Anda di halaman 1dari 54

LITERATURE REVIEW MASALAH MASYARAKAT DAS

“ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH B3 DI DAERAH ALIRAN


SUNGAI CITARUM”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Masyarakat Daerah Aliran Sungai (DAS)
Dosen Pengampu :
1. Ibu Gerardin Ranind Kirana, S.KM., M.P.H.
2. Ibu Marianingsih, S.KM., M.Kes.
3. Ibu Ningsih Dewi Sumaningrum, S.KM., M.K.K.K.
4. Ibu Oktovina Rizky Indrasari, S.KM., M.Kes.
5. Ibu Pebrianty, S.KM., M.Kes.
6. Ibu Vivien Dwi Purnamasari, S.KM., M.Kes.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2 / KELAS A
1. Devy Fitriya Sari (10318011) 5. Linda Nur Sabila (10318028)
2. Dita Meylinda H. (10318012) 6. Mifaul Ammalia (10318032)
3. Gayuh Sri Kuncoro (10318020) 7. Muhammad Yudha (10318028)
4. Happy Yola Mareta (10318022)

SEMESTER 5/ TINGKAT 3
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas literatur
review masalah masyarakat DAS yang berjudul “ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH B3
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM” ini tepat pada waktunya. Adapaun tujuan dari
penulisan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Masyarakat Daerah
Aliran Sungai. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
permasalahan limbah B3 pada masyarakat di daerah aliran sungai.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Marianingsih, S.KM., M.Kes. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ekologi Masyarakat Daerah Aliran Sungai yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis.
Kami menyadari, tugas yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dapat menyempurnakan tugas ini.

Kediri, 24 Januari 2021

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
A. Daerah Aliran Sungai (DAS)..........................................................................................5
B. Limbah............................................................................................................................7
C. Limbah B3.......................................................................................................................9
D. Peraturan Perundang – Undangan yang Berkaitan dengan Limbah B3 dan Pengelolaan
DAS......................................................................................................................................11
E. Diagram Fishbone.........................................................................................................12
BAB III ANALISIS MASALAH.............................................................................................14
A. Artikel Permasalahan....................................................................................................14
B. Analisis Masalah...........................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................22
A. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Administrasi
Kebijakan Kesehatan (AKK)................................................................................................22
B. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan Lingkungan
25
C. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Promosi Kesehatan. .29
D. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja................................................................................................................33
E. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Gizi Masyarakat.......38
F. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Epidemiologi...........41
BAB V PENUTUP...................................................................................................................47
A. Kesimpulan...................................................................................................................47
B. Saran..............................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................50
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sangat berlimpah dalam ketersediaan air. Jika dibuat rata-rata setiap
jiwa penduduk Indonesia memiliki kelimpahan air 4 kali lipat dari pada penduduk di
negara Asia lainnya. Mengingat pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh,
terpadu dan berwawasan lingkungan hidup merupakan masalah yang kompleks dan
melibatkan semua pihak, baik sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, maka
tidak dapat dihindari perlunya upaya bersama untuk mulai mempergunakan
pendekatan one river, one plan and one integrated management. Keterpaduan dalam
perencanaan, kebersamaan dalam pelaksanaan dan kepedulian dalam pengendalian
sudah waktunya diwujudkan.
DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan sungai
dan anak – anak sungainya, yang berfungsi manampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami.
Pada dasarnya DAS merupakan satu kesatuan hidrologi. DAS penampung air,
mendistribusikan air yang tertampung lewat suatu sistem saluran dari hulu ke hilir,
dan berakhir di suatu tubuh air berupa danau atau laut. Barsama dengan atmosfir dan
laut (atau danau), DAS menjadi tempat kelangsungan daur hidrologi.
Salah satu DAS yang terdapat di Indonesia khususnya Jawa Barat adalah DAS
Citarum. Secara hidrologis, DAS Citarum memiliki curah hujan rata-rata 2.300
mm/tahun, atau debit alirannya mencapai 5,7 milyar m3/tahun. Di DAS Citarum
terdapat sangat banyak mata air, di Citarum Hulu saja mempunyai sekitar 400 buah
mata air. Berbagai sumber air permukaan baik mata air atau juga badan sungai serta
air tanah dangkal banyak dimanfaatkan untuk keperluan domestik, pertanian,
perikanan atau juga industri (Puslitbang SDA, 2002).
Sebagai wujud dari pemeliharaan kualitas lingkungan, maka perlu dilakukan
pengelolaan DAS yang ada. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012
menyatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengatur
hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia didalam DAS dan
segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

1
2

Pengelolaan DAS bertujuan untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki yang rusak
pada DAS.
Berbicara mengenai DAS, melalui laman berita CNN Indonesia menyatakan
bahwa terdapat perusahaan yang membuang limbah B3 pada DAS Citarum.
Berdasarkan kasus tersebut, terdapat perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung,
masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara
ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Namun belum diketahui pasti
perusahaan/industri yang melakukan hal tersebut.
Pembuangan limbah B3 ilegal juga diindikasikan dilakukan sejumlah pabrik
yang berada di Purwakarta melalui sungai. Saat ini banyak aktivitas pertambangan
batubara yang telah dilaksanakan sehingga semakin banyak produksi Limbah (B3)
yang dihasilkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, yang dimaksud
dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Perusahaan yang
sengaja membuang limbah tersebut sebenarnya mengantongi izin dari KLHK
sehingga dapat diasumsikan bahwa perusahaan/industri tersebut telah
menyalahgunakan izin tersebut untuk melakukan suatu tindakan yang dapat
mencemari lingkungan terutama di sekitar DAS Citarum.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, yang dimaksud dengan pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya. Pencemaran yang dimaksudkan adalah berdasarkan kasus tersebut
terdapat limbah B3 berupa batu bara yang berada di tepi sungai dan dalam keadaan
yang tercecer. Asumsinya adalah ketika suatu zat atau bahan kimia tersebut telah
terlepas dari penutup atau pengawasannya, maka dapat mengontaminasi yang ada
disekitarnya termasuk DAS Citarum ini.
Padahal pada sungai Citarum ini terdapat 3 (tiga) waduk besar yaitu Waduk
Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Dimana dari setiap waduk ini tentunya
memiliki kegunaan atau fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
3

manusia/masyarakat sekitarnya dan juga menyeimbangkan ekosistem lingkungan.


Misalnya adalah Waduk Jatiluhur merupakan waduk serbaguna dan tertua diantara
ketiga waduk yang ada di sungai Citarum sebagai pasok air baku bagi PDAM di
Jakarta, air baku industri, irigasi, perikanan, PLTA, penggelontoran, pengendali banjir
dan sarana rekreasi. Apabila terdapat pencemaran yang terjadi pada aliran air di
sepanjang DAS Citarum ini tentunya dampak negatif yang ditimbulkan sudah dapat
digambarkan. Berbagai macam dampak negatif salah satunya adalah pencemaran air
dan kemungkinan terburuknya adalah terganggunya kesehatan manusia.
Kemudian dalam berita tersebut juga disebutkan bahwa pemerintah tengah
menggalakkan program Citarum Harum yang bertujuan untuk memulihkan kondisi
sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut. Program itu sendiri telah digalakkan sejak
awal tahun lalu. Program Citarum Harum itu dicetuskan pemerintah melalui
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Dari sekitar 3.400 perusahaan yang
berada di DAS Citarum baru sekitar 20% yang memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Bisa dilihat bahwa hanya 20% perusahaan yang memiliki IPAL,
sedangkan sisanya memiliki risiko untuk membuang limbah yang dihasilkan secara
langsung tanpa melewati proses yang seharusnya dilakukan. Sehingga risiko
pencemaran pada badan air pun semakin besar.
Berkaitan dengan permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum, sebenarnya
dapat dilihat dalam berbagai perspektif. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
bagaimana keterkaitan antara permasalahan limbah B3 dengan perspektif kesehatan
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana analisa permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum ?
2. Bagaimana keterkaitan permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum dengan
perspektif bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Promosi Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan
Epidemiologi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui analisa permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum
4

2. Untuk mengetahui keterkaitan permasalahan limbah B3 pada DAS Citarum


dengan perspektif bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Promosi Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, dan Epidemiologi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Aliran Sungai (DAS)


1. Definisi DAS
Daerah Aliran Sungai atau DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas alam seperti punggung bukit – bukit atau gunung, maupun batas batuan,
seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi
kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet) (Suprin, 2002).
Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan Daerah
aliran sungai (DAS), menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak – anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS bukan hanya merupakan badan
sungai, tetapi satu kesatuan seluruh ekosistem yang ada didalam pemisah
topografis. Pemisah topografis di darat berupa daerah yang paling tinggi biasanya
punggung bukit yang merupakan batas antara satu DAS dengan DAS lainnya.
2. Pembagian Wilayah DAS
Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya menjadi tiga
bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir. Menurut Asdak (2010) dalam
pembagian DAS adalah sebagai berikut :
a. Daerah Hulu
Secara biogeofisik, daerah hulu dicirikan sebagai berikut : merupakan daerah
konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan
daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan
jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.
b. Daerah Tengah
Merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS daerah
hulu dan daerah hilir.
c. Daerah Hilir

5
6

Merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan


daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang
dari 8%), beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi dan jenis vegetasi didominasi
tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan
bakau/gambut.
3. Ketidakseimbangan DAS
DAS merupakan suatu megasistem yang kompleks, meliputi sistem fisik
(physical systems), sistem biologis (biological systems), dan sistem manusia
(human systems). Dimana pada setiap sistem dan sub – sub sistem didalamnya
saling berinteraksi, peranan tiap – tiap komponen dan hubungan antar komponen
sangat menentukan kualitas ekosistem DAS.
Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh
komponen lainnya dengan sifat dampak berantai. Keseimbangan ekosistem akan
terjamin apabila kondisi timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan
optimal (Kartodihardjo, 2008 dalam Setyowati dan Suharini, 2011).
Fungsi DAS diantaranya adalah mempertahankan kuantitas air,
mempertahankan kualitas air, dan mempertahankan kestabilan tanah. Apabila
fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi akan terganggu,
penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya sangat berkurang,
atau memiliki aliran permukaan (run off) yang tinggi. Vegetasi penutup dan tipe
penggunaan lahan akan kuat mempengaruhi aliran sungai, sehingga adanya
perubahan penggunaan lahan akan berdampak pada aliran sungai.
Fluktuasi debit sungai yang sangat berbeda antara musim hujan dan kemarau,
menandakan fungsi DAS yang tidak bekerja dengan baik. Indikator kerusakan
DAS dapat ditandai dengan perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya
frekuensi kejadian banjir (puncak aliran) dan meningkatnya proses erosi dan
sedimentasi serta menurunnya kualitas air (Mawardi, 2010). Sucipto (2008)
menyatakan bahwa upaya pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara optimal
melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.
7

B. Limbah
1. Definisi Limbah
Menurut Widjajanti (2009) limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang dikenal
sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara
kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa
anorganik dengan konsetrasi dan kuantitas tertentu. Kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan tertutama bagi kesehatan manusia
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
2. Karakteristik Limbah
Limbah dapat dikenali berdasarkan karakteristiknya, adapun karakteristik limbah
adalah sebagai berikut (Kristanto, 2004) :
a. Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada
yang kasar dan ada yang halus. Berwarna keruh dan suhu tinggi
b. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah terbakar,
mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor yang kuat,
mudah membusuk dan lain – lain.
c. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang
berarti, namun dalam jangka panjang dapat berakibat fatal terhadap
lingkungan.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada
jenis dan karakteristik limbah. Diantara berbagai jenis limbah, ada yang bersifat
beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Limbah B3).
Limbah secara umum memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Berukuran mikro, yaitu limbah memiliki ukuran kecil atau partikel – partikel
kecil yang masih dpaat dilihat manusia
b. Bersifat dinamis, dimana limbah selalu bergerak sesuai dengan lingkungan
sekitarnya
c. Penyebarannya berdampak luas, yaitu dampak yang ditimbulkan oleh limbah
pada lingkungan dan manusia efeknya beragam
d. Berdampak jangka panjang, yaitu dapat menimbulkan dampak yang cukup
lama di wiilayah yang terkontaminasi.
8

3. Jenis Limbah
Berdasarkan wujud atau karakteristiknya, limbah dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu sebagai berikut (Kristanto, 2004):
a. Limbah cair
b. Limbah padat
c. Limbah gas dan partikel
Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dibagi menjadi lima jenis, yaitu sebagai
berikut (Zulkifli, 2014) :
a. Limbah domestik atau rumah tangga adalah limbah yang berasal dari kegiatan
pemukiman penduduk atau rumah tangga dan kegiatan usaha seperti pasar,
restoran, gedung perkantoran dan sebagainya
b. Limbah industri adalah merupakan sisa atau buangan dari hasil proses industri
c. Limbah pertanian adalah limbah pertanian yang berasal dari daerah atau
kegiatan pertanian maupun perkebunan
d. Limbah pertambangan adalah limbah pertambangan yang berasal dari kegiatan
pertambangan
e. Limbah pariwisata adalah limbah – limbah yang berasal dari sarana pariwisata
atau objek wisata
f. Limbah medis adalah limbah yang berasal dari dunia kesehatan atau limbah
medis mirip dengan sampah domestik pada umumnya.
4. Dampak dan Efek Limbah
Dampak atau efek yang ditimbulkan dari limbah antara lain adalah sebagai berikut
(Sugiharto, 1987) :
a. Gangguan terhadap kesehatan
Limbah sangat berbahaya bagi manusia karena terdapat banyak bakteri
pathogen dan dapat menjadi media penular penyakit. Selain itu limbah juga
dapat mengandung bahan beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi
serta bahan yang mudah terbakar.
b. Gangguan terhadap kehidupan biotik
Banyak zat yang terkandung didalam limbah menyebabkan kadar oksigen
terlarut dalam air menurun sehingga kehidupan di dalam air yang
membutuhkan oksigen akan terganggu. Temperatur limbah yang tinggi juga
dapat menyebabkan kematian organisme air. Kematian bakteri akan
menyebabkan penjernihan limbah menjadi terhambat dan sukar diuraikan
9

c. Gangguan terhadap keindahan


Limbah yang mengandung ampas, lemak dan minyak akan menimbulkan bau,
wilayah sekitar akan licin oleh minyak, tumpukan ampas yang menganggu,
dan gangguan pemandangan
d. Gangguan terhadap benda
Limbah yang mengandung gas CO2 akan mempercepat proses terbentuknya
karat pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan. Kadar pH limbah yang
terlalu rendah atau tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada benda yang
dilaluinya. Lemak pada limbah akan menyebabkan terjadinya penyumbatan
dan membocorkan saluran air limbah. Hal tersebut dapat menyebabkan
kerusakan material karena biaya perawatan yang besar.

C. Limbah B3
1. Definisi Limbah B3
Menurut Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, yang dimaksud dengan
limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan,
apapun jenis sisa bahannya. Limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat atau
kombinasi dari limbah padat yang karena jumlah, konsentrasinya, sifat fisik, kimia
maupun yang bersifat infeksi yang dapat menyebabkan kematian dan penyakit
yang tidak dapat pulih, yang substansinya dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia atau lingkungan dikarenakan pengelolaan yang tidak tepat, baik itu
penyimpanan, transportasi, ataupun dalam pembuangannya.
Pengelolaan limbah B3 yang tidak tepat dengan volume yang sangat besar
dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti
proses pengangkutan bahan dan jaring – jaring rantai makanan. Mengingat
besarnya risiko yang ditimbulkan maka diperlukan pengelolaan secara
menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
10

2. Sifat Karakertistik Limbah B3


Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun
bagi manusia dan lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang
serius apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, mulut. Indikator
racun yang digunakan adalah TCLP (Toxicity, Characteristics Leaching
Pocedure) seperti tercantum dalam PP No. 101 tahun 2014 pasal 5 yang
menjelaskan tentang karakteristik limbah B3 ada 6, yaitu :
a. Mudah meledak
b. Mudah terbakar/menyala
c. Reaktif
d. Infeksius
e. Korosif
f. Beracun
3. Klasifikasi Limbah B3
Klasifikasi limbah B3 berdasarkan jenis buangannya menurut PP No. 101 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Buangan radioaktif, yaitu buangan yang mengemisikan zat radioaktif
berbahaya, persisten untuk periode waktu yang lama
b. Buangan bahan kimia, umumnya digolongkan lagi menjadi systhetic organics,
anorganik (logam, garam – garam, asam dan basa), falmable dan explosive
c. Buangan biological, dengan sumber utama : rumah sakit dan penelitian
biologi. Sumber limbah B3 ini menyebabkan sakit pada makhluk hidup dan
menghasilkan toxin.
4. Pengelolaan Limbah B3
Limbah B3 memiliki risiko yang besar apabila tidak dikelola dengan baik,
maka perlu adanya kegiatan pengelolaan limbah B3 yang terpadu dan
berkesinambungan, dimana unsur manajemen akan memegang peranan yang
sangat penting dalam sistem pengelolaan yang dimaksud. Pengelolaan limbah B3
dimulai sejak pengelolaan bahan baku, proses produksi/kegiatan, proses
terbentuknya limbah hingga pengelolaan limbah dan penimbunan residu limbah
B3. Untuk mengelola limbah B3 nantinya akan melibatkan berbagai pihak yang
menghasilkan limbah B3 dan stakeholder terkait.
11

Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, Pengelolaan Limbah B3 meliputi


kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengelolaan dan/atau penimbunan. Mempertimbangkan perlunya pengelolaan
yang hati – hati terhadap timbulan limbah B3. Oleh karena itu dalam pengelolaan
limbah B3 harus mengikuti persyaratan dan standar teknis yang telah ditetapkan.
Tujuan pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga
sesuai dengan fungsinya kembali. Dalam hal ini jelas bahwa setiap kegiatan yang
berhubungan dengan B3 harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga
kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula.

D. Peraturan Perundang – Undangan yang Berkaitan dengan Limbah B3 dan


Pengelolaan DAS
1. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
BAB VII Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
P.18/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2020 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.
P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020 Tentang Penyimpanan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
6. Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
7. Peraturan Pemerintah RI No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai
8. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 20 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai
9. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum
12

E. Diagram Fishbone
Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode untuk
menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau kondisi. Sering juga diagram ini
disebut dengan diagram sebab – akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah
Professor Kaoru Ishikawa, seorang ilmuwan Jepang yang juga alumni teknik kimia
Universitas Tokyo, pada tahun 1943. Sehingga sering juga disebut dengan diagram
Ishikawa. Diagram fishbone digunakan untuk :
1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu permasalahan
2. Mendapatkan ide – ide yang dapat memberikan solusi untuk pemecahan suatu
masalah
3. Membantu dalam pencarian dan penyelidikan fakta lebih lanjut
Fungsi dasar diagram fishbone adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi
penyebab – penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian
memisahkan akar penyebabnya. Diagram fishbone sendiri banyak digunakan untuk
membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah dan membantu
menemukan ide-ide untuk solusi suatu masalah. Dalam membuat diagram fishbone,
ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yakni :
1. Mengidentifikasi masalah
Identifikasi masalah yang sebenarnya sedang dialami. Masalah utama yang terjadi
kemudian digambarkan dengan bentuk kotak sebagai kepala dari fishbone
diagram. Masalah yang diidentifikasi yang akan menjadi pusat perhatian dalam
proses pembuatan fishbone diagram.
2. Mengidentifikasi faktor – faktor utama masalah
Dari masalah yang ada, maka ditentukan faktor – faktor utama yang menjadi
bagian dari permasalahan yang ada. Faktor-faktor ini akan menjadi penyusun
“tulang” utama dari fishbone diagram. Faktor ini dapat berupa sumber daya
manusia, metode yang digunakan, cara produksi, dan lain sebagainya.
3. Menemukan kemungkinan penyebab dari setiap faktor
Dari setiap faktor utama yang menjadi pangkal masalah, maka perlu ditemukan
kemungkinan penyebab. Kemungkinan – kemungkinan penyebab setiap faktor,
akan digambarkan sebagai “tulang” kecil pada “tulang” utama. Setiap
kemungkinan penyebab juga perlu dicari tau akar penyebabnya dan dapat
digambarkan sebagai “tulang” pada tulang kecil kemungkinan penyebab
13

sebelumnya. Kemungkinan penyebab dapat ditemukan dengan cara melakukan


brain storming atau analisa keadaan dengan observasi.
4. Melakukan analisa hasil diagram yang sudah dibuat
Setelah membuat fishbone diagram, maka dapat dilihat semua akar penyebab
masalah. Dari akar penyebab yang sudah ditemukan, perlu dianalisa lebih jauh
prioritas dan signifikansi dari penyebabnya. Kemudian dapat dicari tau solusi
untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan menyelesaikan akar masalah.
BAB III

ANALISIS MASALAH

A. Artikel Permasalahan
Judul : “Walhi Masih Temukan Perusahaan Buang Limbah B3 ke DAS Citarum”
Sumber : Berita online CNN Indonesia Minggu, 03/02/2019 04:05 WIB

Salah satu titik di Daerah Aliran Sungai Citarum. (Anadolu Agency/Eko Siswono
Toyudho)

Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa


Barat menemukan ada perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung, yang masih
membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara ke
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum "Di sana, kami menemukan ada perusahaan
yang membuang limbah batu bara secara tercecer. Padahal di sana tidak ada pabrik,
ditaruh di pinggir sungai, waktu itu DLH bilang mau investigasi siapa pembuangnya.
Apakah sudah ada pelaku, kita sendiri enggak tahu siapa dan pabriknya di mana," kata
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, seperti dikutip dari Antara,
Sabtu (2/2).
Walhi Jawa Barat, kata Dadan, menduga masih ada pihak yang sengaja
membuang limbah B3 dan medis dengan modus penyalahgunaan izin dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dia mengatakan jumlah
temuan di beberapa wilayah pun menunjukkan masih ada perusahaan yang sengaja
membuang limbah B3 secara ilegal seperti di Kabupaten Bandung, Cirebon,
Karawang, dan Purwakarta. "Biasanya mendapatkan laporan dari warga yang
langsung ditindaklanjuti dengan melaporkan pada Dinas Lingkungan Hidup Jabar dan

14
15

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Info terbaru memang limbah B3 itu
banyak dibuang di Karawang," kata Dadan. Dadan menerangkan pembuangan limbah
B3 maupun medis sebenarnya sudah diatur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang
pengelolaan limbah B3. Dan, izin pengelolaan dan penyimpangan ini harus datang
dari KLHK, termasuk limbah medis. "Limbah bahan berbahaya beracun itu bisa
timbul dari industri tekstil dan kulit pengolahan, karet dan lain-lain," kata Dadan.
Lebih lanjut ia mengatakan pembuangan limbah B3 ilegal juga diindikasikan
dilakukan sejumlah pabrik yang berada di Purwakarta melalui sungai. Pihaknya
menduga perusahaan yang sengaja membuang limbah tersebut sebenarnya
mengantongi izin dari KLHK.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah B3 KLHK, Rosa Vivien
Ratnawati mengatakan sosialisasi pengelolaan limbah B3 menggunakan Online Single
Submission (OSS) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. "Dalam peraturan OSS,
untuk pengelolaan limbah B3 terbagi menjadi dua perizinan, untuk penghasil limbah
B3 itu dinamakan izin operasional pengelolaan limbah B3, sementara kalau untuk jasa
pengolah limbah B3 itu izin usaha jasa," ujar Rosa. Rosa mengatakan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengedepankan pengurangan dan pemanfaatan
limbah atau bagaimana limbah B3 itu bukanlah sesuatu yang dibuang namun lebih
baik dimanfaatkan, seperti menjadi batu bata, sumber energi untuk menjalankan
proses produksi.
Pemerintah sendiri diketahui tengah menggalakkan program Citarum Harum
yang bertujuan untuk memulihkan kondisi sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut.
Program itu sendiri telah digalakkan sejak awal tahun lalu. Program Citarum Harum
itu dicetuskan pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Pada 21 Agustus 2018, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan memastikan
penegakan hukum (enforcement) akan dilakukan terhadap industri yang membuang
limbah sembarangan ke DAS Citarum pada 2019. Hal itu dilakukan sebagai tindak
lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2018 tentang
Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum.
Saat itu, Luhut mengungkapkan dari sekitar 3.400 perusahaan yang berada di
DAS Citarum baru sekitar 20 persen yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Upaya penegakan hukum salah satunya berupa perintah relokasi usaha.
16

B. Analisis Masalah
Wilayah Sungai Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan terpanjang di
Propinsi Jawa Barat. Wilayah Sungai ini meliputi 5 DAS yaitu DAS Citarum, DAS
Cipunegara, DAS Cilamaya, DAS Cilalanang dan DAS Ciasem. Secara administratif,
wilayah sungai Citarum melalui 9 Kabupaten yang meliputi Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, sebagian Kabupaten Sumedang, sebagian Kabupaten Cianjur, sebagian
Kabupaten Bekasi, sebagian Kabupaten Indramayu, serta 3 Kota yakni Kota Bandung,
Kota Bekasi dan Kota Cimahi. Secara geografis sungai Citarum terletak di : 106° 5
1'36" - 107°° 51' BT dan 7° 19' - 6° 24' LS. Jumlah Penduduk di sekitar sungai
Citarum adalah 15.303.758 jiwa (Data BPS 2009) dan dengan sekitar lebih dari 1.000
industri yang sekaligus sebagai sumber pencemaran paling dominan (Wangsaatmaja,
2005). Kondisi pencemaran air ini semakin bertambah secara tak terkendali dari tahun
ke tahun dan menimbulkan berbagai macam permasalahan. Sungai ini bermula dari
mata air di Gunung Wayang (Kabupaten Bandung) melewati Kabupaten
Bandung/Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Karawang/Bekasi dan bermuara di Muara Gembong, Laut Jawa
Berdasarkan berita online CNN Indonesia diatas, Permasalahan yang ada di
Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa barat adalah adanya temuan berupa limbah B3
batubara dari perusahaan di majalaya Kabupaten Bandung secara ilegal. Selain itu di
beberapa wilayah seperti di Cirebon, Karawang, dan Purwakarta juga terdapat temuan
limbah B3. Namun dari info terbaru yang ada, limbah B3 ini banyak dibuang di
bagian hilir yaitu di daerah Karawang. Limbah bahan berbahaya beracun bisa timbul
dari industri tekstil dan kulit pengolahan, karet dan lain-lain. Walhi jawa barat
menduga pihak yang sengaja membuang limbah B3 ini adalah dengan modus
penyalahgunaan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
selain itu dari sekitar 3.400 perusahaan yang berada di DAS Citarum baru sekitar 20
persen yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dampak dari
pembuangan limbah berbahaya ini jelas akan sangat merugikan bagi kehidupan
masyarakat, mulai dari mencium bau yang tidak sedap hingga merusak kualitas pada
sektor pertanian di sekitar Citarum. Beberapa masyarakat sekitar sungai juga
merasakan dampak langsung seperti penyakit kulit dan penyakit pernapasan karena
zat yang terhirup ke pernapasan masyarakat.
17

Berdasarkan diagram fishbone diatas, dapat diuraikan sebagai berikut :


1. Man
Dilihat dari segi sumber daya manusia, kesadaran para pemilik perusahaan
atau industri penghasil limbah B3 yang kurang dan semena mena terhadap
kebersihan dan kelayakan sungai. Hal ini terjadi mungkin karena pengetahuan
mereka mengenai dampak pencemaran limbah B3 yang masih minim. Dilihat dari
karakteristik limbah B3 ini saja sudah sangat berbahaya apalagi jika air sungai ini
digunakan untuk kebutuhan minum atau mencuci atau kebutuhan masyarakat
sekitar lainnya. Karakteristik limbah B3 diantaranya korosif/ menyebabkan karat,
mudah terbakar dan meledak, bersifat toksik/ beracun dan menyebabkan infeksi/
penyakit. Jenis limbah yang bersifat korosif, dapat mematikan tumbuhan dan
hewan air. Pada manusia menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, mengganggu
pernafasan dan menyebabkan kanker. Lingkungan yang telah tercemar dan rusak,
akan menimbulkan dan meningkatkan kesengsaraan yang harus ditanggung oleh
masyarakat. Kondisi demikian juga rawan sekali terhadap resiko timbulnya
18

konflik sosial, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian dari industri itu
sendiri juga risiko terkena tuntutan akibat pembuangan limbah berbahaya
sembarangan. Selain itu, kurangnya pengawasan dari Dinas Lingkungan Hidup
juga menjadi salah satu pemicu pencemaran limbah B3 di DAS oleh industry
setempat.
2. Material
Tidak adanya pemanfaatan Limbah B3 batu bara yang dilakukan oleh pelaku
industry, sehingga langsung disalurkan ke sungai. Tidak adanya pemanfaatan
limbah tersebut mungkin saja karena pelaku industry tidak bisa mengantongi izin
pemanfaatan. Selain itu bahan-bahan dan alat lainnya yang digunakan untuk
pemanfaatan limbah yang tersedia sangat terbatas maka dari itu, besar
kemungkinan untuk pelaku usaha langsung membuang atau menyalurkan limbah
B3 di DAS Citarum.
3. Money
Kurangnya alokasi dana untuk program pengolahan pencemaran B3 di sungai.
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, maka pemerintah
daerah berwenang untuk mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab dalam memelihara kelestariannya. Tetapi,
karena tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air yang sudah
tercemar dengan limbah B3 hal ini menjadi kendala besar yang dihadapi oleh
pemerintah. Oleh karenanya langkah terbaik adalah dilakukan pencegahan dengan
menerapkan peraturan serta menerapkan sanksi yang sudah jelas termuat dalam
aturan.
4. Machine
Tidak/belum tersedianya alat khusus untuk penanganan limbah B3 di area
pabrik/perusahaan industri yang menghasilkan limbah B3 sehingga pelaku usaha
industry menyalurkan hasil limbahnya ke DAS. Dilansir dari berita CNN sekitar
3.400 perusahaan yang berada di DAS Citarum baru sekitar 20 persen yang
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Mengingat sifatnya yang
berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan dengan seksama,
sehingga setiap orang atau pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pengelolaan
limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan dan penimbunan. Untuk memastikan pengelolaan limbah B3
19

dilakukan dengan tepat dan mempermudah pengawasan, maka setiap kegiatan


pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh
Bupati/Walikota, Gubernur, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Method
Uraian proses atau alur permohonan izin pengolahan limbah B3 terbilang
rumit, sehingga para industry lebih suka dan berkenan untuk menyalurkan hasil
limbah ke sungai. Seperti halnya yang termuat dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Permohonan izin pengolahan
limbah B3 diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan
Berbahaya dan Beracun, disampaikan melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT).
Selain itu, syarat izin pengelolaan limbah B3 berbeda tiap alatnya seperti
pengolahan limbah dengan insenerator, secara termal, pengoperasian alat tank
cleaning, autoklaf, bioremediasi, dan pencucian kemasan yang terkontaminasi
dengan B3. Dengan demikan, hal tersebut menjadi pemicu pencemaran limbah B3
oleh pelaku industry.
6. Environment
Lingkungan sungai yang kebetulan dilintasi oleh beberapa industry dan
pemukiman penduduk yang mana sangat rentan terhadap pencemaran limbah dari
masyarakat maupun industry yang semena-mena terhadap sungai dan belum
mengerti dampak dari perlakuan tersebut. Pencegahan dan penanggulangan
pencemaran dan kerusakan lingkungan patut rnendapat perhatian yang sungguh
sungguh dan bertanggung jawab. Pencemaran dan kerusakan lingkungan di
samping diakibatkan karena tidak paham dan tidak sadarnya masyarakat atau
pelaku usaha tentang peraturan yang mengatur tentang hal itu, juga diakibatkan
karena ketidakpatuhan kepada peraturan yang telah ada.

Jika dikaitkan dengan bidang Promosi Kesehatan, hal ini dapat ditinjau melalui
perilaku dari para pemilik perusahaan atau industri penghasil limbah B3 yang
mengesampingkan bentuk dari perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan yang
dimaksudkan adalah bagaimana efek atau dampak yang dapat ditimbulkan baik pada
kesehatan manusia maupun pada kesehatan lingkungan akibat dari pencemaran
20

limbah B3. Kurangnya pemahaman mengenai pemanfaatan limbah B3 yang dapat


didaur ulang kembali menjadikan pembuangan limbah B3 secara sembarangan
sebagai salah satu alasan utama hal tersebut terjadi.
Kemudian jika pada bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, hal ini berkaitan
dengan adanya dugaan masih ada pihak yang sengaja membuang limbah B3 dan
medis dengan modus penyalahgunaan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK). Hal ini tentunya akan berdampak pada terganggunya
keseimbangan DAS Citarum akibat pencemaran limbah. Sehingga diperlukan
penegakan aturan secara tegas untuk menindaklanjuti kasus seperti ini. Terutama juga
dapat diaktifkan kembali fungsi manajemen seperti perencanaan yang berkaitan
dengan penganggaran pengelolaan limbah serta pengorganisasian yang berkaitan
dengan pengelolaan DAS.
Pada bidang Kesehatan Lingkungan, tentunya apabila terdapat hal – hal yang
menyangkut lingkungan aliran sungai maka akan memiliki dampak baik positif
maupun negatif. Sebagai contoh seperti kasus DAS Citarum, adanya pembuangan
limbah B3 pada DAS Citarum maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air
serta terganggunya ekosistem DAS.
Jika pada bidang Epidemiologi, aliran air pada DAS Citarum apabila terbukti
mengandung kontaminan bahan kimia akibat limbah B3 tentunya memiliki dampak
yang serius bagi ekosistem DAS itu sendiri maupun bagi manusia yang
memanfaatkan aliran airnya. Misalnya apabila aliran air tersebut mengandung
kadmium, kromium, timbal maka dapat mengakibatkan terganggunya masalah
kesehatan yang serius pada manusia jika terpapar secara terus menerus.
Secara sederhana pada bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, adanya
penemuan limbah B3 ditepi DAS Citarum ini tentunya meresahkan masyarakat dan
memberikan efek negatif terhadap lingkungan. Pada manusia tentunya akan
mengganggu aktivitas yang dilakukan pada sekitar sungai. Misalnya pada pekerja
penyelam sungai atau pencari ikan, tentunya dapat terpapar efek dari adanya limbah
B3 tersebut. Sehingga diperlukan hierarki pengendalian risiko bahaya pada para
pekerja tersebut. dan juga tidak lupa perlu diterapkan juga pada petugas yang
mengamankan limbah B3 tersebut.
Dan pada bidang Gizi Masyarakat, hal ini berkaitan dengan manusia yang
memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat pada DAS Citarum. Sebagai contoh
masyarakat sekitar mengonsumsi ikan dan tanaman air dari DAS Citarum.
21

Kandungan gizi yang semula cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, menjadi
berkurang dan malah terkontaminasi dengan zat – zat berbahaya yang bersumber dari
limbah B3. Sehingga diperlukan kewaspadaan masyarakat mengenai makanan yang
dikonsumsi untuk kebutuhannya.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Administrasi


Kebijakan Kesehatan (AKK)
Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang bersifat mengalir,
sehingga perlakuan air di hulu akan memberi dampak di hilir. Pencemaran di hulu
akan menyebabkan biaya sosial di hilir dan pelestarian di hulu akan bermanfaat di
hilir. Sungai sangat bermanfaat bagi manusia dan juga bermanfaat bagi biota air.
Namun yang sering terjadi di lingkungan yang dikelilingi sungai adalah
pencemaran air sungai yang disebabkan oleh pembuangan sampah maupun limbah
rumah tangga salah satunya adalah pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) ke dalam daerah aliran sungai tersebut. Padahal sungai merupakan salah
satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan dan dalam
kehidupan manusia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 Tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air ayat (1) butir 13, menyatakan : “Daerah aliran sungai
adalah suatu wilayah daratan yanag merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan kelaut secara alami, yang batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan”
Pemanfaatan sungai sebagai wilayah pengelolaan Sumber Daya Air terdapat
pula pada Pasal 1 ayat (14) Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015
Pengusahaan Sumber Daya Air bahwa : “Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah
pengelolaan Sumber Daya Air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai, dan atau
pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu
kilo meter persegi).”
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
menjelaskan bahwa dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara
terpadu dan komperhensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan
wewenang pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan pelayanan publik,
diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang. Dalam undang-undang
tersebut dijelaskan tentang kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan :
1. Pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan

22
23

2. Ketegasan mengenai larangan memasukkan dan atau mengimpor sampah ke


dalam wilayah NKRI
3. Ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah
4. Serta kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah dalam pengelolaan sampah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah secara
tegas telah membagi tugas dan wewenang pemerintahan mulai dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten atau kota dimana pada intinya
diupayakan agar terselenggara pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan.
Sungai memilki banyak manfaat bagi kehidupan manusia seperti contohnya untuk
keperluan rumah tangga, mencuci, mandi serta keperluan lainnya. Kemudian juga
terdapat makhluk hidup lainnya yang hidup di dalam sungai yang dapat di konsumsi
sebagai memenuhi gizi bagi manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga
kualitas air di daerah aliran sungai (DAS). Kualitas air di daerah alian sungai (DAS)
yang tercemar akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal
disekitar derah alian sungai (DAS) tersebut. Mengingat fungsinya aliran air sungai
bagi kehidupan masyarakat sangat penting maka, Diperlukan manajemen pengelolaan
daerah aliran sungai (DAS) untuk menjaga kelestarian alamnya.
Akan tetapi, pada kenyataan di lapangan, hal tersebut cukup sulit dilaksanakan.
Salah satu contohnya adalah Sungai Citarum di Provinsi Jawa Barat. Wilayah Sungai
Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan terpanjang di Propinsi Jawa Barat.
Wilayah Sungai ini meliputi 5 DAS yaitu DAS Citarum, DAS Cipunegara, DAS
Cilamaya, DAS Cilalanang dan DAS Ciasem. Secara administratif, wilayah sungai
Citarum melalui 9 Kabupaten yang meliputi Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, sebagian
Kabupaten Sumedang, sebagian Kabupaten Cianjur, sebagian Kabupaten Bekasi,
sebagian Kabupaten Indramayu, serta 3 Kota yakni Kota Bandung, Kota Bekasi dan
Kota Cimahi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) provinsi Jawa Barat menemukan
ada perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung, yang masih membuang limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara ke Daerah Aliran Sungai
(DAS) Citarum. Dampak dari pencemaran air sungai sangat berpengaruh besar bagi
kehidupan manusia yakni akan timbulnya bermacam-macam penyakit, sungai juga
24

menjadi kumuh, masyarakat akan kekurangan air bersih, serta akan membahayakan
kehidupan ikan yang hidup di sungai.
Nyatanya, pencemaran yang diakibatkan oleh industri ini merupakan penyebab
dari pencemaran yang mudah untuk diawasi karena kontribusi oleh industri sekitar ini
memerlukan izin, sehingga sebenarnya dapat dicegah dan diawasi agar para pemilik
industri dapat mengelola terlebih dahulu sisa dari perindustriannya sampai menjadi
aman jika di alirkan pada sungai. Hanya sekitar 20% industri di daerah aliran sungai
Citarum yang mengelola limbahnya dengan baik, selebihnya langsung membuang sisa
limbah mereka tanpa diolah terlebih dahulu dan langsung membuangnya ke sungai
Citarum sehingga menyebabkan pencemaran ini.
Akibat dari pencemaran ini warga sekitar berpendapat bahwa turunnya kualitas air
sehingga para warga membeli air untuk di konsumsi. Dapat dilihat dari kerugian
ekonomi yang diakibat dari pencemaran sungai Citarum ini karena kurangnya
pengawasan dari para penegak hukum dan juga kurang efektifnya pemerintah
Indonesia dalam pencegahan terhadap pencemaran bahan kimia yang berbahaya dan
beracun dari industri ke dalam lingkungan masyarakat. Dan juga dapat dilihat bahwa
masih banyaknya industri yang tidak bertanggung jawab terhadap limbah yang
dihasilkannya.
Membuat kebijakan terkait dengan pelarangan membuang sampah dan limbah
secara langsung ke sungai diperlukan untuk terus menjaga dan melindungi sungai
agar tidak tercemar dan juga pemerintah harus bertindak secara tegas kepada
perusahaan atau industri yang yang membuang limbah pabrik langsung ke sungai
tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Limbah bahan berbahya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain. (PP. No. 18 th. 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun)
Mengingat besarnya resiko yang dapat ditimbulkan, maka perlu diupayakan suatu
kegiatan pengelolaan bahan/limbah B3 yang terpadu dan berkesinambungan dimana
unsur manajemen akan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem
pengelolaan yang dimaksud. Pengelolaan bahan/limbah B3 harus dimulai sejak masih
25

dalam bentuk bahan baku, selama proses produksi, proses terbentuknya limbah
sampai pengolahan limbah dan penimbunan akhir dari sisa hasil pengolahan limbah
B3. Dengan sistem pengelolaan seperti itu, maka semua pihak yang berhubungan
dengan bahan/limbah B3 (produsen, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, pengolah,
penimbun) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat untuk dipisahkan dan setiap
ada pemindah tanganan atau pemindahan lokasi limbah antar pihak atau lokasi harus
disertai dengan dokumen limbah B3 yang diberikan pada waktu penyerahan limbah.
Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh serta
dikaksanakan bersama – sama dengan melibatkan Bapedal (Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan), Pemda (Pemerintah Daerah) dan Badan Usaha. Badan Usaha
mana yang harus/wajib ikut dalam program pengendalian B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) harus mempunyai kriteria yang jelas atau dalam proses penentuannya jelas.
Setelah suatu Badan Usaha ditetapkan sebagai peserta program pengendalian B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun), maka perlu dibuat suatu kesepakatan bersama untuk
melakukan pengelolaan limbah B3.
Perusahaan di Majalaya, Kabupaten Bandung merupakan sektor industri yang
masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yakni limbah batu bara
ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Untuk menghindari terjadinya pencemaran
yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan suatu sistem yang baik untuk
melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah industri, terutama limbah B3-nya.
Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan
berdasarkan ketentuan – ketentuan yang berlaku sesuai Peraturan Pemerintah dan
Keputusan Kepala Bapedal yang mengatur tentang pengelolaan limbah B3.

B. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan


Lingkungan
Kesehatan lingkungan mempelajari hubungan timbal balik antara faktor
lingkungan dengan faktor kesehatan (H.J. Mukono). Yang mana dalam hal ini
terdalam hubungan keseimbangan antara ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Pada dasarnya interaksi
antara manusia dan lingkungan akan menimbulkan berbagai hal – hal baik yang
bersifat positif maupun negatif. Sehingga interaksi manusia dan lingkungan ini
memiliki batasan tertentu yang mana akan tetap menjaga hubungan diantara keduanya
26

dan menciptakan ekosistem yang bersifat menguntungkan diantara dua belah pihak
antara manusia dan lingkungan.
Dalam ekosistem ini akan terjadi interaksi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Termasuk juga dalam ekosistem Daerah
Aliran Sungai. Berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai, keseimbangan ekosistem
didalamnya harus selalu terjaga untuk memberikan respon positif yang saling
berhubungan. Misalnya adalah manusia memiliki pengaruh dalam lingkungan, dalam
kesatuan ekosistem sebenarnya manusia memiliki kedudukan sebagai bagian dari
unsur – unsur lain yang tidak mungkin terpisahkan. Manusia tentunya akan
memerlukan air sebagai bagian dari kebutuhannya. Dan air ini salah satunya didapat
melalui Daerah Aliran Sungai yang dekat dengan pemukiman.
Air dalam Daerah Aliran Sungai menjadi komponen penting dalam kehidupan
manusia. Jika dalam Daerah Aliran Sungai terjadi hal yang tidak diinginkan misalnya
pencemaran, maka akan berdampak terhadap ketidakseimbangan ekosistem yang ada
didalamnya. Seperti dalam kasus yang diangkat dalam berita CNN Indonesia,
mengenai temuan perusahaan yang membuang limbah B3 di DAS Citarum.
Dalam kasus ini Walhi atau Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat
menemukan perusahaan yang masih membuang limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) berupa limbah batu bara ke Daerah Aliran Sungai Citarum. Limbah batu bara ini
ditemukan secara tercecer dan terletak dipinggir sungai.
Perlu diketahui bahwa limbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun
merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan
lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain (PP No. 101 Tahun 2014).
Apabila limbah B3 ini masuk dan mengontaminasi aliran air yang terdapat di DAS
Citarum maka dapat merusak ekosistem yang ada atau membahayakan lingkungan
perairan maupun manusia yang memanfaatkan air yang ada di DAS Citarum tersebut.
Termasuk selain limbah B3 juga limbah medis memiliki efek atau dampak yang
sama terhadap pencemaran DAS Citarum. Beberapa dampak yang dapat muncul
akibat pencemaran limbah B3 di DAS Citarum sebagai berikut :
1. Terganggunya kehidupan organisme air pada DAS Citarum
27

Terganggunya kehidupan air berkaitan dengan adanya zat pencemar yang


masuk pada lingkungan tersebut. Ekosistem perairan merupakan salah satu contoh
ekosistem yang terganggu apabila terdapat limbah yang masuk kedalamnya.
Ekosistem air misalnya terdiri dari makhluk hidup/organisme air, tanaman air
dapat terganggu hingga mati apabila didalam aliran air terkandung zat dari limbah
B3. Terganggunya ekosistem ini nantinya akan berdampak juga terhadap manusia
yang memanfaatkan apa yang ada dalam DAS Citarum seperti ikan, tumbuhan air
untuk dikonsumsi.
2. Berpotensi menyebabkan pencemaran air pada DAS Citarum
Pencemaran air merupakan masuknya makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain ke dalam air, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Menurut
Kristanto (2002) pencemaran air adalah penyimpangan sifat – sifat air dari
keadaan normal.
Jika mengacu pada kasus tersebut ditemukan limbah B3 yang tercecer dan
berada di pinggir sungai, maka dapat dianalisis bahwa apabila limbah tersebut
sampai masuk dan mengontaminasi aliran air pada DAS Citarum, maka dapat
mengakibatkan terjadi pencemaran air. Walaupun jika hanya terdapat pada satu
titik lokasi saja, pencemaran air dapat berlangsung lama apabila sumber pencemar
tersebut tidak segera ditangani dengan baik. Sehingga pencemaran air dapat
terjadi dan mungkin dapat berakibat fatal dengan mengganggu ekosistem yang
ada.
3. Dampak terhadap kesehatan manusia
Perlu diketahui bahwa manusia sebagai makhluk hidup tentunya tidak akan
terlepas dari kebutuhan akan air. Air dimanfaatkan diantaranya sebagai bahan
baku air minum, keperluan rumah tangga, sistem irigasi pertanian, dan lain – lain.
Apabila air mengandung beberapa kontaminan negatif misalnya bahan kimia
kandungan pada limbah B3 kemudian air tersebut digunakan sebagai irigasi
pertanian, air tersebut akan terserap dalam tanaman dan tanaman tersebut
dikonsumsi oleh manusia. Tanaman yang mengandung bahan kimia yang
dikonsumsi manusia tentunya memiliki dampak negatif bagi kesehatan.
Contoh kasusnya adalah “Itai – itai disease” di Jepang akibat adanya
pencemaran logam kadmium dengan menunjukkan gejala nephropthy dan
osteomalacia. Penyakit itai – itai ini merenggut 97% dari 32 penduduk Jepang.
28

Pada efek yang akut, para pasien itai – itai disease merasakan rasa sakit luar biasa
akibat keracunan kadmium selama akhir sisa umurnya. Banyak pula kasus
meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengonsumsi air sungai
Jinzu serta memakan beras yang diirigasi oleh sungai tersebut (Nogawa dan
Suwazono, 2011).
4. Terganggunya estetika lingkungan.
Estetika lingkungan berkaitan dengan terjaganya ekosistem lingkungan dalam
hal ini aliran DAS Citarum. Apabila pada DAS tersebut ditemukan pencemaran,
maka dapat menganggu sifat alami dari lingkungan tersebut dan tentunya
keindahan pemandangan di sekitar DAS Citarum.
Dari beberapa dampak yang telah disebutkan diatas, sebagai manusia tentunya
perlu untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada untuk
digunakan sebagai mana mestinya sebagai hubungan timbal balik. Apabila ditilik
pada kasus pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum, penting bahwa untuk
dilakukan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada beberapa
perusahaan/industri yang memiliki usaha atau kegiatan yang memiliki dampak bagi
lingkungan. Termasuk pada perusahaan yang memiliki buangan akhir limbah B3
tentunya memerlukan AMDAL karena memiliki proses atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pada kasus tersebut menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah B3 KLHK,
Rosa Vivien Ratnawati, telah dilakukan sosialisasi pengelolaan limbah B3
menggunakan Online Single Submission (OSS) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik. Menurut Rosa, KemenLHK mengedepankan pengurangan dan
pemanfaatan limbah B3 misalnya menjadi batu bata, sumber energi untuk
menjalankan proses produksi.
Pemanfaatan limbah B3 sendiri telah dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3. Dimana dalam peraturan
tersebut pemanfaatan limbah B3 merupakan kegiatan penggunaan kembali, daur
ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah limbah B3
menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong,
dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Sehingga
dalam kasus tersebut, seharusnya pihak perusahaan/industri yang menghasilkan
buangan limbah B3 ini mengetahui bagaimana memanfaatkan atau mendaur ulang
29

limbah B3 tersebut menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia dan lingkungan serta
lebih mengacu kepada peraturan yang telah ditetapkan tersebut.
Dengan memanfaatkan limbah B3 ini dan tidak membuangnya pada DAS Citarum
diharapkan dalam lingkup tersebut tercipta suatu kualitas lingkungan atau suatu
keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi
kelangsungan hidup manusia disekitarnya dalam hal ini masyarakat disekitar DAS
Citarum Jawa Barat.

C. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Promosi


Kesehatan
Promosi kesehatan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong
diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Manusia sebagai makhluk sosial melakukan interaksi dengan individu lain
maupun lingkungan yang akan memunculkan sebuah persepsi melalui penilaian
individu. Persepsi merupakan suatu proses mental yang menghasilkan suatu
pemikiran yang dilahirkan akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya
untuk mengenal, menghargai, dan memanfaatkan hal tersebut. Persepsi yang salah
dapat memunculkan pemikiran yang kurang tepat sehingga dapat menimbulkan
perilaku yang tidak sesuai (Kospa, 2018).
Pada umumnya persepsi yang dimiliki akan mempengaruhi perilaku pada
individu. Persepsi mempunyai hubungan yang erat dengan pembentukan perilaku
seseorang Apabila seseorang memiliki persepsi yang baik atau positif, maka perilaku
yang dimunculkan pada individu tersebut juga akan bersifat positif. Tetapi ada
kalanya muncul ketidaksesuaian antara persepsi dan perilaku. Hal ini dapat
dikarenakan kurangnya peran kesadaran dan rasa tanggung jawab personal dalam
dirinya. Seseorang yang dipaksa untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan
sikapnya akan menyebabkan orang tersebut tidak memiliki rasa tanggung jawab
(Kospa, 2018).
Sebagai contoh berdasarkan kasus yang diangkat dari berita CNN Indonesia
terkait perusahaan di Majalaya yang membuang limbah bahan berbahaya dan beracun
30

(B3) berupa limbah batu bara ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Jika dikaitkan
dengan perspektif ilmu perilaku dalam promosi kesehatan, perilaku dari pemilik
perusahaan/industri tersebut memiliki perbedaan antara persepsi dan perilaku. Dimana
yang seharusnya persepsi individu memunculkan nilai positif namun hal ini justru
sebaliknya. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang dalam
perusahaan/industri ini kurang memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap
sesuatu yang telah dilakukannya. Seharusnya jika suatu perusahaan/industri
menghasilkan buangan limbah terutama limbah berbahaya, maka limbah tersebut
dibuang mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Dan tidak dibuang secara
sembarangan pada DAS Citarum.
Manusia dan lingkungan terintegrasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Sehingga diperlukan suatu upaya penyadaran masyarakat terhadap pentingnya
perilaku masyarakat dengan peningkatan kualitas lingkungan. Perilaku masyarakat
yang peduli terhadap lingkungan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan serta sikap
seseorang. Pengetahuan seseorang secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap
dan perilaku. Pengetahuan menjadi dasar pertimbangan seseorang dalam menentukan
sikap serta perilaku seseorang (Kospa, 2018). Pengetahuan dapat diperoleh di bangku
sekolah. Oleh karena itu hubungan pengetahuan dan tingkat pendidikan sangat erat.
Umumnya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memilki
banyak pengetahuan dibandingkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Selain pada bangku sekolah, saat ini pengetahuan juga dapat diperoleh
melalui pelatihan, seminar, ataupun internet.
Dalam kasus pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum, dapat diasumsikan
bahwa pengetahuan orang dalam perusahaan tersebut kurang dalam artian kurang
memahami dan mengetahui apa dampak atau efek yang akan ditimbulkan apabila
membuang limbah pada aliran air. Selain itu juga, pengetahuan tentang pemanfaatan
kembali limbah B3 juga dirasa masih kurang. Sehingga lebih memilih untuk
membuang sisa limbah B3 tersebut pada DAS Citarum.
Dari segi sikap, dapat dinilai bahwa seseorang dalam perusahaan/industri
cenderung menutup diri atau acuh terhadap apa yang telah dibuat. Hal ini dibuktikan
menurut Walhi bahwa masih ada pihak yang sengaja membuah limbah B3 dan medis
dengan menyalahgunakan izin dari KemenLHK. Berarti pada pihak perusahaan
sendiri pun tidak peduli terhadap dampak apa yang akan ditimbulkan akibat
perbuatannya tersebut.
31

Kemudian perilaku, perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme


yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Berdasarkan pada kasus tersebut, tindakan
yang dilakukan pihak perusahaan/industri tersebut dengan membuang limbah B3 di
tepi DAS Citarum merupakan suatu tindakan yang tidak patut untuk ditiru. Bahkan
tindakan atau perilaku tersebut dapat berdampak mencemari lingkungan dan
ekosistem yang ada pada DAS Citarum.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, yaitu (1) faktor
predisposisi (predisposing factor), yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai, dan sebagainya, (2) faktor pendukung (enabling factor), yaitu penyediaan
sarana dan prasarana fasilitas yang mendukung, serta (3) faktor pendorong
(reinforcing factor), yaitu sikap dan perilaku suatu kelompok yang menjadi panutan di
masyarakat.
Kualitas air sangat dipengaruhi oleh persepsi dan perilaku masyarakat sebagai
salah satu penyumbang beban pencemar sungai. Hal ini dikarenakan banyaknya
buangan zat limbah yang berasal dari aktivitas masyarakat yang berada di pinggiran
sungai (Priantari dkk, 2017).
Notoadmojo (2007) mengklasifikasikan beberapa perilaku, diantaranya termasuk
perilaku kesehatan lingkungan, yaitu suatu tindakan yang dilakukan seseorang dalam
merespon lingkungannya. Menurut Becker (1979), dalam perilaku kesehatan
lingkungan terdapat 3 poin yaitu perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku
peran sakit.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aghista (2008) menyatakan bahwa persepsi
masyarakat terhadap air sungai di Jawa Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
keyakinan, interpretasi terhadap konsepsi mengenai hakikat lingkungan alam,
interpretasi terhadap ajaran agama/kepercayaan, dan pendidikan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di DAS Citarum oleh Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), “Di sana, mereka menemukan ada perusahaan
yang membuang limbah batu bara secara tercecer. Padahal di sana tidak ada pabrik,
ditaruh di pinggir sungai, waktu itu DLH bilang mau investigasi siapa pembuangnya.
Apakah sudah ada pelaku, kita sendiri enggak tahu siapa dan pabriknya di mana," kata
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, seperti dikutip dari Antara,
Sabtu (2/2).
Limbah B3 ini bisa menimbulkan dampak yang negatif dan akumulatif, kadarnya
juga akan semakin meningkat. Beberapa pihak yang belum menyadari jika limbah
32

yang telah dihasilkan yakni adalah limbah B3 sehingga penanggulangan limbah B3


ini hanya terpusatkan pada sektor industri.
Padahal menurut konsep dari promosi kesehatan penting untuk dilakukan suatu
perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dimana menciptakan startegi yang dapat
digunakan agar masyarakat mau, mampu, dan mandiri dalam meningkatkan derajat
kesehatannya. Sebagai contoh yang dapat dilakukan adalah pemberian informasi
berupa penyuluhan kepada masyarakat maupun dengan sasaran pemerintah setempat
dan terutama kepada pihak perusahaan/industri yang rentan menghasilkan limbah B3
seperti pada kasus tersebut.
Dari adanya kegiatan penyuluhan ini dapat dicapai tujuan yakni untuk
memunculkan pemahaman masyarakat atau sasaran dari kegiatan dengan lebih tepat
terkait keberadaan dan perubahan yang terjadi pada suatu sistem, menumbuhkan rasa
tanggung jawab untuk menjaga kesehatan diri sendiri serta lingkungan sekitar, dan
juga tidak lupa melakukan suatu tindakan preventif maupun rehabilitatif untuk
mencegah peningkatan keparahan suatu hal (penyakit atau dalam kasus ini adalah
pencemaran lingkungan) melalui berbagai kegiatan positif. Serta tidak lupa juga
ketika melaksanakan suatu kegiatan misalnya kegiatan pemberian informasi,
melibatkan tokoh yang ada dimasyarakat serta menerapkan unsur sosial budaya yang
ada dimasyarakat agar penyampaian yang disampaikan dapat lebih mudah diterima
masyarakat maupun sasaran kegiatan.
Dalam menangani kasus ini sangat dibutuhkan peran dari pemerintah untuk
mencegah terjadinya pencemaran pada air sungai lagi. Ada pula beberapa tahapan
yang harus diperbaiki oleh pemerintah agar menstabilkan tata kelola pada limbah
perindustrian yakni yang pertama pemerintah harus melakukan audit lingkungan
secara menyeluruh terhadap aliran sungai Citarum guna mengetahui sumber apa saja
yang menjadi penyebab tercemarnya air sungai tersebut, dan juga kewajiban dari
pemerintah pusat, provinsi serta pemerintah kabupaten/kota yang sepenuhnya belum
dijalankan.
Tetapi peran dari masyarakat sendiri sangat amat dibutuhkan untuk menegur
secara langsung para pelaku industri yang secara langsung membuang limbah
industrinya ke aliran sungai tanpa mengelolanya terlebih dahulu agar tidak membuang
limbahnya secara sembarangan karena dapat membahayakan masyarakat sekitar dan
juga hewan hidup di dalam sungai tersebut.
33

D. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Kesehatan dan


Keselamatan Kerja
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain. (PP. No. 18 th. 1999 tentang “Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun”).
Perlu dilakukannya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi pekerja
yang berada di DAS Citarum untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
Pencemaran sungai Citarum Hulu akibat air limbah tekstil memerlukan perhatian
yang serius tidak hanya dari pemerintah saja, namun juga masyarakat terutama yang
tinggal dan bekerja di wilayah sungai.
John Hartmann, Chief Operating Officer Cargill Tropical Palm, menjelaskan
program K3 sesuai dengan fokus Cargill secara global yang memprioritaskan
kesehatan dan keselamatan lingkungan dan pekerjaan, keselamatan proses dan
manajemen risiko. Caranya, lewat identifikasi pengenalan potensial Hazard (bahaya)
dan mengatasi potensi bahaya yang mengancam keselamatan dalam pelaksanaan kerja
sehari-hari. Lewat, pendekatan yang disebut HIRAC (Hazard Identification Risk
Asessment Control).
1. Sumber Bahaya
Mengenai peraturan Keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja yang terutama
adalah UU Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja dan detail Pelaksanaan UU
Keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja. Faktor penyebab berbahaya yang sering
ditemui, diantaranya adalah bahaya jenis kimia : terhirup atau terjadinya kontak
antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap
steam, asap dan embun yang beracun.
Salah satu zat pencemar di sungai Citarum yang terbentuk dari air limbah
tekstil adalah kloroanilin, termasuk kategori limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dan limbah hasil dari tambang batu bara. Dengan dapat
terbentuknya senyawa kloroanilin dari air limbah industri tekstil yang
mengandung pewarna azo / azo dyes akibat biodegradasi secara anaerobik, maka
timbul potensi keberadaan kloroanilin yang berasal dari air limbah industri tekstil
34

di kecamatan Majalaya, baik sebelum dibuang ke Sungai Citarum Hulu yaitu


sewaktu diolah di IPAL maupun setelah dibuang ke Sungai Citarum Hulu.
2. Potensi Bahaya
Limbah B3 maupun limbah non B3, dalam jumlah yang melebihi kemampuan
alam untuk mempurifikasi diri, apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan
membahayakan lingkungan perairan dan kehidupan yang ada di dalamnya (Riani,
2012). Bahkan limbah B3 seperti logam berat bukan hanya akan mengkontaminasi
air dan sedimen perairan laut, namun juga dapat mengkontaminasi biota yang ada
di dalamnya (Riani, 2009; 2010; 2011; Riani et al., 2017a, 2017b , dan 2017c).
Air Sungai Citarum Hulu yang digunakan penduduk untuk keperluan domestik
(MCK), dan air Waduk Saguling yang merupakan hilir Sungai Citarum Hulu
merupakan salah satu sumber penyediaan air baku untuk PDAM Kota Bandung
jadi tercemar.
Bahaya kesehatan kerja adalah setiap agen yang dapat menyebabkan penyakit
bagi seorang individu. Bahaya kesehatan yang dapat menjadi masalah serius dan
segera (akut) mempengaruhi, atau dapat menyebabkan masalah kesehatan dalam
jangka panjang (Kronis). Semua atau bagian tubuh mungkin akan terpengaruh.
Seseorang pekerja yang mengalami sakit mungkin tidak mengenali gejala - gejala
segera. Beberapa bahaya kesehatan seperti bakteri, virus, debu dan jamur), agen
fisik (sumber energi cukup kuat untuk menyakiti tubuh, seperti arus listrik, panas,
cahaya, getaran, kebisingan dan radiasi) dan bekerja desain (ergonomis).
Kloroanilin merupakan senyawa polutan yang termasuk “daftar hitam” di
beberapa negara karena bersifat toksik dan membahayakan kesehatan manusia,
diantaranya berpotensi menyebabkan kanker paru-paru & kandung kemih,
gangguan syaraf, gangguan transfer oksigen pada darah, serta dapat merusak
embrio, hati dan ginjal.
Bahaya lingkungan merupakan risiko yang ditimbulkan oleh lingkungan yang
dapat menyebabkan kerusakan atau menimbulkan efek. Sebuah masalah
lingkungan mungkin tidak semuanya dapat dikenali dengan jelas. Sebagai contoh,
seorang pekerja melepaskan cairan kimia berbahaya (limbah B3) ke saluran
pembuangan yang langsung ke badan sungai. Keselamatan lingkungan dapat
terancam dan menimbulkan bahaya ketika kontrol dan prosedur kerja yang tidak
diikuti seperti kasus di atas. Masalah lingkungan mungkin timbul dari konsentrasi
kloroanilin bebas yang agak tinggi sebagai komponen penting dari limbah
35

industri; dihasilkan oleh transformasi ko-metabolik, misalnya hidrolitik


pembelahan turunan asil dari kloroanilin atau pengurangan nitroklorobenzena
(Latorre et al., 1984).
3. Hierarki Pengendalian Risiko Bahaya
Pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja (Hierarki) terhadap potensi bahaya
akibat limbah B3 di DAS Citarum adalah sebagai berikut :
a. Eliminasi
Eliminasi atau menghilangkan bahaya dilakukan guna menghilangkan
kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem atau
pekerjaan. Penghilangan bahaya merupakan metode paling efektif sehingga
tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun
demikian penghapusan benar-benar terhadap suatu bahaya tidak selalu praktik
dan ekonomis. Misalnya memperkenalkan pengangkatan secara mekanik
untuk menghilangkan bahaya pengangkatan manual.
Menurut Noprizal, identifikasi skala risiko untuk selanjutnya dapat
ditentukan sistem kontrol yang dapat meminimalkan bahkan mengeliminasi
risiko tersebut. Eliminasi dimaksudkan untuk mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan dan /atau mengurangi sifat bahaya yang ditimbulkan. Eliminasi
dapat dilakukan dengan pengurangan dari sumber bahaya seperti mengganti
produk atau melakukan perubahan teknologi. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan me-recycle limbah untuk dapat dimanfaatkan kembali.
b. Substitusi
Pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupunperalatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Limbah
B3 merupakan limbah dengan persediaan yang cukup melimpah. Limbah B3
yang digunakan adalah limbah B3 yang berasal dari kawasan industri lokal
dan maupun kawasan industri nasional, sehingga diharapkan melalui
percobaan ini limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal. Yang
menjadi persoalan adalah bagaimana rancangan campuran bahan (mixing
design) beton Mutu fc 30 (Mutu Sedang) yang menggunakan limbah B3 ( bata
api bekas dan limbah bottom ash) sebagai material pengganti sebagian agregat
halus dan penambahan zat, bagaimana pengaruh penggunaan limbah B3 ( bata
api bekas dan bottom ash) sebagai pengganti sebagian agregat halus dengan
penambahan zat aditif polimer terhadap kuat tekan beton serta berapakah
36

kadar optimum limbah B3 (bata api bekas dan bottom ash) dengan
penambahan zat aditif poolimer untuk menghasilkan kuat tekan beton
maksimal.
c. Pengendalian Teknik
Pengendalian ini bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja
serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Mengganti prosedur
kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi
pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.
Perusahan yang menggunakan bahan kimia beracun atau bahan
berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan terhadap limbahnya.
Setiap perusahaan wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan
Keppres RI Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convenntion on
The Control of Transboundary movements of Hazardous Waste and Their
Disposal.
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia
adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan
batuan yang dalam, di bawah lapisan lapisan air tanah dangkal maupun air
tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu
sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun, tetap ada
kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan
batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.
1) Kolam Penyimpanan (urface Impoundments)
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat
untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat
mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3
akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah
memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun kemungkinan
dalam kolam, ada kebocoran lapisan pelindung dan ikut menguapnya
senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
2) Landfill untuk Limbah B3 (Secruue Landfills)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi.
Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam
drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain
khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landffill ini harus
37

dilengkapi peralatan moditoring lengkap untuk yang mengontrol kondisi


limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan
benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif landfill
metode. Namun, secure merupakan metode yang memliki biaya operasi
tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan
solusi jangka panjang
3) Pengendalian Administratif
Pengendalian ini ditujukan kepada orang yang akan melakukan pekerjaan,
dengan metode kerja yang ditentukan, diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan scara aman. Jenis
pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasional
baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja,
pemeliharaan, jadwal istirahat, mengurangi waktu pajanan, menyusun
peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang
tanda-tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman,
melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.
Pengurangan jam kerja (lembur), lama kerja lebih dari 8 jam kerja berisiko
mengalami kecelakaan kerja akibat kelalaian karena waktu kerja yang
panjang sehingga kondisi fisik menurun dan mempengaruhi kemampuan
kerja (Arman, 2005) sehingga sama halnya pada faktor umur.
4) Alat Pelindung Diri
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling
tidak efektif dalam pengendalian bahaya dan APD hanya berfungsi untuk
mengurangi risiko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya
mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya mengandalkan alat
pelindung diri dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Alat pelindung diri
antara lain : topi keselamatan (Helmet), kacamata keselamatan, masker,
sarung tangan, earplug, pakaian (uniform) dan sepatu keselamatan, serta
APD lain yang dibutuhkan untuk kondisi khusus yang membutuhkan
perlindungan lebih misalnya, respirator, SCBA (Self Content Breathing
Aparatus).
a) Mata : kacamatan safety, googles, faceshield dan visor
Bahaya : percikan zat – zat kimia, debu, gas, radiasi
b) Kepala : helm pengaman
38

Bahaya : untuk melindungi kepala dari benturan


c) Pernafasan : masker atau respirator pakai buang, full atau half
respirator, breating apparatus
Bahaya : debu, bau – bauan, gas
d) Pelindung tubuh : pakaian sekali pakai, boiler suit, specialis protective
clothing, eg chain mail aprons, high vicibility clothing
Bahaya : temperatur ekstrim, cuaca buruk, bahan kimia
e) Pelindung tangan dan lengan : gloves, gauntiets, mitts, wristcuffs,
armlets
Bahaya : percikan zat kimia, tertusuk benda tajam, memar, infeksi kulit
f) Kaki dan tungkai kaki : sepatu dan bots safety dengan perlindungan jari
kaki dan telapak sepatu anti rusak, celana panjang

E. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Gizi


Masyarakat
1. Definisi Ekologi Pangan dan Gizi
Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, adalah cabang ilmu yang mengkaji
habitat dan interaksi diantara benda hidup dengan alam sekitar (pakar biologi
Jerman Ernst Haeckel, 1866). Ekologi bertumpu pada distribusi dan jumlah
organisme dan bagimana keduanya mempengaruhi ciri dan sifat alam sekitar;
pengaruh organisme terhadap alam sekitar, dan sebaliknya. Ekologi berhubungan
erat dengan tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan
ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang
menunjukkan kesatuan (Supriyanto, 2012).
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas, aman, bergizi dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat (Almatsier, 2009). Secara definitive menurut Undang-Undang RI
nomor 7 tahun 1996, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daa
hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi manusia. Termasuk di dalamnya adalah bahan
tambahan pangan (BTP), bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman
(Tejasari, 2005).
39

Gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan


energy, membangun, dan memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses-proses
kehidupan dalam tubuh. Tetapi, saat ini kata gizi mempunyai pengertian yang
lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi
seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar,
dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, gizi dianggap penting untuk memacu
pembangunan khususnya dalma pengembangan sumber daya manusia yang
berkualitas (Almatsier, 2001).
Ekologi pangan dan gizi adalah Kajian ekologi manusia yang memusatkan
perhatian pada hubungan timbal balik antar manusia (baik individu maupun
kelompok ) maupun antar manusia dengan lingkungan dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi untuk hidup sehat dan produktif sehingga tercapai
kualitas hidup manusia dan sumberdaya alam-lingkungan (SDA-L) secara
berkelanjutan.
2. Determinan Masalah Gizi
Menurut Lingga (2010) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi masalah gizi yaitu
sebagai berikut :
a. Faktor Manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh manusia, yaitu Usia, Jenis
kelamin, Ras, Sosial ekonomi, Penyakit-penyakit terdahulu, Cara Hidup,
Hereditas, Nutrisi, Imunitas. Dalam permasalahan DAS Citarum, manusia lah
yang berperan penting terhadap timbulnya masalah gizi yakni para pelaku
industry yang tidak bertanggung jawab atas hal yang diperbuat. Atas dasar
tuntutan pekerjaan yang membuat mereka mencemari DAS. Sehingga air
sungai yang digunakan untuk kebutuhan manusia sehari-hari telah tercemar
oleh limbah berbahaya yang mana akan mempengaruhi biota air yang ada
b. Faktor Sumber/Agent
Kondisi pejamu yang mengalami kekurangan ataupun kelebihan nutrisi dapat
mengganggu keseimbangan tubuh sehingga menyebabkan munculnya
penyakit. Dalam pemasalahan DAS Citarum akibat tercemar oleh limbah B3
yaitu limbah batu bara dan tekstil yang akan menurunkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke
lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu
dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang
40

terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah
tercemar oleh limbah dan akibatnya jika dikonsumsi masayarakat akan
mempengaruhi keadaan gizi mereka
c. Faktor Lingkungan/Environment (Fisik, Biologi, Ekonomi)
Faktor lingkungan terdiri dari Lingkungan biologis, fisik, sosial, ekonomi
yang mempunyai pengaruh & peranan yang penting dalam interaksi antara
manusia. Dalam permasalahan DAS Citarum, Hubungan dengan permasalahan
gizi, yaitu: daerah dimana buah-buahan & sayur mayur tidak selalu tersedia,
Tumbuh-tumbuhan atau biota air yang mengandung zat gizi sebagai tempat
bermukim vector contohnya saja sungai yang biasa dibuat untuk memancing
ikan yang mana sebagai kebutuhan pangan masyarakat sekitar sehari-hari.
Akibat tercemar oleh limbah berbahaya maka mereka kini tidak lagi bisa
bergantung pada sungai tersebut yang selanjutnya akan menurunkan ketahanan
pangan dan dampaknya dapat mempengaruhi keadaan gizi masyarakat sekitar
d. Ketersediaan Bahan Makanan Yang Kurang Di Pasaran
Ketersediaan bahan makanan yang kurang ditingkat rumah tangga/individu.
Dalam permasalahan DAS Citarum yang tercemar oleh limbah B3 batubara
akan mempengaruhi ketersediaan pangan dipasaran. Biota air seperti ikan bisa
saja banyak yang mati karena paparan limbah berbahaya tersebut yang mana
selanjutnya akan mempengaruhi daya jual dipasaran. Ketersediaan bahan
makanan di tempat tersebut akan semakin minim dan masyarakat kesulitan
memenuhi pangan yang seharusnya mempunyai kandungan nutrisi yang
cukup. Hal ini berdampak pada masalah gizi mereka.
e. Penyakit Infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun
masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Dalam permasalahan DAS Citarum yang tercemar oleh Limbah B3
batubara akan berisiko tingi terhadap nutrisi balita dan anak anak karena
akibat dari konsumsi ikan yang mengandung limbah B3. Berdasarkan
penelitian Fatimah, dkk (2008), anak yang kurang asupan nutrisinya maka
akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup
kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika
41

keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang
berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi
menjadi turun. Kecukupan gizi sangat penting bagi kesehatan anak balita,
dimana seluruh pertumbuhan dan kesehatannya berkaitan erat dengan
masukan makanan yang memadai. Pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal memerlukan makanan yang sesuai dengan balita yang sedang tumbuh.
Pengolahan bahan makan untuk balita disesuaikan dengan umurnya. Ini
dikarenakan setiap balita dalam masa perkembangan kemampuan sistem
pencernaannya berbeda-beda. Upaya untuk mencapai status gizi anak balita
yang baik adalah dengan tercukupi kebutuhan gizi (Proverawati, 2009).

F. Keterkaitan Antara Permasalahan DAS Akibat Limbah B3 dan Epidemiologi


Pencemaran sungai semakin meningkat di Indonesia. Salah satu pencemaran
tertinggi di Indonesia ialah DAS Citarum. Tingginya perkembangan industri seperti
industri tekstil di Majalaya membuat semakin tinggi jumlah limbah yang dihasilkan.
Banyak industri tidak menaati peraturan terkait baku mutu limbah cair dan dibuang
langsung ke badan air DAS Citarum tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah
industri tekstil menghasilkan limbah logam berat kromium (VI) untuk digunakan
dalam proses produksi. Kromium (VI) yang masuk ke dalam badan air dapat menjadi
permasalahan kesehatan baik jangka pendek dan jangka panjang.
Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan
oleh sejumlah penelitian. Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun yang
ditemukan di sungai, yaitu logam berat. Logam berat merupakan elemen yang tidak
dapat terurai (persisten) dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan
(bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang merugikan pada makhluk hidup.
Sebuah investigasi mengenai bioakumulasi mengungkapkan bahwa logam berat
seperti Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), dan Timbal (Pb) ditemukan dalam
kadar yang tinggi pada dua spesies ikan yang biasa dimakan, Oreochromis nilotica
dan Hampala macrolepidota. Berikut adalah dampak Kesehatan Akibat Sungai Yang
Tercemar Limbah B3 bagi kesehatan berdasarkan berita online CNN Indonesia diatas,
Permasalahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa barat adalah adanya
temuan berupa limbah B3 batubara dari perusahaan di majalaya kabupaten bandung
secara ilegal selain itu di beberapa wilayah seperti di Cirebon, Karawang, dan
42

Purwakarta juga terdapat temuan limbah B3 yang dapat menimbulkan dampak


kesehatan, yaitu :
1. Air Raksa/Hargentum/Hg/Mercury
Methyl Mercury (MeHg) merupakan bentuk penting yang memberikan pemajanan
pada manusia. Berikut adalah dampak yang ditimbulkan Hg :
a. Kelompok Risiko Tinggi Terpajan Hg
Orang – orang yang mempunyai potensial terpajan Hg diantaranya :
1) Pekerja pabrik yang menggunakan Hg
2) Janin, bayi dan anak – anak :
a) MeHg dapat menembus placenta
b) Sistem syaraf sensitif terhadap keracunan Hg
c) MeHg pada ASI, maka bayi yang menyusu dapat terpajan
3) Masyarakat mengonsumsi ikan yang berasal dari daerah perairan yang
tercemar mercury
4) Pemajan melalui inhalasi, oral, kulit
b. Dampak pada Kesehatan
Mercury termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh
jaringan terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam
darah dan otak. 90% ditemukan dalam darah merah.
1) Efek Fisiologis
Efek toksisitas mercury terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan
ginjal, dimana mercury terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan
SSP dan ginjal antara lain tremor, kehilangan daya ingat.
2) Efek pada Pertumbuhan
MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan
bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah
ibu mempunyai kaitan signifikan.
3) Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terpajan MeHg bisa menderita
kerusakan otak dengan manifestasi : retardasi mental, tuli, penciutan
lapangan pandang, buta, microchephaly, cerebral palsy, gangguan
menelan.
c. Efek Lain
Efek terhadap sistem pernafasan dan pencernaan makanan dapat terjadi pada
keracunan akut. Inhalasi dari elemental Mercury dapat mengakibatkan
43

kerusakan berat dari jaringan paru. Sedangkan keracunan makanan yang


mengandung Mercury dapat menyebabkan kerusakan liver.
2. Chromium
Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya
adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI. Electroplating, penyamakan kulit dan pabrik textil
merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air permukaan. Limbah padat
dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke landfill dapat merupakan
sumber kontaminan terhadap air tanah. Dampak yang ditimbulkan chromium
terhadap kesehatan :
a. Kelompok Risiko Tinggi
1) Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr.
2) Perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI lebih
tinggi
3) Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui
pernafasan (inhalasi) atau kulit.
b. Dampak Kesehatan
1) Efek Fisiologi
Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang
mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan
cholesterol berjalan normal. Organ utama yang terserang karena Cr
terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah
ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas.
2) Efek pada Kulit
Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV.
3) Efek pada Ginjal
Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis
4) Efek pada Hati
Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 %
tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan
terjadi kegagalan ginjal akut.
3. Cadmium (Cd)
Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran seng,
timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri, terutama
plating logam, pigmen, baterai dan plastik. Sumber utama pemajanan Cd berasal
44

dari makanan karena makanan menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman
dan ikan. Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat
buangan limbah bahan kimia. Dampak pada kesehatan yang ditimbulkan dari
cadmium yaitu adanya kerusakan ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem
susunan saraf dan darah.
4. Cupper (Cu)/Tembaga
Tembaga juga terdapat pada tempat pembuangan limbah bahan berbahaya.
Senyawa tembaga yang larut dalam air akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang
masuk ke dalam tubuh, dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi
ke seluruh tubuh. Dampak terhadap Kesehatan Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr)
penting dalam diet agar manusia tetap sehat. Namun suatu intake tunggal atau
intake perhari yang sangat tinggi dapat membahayakan. Bila minum air dengan
kadar Cu lebih tinggi dari normal akan mengakibatkan muntah, diare, kram perut
dan mual. Bila intake sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan
ginjal, bahkan sampai kematian.
5. Timah Hitam (Pb)
a. Dampak pada Kesehatan
Sekali masuk ke dalam tubuh, timah didistribusikan terutama ke 3 komponen
yaitu :
1) Darah
2) Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak)
3) Jaringan dengan mineral (tulang + gigi)
Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal
mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah
gangguan pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme
Vitamin D dan Kalsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal
secara kronis, dapat menembus placenta sehingga mempengaruhi
pertumbuhan janin.
6. Nickel (Ni)
Salah satu sumber terbesar Ni terbesar di atmosphere berasal dari hasil
pembakaran BBM, pertambangan, penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di
air berasal dari lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air
tanah dekat lokasi landfill. Dampak terhadap Kesehatan Ni dan senyawanya
merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang mengandung Ni-Sulfide
45

mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru dan rongga hidung, dan
mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara.
7. Pestisida
Pestisida banyak digunakan pada sektor pertanian dan perdagangan/ komoditi.
Dampak pada Kesehatan pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat
mengakibatkan keracunan Sistemik dan menghambat enzym Cholinesterase
(Enzim yang mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga mempengaruhi kerja
susunan saraf pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting lainnya
dalam tubuh. Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak
saluran pencernaan, jaringan, dan organ penting lainnya
8. Arsene
Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen, meskipun
bentuk bahan tak diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan tembaga atau
metal lain biasanya melepas arsen inorganik ke udara. Arsen dalam kadar rendah
biasa ditemukan pada kebanyakan fosil minyak, maka pembakaran zat tersebut
menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara Penggunaan arsen terbesar adalah
untuk pestisida.
Pemajanan Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan /
minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus
kemudian masuk ke peredaran darah. Dampak terhadap Kesehatan Arsen
inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat
mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran
makanan, nyeri, mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan
pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan
pembuluh darah, luka di hati dan ginjal.
9. Nitrogen Oxide (NOx)
NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari hasil
pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen. Pemajanan manusia
pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan.Dampak terhadap kesehatan
berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi lemah, sesak nafas, batuk yang
dapat menyebabkan edema pada paru-paru.
10. Sulfur Oxide (SOx)
46

Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan minyak,
industri kimia dan metalurgi.Dampak pada kesehatan berupa keracunan akut
pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx, abdomen
yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena). Tekanan darah
turun drastis.
Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk, rasa
tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada, tekanan darah
rendah dan nadi cepat dan pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit
terbakar
11. Karbonmonoksida (CO)
Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, berasal dari
hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung
rantai karbon (C). Dampak pada kesehatan :
a. Keracunan akut
Terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO yang masuk
kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah membentuk
karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine tidak mempunyai
kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat diperlukan untuk proses
kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena CO
mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar
dari pada oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau
hypoxia, susunan saraf, dan jantung, karena organ tersebut kekurangan
oksigen dan selanjutnya dapat mengakibatkan kematian.
b. Keracunan kronis
Terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar rendah atau
sedang. Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh darah,
gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah. Indonesia Environment Center
(IEC) memberikan solusi kepada anda dan perusahaan bagaimana supaya
lingkungan sekitar tetap sehat dan terjaga dari resiko bahaya Limbah B3.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wilayah Sungai Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan terpanjang di
Propinsi Jawa Barat. Permasalahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Citarum Jawa
Barat adalah adanya temuan berupa limbah B3 batubara dari perusahaan di Majalaya
Kabupaten Bandung secara ilegal. Walhi Jawa Barat menduga pihak yang sengaja
membuang limbah B3 ini adalah dengan modus penyalahgunaan izin dari
Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan (KLHK). Pembuangan limbah
berbahaya ini jelas akan sangat merugikan bagi kehidupan masyarakat.
Pencemaran akibat pembuangan limbah B3 yang ada di Daerah Aliran Sungai
Citarum Jawa barat termasuk dalam masalah kesehatan lingkungan yang dapat
dikaitkan dengan berbagai bidang kesehatan masyarakat yaitu promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, administrasi kebijakan kesehatan, epidemiologi, gizi
masyarakat dan juga kesehatan dan keselamatan kerja.
Pada perspektif bidang Promosi Kesehatan berkaitan dengan kurangnya
pemahaman dari para pemilik perusahaan atau industri mengenai pengelolaan limbah
B3 dan dampak dari pencemaran limbah B3 terhadap kesehatan. Bagaimana dari
setiap orang baik pihak perusahaan/industri dan juga masyarakat mengenai
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang memunculkan permasalahan DAS Citarum.
Pada bidang Administrasi Kebijakan Kesehatan, berkaitan dengan adanya
dugaan penyalahgunaan izin dari KLHK terkait dengan pembuangan limbah B3 yang
berdampak pada terganggunya keseimbangan DAS sehingga diperlukan penegakan
peraturan secara tegas dan pengaktifan kembali fungsi manajemen terkait dengan
pengelolaan DAS. Pada bidang ini perlu dikaji bagaimana akar dari suatu
permasalahan DAS hingga memunculkan dampak bagi ekosistem maupun manusia.
Pada bidang Kesehatan Lingkungan, pembuangan limbah B3 pada DAS
Citarum maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air serta terganggunya
ekosistem DAS. Adanya ketidakseimbangan ekosistem pada DAS Citarum maka
memunculkan berbagai dampak negatif baik yang secara langsung maupun tidak
langsung pada makhluk hidup.

47
48

Pada bidang Epidemiologi, pencemaran limbah B3 pada DAS Citarum dapat


mengakibatkan terganggunya masalah kesehatan yang serius pada manusia jika
terpapar secara terus menerus. Paparan pada manusia terjadi akibat adanya
kontaminasi zat atau bahan kimia berbahaya yang berasal dari limbah B3 yang
dibuang pada DAS Citarum. Sehingga efek negatif yang ditimbulkan oleh limbah B3
ini akan mencemari lingkungan dan juga berdampak bagi manusia hingga
menyebabkan suatu penyakit yang serius hingga pada kematian.
Pada bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, adanya pencemaran limbah
B3 ditepi DAS Citarum ini dapat mengganggu aktivitas pekerja di sekitar sungai,
sehingga diperlukan hierarki pengendalian risiko bahaya pada para pekerja tersebut.
Dan pada bidang Gizi Masyarakat, berkaitan dengan pemanfaatan sumber
daya alam yang terdapat pada DAS Citarum untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Sebagai contoh masyarakat sekitar mengonsumsi ikan dan tanaman air dari DAS
Citarum. Jika DAS Citarum tercemar limbah B3 maka akan menjadi masalah gizi
kesehatan bagi masyarakat.
Keterkaitan antara permasalahan DAS Citarum dengan berbagai bidang pada
kesehatan masyarakat, tentunya ketika mencari akar permasalahan maupun untuk
menanggulangi permasalahan tersebut akan lebih terperinci dengan berbagai sudut
pandang yang telah dilakukan analisis. Oleh karena itu, adanya permasalahan DAS
terutama dalam kasus ini adalah permasalahan pembuangan limbah B3 pada DAS
Citarum diharapkan dapat ditangani sesegera mungkin dan peran dari pemerintah
maupun masyarakat secara bersama – sama mencegah agar permasalahan tersebut
dapat teratasi secara maksimal dan tidak terulang kembali di masa mendatang.

B. Saran
Keterkaitan antara bagian DAS dengan bagian lain perlu menjadi satu
kesatuan wilayah DAS dengan pengelolaan yang terpadu dan mempertimbangkan
aspek kondisi masyarakat. Sehingga harus terdapat keterpaduan dalam proses
perancangan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang yang
mengakomodasikan aspek – aspek peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, kondisi masyarakat, kawasan hulu – hilir, serta
kelestarian lingkungan sepanjang DAS.
Adanya permasalahan pembuangan limbah B3 pada DAS Citarum seharusnya
menjadi poin penting yang harus segera diselesaikan agar tidak berlarut – larut dan
49

segera mendapatkan penanganan yang semestinya. Berkaitan dengan peraturan


undang – undang pun telah diterbitkan untuk pengelolaan limbah B3 yang semestinya.
Namun hal ini pun juga masih dikesampingkan oleh beberapa pihak
perusahaan/insutri yang “nakal”.
Pemerintah sebagai lembaga penegak hukum harus bertindak tegas dalam
melaksanakan aturan – aturan hukum. Tanpa pandang bulu dalam artian tidak
mengistimewakan suatu hal tertentu yang menguntung sebelah pihak saja. Dalam
kasus tersebut pun telah disebutkan juga bahwa terdapat suatu program Citarum
Harum yang memulihkan kondisi sungai. Dan juga para stakeholder harus ikut
berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan DAS. Kemudian masyarakat
sekitar DAS Citarum juga harus melakukan upaya – upaya yang bersifat menjaga
kebersihan lingkungan seperti tidak menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan
limbah domestik, juga termasuk limbah B3 dan utamanya adalah tetap menjaga dan
melestarikan apa yang ada pada Daerah Aliran Sungai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Sashkia Dewi. 2017. FISHBONE DIAGRAM. SIS Binus University. Diakses pada 24
Jan 2021 pukul 20.16 WIB < https://sis.binus.ac.id/2017/05/15/fishbone-diagram/>
Cahyaningsih, A., & Harsoyo, B. (2010). Distribusi Spasial Tingkat Pencemaran Air di
DAS Citarum. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 11(2), 1. <
https://doi.org/10.29122/jstmc.v11i2.2180>
CNN Indonesia. 2019. Walhi Masih Temukan Perusahaan Buang Limbah B3 ke DAS
Citarum. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 20.24 WIB
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190203004645-20-366029/walhi-masih-
temukan-perusahaan-buang-limbah-b3-ke-das-citarum>
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. 2021. Peraturan Nasional. Diakses pada 23 Jan 2021 pukul 12.13 WIB
<http://pslb3.menlhk.go.id/peraturan-nasional>
Edward Suhendra, P. E. 2013. Potensi Keberadaan Polutan Kloroanilin di Sungai
Citarum Akibat Biotranformasi Pewarna Azo dari Air Limbah Tekstil. Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Eprints UMM. BAB I. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 13.30 WIB
<http://eprints.umm.ac.id/20848/2/7b.pdf>
Eprints UMS. BAB I PENDAHULUAN. Diakses pada 24 Jan 2021 pukul 19.13 WIB.
<http://eprints.ums.ac.id/56444/5/BAB%20I.pdf>
Eprints Undip. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diakses pada 22 Jan 2021 pukul 22.18
WIB <http://eprints.undip.ac.id/55640/4/2b_BAB_Tinjaun_Pustaka.pdf>
Fuady , Zahrul dan Cut Azizah. 2008. Tinjauan Daerah Aliran Sungai Sebagai Sistem
Ekologi Dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. LENTERA : Vol.6, Oktober 2008
Harmiati, dkk. 2018. Implementasi Good Enviromental Governance dalam Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (Das) Bengkulu. Bengkulu. Jurnal Ilmu Pemerintahan:
Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah Volume 3– Nomor 2, Oktober2018,
(Hlm 136-148) Submission: 8-9-2018; Revision: 14-10-2018; Published: 30-10-2018
Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip
Imansyah, Muhammad Fadhil. 2012. Studi Umum Permasalahan Dan Solusi Das Citarum
Serta Analisis Kebijakan Pemerintah. Jurnal Sosioteknologi Edisi 25 Tahun 11,
April 2012.

50
51

Indra, T. L. 2013. Pemetaan Wilayah Dampak Lingkungan Terkena Limbah Industri


Pada Das Citarum Hulu . Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste
Management Technology), ISSN 1410-9565.
JDIH BPK RI DATABASE PERATURAN. Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 15
Tahun 2018. Diakses pada 23 Jan 2021 pukul 12.54 WIB
<https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/73584/perpres-no-15-tahun-2018>
JDIH Provinsi Jawa Barat. Peraturan Daerah. Diakses pada 23 Jan 2021 pukul 12.56 WIB
< https://jdih.jabarprov.go.id/page/info/produk/7143>
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Izin Lingkungan. Diakses pada 23
Jan 2021 pukul 13.29 WIB <http://pelayananterpadu.menlhk.go.id/index.php/izin-
lingkungan>
Marsingga, Prilla. 2020. Studi Keamanan Lingkungan: Aktor Transnasional Dalam
Penanganan Pencemaran Sungai Citarum. Vol 2,No.1.Maret 2020 ISSN: 2656
6125.
Nurmala, Ira dkk. 2018. Promosi Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press
Putra, Desriko Malayu. 2016. Kontribusi Industri Tekstil dalam Penggunaan Bahan
Berbahaya dan Beracun Terhadap Rusaknya Sungai Citarum. JURNAL
HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016.
Rahayu, A. 2019. Ekologi Pangan dan Gizi. Sumber <
http://eprints.ulm.ac.id/10047/1/BUKU AJAR EPG.pdf >
Rahmani, Rifky Zakiya. 2018. Analisis Pencemaran Kromium Berdasarkan Kadar Cod
(Chemical Oxygen Demand) Pada Hulu Sungai Citarum Di Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung Jawa Barat Tahun 2018.Fakultas Ilmu Kesehata
Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan.
Rismawati, L., dkk. Kajian Persepsi Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Pencemaran
Air Sungai Martapura. EnviroScienteae, 16(3), 389-396
Samosir, I. A. 2014. Analisis Potensi Bahaya Dan Pengendaliannya Dengan Metode
Hirac. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Setiyono. 2001. Dasar Hukum Pengelolaan Limbah B3. Jurnal Teknologi Lingkungan,
2(1), 72 – 77
________. 2004. Potensi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai