Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BANGSA ARAB PRA DAN PASCA ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah : Studi Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Dr. Mochamad Imamuddin

Disusun oleh:
Hasan Syukur
210104210023
Bela Noviana Dewi
210104210029

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB


PASCASARJANA
UINIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada baginda Muhammad SAW berikut semua
keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jejaknya sampai akhir
zaman.

Kali ini kami akan belajar memaparkan salah satu pembahasan pada mata
kuliah Studi Al-Qur’an, yakni Bangsa Arab Pra dan Pasca Islam, semoga makalah
ini dapat difahami dengan baik, juga tak lupa pula kami sampaikan rasa hormat,
serta terimakasih kami kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Al-Qur’an, Dr.
Mochamad Imamudin yang senantiasa membimbing kami dengan penuh
kesabaran agar kelak kami menjadi seorang yang berguna bagi dirinya, agama,
dan negaranya.

Kami berharap semoga makalah ini berguna utamanya bagi kami sebagai
pemakalah, dan umumnya bagi para pembaca lainnya, dan kami menyadari bahwa
makalah ini amat jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangan karena
kami masih tahap pembelajaran, kami mengharapkan kritik dan saran dalam
pembuatan makalah ini.

Malang, 12 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................4

A. Silsilah dan Keturunan Bangsa Arab............................................................4

B. Keyakinan dan Kepercayaan Bangsa Arab...................................................6

C. Kondisi Sosial Bangsa Arab pra-Islam.........................................................9

D. Keadaan Bangsa Arab Pasca-Islam Dan Saat Ini........................................12

BAB III....................................................................................................................1

PENUTUP..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kedatangan Islam dan Pembawanya, Muhammad SAW di tengah
masyarakat Arab sungguh merupkan suatu reformasi besar. Dalam suatu
masyarakat yang cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, Islam
dengan Al-Qur'an sebagai sumber utamanya mampu merubahnya dalam
waktu yang relatif singkat. Sebelum Islam datang, masyarakat Arab
merupakan komunitas yang mengabaikan atau mengingkari fitrah
manusia. Peperangan yang terjadi antar suku dan kabilah yang
berlangsung selama puluhan tahun, penguburan anak-anak perempuan
yang masih hidup, penyembahan kepada berhala, serta penindasan
terhadap warga yang mempunyai status sosial rendah oleh para bangsawan
merupakan bagian dari hidup mereka. Seolah – olah itu semua merupakan
pandangan hidup mereka.
Tidak itu saja, kegemaran mereka terhadap khamr, fanatisme
kesukuan yang tinggi, dan penempatan kaum perempuan pada derajat yang
rendah adalah cara hidup yang lazim dijumpai. Keadaan dilukiskan oleh
masudul hasan dengan,

“Orang-orang kecanduan minum, berjudi, Seks bebas dan


kemerosotan moral. Kaum wanita diperlakukan seperti barang bergerak
yang dapat dijual atau dibeli jika ada yang mau. Para penyair
mendendangkan keburukan moral dengan penuh kebanggaan. Jika
seseorang meninggal, sang anak mewarisi ibu-ibu tirinya bersama
dengan barang-barang lain dan dapat menikahi mereka. Kelahiran
seorang anak perempuan dipandang sebagai sesuatu yang memalukan.
Banyak anak perempuan yang dicekik atau dikubur hidup-hidup ketika
lahir. Perbudakan merupakan sesuatu yang wajar dan sang tuang mailiki
kekuasaan dalam hidup dan matinya para budak. Riba merupakan sajian

1
2

sehari-hari dan para pemilik harta mengeksploitasi orang miskin dan


yang membutuhkan. Ada jurang pemisah antara si kya dan si miskin”.1

Kondisi masyarakat yang demikian tentunya tidak dapat dikatakan


sebagai masyarakat ideal, mengingat hal-hal tersebut tidak mencerminkan
masyarakat yang beradab.
Di tengah kondisi masyarakat yang demikianlah Islam datang.
Dengan al-Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai dua faktor utama, dalam
waktu yang relatif singkat, islam merubah cara masyarakat itu dari
masyarakat yang biadab menjadi masyarakat beradab. Keberhasilan Islam
di tengah masyarakat yang demikian “liar” tentu saja membuat dunia
tercengang. Bahkan, dua negara ada yang berkuasa ketika itu, Bizantium
dan Persia, tidak pernah mempertimbangkan untuk menguasai wilayah ini
karena kerasnya kehidupan dan penghuninya.2
Menarik untuk dicermati, kedatangan Islam tidak merombak nilai-
nilai yang dianut masyarakat secara keseluruhan. Artinya, islam tidak
mengikis habis nilai-nilai kemuliaan dalam pandangan mereka dan
menggantinya dengan nilai-nilai yang sama sekali baru. Tetapi Islam
mengkoordinir nilai-nilai itu dan mengarahkannya kepada hal yang sesuai
dengan syariat. Nilai-nilai seperti kemuliaan, kedermawanan, dan
keberanian yang dianggap baik oleh bangsa Arab tetap dipertahankan dan
diubah cara serta tujuannya.3
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik dan berminat untuk
mengkaji lebih dalam terkait dengan keadaan bangsa Arab baik sebelum
Islam datang ataupun setelahnya hingga sekaramng. Berangkat dari
kenyataan inilah, penulis akan mengkaji dan mengangkat judul
“BANGSA ARAB PRA DAN PASCA ISLAM”

1
Masudul Hasan, History Of Islam, India : Adam Published,1995), Vol. 1, hlm. 48
2
Karen Amstrong, Muhammad; A Biografhy of The Prophet, (London: Victor Gallanz,
1991), hlm. 55.
3
Zakaria Bashier, The Makkan Crucible, (Licester: Islamic Foundation, 1978), hlm. 27.
3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana silsilah dan keturunan Bangsa Arab?
2. Bagaimana keyakinan dan kepercayaan Bangsa Arab?
3. Bagaimana kondisi sosial Bangsa Arab pra-Islam?
4. Bagaimana keadaan Bangsa Arab pasca-Islam dan saat ini?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana silsilah dan keturunan Bangsa Arab
2. Mengetahui bagaimana keyakinan dan kepercayaan Bangsa Arab
3. Mengetahui bagaimana kondisi sosial Bangsa Arab pra-Islam
4. Mengetahui keadaan Bangsa Arab pasca-Islam dan saat ini
BAB II

PEMBAHASAN

A. Silsilah dan Keturunan Bangsa Arab


Bangsa Arab diketahui telah memiliki peradaban jauh sebelum
islam muncul di sana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa aspek
peradaban Arab meliputi agama, politik, ekonomi dan seni budaya.
Sejarawan muslim membagi penduduk Arab menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Al-‘Arab al-Baaidah; Arab Kuno; 2) Al-‘Arab al-‘Aribah; Arab
Pribumi; dan 3) al-‘Arab al-Musta’ribah; Arab Pendatang.4
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri menjelaskan dalam
bukunya Sirah Nabawiyah bahwa al-‘Arab al-Baaidah, yaitu kaum-
kaum Arab yang terdahulu yang sejarahnya tidak bisa dilacak secara rinci
dan komplit, seperti Ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Imlaq, dan lain-lainnya.
Al-‘Arab al-‘Aaribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan
Ya’rub Yasjub bin Qthan atau disebut pula Arab Qathaniyyah. Al-‘Arab
al-Musta’ribah, yaitu, kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan
Ismail yang disebut pula dengan Arab Adnaniyah.
Tempat kelahiran Arab Aribah atau Kaum Qathan adalah negeri
Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, yang dikenal
adalah dua kabilah, yaitu :
1. Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu
Zaid al-Jumhur, Qudha’ah dan Saksik
2. Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu
Hmadan, Amnar, Thayyi’, Madzhij, Kindah, Lakham, Judzam,
Uzd, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah raja Syam.5
Eksistensi Arab kuno tidak dapat terdeteksi oleh sejarah kecuali
beberapa kaum yang dikisahkan dalam Al-Quran dan Kitab-kitab

4
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), Cet. VIII
hlm. 50
5
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2014), hlm. 2
5

pendahulunya. Adapun Arab Pribumi adalah dua golongan besar yaitu,


Qahthaniyun dan ‘Adnaniyyun yang berasal dari yaman dan merupakan
keturunan nabi ismail AS yang berdiam di Hijaz, Tahama, Nejad,
Palmerah dan sekitarnya.
Dari segi tempat tinggal mereka dibagi ke dalam dua kelompok
besar, yaitu Ahl al-Hadharah (Penduduk Kota) dan Ahl al-Badhiyah
(Penduduk gurun pasir). Keuda kelompok ini banyak perbedaan dalam
pranata sosial, tata cara, ekonomi, dan politik yang dipengaruhi kondisi
geografi dan kondisi alam dimana mereka tinggal.6
Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di
seluruh Jazirah Arabia. Mereka kebanyakan mendiami wilayah pinggir
Jazirah, dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Pada masa dahulu tanah
Arab itu dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1. Arab Petrix atau Petraea, yakni wilayah yang terletak di
sebelah barat daya gurun Syiria, dengan Petra sebagai
Pusatnya.
2. Arab Diserta atau gurun Syiria yang kemudian dipakai untuk
menyebut seluruh Jazirah Arab karena tanahnya yang subur.
3. Arab Felix, wilayah hijau (Green Land ), yakni wilayah yang
berbahagia ( Happy Land ), yakni Yaman yang memiliki
kebudayaan maju dengan kerajaan Saba’ dan Ma’in.

Bangsa Arab dibagi menjadi dua bagian, yaitu Qathan dan Adnan.
Qathan semua berdian di Yaman, namun setelah hancurnya bendungan
Ma’rib sekitar tahun 120 SM, mereka bermigrasi ke Utara dan mendirikan
kerajaan Hirah dan Gassan. Sedangkan adnan adalah keturunan Ismail ibn
Ibrahim, yang banyak mendiami Arab dan Hijaz. Bangsa Arab telah dapat
mendirikan kerajaan diantaranya adalah Saba’, Ma’in, dan Qutban serta
Himyar, semuanya di Yaman. Di Utara Jazirah berdiri kerajaan Hirah
(Manadirah) sejak dahulu karena miskin daerahnya, namun terdapat
tempat suci, yakni Makkah yang di dalamnya berdiri Ka’bah dan terdapat

6
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara,
2015), Cet. VI, hlm. 50
6

sumur zam-zam. Di kawasan itu juga terdapat Yastrib yang merupakan


daerah subur sejak dahulu.7

B. Keyakinan dan Kepercayaan Bangsa Arab


Sebelum kedatangan Islam di Arab terdapat berbagai agama
diantaranya ada yang ber agama yahudi, kristen dimana mayoritas
penganut agama Yahudi tersebut pandai bercocok tanam dan membuat
alat-alat dari besi seperti perhiasan dan persenjataan.8
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam.
Paganisme, yahudi, dan kristen merupakan ragam agama Bangsa Arab pra
Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan
bermacam-macam bentuk ada di sekitar ka’bah. Orang-orang dari semua
penduduk Jazirah datang berziarah ke tempat itu. beberapa sudah berumur
ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak
terusik, baik pada masa kehadiran pemukiman yahudi maupun upaya-
upaya kristenisasi yang muncul di Syiria dan Mesir. Agama yahudi dianut
oleh para Imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman.
Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian agma ini
di jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzu Nuwas merupakan penguasa
Yaman yang condong ke yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan
berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk najran
agar masuk agama Yahudi. Sehingga kalau mereka menolak, maka akan
dibunuh.
Sedangkan agama Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum
kedatangan Iislam tidak ternodai oleh tragedi mengerikan semacam itu.
yang tampak hanyalah pertikaian antar sekte-sekte kristen. Menurut
Muhammad ‘Abid al-Jabiri, al-Qur’an menggunakan istilah “Nasara”
bukan “al-Masihiyah” dan “al-Masihi” bagi pemeluk agama kristen. Bagi
pendeta kristen resmi (Katolik, Ortodoks dan Evangelis) istilah “Nasara”
adalah sekte sesat, tetapi bagi kaum islam mereka adalah “Hawariyyun”.
Para minoritas Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani

7
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos , 1997), hlm. 6
8
Dr. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2008), hlm. 15
7

yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan


hermes menyerbu daerah itu. inilah yang menimbulkan antara minoritas
dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha mendamaikan antara
Filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dandoktrin Kristen yang
bertumpu pada Iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang
kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk ke Jazirah Arab dan
sekitarnya. Sekte Arius menyebar ke Jazirah Arab bagian Selatan, yaitu
dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia.
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain
tiga agama di atas adalah Hanafiyah, yaitu sekelompok orang yang
mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu
penyembahan berhala-berhala, juga tidak menganut agama Yahudi
ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan
bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanafiyah, sebagai
aktualisasi dari Millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luar ke penjuru
Jazirah Arab khususnya di tiga Wilayah Hijaz, Yathrib, Taif dan Mekah.9
Menurut Watt dalam bukunya Muhammad’s Mecca (1998),
melalui kajiannya terhadap al-Qur’an dikombinasikan dengan sumber
arkeologis dan literal lain ada 4 sistem kepercayaan religius yang
berkembang di Arab pra Islam, yaitu :
1. Fatalisme
Kepercayaan ini menganggap bahwa “waktu” merupakan
manifestasi dari Tuhan. Menurut mereka terdapat dua hal yang wujudnya
ditakdirkan; pertama, kematian (‘ajal) dan kedua, rezeki. Dua hal inilah
yang keberadaanyya di luar kontrol manusia. Sehingga muncul
kepercayaan bahwasanya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup ini
merupakan produk dan ditentukan oleh waktu.
2. Paganisme

Kepercayaan paganisme ini adalah realitas yang niscaya dalam


masyarakat Arab. menurut Watt, di Jazirah Arab terdapat sepuluh Tuhan

9
Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Aal-Buthy, Sirah Nabawiyah, (Jakarta : Robbani
Press, 2006 ), Cet. 11. hlm. 21
8

yang disembah. Tiga diantaranya diidentifikasi sebagai Tuhan feminim,


yaitu al-Lat, al-Uzzah, dan Manat. Mereka berada di tempat-tempat suci di
sekitar Makkah, Thaif, Nakhla dan Qudaid. Tujuh lainnya berkarakter
Tuhan maskulin antara lainWadd yang disembah oleh suku Kalb, Suwa’
disembah suku Yanbu, Yaghuts disembah oleh suku Madhij, Yauq oleh
suku Khiwan dan Nasr oleh suku di Yaman dan Himyar.

3. Kepercayaan kepada Allah sebagai super Tuhan


Konsep Allah dalam masyarakat Arab pra Islam setidaknya
mengandung beberapa pengertian :
a. Sebagai Tuhan pencipta alam semesta
b. Sebagai pemberi hujan dan kehidupan yang ada di muka bumi
c. Digunakan dalam sumpah yang sakral
d. Sebagai objek penyembahan dari apa yang  dapat dikatakan
sebagai monotheisme sementara
e. Sebagai Tuhan Ka’bah
f. Sebagai Tuhan yang disembah melalui perantaraan dewa-dewa
lain.

Menurut Watt, secara literal bentuk kepercayaan ini tampak seperti


ide ketuhanan yang bercorak monotheistik. Namun sesungguhnya dalam
konteks kehidupan masyarakat Arab pra Islam, bentuk keyakinan seperti
ini bukanlah bagian dari corak monotheistik. Hal ini tidak lain karena
disamping mempercayai akan Allah sebagai super Tuhan namun pada saat
yang bersamaan ia membuat sekutu kepadanya.

4. Monotheisme

Kaitannya dengan monotheisme masyarakat Arab pra Islam


setidaknya terdapat  tiga teori yang dimunculkan; pertama, monotheisme
sebagai akibat pengaruh dari agama Yahudi; kedua, monotheisme
merupakan sesuatu yang bersifat alamiah. Monotheisme merupakan
9

evolusi pemikiran secara umum dari masyarakat : dan ketiga monotheisme


berkaitan dengan term “hanif”, agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim.10

C. Kondisi Sosial Bangsa Arab pra-Islam


Sebelum Islam datang, di Jazirah Arab telah terlebih dahulu
berkembang agama-agama lain, yakni agama Nasrani yang berkembang di
bagian utara Jazirah Arab dan agama Yahudi yang berkembang di
Madinah. Akan tetapi, kepercayaan dan cara penyembahan kedua agama
tersebut terhadap Tuhan tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan
keagamaan komunitas Arab pada umumnya, yaitu kultur Arab asli yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur millah (agama) Ibrahim.11 Dengan
demikian, jauh sebelum Islam datang, di Jazirah Arab telah terlebih dahulu
lahir berbagai agama dan kepercayaan.
Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era
Jahiliyyah (kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan
mereka dalam berbagai segi dan tidak berperadaban, namun ketiadaan
pengetahuan mereka akan tata cara kemasyarakatan, politik, dan
pengetahuan tentang ke-Esaan Allah. Adapun dari segi fisik, mereka
dinilai lebih sempurna dibanding orang-orang Eropa, begitupula dalam sisi
pertanian dan dan perekonomian yang telah maju. Disamping faktor
teologis tersebut, mereka memiliki beberapa karakteristik khusus yang
semakin memperkuat kesan jahil (bodoh) pada mereka. Lebih jauh, Ignaz
Goldziher, seorang orientalis asal Hongaria menyatakan bahwa kondisi
masyarakat kala itu bukan hanya jahiliyyah, namun juga barbarisme dan
cenderung primitif.12 Fase kehidupan bangsa Arab tanpa bimbingan wahyu
Ilahi dan hidayah sangatlah panjang. Oleh sebab itu, diantara mereka
banyak ditemukan tradisi yang sangat buruk.
Diantara preseden buruk yang melekat pada Arab pra-Islam adalah
kondisi dan kedudukan wanita yang dipandang sebelah mata, bahkan
10
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam
(Malang:UIN-Maliki Press), hlm. 64-68
11
Sayed Ali Asgher Razwy, Muhammad Rasulullah SAW; Sejarah Lengkap Kehidupan
dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan Barat, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004),
hlm. 13
12
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 57
10

setengah manusia. Dimata masyarakat mereka, wanita tidak ada harganya


dan tidak lebih berharga dari barang dagangan di pasar. Beberapa pendapat
bahkan menganggap wanita seperti hewan ternak yang tidak memiliki
hak.13 Mereka tidak dapat menjadi pewaris suami atau orang tua. Para
lelaki juga bebas menikah dengan wanita mana saja berapapun jumlahnya,
sedangkan tidak demikian bagi wanita. Seorang istri yang ditinggal
suaminya meninggal juga dapat diwarisi oleh anak tertuanya atau salah
satu kerabat mendiang suaminya. Sungguh jauh berbeda dengan posisi
suami setelah menikah yang berkedudukan layaknya raja dan penguasa. 14
Mereka juga terkenal dengan tradisi penguburan anak hidup-hidup.
Namun, perlu dipahami bahwa tradisi tersebut tidak terjadi di seluruh suku
Arab. Hanya beberapa suku dan kabilah saja yang menerapkan tradisi ini.
Tradisi tersebut dilakukan dengan dasar bahwa anak (kebanyakan
perempuan) adalah penyebab kemiskinan dan aib bagi keluarga. Bila
mereka kalah dalam peperangan, maka istri dan anak perempuan mereka
akan di rampas oleh musuh. Karenanya, mereka beranggapan lebih baik
membunuh anak mereka terlebih dahulu sebelum ditawan oleh musuh.
Alasan lainnya adalah faktor kependudukan. Salah satu peristiwa besar
yang berpengaruh adalah hancurnya bendungan Ma’arib, Yaman. Rakyat
berbondong-bondong melakukan urbanisasi besar-besaran ke Utara,
termasuk Mekkah, Yatsrib, dan Damaskus.15
Bangsa Arab juga dikenal hidup dalam kabilah-kabilah atau klan-
klan. Mereka hidup berdampingan antar kabilah dengan perjanjian damai
yang disebut dengan al-ahlaf. Kecintaan mereka terhadap keluarga, garis
keturunan (nasab) dan kabilah mengalahkan kecintaan mereka terhadap
hal lainnya. Akhirnya, sikap fanatisme ini menyebabkan peperangan serta
permusuhan untuk merampas serta menjarah harta benda dari kabilah
lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang lemah untuk
merampas harta benda mereka. Orang-orang yang merdeka lebih memilih

13
Ibid, hlm. 55
14
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 51
15
Wilkinson, Philip, dan Douglas Charing, Encyclopedia of Religion, (London: Dorling
Kindersley Limited, 2004), hlm. 245
11

berdagang, menunggang kuda, berperang, bersyair, serta saling


menyombongkan diri, keturunan dan harta bendanya. Sedangkan, budak-
budak mereka diperintahkan untuk bekerja lebih keras dan sulit.16
Bangsa Arab pra-Islam memiliki kemajuan di bidang
perekonomian, khususnya dalam aspek pertanian dan perdagangan.
Masyarakat Arab telah mengenal dan menggunakan peralatan pertanian
semi-modern seperti alat bajak, cangkul, garu, dan tongkat kayu untuk
bercocok tanam. Penggunaan hewan ternak sebagai pembawa air dan
penarik bajak juga telah dikenal kala itu. Mereka juga mampu membangun
sistem irigasi yang baik, meskipun kemudian bendungan Ma’arib yang
mereka bangun akhirnya rusak dan tidak berfungsi.17 Untuk menyuburkan
tanah dan memperbanyak hasil produksi, mereka juga telah menggunakan
berbagai macam pupuk alami, seperti pupuk kandang dan juga
penyilangan pohon tertentu untuk mendapat bibit unggul. Sistem
pengolahan ladang dan sawah mereka juga telah menggunakan sistem
sewa tanah, bagi hasil atau bekerja sama dengan penggarap.18
Di samping pertanian, mereka juga terkenal dalam urusan
perdagangan. Perdagangan yang dilakukan juga tidak terbatas sesama
Arab, namun juga dengan non-Arab. Kemajuan mereka dilihat dari
kegiatan ekspor dan impor yang telah dilakukan para pedagang Arab
Selatan dan Yaman sejak 200 tahun sebelum lahirnya Islam. Mereka
melakukan ekspor barang-barang seperti dupa, kayu gaharu, minyak
wangi, kulit binatang, buah kismis, dan lain-lain. Dan mereka juga
mengimpor bahan bangunan, bulu burung unta, logam mulia, batu mulia,
sutra, gading, rempah-rempah, intan, dan sebagainya dari Afrika, Persia,
Asia Selatan, dan juga China.19
Hal tersebut didukung dengan fakta bahwa Makkah memiliki peran
strategis karena merupakan jalur persilangan ekonomi internasional, yang

16
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan, dan
Modern, (Yogyakarta: Diva Press, 2021), hlm. 113-114
17
Philip K. Hitti, History of The Arabs: Tenth Edition, (London: Macmillan Education
LTD, 1970), hlm. 64-65
18
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 54-55
19
Ibid, hlm. 55-56
12

menghubungkan jalur-jalur dari dan ke mancanegara. Meskipun demikian,


beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan pertanian dan perdagangan
tersebut masih jauh bahkan tidak memiliki roh atau semangat kemanusiaan
seperti keadilan dan persamaan. Sistem kapitalis dan monopoli telah jauh-
jauh hari dijalankan di tanah Arab yang melahirkan kesenjangan ekonomi
yang mencolok antara si kaya dan si miskin, serta memperlebar jurang
pemisah antara mereka. Sehingga, disamping menjadi pedagang, tidak
sedikit masyarakat Arab yang berprofesi sebagai penyamun dan
perampok. Karenanya, tidak meleset bila Nicholson, orientalis asal
Britania Raya yang concern terhadap Islam, melabeli kaum Arab pra-
Islam sebagai kaum yang sepenuhnya hedonis20
Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Arab telah terkenal
dengan karya sastranya. Pasar-pasar tahunan seperti Ukaz, Dzul Majaz dan
Mihnah mengadakan perlombaan rutin dalam syair-syair dan puisi-puisi
Arab. Pemenang perlombaan tersebut mendapat kehormatan dengan
ditulisnya syair tersebut dengan tinta emas dan digantungkan di Ka’bah
atau mu’allaqat.21

D. Keadaan Bangsa Arab pasca-Islam dan Saat Ini

Islam diwahyukan oleh Allah melalui seorang hamba dan Rasul-


Nya, yaitu Muhammad ibn Abdillah yang lahir pada 12 Rabi’ul Awwal
Tahun Gajah, bertepatan dengan 29 Agustus 571 M di Makkah. Beliau
berasal dari kabilah Quraisy yang merupakan kabilah terhormat di
kalangan bangsa Arab. Beliau menerima wahyu pertamanya pada umur 40
tahun dan menjadi titik awal lahirnya agama penyempurna agama tauhid
dari Nabi Ibrahim, yaitu Islam. Jalan dakwah yang dilaluinya cukup terjal
dan mendapat banyak tekanan dan penolakan dari berbagai pihak. Namun
tanpa mengenal putus asa, beliau tetap melanjutkan misi suci
menyampaikan wahyu Allah kepada umat manusia. Secara keseluruhan,
beliau menghabiskan waktu sekitar 23 tahun untuk berdakwah menyeru
20
Reynold A. Nicholson, A Literary History of Arabs, (London: T Fisher Unwin, 1907),
hlm. 136
21
Ibid, hlm. 103
13

kepada Islam, dengan rincian 13 tahun pertama dilaksanakan di Makkah,


dan 10 tahun selanjutnya di kota Yatsrib atau Madinah.22

Tujuan dakwah Nabi selama 13 tahun di Makkah adalah


penanaman dasar-dasar keimanan dan segala yang berhubungan dengan
aqidah. Hal tersebut dapat dicermati dalam hal-hal yang dibahas dalam
surah Makkiyah yang kental dengan masalah aqidah dan keimanan.
Berbeda dengan periode selanjutnya, di Madinah, Nabi mulai menerapkan
Syari’ah Islam, hukum-hukum dan pembangunan ekonomi, sebagai dasar
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.23

Berbagai dasar-dasar kemasyarakatan Islam diletakkan oleh Nabi


demi membangun miniatur negara yang sesuai dengan konsep Islam.
Pertama, pendirian masjid untuk tempat berkumpul dan bermusyawarah
disamping fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. Kedua,
mempersaudarakan antar kaum muslim pendatang (Muhajirin) dan
penduduk asli Madinah (Anshar) meski tidak memiliki hubungan
kekerabatan secara keturunan. Ketiga, membuat perjanjian untuk bekerja
sama dan saling membantu antara kaum muslim dan non-muslim. 24

Kala itu di Madinah setidaknya ada 12 kelompok berbeda yang


mengadakan perjanjian yang disebut dengan Piagam Madinah (Madinah
Charter). Kelompok-kelompok tersebut diwakili oleh 3 kelompok besar,
yaitu kaum Muslim, kaum Yahudi, dan Orang Arab yang belum masuk
Islam. Dalam piagam tersebut, sedikitnya terdapat 5 poin kesepakatan
antar seluruh penduduk Madinah yang berbunyi sebagai berikut:

1. Tiap kelompok dijamin kebebasannya dalam beragama

22
Abrari, Ahmad Kastalani, Ansari, Syauqi, dll, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2016), hlm. 1
23
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 64
24
Ibid, hlm. 68
14

2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya


yang bersalah
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan
Madinah, baik yang muslim maupun non-Muslim
4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Nabi
Muhammad sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan
hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan
bagi negeri Madinah yang baru terbentuk.25

Prinsip sosial Islam (Social Justice) juga mulai diperkenalkan


untuk menggantikan berbagai tradisi jahiliyyah yang kurang (bahkan
tidak) berperikemanusiaan. Nabi yang juga berdagang mengajarkan
konsep jual-beli yang berbeda dengan tradisi Arab dahulu, dimana tidak
ada lagi monopoli perdagangan maupun sistem ekonomi kapitalis. Derajat
kaum wanita yang dahulu tidak berharga diangkat sedemikian rupa
sehingga memiliki derajat yang lebih mulia daripada sebelumnya. 26

Hukum pernikahan Islam pun diterapkan dengan membatasi


seorang pria beristri 4 orang wanita dan melalui akad yang sah. Seorang
wanita juga berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang
ditinggalkan oleh suami atau orang tuanya. Islam juga mengharamkan
berbagai perbuatan tercela yang telah menjadi tradisi Arab seperti
bertaruh, berjudi, minum khamr dan berbuatan tercela lainnya.27

Beberapa perubahan sosial lainnya adalah semakin terangkatnya


derajat manusia, terutama para budak belian. Perlahan namun pasti, Nabi
mencoba mengurangi praktik perdagangan budak dan memberikan mereka
hak-hak seperti manusia lainnya. Salah satunya adalah banyaknya
hukuman atas perbuatan dosa dalam Islam yang mensyariatkan

25
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 64-65
26
Karen Armstrong, Islam: A Short History, (New York: Modern Library, 2002), hlm. 16
27
Abrari, Ahmad Kastalani, Ansari, Syauqi, dll, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 2
15

pembebasan budak sebagai hukumannya. Hal ini dimaksudkan untuk


mengurangi jumlah budak-budak yang diperjualbelikan kala itu.28

Secara tersirat, Islam mengembalikan hak-hak manusia seperti


disepakati dalam Piagam Atlantik (The Atlantic Charter) tentang The Four
Freedom of Mankind (Empat macam kebebasan manusia). Oleh karena itu,
Nabi berupaya mengurangi peperangan darah sebagaimana tradisi suku-
suku Arab terdahulu. Alih-Alih berperang, Nabi justru menekankan sifat
saling memaafkan dan berlapang dada. Sikap tersebut amat nampak saat
Pembebasan Makkah (Fathu Makkah), dimana kaum Quraisy yang amat
memusuhi Nabi tidak mendapatkan hukuman, melainkan pengampunan
atas semua kesalahan mereka.29 Jadi, dapt disimpulkan bahwasanya sejarah
perang yang terjadi di zaman Nabi tidak lain karena terlebih dahulu
diserang, sehingga menuntut untuk terjadi peperangan. Bila
memungkinkan, Nabi lebih memilih cara-cara diplomasi dan perundingan
daripada harus mengobarkan peperangan.

Namun dewasa ini, diantara hal-hal yang pertama kali melintas di


benak masyarakat kala mendengar kata “Timur Tengah” adalah Arab,
Islam, minyak, dan konflik. Hal-hal tersebut merupakan ikon yang
ditemukan di daerah Timur Tengah. Arab merupakan mayoritas
penduduknya, Islam merupakan agama yang lahir disana dan menjadi
agama mayoritas di kawasan tersebut, minyak mentah menjadi komoditi
utama beberapa negara disana, serta konflik yang tak kunjung usai.
Penyebab konflik pun beragam, mulai dari perebutan sumber daya alam,
kepentingan politik, dan juga revolusi terhadap pemerintahan yang otoriter
(Arab Spring) 30

28
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 73-74
29
Karen Armstrong, Islam: A Short History, hlm. 22-23
30
Yuangga Kurnia Yahya dan Linda S. Haryani, Hak Minoritas Kristen di Tengah
Masyarakat Timur Tengah: Status Sosial dan Kebijakan Gereja, dalam Jurnal Religi UIN Sunan
Kalijaga, Vol. XIV, No. 2, Juli-Des 2018, 243-267
BAB III

PENUTUP

Peradaban Bangsa Arab yang dikenal barbar dan primitif dapat


berangsur membaik dengan datangnya agama Islam. Islam dan berbagai
ajarannya dapat mengentaskan Bangsa Arab dari jurang keterpurukan
budaya tidak manusiawi. Tidak berhenti disitu saja, Islam juga membawa
Bangsa Arab ke masa kejayaan mereka dan membuat mereka menjadi
“manusia” seutuhnya dan disegani bangsa-bangsa lainnya. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana keadaan Arab tanpa hadirnya Islam di tengah-
tengah mereka.

Adapun kemunduran Islam di beberapa abad terakhir, selain karena


siklus abadi sebuah dinasti atau peradaban, juga disebabkan pertentangan
internal antar sekte dan pergeseran nilai-nilai Islam oleh pemeluknya
sendiri. Mulai ditinggalkannya nilai Islam ditengarai oleh Shakib Arslan,
seorang politisi asal Lebanon, yang juga tokoh Panislamise, sebagai
pengaruh budaya Barat yang mengalami kemajuan setelah meninggalkan
agama mereka dalam renaissance. Namun yang terjadi adalah sebaliknya,
dalam bukunya “Limadza Ta’akhara-l-Muslimun wa Taqaddama
Ghairuhum”, ia menjelaskan bahwa ditinggalkannya nilai-nilai Islam oleh
pemeluknya merupakan sebab paling berpengaruh dalam kemunduran
Islam saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. 2021. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik,


Pertengahan, dan Modern. Yogyakarta: Diva Press

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. 2014. Sirah Nabawiyah.


Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Amstrong, Karen dan Muhammad. 1991. A Biografhy of The Prophet,


London: Victor Gallanz
Armstrong, Karen. 2002. Islam: A Short History. New York: Modern
Library.

Bashier, Zakaria. 1978. The Makkan Crucible, Licester: Islamic


Foundation

Esha, Muhammad In’am. Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam.


Malang: UIN-Maliki Press

Hasan, Masudul. 1995. History Of Islam. Vol. 1. India : Adam Published

Hitti, Philip K. 1970. History of The Arabs: Tenth Editio. London:


Macmillan Education LTD

Karim, M. Abdul. 2015. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Cet. VI


.Yogyakarta: Bagaskara

Mufrodi, Ali. 1997. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos

Nicholson, Reynold A. 1907. A Literary History of Arabs. London: T


Fisher Unwin

Ramadhan Aal-Buthy, Muhammad Sa’id. 2006. Sirah Nabawiyah. Cet. 11.


Jakarta : Robbani Press

Razwy, Sayed Ali Asgher. 2004. Muhammad Rasulullah SAW; Sejarah


Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut
Sejarawan Timur dan Barat. Jakarta: Pustaka Zahra

17
Supriyadi, Dedi. 2016. Sejarah Peradaban Islam. cet. VIII. Bandung:
Pustaka Setia.

Syauqi, Abrari, Ahmad Kastalani, Ansari, dll. Sejarah Peradaban Islam.


2016. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Wilkinson, Philip, dan Douglas Charing. 2004. Encyclopedia of Religion,


London: Dorling Kindersley Limited

Yahya, Yuangga Kurnia dan Linda S. Haryani. 2018. Hak Minoritas


Kristen di Tengah Masyarakat Timur Tengah: Status Sosial dan
Kebijakan Gereja, dalam Jurnal Religi UIN Sunan Kalijaga, Vol.
XIV, No. 2, Juli-Des 2018, 243-267

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo

18

Anda mungkin juga menyukai