat dengan
masukan makanan yang memadai. Pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal memerlukan makanan yang sesuai dengan balita yang sedang tumbuh.
Pengolahan bahan makan untuk balita disesuaikan dengan umurnya. Ini
dikarenakan setiap balita dalam masa perkembangan kemampuan sistem
pencernaannya berbeda-beda. Upaya untuk mencapai status gizi anak balita
yang baik adalah dengan tercukupi kebutuhan gizi (Proverawati, 2009).
dari makanan karena makanan menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman
dan ikan. Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat
buangan limbah bahan kimia. Dampak pada kesehatan yang ditimbulkan dari
cadmium yaitu adanya kerusakan ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem
susunan saraf dan darah.
4. Cupper (Cu)/Tembaga
Tembaga juga terdapat pada tempat pembuangan limbah bahan berbahaya.
Senyawa tembaga yang larut dalam air akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang
masuk ke dalam tubuh, dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi
ke seluruh tubuh. Dampak terhadap Kesehatan Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr)
penting dalam diet agar manusia tetap sehat. Namun suatu intake tunggal atau
intake perhari yang sangat tinggi dapat membahayakan. Bila minum air dengan
kadar Cu lebih tinggi dari normal akan mengakibatkan muntah, diare, kram perut
dan mual. Bila intake sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan
ginjal, bahkan sampai kematian.
5. Timah Hitam (Pb)
a. Dampak pada Kesehatan
Sekali masuk ke dalam tubuh, timah didistribusikan terutama ke 3 komponen
yaitu :
1) Darah
2) Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak)
3) Jaringan dengan mineral (tulang + gigi)
Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal
mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah
gangguan pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme
Vitamin D dan Kalsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal
secara kronis, dapat menembus placenta sehingga mempengaruhi
pertumbuhan janin.
6. Nickel (Ni)
Salah satu sumber terbesar Ni terbesar di atmosphere berasal dari hasil
pembakaran BBM, pertambangan, penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di
air berasal dari lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air
tanah dekat lokasi landfill. Dampak terhadap Kesehatan Ni dan senyawanya
merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang mengandung Ni-Sulfide
45
mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru dan rongga hidung, dan
mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara.
7. Pestisida
Pestisida banyak digunakan pada sektor pertanian dan perdagangan/ komoditi.
Dampak pada Kesehatan pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat
mengakibatkan keracunan Sistemik dan menghambat enzym Cholinesterase
(Enzim yang mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga mempengaruhi kerja
susunan saraf pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting lainnya
dalam tubuh. Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak
saluran pencernaan, jaringan, dan organ penting lainnya
8. Arsene
Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen, meskipun
bentuk bahan tak diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan tembaga atau
metal lain biasanya melepas arsen inorganik ke udara. Arsen dalam kadar rendah
biasa ditemukan pada kebanyakan fosil minyak, maka pembakaran zat tersebut
menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara Penggunaan arsen terbesar adalah
untuk pestisida.
Pemajanan Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan /
minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus
kemudian masuk ke peredaran darah. Dampak terhadap Kesehatan Arsen
inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat
mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran
makanan, nyeri, mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan
pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan
pembuluh darah, luka di hati dan ginjal.
9. Nitrogen Oxide (NOx)
NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari hasil
pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen. Pemajanan manusia
pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan.Dampak terhadap kesehatan
berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi lemah, sesak nafas, batuk yang
dapat menyebabkan edema pada paru-paru.
10. Sulfur Oxide (SOx)
46
Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan minyak,
industri kimia dan metalurgi.Dampak pada kesehatan berupa keracunan akut
pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx, abdomen
yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena). Tekanan darah
turun drastis.
Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk, rasa
tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada, tekanan darah
rendah dan nadi cepat dan pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit
terbakar
11. Karbonmonoksida (CO)
Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, berasal dari
hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung
rantai karbon (C). Dampak pada kesehatan :
a. Keracunan akut
Terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO yang masuk
kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah membentuk
karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine tidak mempunyai
kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat diperlukan untuk proses
kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena CO
mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar
dari pada oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau
hypoxia, susunan saraf, dan jantung, karena organ tersebut kekurangan
oksigen dan selanjutnya dapat mengakibatkan kematian.
b. Keracunan kronis
Terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar rendah atau
sedang. Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh darah,
gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah. Indonesia Environment Center
(IEC) memberikan solusi kepada anda dan perusahaan bagaimana supaya
lingkungan sekitar tetap sehat dan terjaga dari resiko bahaya Limbah B3.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah Sungai Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan terpanjang di
Propinsi Jawa Barat. Permasalahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa
Barat adalah adanya temuan berupa limbah B3 batubara dari perusahaan di Majalaya
Kabupaten Bandung secara ilegal. Walhi Jawa Barat menduga pihak yang sengaja
membuang limbah B3 ini adalah dengan modus penyalahgunaan izin dari
Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan (KLHK). Pembuangan limbah
berbahaya ini jelas akan sangat merugikan bagi kehidupan masyarakat.
Pencemaran akibat pembuangan limbah B3 yang ada di Daerah Aliran Sungai
Citarum Jawa barat termasuk dalam masalah kesehatan lingkungan yang dapat
dikaitkan dengan berbagai bidang kesehatan masyarakat yaitu promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, administrasi kebijakan kesehatan, epidemiologi, gizi
masyarakat dan juga kesehatan dan keselamatan kerja.
Pada perspektif bidang Promosi Kesehatan berkaitan dengan kurangnya
pemahaman dari para pemilik perusahaan atau industri mengenai pengelolaan limbah
B3 dan dampak dari pencemaran limbah B3 terhadap kesehatan. Bagaimana dari
setiap orang baik pihak perusahaan/industri dan juga masyarakat mengenai
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang memunculkan permasalahan DAS Citarum.
Pada bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, berkaitan dengan adanya
dugaan penyalahgunaan izin dari KLHK terkait dengan pembuangan limbah B3 yang
berdampak pada terganggunya keseimbangan DAS sehingga diperlukan penegakan
peraturan secara tegas dan pengaktifan kembali fungsi manajemen terkait dengan
pengelolaan DAS. Pada bidang ini perlu dikaji bagaimana akar dari suatu
permasalahan DAS hingga memunculkan dampak bagi ekosistem maupun manusia.
Pada bidang Kesehatan Lingkungan, pembuangan limbah B3 pada DAS
Citarum maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air serta terganggunya
ekosistem DAS. Adanya ketidakseimbangan ekosistem pada DAS Citarum maka
memunculkan berbagai dampak negatif baik yang secara langsung maupun tidak
langsung pada makhluk hidup.
47
48
B. Saran
Keterkaitan antara bagian DAS dengan bagian lain perlu menjadi satu
kesatuan wilayah DAS dengan pengelolaan yang terpadu dan mempertimbangkan
aspek kondisi masyarakat. Sehingga harus terdapat keterpaduan dalam proses
perancangan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang yang
mengakomodasikan aspek – aspek peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, kondisi masyarakat, kawasan hulu – hilir, serta
kelestarian lingkungan sepanjang DAS.
Adanya permasalahan pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum seharusnya
menjadi poin penting yang harus segera diselesaikan agar tidak berlarut – larut dan
49
Ali, Sashkia Dewi. 2017. FISHBONE DIAGRAM. SIS Binus University. Diakses pada 24
Jan 2021 pukul 20.16 WIB < https://sis.binus.ac.id/2017/05/15/fishbone-diagram/>
Cahyaningsih, A., & Harsoyo, B. (2010). Distribusi Spasial Tingkat Pencemaran Air di
DAS Citarum. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 11(2), 1. <
https://doi.org/10.29122/jstmc.v11i2.2180>
CNN Indonesia. 2019. Walhi Masih Temukan Perusahaan Buang Limbah B3 ke DAS
Citarum. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 20.24 WIB
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190203004645-20-366029/walhi-masih-
temukan-perusahaan-buang-limbah-b3-ke-das-citarum>
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. 2021. Peraturan Nasional. Diakses pada 23 Jan 2021 pukul 12.13 WIB
<http://pslb3.menlhk.go.id/peraturan-nasional>
Edward Suhendra, P. E. 2013. Potensi Keberadaan Polutan Kloroanilin di Sungai
Citarum Akibat Biotranformasi Pewarna Azo dari Air Limbah Tekstil. Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Eprints UMM. BAB I. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 13.30 WIB
<http://eprints.umm.ac.id/20848/2/7b.pdf>
Eprints UMS. BAB I PENDAHULUAN. Diakses pada 24 Jan 2021 pukul 19.13 WIB.
<http://eprints.ums.ac.id/56444/5/BAB%20I.pdf>
Eprints Undip. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 22.18
WIB <http://eprints.undip.ac.id/55640/4/2b_BAB_Tinjaun_Pustaka.pdf>
Fuady , Zahrul dan Cut Azizah. 2008. Tinjauan Daerah Aliran Sungai Sebagai Sistem
Ekologi Dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. LENTERA : Vol.6, Oktober 2008
Harmiati, dkk. 2018. Implementasi Good Enviromental Governance dalam Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (Das) Bengkulu. Bengkulu. Jurnal Ilmu Pemerintahan:
Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah Volume 3– Nomor 2, Oktober2018,
(Hlm 136-148) Submission: 8-9-2018; Revision: 14-10-2018; Published: 30-10-2018
Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip
Imansyah, Muhammad Fadhil. 2012. Studi Umum Permasalahan Dan Solusi Das Citarum
Serta Analisis Kebijakan Pemerintah. Jurnal Sosioteknologi Edisi 25 Tahun 11,
April 2012.
50
51