Anda di halaman 1dari 35

ANALISA KINERJA PERSIMPANGAN BERSINYAL

MENGGUNAKAN MKJI 1997

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Rekayasa Lalu Lintas

Disusun oleh :
Herdian Rifkiansyah (1811033)
Muthi’ah Hudaedi (1811039)
Mohamad Fadilah (1811043)
Imam Muhammad N (1811044)
Muhammad Zulfan G (1811048)
Muhammad Rifky A (1811051)
Farhan Hardiansyah (1811054)
Rima Siti Rohimah (1811042)
Wildan Taufik (1811035)
Wandi Zaelani (1811036)
Panji Septiana (1811030)
Jaki Madani (1811011)
Asep Hilaludin (1811049)
Khoerul Zaman (1811045)
Hilman Januar (1711040)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

INSTITUT TEKNOLOGI GARUT

2021/2022

Jalan Mayor Syamsu No. 01 Desa Jayaraga Kecamatan Tarogong Kidul


Kabupaten Garut-Jawa Barat
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena atas karunia dan izin-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan Analisa Kinerja Simpang Bersinyal.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah ini.
Laporan tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak terutama dosen kami
yakni Athaya Zhafirah ST. MTr.T, yang senantiasa membantu kami dalam proses
pembelajaran maupun proses penyusunan laporan ini. Maka dari itu, kami berterima
kasih yang sebesar-besarnya kepada beliau atas bimbingannya.
Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat masih terdapat banyak
kesalahan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap
laporan ini agar kami dapat menyusunnya lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat.

Garut, 14 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Tujuan........................................................................................................4
1.3 BatasanMasalah.........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Studi Literatur............................................................................................5
2.2 Dasar Teori................................................................................................7
BAB III METODOLOGI.......................................................................................25
3.1 Gambaran Umum Lokasi........................................................................25
3.2 Metode Pengambilan Data......................................................................26
3.3 Metode Analisis Data .............................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................28
4.1 Perhitungan Data.....................................................................................31
4.2 Pembahasan.............................................................................................52
BAB V PENUTUP.................................................................................................53
5.1 Kesimpulan..............................................................................................54
5.2 Saran........................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................55
LAMPIRAN...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan sarana transportasi yang jauh lebih cepat dibandingkan
pertumbuhan prasarana jalan, menyebabkan gangguan terhadap arus lalulintas
sehingga terjadi kemacetan terutama jika tidak adanya pengaturan-pengaturan
yang efektif. Agar kegiatan transportasi khususnya di jalan raya dapat berjalan
dengan lancar, perlu pembangunan prasarana jalan baik dari segi kuantitas dan
kualitasnya diimbangi dengan pengaturan yang tepat. Pengaturan dengan
menggunakan lampu lalulintas termasuk yang paling efektif terutama jika
volume lalulintas pada simpang relatif tinggi. Pengaturan ini dapat mengurangi
atau menghilangkan titik konflik pada simpang dengan memisahkan pergerakan
arus lalulintas pada waktu yang berbeda- beda. Tuntutan pelaksanaan aktifitas
tersebut disesuaikan dengan dinamika kehidupan masyarakat yang beraneka
ragam, hal ini membutuhkan terpenuhinya angkutan umum dan angkutan kota
yang memadai. Contohnya di bidang perdagangan, kita tidak lepas dari sistem
pengangkutan barang dan orang dari satu daerah ke daerah lain, hal ini
membutuhkan sarana transportasi yang memadai demi lancarnya perdagangan.
Di bidang pendidikan, kita dapat melihat pada saat jam berangkat sekolah
maupun saat pulang sekolah, dapat menimbulkan kepadatan arus lalu lintas di
jalan raya. Begitu juga pada masalah sosial, untuk memudahkan segala kegiatan
masyarakat dari satu tempat ke tempat yang lain, hal ini juga tergantung pada
sarana transportasi yang baik. Berdasarkan uraian di atas, salah satu titik ruas
jalan yang mempunyai peranan besar di kota Garut adalah simpang empat
bersinyal Papandayan.

Adapun Lokasi Simpang tersebut adalah simpang empat bersinyal


Papandayan. Lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1
Gambar 1.1 Lokasi Persimpangan Papandayan
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini yaitu :
1. Menghitung, dan mengetahui kinerja simpang empat bersinyal
Papandayan meliputi DS,panjang antrian, dan tundaan dengan
menggunakan MKJI.
2. Memperbaiki kinerja pada kedua simpang tersebut agar mempunyai
kinerja yang lebih baik.

1.3 Batasan Masalah


Pembatasan masalah didalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Metode yang digunakan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia


(MKJI) 1997.
2. Lokasi penelitian dilakukan di simpang tak bersinyal Jalan Papandayan,
Jalan Cikuray dan Jalan Pasundan
3. Penelitian dilakukan pada kendaraan berat, kendaraan ringan, sepeda
motor, dan kendaraan tak bermotor.
4. Penelitian dilakukan selama 1 (satu) hari yaitu hari selasa dari jam 13.00
- 14.00.
5. Ukuran kinerja yang ditinjauannya volume, kapasitas, derajat kejenuhan,
tundaan dan peluang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Literatur
Tujuan dari pengaturan lalu lintas adalah untuk menjaga keselamatan
arus lalu lintas, dengan memberikan petunjuk yang jelas, mudah dimengerti,
dan terarah bagi pengguna jalan. Pengaturan lalu lintas diantaranya dapat
menggunakan marka, rambu dan petunjuk lainnya. Tujuan lain pengaturan
dari pengaturan lalu lintas adalah :
1. Mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan dari titik konflik.
2. Menjaga kapasitas simpang agar sesuai dengan kapasitas simpang yang
direncanakan sebelumnya.
Eko Setiawan (2012) melakukan penelitian tentang “Kinerja Pada
Simpang Bersinyal Universitas Muhammadiyah Surakarta Dan Simpang
Kartasura Sukoharjo” yang didapat bahwa waktu siklus dilapangan 95
dtk,Arus kendaraan terjadi sebesar 2539 smp/jam, kapasitas pada pendekat
Utara sebesar 394 smp/jam, pendekat Selatan 325 smp/jam, pendekat Barat
848 smp/jam, dan pendekat Timur 993 smp/jam. derajat kejenuhan sebesar
0,692-0,822, untuk kendaraan terhenti rata-rata 0,72 stop/smp, selain itu
juga terjadi tundaan rata-rata 31,81 smp/det, panjang antrian simpang
Kartasura pendekat utara 47 m, pendekat selatan 64 m, pendekat timur 94
m, pendekat barat 86 m. Sedangkan pada Simpang UMS, waktu siklusnya
adalah 91 dtk, Arus kendaraan terjadi sebesar 2602 smp/jam, kapasitas pada
pendekat Utara sebesar 179 smp/jam, pendekat Barat 1300 smp/jam, dan
pendekat Timur 1368 smp/jam. derajat kejenuhan sebesar 0,816-0,821,
untuk kendaraan terhenti rata-rata 0,84 stop/smp, selain itu juga terjadi
tundaan rata-rata 35,85 smp/det, panjang antrian simpang UMS pendekat
utara 84 m, timur 101 m, pendekat barat 96 m.

Muhamad Fikri Tamam dkk (2016) melakukan penelitian tentang


Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus : Jalan Tegar Beriman –
Jalan Raya Bogor ) yang didapat bahwa kapasitas Simpang Jl. Tegar
Beriman – Jl. Raya Bogor, Kabupaten Bogor, Pada pendekat Utara Derajat
Kejenuhan (DS) = 0,935 , pendekat Barat Derajat Kejenuhan (DS) = 0,935,
pendekat Selatan Derajat Kejenuhan (DS) =0,935. Dari hasil perhitungan
diketahui bahwa kapasitas simpang menampung arus lalu lintas, dengan
nilai Derajat Kejenuhan (DS) = 0,935 ini menunjukan bahwa simpang Jl.
Tegar Beriman – Jl. Raya Bogor, mendekati lewat jenuh, yang akan
menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Tundaan
simpang rata-rata di simpang Jl. Tegar Beriman – Jl. Raya Bogor
diperoleh 64 det/smp yang berarti bahwa simpang Jl. Tegar Beriman – Jl.
Raya Bogor, Kabupaten Bogor termasuk dalam Tingkat Pelayanan F,
menunjukan tingkat pelayanan terburuk pada kondisi lalu lintas puncak.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Simpang Bersinyal ( traffic signal)

Pada simpang jenis ini, arus kendaraan yang memasuki


persimpangan diatur secara bergantian untuk mendapatkan prioritas
dengan berjalan terlebih dahulu dengan menggunakan pengendali lalu
lintas (traffic light).
Parameter kinerja simpang bersinyal juga ditentukan oleh
Kapasitas (C) , derajat kejenuhan (DS), tundaan (D) dan nilai peluang
antrian (QP).
Rumus : C = S x g/c
dimana :
C = kapasitas (smp/jam), S = Arus jenuh (smp/jam hijau), g = waktu
hijau (det) dan c = Waktu siklus (det)
DS = Q/C
Panjang Antrian ( QL) suatu pendekat dihitung rumus:

NQ = NQ1 + NQ2
Adapun tingkat kinerja yang diukur pada MKJI 1997 adalah :
1. Panjang antrian (Que Length/QL)
Panjang antrian kendaraan (QL) adalah jarak antara muka
kendaraan terdepan hingga ke bagian belakang kendaraan
yang berada paling belakang dalam suatu antrian akibat sinyal
lalu lintas.
2. Jumlah kendaraan terhenti (Number of Stoped Vehicle/ Nsv)
Angka henti (NS) yaitu jumlah rata - rata berhenti per
kendaraan termasuk berhenti berulang `- ulang dalam antrian)
sebelum melewati simpang.
3. Tundaan (Delay/D)
Tundaan (delay) adalah waktu tertundanya kendaraan untuk
bergerak secara normal. Tundaan pada suatu simpang dapat
terjadi karena dua hal, yaitu Tundaan lalu lintas (DT) dan
Tundaan geometri (DG).

2.2.2

2.1. Jenis Pertemuan Gerakan Pada Simpang

Gerakan dan manuver kendaraan dapat dibagi dalam beberapa


kategori dasar, yaitu : pemisahan (diverging), penggabungan (merging),
menyalip berpindah jalur (weaving) dan penyilangan (crossing).
a) Crossing ( Memotong )

b) Diverging ( Memisah/ Menyebar )

c) Merging
d) Weaving ( Jalinan/ anyaman)

Gambar 2.1 Jenis Pertemuan Gerak Pada simpang

2.2.3

Data Yang Dibutuhkan

a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari survey
dilapangan, diantaranya data volume lalu lintas, lamanya nyala
lampu merah, kuning dan hijau.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari pihak lain, misal
dari instansi pemerintah atau lembaga lain, meliputi:
a) Data jumlah penduduk, berasal dari Biro Pusat Statistik Kota
Sukoharjo
b) Peta wilayah penelitian, berasal dari internet.

c. Kondisi geometri dan lingkungan

Berisi tentang informasi lebar jalan, lebar bahu jalan, lebar median
dan arah untuk tiap lengan simpang. Kondisi lingkungan ada tiga
tipe, yaitu : komersial, pemukiman dan akses terbatas.
d. Kondisi arus lalu lintas

Jenis kendaraan dibagi dalam beberapa tipe, seperti terlihat pada


Tabel 2.4 dan memiliki nilai konversi pada tiap pendekat seperti
tersaji pada Tabel 2.5.

Tabel 2.1 Tipe Kendaraan


No Tipe Kendaraan Definisi
1 Kendaraan tak bermotor Sepeda, becak
(UM)
2 Sepeda bermotor (MC) Sepeda motor
3 Kendaraan ringan (LV) Colt, pick up,
station wagon
4 Kendaraan berat (HV) Bus, truck
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

Tabel 2.2 Daftar Faktor Konversi SMP


SMP untuk tipe approach
Jenis Kendaraan Pendekat Pendekat
Terlindung Terlawan
Kendaraan 1.0 1.0
Ringan (LV)
Kendaraan Berat 1.3 1.3
(HV)
Sepeda Motor 0.2 0.4
(MC)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

2.2.4

Penggunaan Sinyal
Sinyal lalu lintas adalah alat kontrol elektris untuk lalu lintas di
persimpangan jalan yang berfungsi untuk memisahkan arus kendaraan
berdasarkan waktu, yaitu dengan memberi kesempatan berjalan secara
bergiliran kepada kendaraan dari masing-masing kaki simpang/pendekat
dengan menggunakan isyarat dari lampu lalulintas. Fungsi pemisahan arus ini
menjadi sangat penting karena pertemuan arus kendaraan terutama dalam
volume yang cukup besar akan membahayakan kendaraan yang melalui
simpang dan dapat mengacaukan sistem lalu lintas di persimpangan.

1. Fase Sinyal

Fase adalah Suatu rangkaian isyarat yang digunakan untuk mengatur


arus yang diperbolehkan berjalan ( bila dua atau lebih berjalan bersama sama
maka disebut dalam fase yang sama ). Jumlah fase yang baik adalah fase
yang menghasilkan kapasitas besar dan rata-rata tundaan rendah.

Bila arus belok kanan dari satu kaki atau arus belok kanan dari kiri
lawan arah terjadi pada fase yang sama, arus ini dinyatakan sebagai terlawan
(opossed). Arus belok kanan yang dipisahkan fasenya dengan arus lurus atau
belok kanan tidak diijinkan, maka arus ini dinyatakan sebagai terlindung
(protected).

a) Interval Hijau

– Periode dari fase dimana sinyal hijau menyala

b) Interval Kuning (Amber)

Bagian dari fase dimana selama waktu tersebut sinyal kuning


menyala

c) Interval Semua Merah

perioda setelah interval kuning dimana semua sinyal merah


menyala.

d) Interval Antar Hijau


interval antara akhir sinyal hijau untuk satu fase dan permulaan
sinyal hijau untuk fase lain, atau dengan kata lain merupakan
jumlah Interval Kuning dan Semua Merah.

e) Waktu Hilang

Jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap


(det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu
siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang
berurutan.
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai
Kehilangan awal dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu
hijau menyebabkan suatu kehilangan akhir dari waktu hijau efektif, Jadi
besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus
berangkat terjadi
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + kehilangan
akhir
Gambar 2.2 Model Dasar Arus Jenuh

Titik konflik pada masing-masing fase adalah titik yang


menghasilkan waktu merah semua.

LEV,LAV = Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-


masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang
datang (m).
lEV = Panjang kendaraan yang berangkat (m).
VEV,VAV = Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang
berangkat dan yang datang (m/det).
Gambar 2.3 Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

Nilai-nilai sementara VEV, VAV dan lEV dapat dipilih dengan ketiadaan
aturan di Indonesia.
Kecepatan kendaraan yang datang : VAV : 10 m/det (kend.
bermotor) Kecepatan kendaraan yang berangkat : VEV : 10
m/det (kend. bermotor) 3 m/det (kend. tak bermotor misalnya
sepeda): 1,2 m/det (perjalan kaki) Panjang kendaraan yang
berangkat
lEV : 5 m (LV atau HV) , 2
m (MC
atau UM)
2.2.5 P

enentuan Waktu Sinyal


1. Pemilihan tipe pendekat (approach)

Identifikasi tiap pendekat bila dua gerakan lalu lintas berangkat pada
fase yang berbeda . (misalnya, lalu-lintas lurus dan lalu-lintas belok
kanan dengan lajur terpisah), harus dicatat pada baris terpisah dan
diperlakukan sebagai pendekat- pendekat terpisah dalam perhitungan
selanjutnya.

Gambar 2.4. Penentuan tipe pendekatan


(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)
2. Lebar efektif pendekat (approach), We = effective Width
a) Untuk Pendekat Tipe O (Terlawan)
Jika WLTOR ≥ 2.0 meter, maka We = WA - WLTOR
Jika WLTOR ≤ 2.0 meter, maka We = WA x (1+PLTOR)
-WLTOR. keterangan:
WA : lebar pendekat
WLTOR : lebar pendekat dengan belok kiri langsung
b) Untuk Pendekat Tipe P
Jika Wkeluar < We x (1 - PRT -
PLTOR), We sebaiknya diberi
nilai baru = Wkeluar
keterangan:
PRT : rasio kendaraan belok
kanan PLTOR : rasio kendaraan
belok kiri langsung

3. Arus jenuh dasar (So)


Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus
jenuh dasar (So) untuk keadaan standart dengan faktor
penyesuaian (F) yang telah ditetapkan,
S = So x F CS x F SF x F g x F p x F RT x F LT
So = 600 x We
keterangan
SO : arus jenuh dasar
We : lebar efektif pendekat
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (Hal : 2 - 56 ))

Dengan nilai faktor penyesuaian sebagai berikut ini.


1) Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs)
Dibagi menjadi 5 macam menurut jumlah penduduk.
2) Faktor penyesuaian hambatan samping (Fsf) sebagai fungsi
dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping dan
rasio kendaraan tak bermotor
3) Faktor penyesuaian parkir (Fp) dapat dihitung dari rumus
berikut, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau :

4) Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi


dari rasio kendaraan belok kanan, dihitung dengan rumus :
F RT = 1,0 + (p RT X 0,26) .....c(20)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)
Grafik 2.1. Arus jenuh dasar
Pendekat tipe O (Opposed)

Pendekat tipe O (opposed) adalah pendekat dimana arus berangkat dengan konflik
dengan lalu lintas dari arah berlawanan. Ditentukan dari grafik 2.1a. (untuk
pendekat tanpa lajur belok kanan terpisah) sebagai fungsi dari We, QRT dan
QRTO’.

Grafik 2.2. Arus jenuh dasar ( tipe o )


4. Faktor Penyesuaian

1) Penetapan faktor koreksi untuk nilai arus lalu lintas dasar kedua tipe
pendekat (protected dan opposed) pada simpang adalah sebagai berikut:
a) Faktor koreksi ukuran kota (FCS), sesuai Tabel 2.6.

Tabel 2.3. Faktor penyesuaian ukuran kota

Penduduk kota
Faktor penyesuaian ukuran kota
(juta jiwa)
>3 1,05
1,0-3,0 1,00
0,5-1,0 0,94
0,1-0,5 0,83
<0,1 0,82

b) Rasio belok kiri dan kanan 10 % dapat dilihat pada grafik 2.3. dan 2.4

Grafik 2.3. Rasio belok kiri dan kanan 10% simpang tiga lengan

Grafik 2.4. Rasio belok kiri dan kanan 10% simpang empat lengan
b) Faktor koreksi gangguan samping ditentukan sesuai Tabel 2.7.

Tabel 2.4 Faktor Koreksi Hambatan Samping


Lingkungan Hambatan Tipe Fase Rasio Kendaraan Tak Bermotor
Jalan Samping
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40
Komersial Tinggi Terlawan 0.93 0.88 0.84 0.79 0.74 0.70 0.65 0.60 0.56
(COM) Terlindung 0.93 0.91 0.88 0.87 0.85 0.81 0.79 0.77 0.75
Sedang Terlawan 0.94 0.89 0.85 0.80 0.75 0.71 0.66 0.61 0.57
Terlindung 0.94 0.92 0.89 0.88 0.86 0.82 0.80 0.78 0.76
Rendah Terlawan 0.95 0.90 0.86 0.81 0.76 0.72 0.67 0.62 0.58
Terlindung 0.95 0.93 0.90 0.89 0.87 0.83 0.81 0.79 0.77
Pemukiman Tinggi Terlawan 0.96 0.91 0.86 0.81 0.78 0.72 0.67 0.62 0.57
(RES) Terlindung 0.96 0.94 0.92 0.89 0.86 0.84 0.81 0.79 0.76
Sedang Terlawan 0.97 0.92 0.87 0.82 0.79 0.73 0.68 0.63 0.58
Terlindung 0.97 0.95 0.93 0.90 0.87 0.85 0.82 0.80 0.77
Rendah Terlawan 0.98 0.93 0.88 0.83 0.80 0.74 0.69 0.64 0.59
Terlindung 0.98 0.96 0.94 0.91 0.88 0.86 0.83 0.81 0.78
Akses Tinggi Terlawan 1.00 0.95 0.90 0.85 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60
Terbatas Sedang Terlindung 1.00 0.98 0.95 0.93 0.90 0.88 0.85 0.83 0.80
(RA) Rendah

(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997)

c) Faktor Penyesuaian untuk kelandaian sesuai grafik 2.5.

Grafik 2.5. Faktor Koreksi untuk Kelandaian


Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia,
1997

d) Faktor Penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang
pendek sesuai grafik 2.6.
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Grafik 2.6. Faktor penyesuaian untuk pengaruh pakir (Fp)

e) Faktor Penyesuaian untuk belok kanan dapat dilihat pada grafik 2.7.

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997


Grafik 2.7. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FRT)
f) Faktor Penyesuaian untuk belok kiri sesuai grafik 2.8.

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997


Grafik 2.8. Faktor penyesuaian untuk belok kiri (FLT)

2). Nilai arus jenuh


Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau lebih dari satu fase, yang arus
jenuhnya telah ditentukan secara terpisah maka nilai arus kombinasi harus
dihitung secara proporsional terhadap waktu hijau masing-masing fase.

S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT

Dimana:
SO : arus jenuh dasar
FCS : faktor koreksi ukuran kota
FSF : faktor koreksi hambatan samping
FG : faktor koreksi kelandaian
FP : faktor koreksi parkir
FRT : faktor koreksi belok kanan
FLT : faktor koreksi belok kiri
5. Perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (FR)
Perbandingan keduanya menggunakan rumus
berikut:
FR =Q/S
Dimana:
FR : rasio arus
Q : arus lalu lintas (smp/jam)
S : arus jenuh (smp/jam)

6. Waktu siklus dan waktu hijau


a. Waktu siklus sebelum penyesuaian
menghitung waktu siklus sebelum waktu penyesuaian (Cua) untuk
pengendalian waktu tetap, dan masukan hasil kedalaman kotak dengan tanda
“waktu siklus” pada bagian terbawah kolom II dari formulir SIG-IV.
Waktu siklus dihitung dengan rumus:

Dimana:
cua : waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
LTI : total waktu hilang per siklus (detik)
IFR : rasio arus simpang
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Grafik 2.9. Penentuan waktu siklus sebelum penyesuaian

waktu siklus yang layak untuk simpang adalah seperti terlihat pada

Tabel 2.5 Waktu siklus yang layak untuk simpang


Tipe pengaturan Waktu siklus (det)
2 fase 40-80
3 fase 50-100
4 fase 60-130
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Nilai-nilai yang lebih rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan <10 ,
nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Waktu siklus lebih rendah dari
nilai yang disarankan, akan menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyebrang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari kecuali
pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar) karena hal ini sering kali
menyebabkan kerugian dalam kapasitas keseluruhan.

b. Waktu hijau
Waktu hijau (green time) untuk masing-masing fase menggunakan
rumus : gi = ( Cua – LTI ) x PRi...............................................................................(25)
dimana:
gi : waktu hijau dalam fase-i
(detik) LTI : total waktu hilang per
siklus (detik)
cua : waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik)
PRi : perbandingan fase FRkritis/Σ(FRkritis)
c. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang telah disesuaikan (c) berdasarkan waktu hijau
yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang (LTI) dihitung
dengan rumus: c = LTI + Σg.........................................................................(26)
dimana:
c : waktu hijau (detik)
LTI : total waktu hilang per
siklus (detik) Σg : total waktu
hijau (detik)

Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan pada waktu hijau yang telah
dibulatkan dan waktu hilang (LTI).

2.2.6 Kapasitas Simpang

Kapasitas suatu simpang bersinyal dapat didefinisikan sebagai


jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati suatu simpang secara
seragam dalam satu interval waktu tertentu. Kapasitas simpang bersinyal
menunjukan kemampuan pengoperasian sinyal tersebut dalam mengalirkan
arus lalulintas dari masing – masing kaki simpang. Kapasitas tiap kaki
simpang dihitung berdasarkan arus jenuh, waktu hijau dan waktu siklus sinyal,
dengan rumus sebagai berikut ini. :

Derajat kejenuhan (DS) dihitung


dengan rumus :
DS = Q / S

Dimana:
Q : arus lalu lintas
(smp/jam) C : kapasitas
(smp/jam)
2.2.6 Perilaku Lalu Lintas

Perilaku lalu lintas pada simpang dipengaruhi oleh panjang antrian,


jumlah kendaraan terhenti dan tundaan. Panjang antrian adalah jumlah
kendaraan yang antri dalam satu pendekat.
a. Jumlah antrian (NQ) dan Panjang Antrian (QL)
Nilai dari jumlah antrian (NQ1) dapat dicari dengan formula:
1) bila DS > 0,5, maka:

NQ1 = 0.25 x C x DS

dimana:
NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau
sebelumnya
C : kapasitas (smp/jam)
DS : derajat kejenuhan

2) Bila DS < 0,5, maka:


NQ1 = 0
Jumlah antrian kendaraan dihitung, kemudian dihitung jumlah antrian
satuan mobil penumpang yang datang selama fase merah (NQ2) dengan
formula:
Untuk DS > 0.5 ; selain dari itu NQ1= 0
dimana :
NQ2 : jumlah antrian smp yang datang selama
fase merah DS : derajad kejenuhan
Q : volume lalu lintas (smp/jam)
c : waktu siklus (detik)
GR : gi/c
Untuk antrian total (NQ) dihitung dengan menjumlahkan kedua
hasil tersebut yaitu NQ1 dan NQ2 :
NQ = NQ1 + NQ2
Dimana:
NQ : jumlah rata-rata antrian smp pada awal
sinyal hijau NQ1 : jumlah smp yang tertinggal dari
fase hijau sebelumnya
NQ2 : Jumlah antrian smp selama fase merah
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata
yang dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.

Dimana:
QL : panjang antrian
NQmax : jumlah antrian
Wmasuk : lebar masuk

Nilai NQ max diperoleh dari Gambar E-2:2 MKJI hal 2-66, dengan
anggapan peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5 % untuk langkah
perancangan.

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Grafik 2.10. Perhitungan jumlah antrian (NQMAX) dalam smp


b. Kendaraan terhenti (NS)
Jumlah kendaraan terhenti adalah jumlah kendaraan dari arus lalu
lintas yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat
pengendalian sinyal. Angka henti sebagai jumlah rata-rata per smp
untuk perancangan dihitung dengan rumus di bawah ini:

NS  NQ
 3600
0,9 
Q
c
Dimana:
c : Waktu siklus (det).
Q : Arus lalu lintas (smp/jam).

Kendaraan terhenti dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


NSV  Q  NS (smp/jsm)

Dimana:
Q : Arus lalu lintas.
NS : Angka henti rata-rata.

Rasio kendaraan terhenti PSV merupakan rasio kendaraan yang harus


berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang. Rasio
kendaraan terhenti dapat dihitung dengan rumus:
PSV  minNS,1
Sedangkan untuk menghitung angka henti seluruh simpang dengan
rumus sebagai berikut:
 N SV
TOT NS 
Q
TOT

c. Tundaan (Delay)
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk
melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu
simpang. Tundaan terdiri dari:

1) Tundaan Lalu lintas


Tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan
interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan.
Tundaan lalu lintas rata-rata tiap pendekat dihitung dengan
menggunakan formula:
Tundaan rata-rata suatu pendekat j dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
D j  DTj  DGj

Dimana:
Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j.
DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk
pendekat j. DGj : Tundaan geometri rata-
rata untuk pendekat j
Tabel 2.6 Perilaku Lalu lintas Tundaan Rata-rata.

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Tundaan lalu lintas setiap pendekatan (DT) dapat dihitung dengan rumus:
NQ1  3600
DT  c  A 
C
Dimana:
DT : Tundaan lalu lintas rat-rata
(det/smp). c : Waktu siklus yang disesuaikan
(det).
0,5  1  GR
2

A :
1  GR  DS
GR : Rasio hijau.
DS : Derajat kejenuhan.
NQ1 : Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya. C : Kapasitas (smp/jam)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
Grafik 2.11. Penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

1) Tundaan Geometri
Tundaan geometri disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan
yang membelok di simpang atau yang terhenti oleh lampu merah. Tundaan
geometrik rata-rata (DG) masing-masing pendekat :
DG1  1 PSV   PT  6  PSV  4

Dimana:
DG1 : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp).
PSV : Rasio kendaraan terhenti pada pendekat
PT : Rasio kendaraan berbelok pada pendekat.

Sedangkan tundaan rata-rata untuk menghitung seluruh simpang, dengan


rumus sebagai berikut:
Q  D
D 
I
Q
TO
BAB III
METODOLOGI
3.1 Gambaran Umum Lokasi
Garut merupakan salah satu kota priangan timur di daerah Jawa Barat
dan merupakan salah satu Kabupaten yang terletak sekitar 64 km sebelah
tenggara Bandung ibu kota Jawa Barat dan sekitar 250 km dari Jakarta. Garut
berada pada ketinggian 0 m sampai dengan 2800 meter, berbatasan langsung
dengan Samudra Indonesia di sebelah selatan yang memanjang sekitar 90 km
garis pantainya. Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian
Selatan pada koordinat 6º56’49” – 7 º45’00” Lintang Selatan dan 107º25’8” –
108º7’30” Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif
sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²) dengan batas-batas sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang

Selatan : Samudera Indonesia

Timur : Kabupaten Tasikmalaya

Barat : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur

Kabupaten Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota


Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga
dan hitterland bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu,
Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan
warga Kota dan Kabupaten Bandung sekaligus pula berperan di dalam
mengendalikan keseimbangan lingkungan.
Sudah kita ketahui bahwa wilayah kabupaten Garut terkenal dengan
julukan kota Intan, kota dodol, kota domba, dan masih banyak lagi. Dengan
adanya sebutan yang amat sangat beragam tersebut, maka tak heran
peningkatan populasi di kabupaten Garut pun semakin meningkat pesat.
Adanya peningkatan populasi yang semakin hari semakin membludak, maka
tentu hal tersebut ikut berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan di
wilayah kabupaten Garut. Salah satu aspek yang menjadi imbas dari
membludaknya peningkatan populasi yaitu adalah bidang transportasi,
transportasi yang semakin hari semakin banyak digunakan oleh semua orang
tentu berpengaruh juga terhadap pergerakan lalu lintas yang digunakan setiap
hari oleh para penggunanya.

3.2 Metode Pengambilan Data


Jenis metode yang digunakan adalah menggunakan metode survey.
Karena kegiatan ini merupakan kegiatan penyelidikan untuk memperolah fakta
– fakta dari gejala – gejala yang diketahui, mencari informasi secara faktual,
mengumpulkan data dan untuk dievaluasi dengan melakukan perbandingan –
perbandingan.

Data kegiatan yang diperlukan didapat dari hasil observasi atau


pengamatan langsung lokasi penelitian. Adapun jenis data yang dibutuhkan
adalah

a.Data volume lalu lintas.

b.Data geometrik ruas jalan .

c.Data kondisi lingkungan jalan.

d.Data arah pergerakan kendaraan.

Setelah diadakannya persiapan dan penentuan waktu kegiatan.


Langkah selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan antara lain

a. Pencacahan volume kendaraan tiap arah pada semua lengan simpang


bersinyal.
b. Pengukuran lebar tiap lengan simpang bersinyal

c. Pengamatan kondisi lingkungan setempat oleh peneliti,


dengan memperkirakan faktor - faktor lingkungan yang berkaitan.

3.3 Metode Analisis Data


Setelah seluruh data volume lalu lintas dan arah pergerakan, data
geometrik persimpangan Jalan, dan data kondisi lingkungan diperoleh,
kemudian dilakukan analisis menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) 1997 untuk memperoleh analisa kapasitas, derajat
kejenuhan, tundaan dan peluang antrean.
34

Anda mungkin juga menyukai