Bela Noviana Dewi - Sistem Pemerintahan Khulafa' Rasyidin - Materi Ke 3
Bela Noviana Dewi - Sistem Pemerintahan Khulafa' Rasyidin - Materi Ke 3
Disusun oleh:
Bela Noviana Dewi
210104210029
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama universal yang mencakup semua aspek
kehidupan manusia, mempunyai hubungan yang terpadu dan terintegrasi
dengan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Islam mengatur kehidupan
manusia di bumi, tidak hanya memberikan pedoman dalam aspek aqidah,
ibadah, dan akhlak, tetapi juga dalam bidang kemasyarakatan. Ajaran-ajaran
kemasyarakatan tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan kekuasaan
negara. Mendirikan suatu negara atau pemerintahan untuk mengelola
urusan rakyat merupakan kewajiban negara yang paling agung, karena
agama tidak mungkin tegak tanpa negara dan pemerintahan. Ukuran
tegaknya suatu nilai-nilai agama seperi keamanan, keadilan, keteraturan
hanya mungkin dilakukan melalui negara atau pemerintahan. Menurut Ibn
Taimiyah, bahwa umat manusia tidak akan mungkin mencukupi segala
kebutuhan tanpa kerjasama dan saling membantu dalam kehidupan
kelompok dan setiap kehidupan kelompok atau bermasyarakat memerlukan
seorang kepala atau pemimpin.1
Seorang pemimpin harus memegang janji, jujur, amanah dan
bertanggung jawab untuk menjalangkan kekuasaannya berdasarkan
kepentingan umum, inilah intisari ajaran Islam. kepemimipinan bukan suatu
yang perlu dibanggakan tetapi merupakan bentuk pengabdian dan
pertanggungjawaban terhadap prinsip-prinsip keimanan. Seorang yang di
angkat menjadi pemimpin harus memegang komitmen untuk menunaikan
kewajiban kepemimpinannya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
bersama, karena pemimpin mengampu sebuah amanah yang akan
dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang dipimpin dan kepada Allah
SWT.2
1
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Cet. V
(Jakarta: UI Press, 1993), hlm. 89
2
Syarifuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia: Pertautan Negara, Khilafah,
Masyarakat Madani dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hlm. 60
Dalam Islam, menentukan pemimpin tidak dijelaskan secara jelas
atau tidak ditetapkan, seperti persoalan pertama yang dihadapi kaum
muslimin setelah Rasulullah wafat. Rasulullah tidak menentukan siapa yang
akan menggantikan dan bagaimana mekanisme pergantian itu dilakukan.
Dalam sejarah Islam dikenal sebagai mekanisme penetapan kepala negara,
dan tentu saja dengan berbagai kriteria yang sesuai. Dalam kasus Khulafa
al-Rasyidin, Abu Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan suatu
musyawarah terbuka, Umar bin Khatthab ditetapkan berdasarkan
penunjukan kepala negara pendahulunya, Utsman bin Affan ditetapkan
berdasarkan pemilihan dalam suatu dewan formatur dan Ali bin Abi Talib
ditetapkan berdasarkan pemilihan melalui musyawarah dalam pertemuan
terbuka. Fase ini disebut fase pembentukan khilafah.3
Khilafah adalah lembaga pemerintahan dalam Islam, sedangkan
dalam masyarakat modern dikenal dengan demokrasi yaitu suatu atauran
kelembagaan dalam rangka mengambil suatu keputusan politik dimana
masing-masing orang memiliki kekuatan untuk memutuskan dan berjuang
secara kompetitif untuk memperoleh dukungan atau suara rakyat.4
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
tentang bentuk sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa khulafa’
Rasyidin.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem pemerintahan demokrasi?
2. Bagaimanakah sistem pemerintahan demokrasi pada masa Khulafa’
Rasyidin?
3
Djazuli, Fikh Siyasah: Implemetasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah,
Cet. III (Jakarta: Prenada Media Group, 2003), hlm. 17
4
Muhammad Mahmud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Cet. II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003), hlm. 19
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem pemerintahan demokrasi
2. Untuk mengetahui sistem pemerintahan demokrasi pada masa
Khulafa’ Rasyidin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Pemerintahan Demokrasi
1. Pengertian Pemerintahan
5
Nurmi Chatim, Hukum Tata Negara, (Pekanbaru: Cendikia Insani, 2006), hlm. 46
6
C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000), hlm. 90
baik secara vertikal maupun secara horizontal untuk mencapai suatu
tujuan yang ingin dicapai.7
2. Pengertian Demokrasi
7
Ibid, hlm. 91
8
Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi, Pengalaman Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama, Cet. I, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2006), hlm.25-26.
9
Masykuri Abdillah, Respons of Indonesia Muslim Intelectuals to the Concept of
Democracy, Cet. I, (Yokyakarta: Taitara Wacana, 1992), hlm. 72
Demokrasi secara sempit dapat didefinisikan sebagai suatu jenis
sistem pemerintahan. Demokrasi adalah suatu aturan kelembagaan dalam
rangka mengambil suatu keputusan politik di mana masing-masing orang
memiliki kekuatan untuk memutuskan dan berjuang secara kompratif
untuk memperoleh dukungan atau suara rakyat. Demokrasi juga bisa
diartikan sebagai alat untuk melindungi masyarakat yang dipimpin dari
dari penyalahgunaan kekuasaan oleh yang memimpin. Demokrasi adalah
suatu sistem politik dengan konsep kedaulatan di tangan rakyat, penguasa
mempertanggungjawabkan secara berkala terhadap yang dipimpinnya,
hak minoritas (termasuk hak untuk menyadi mayoritas), dilindungi,dan
persaingan politik antarindividu dan antargagasan sangat terbuka.10
10
Muhammad Mahmud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, hlm. 19.
11
Abi Hasim Ahmad ibn Fari ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-lughah fi al-Arabiyah
(Bayrut: Daar al-Fikri, 1998), hlm. 328.
(negara). Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai
Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, Penguasa, Panglima Perang, dan lain
sebagainya.12
Khulafa’ Rasyidin bermakna pengganti-pengganti Rasul yang
cendekiawan. Adapun pencetus nama Khulafa’ Rasyidin adalah dari
orang-orang muslim yang paling dekat dari Rasul setelah meninggalnya
beliau. Mengapa demikian, karena mereka menganggap bahwa 4 tokoh
sepeninggal Rasul itu orang yang selalu mendampingi Rasul ketika beliau
menjadi pemimpin dan dalam menjalankan tugas.13
Tugas Khulafa’ Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan
Rasulullah dalam mengatur kehidupan kaum muslimin. Jika tugas
Rasulullah terdiri dari dua hal yaitu tugas kenabian dan tugas kenegaraan.
Maka Khulafa’ Rasyidin bertugas menggantikan kepemimpinan
Rasulullah dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala Negara atau
kepala pemerintahan dan pemimpin agama. Adapun tugas kerosulan tidak
dapat digantikan oleh Khulafa’ Rasyidin karena Rasulullah adalah Nabi
dan Rasul yang terakhir. Setelah Beliau tidak ada lagi Nabi dan Rasul lagi.
Tugas Khulafa’ Rasyidin sebagai kepala Negara adalah mengatur
kehidupan rakyatnya agar tercipta kehidupan yang damai, adil, makmur,
aman, dan sentosa. Sedangkan sebagai pemimpin agama Khulafaur
Rasyidin bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan masalah
keagamaan. Bila terjadi perselisihan pendapat maka khalifah yang berhak
mengambil keputusan. Meskipun demikian Khulafa’ Rasyidin dalam
melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan musyawarah bersama,
sehingga setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan kaum
muslimin
Khulafa’ Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan
sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih
langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa
12
Ahmad Jamil, Sejarah Kebudayaan Dinamika Islam, (Gresik: Putra Kembar Jaya, 2011),
hlm. 22.
13
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Cet. III, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011,
hlm. 50.
yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah setia)
pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah
ini , yaitu : pertama, secara musyawarah oleh para sahabat Nabi. Kedua,
berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya.14
14
Machfud Syaefuddin, Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), hlm. 29
15
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 92
Bakar yang tinggi mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam,
sehingga masing- masing pihak menerima dan membaiatnya.16
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami
dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara
lengkap pidatonya sebagai berikut: “Wahai manusia sungguh aku
telah memangku jabatan yang kamu kerjakan, padahal aku bukan
orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku
dengan baik,bantulah aku, dan jika aku berbuat salah , luruskanlah
aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah
suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang
yang kuat bagi ku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat
diantara kamu adalah lemah bagi ku hingga aku mengambil haknya,
Insya Allah.janganlah salah seorang darimu meninggalkan jihad.
Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah
akan menimpakan suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat
kepada Allah dan Rasul Nya. Jika aku tidak menaati Allah dan Rasul-
Nya, sekali-kali jangan lah kamu menaatiku . Dirikanlah shalat,
semoga Allah merahmati kamu”.
Masa awal pemerintahan Abu Bakar banyak di guncang oleh
pemberontakan orang-orang murtad yang mengaku-ngaku menjadi
Nabi dan enggan membayar zakat, karena hal inilah khalifah lebih
memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak, maka
dikirimlah pasukan untuk memerangi para pemberontak ke yamamah,
dalam insiden itu banyak para khufadhil qur’an yang mati syahid.
Kemudian, karena khawatir hilangnya Al-Qur’an, sayyidina Umar
mengusulkan pada khalifah untuk membukukan Al-Qur’an, kemudian
untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah Zaid Bin Tsabit untuk
mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an. Dan jika diperhatikan, pola
pendidikan khalifah Abu Bakar masih seperti Nabi, baik dari segi
materi maupun lembaga pendidikannya.17
16
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Cetakan ke 16, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 35
17
Hanun Asrohah, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Wacana Ilmu, 2009), hlm. 36
Abu bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634
M ia meninggal dunia. Selain menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi dalam tubuh umat islam, Abu Bakar juga mengembangkan
wilayah ke luar Arab. Dalam kepemimpinannya, Abu Bakar
melaksanakan kekuasaannya sebagaimana pada masa Rasulullah,
bersifat sentral; kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif terpusat
di tangan khalifah. Meskipun demikian, khalifah juga melaksanakan
hukum. Dan sebagaimana Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya untuk bermusyawarah.18
18
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 36
19
Mufrad, Kisah hidup Umar bin Khatab, (Jakarta: Zaman, 2008), hlm17-18
20
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), hlm. 222
seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah
bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar
bin Khattab dimakamkan di samping Nabi saw dan Abu Bakar ash-
Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.21
21
Sulton Adi, Umar bin khattab, (Bandung: Fitrah, 2010), hlm 99
22
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 54
23
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban..., hlm. 105
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa
terhadap kepemimpinan Ustman adalah kebijaksanaannya
mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting
diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Ustman hanya menyandang
gelar Khalifah. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya
tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Ustman berjasa membangun
bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid di
Madinah.24
24
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 39.
25
Syalabi, Sejarah dan Kebudayan Islam, terj. Mukhtar Yahya, (Jakarta: Pustaka al-Husna,
1983), Jilid I, hlm. 274
Beberapa tahun pertama pemerintahannya, Utsman melanjut-
kan kebijakan-kebijakan Umar, terutama dalam perluasan wilayah
kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang telah dikuasai Islam
seperti Mesir dan Irak terus dilindungi. Di masa pemerintahan Utsman,
wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari Persia, Transoxania, serta Tabaristall berhasil direbut. Ekspansi
Islam pertama berhenti sampai di sini.26
26
Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
(Yogyakarta: LESFI, 2009), Cet. ke-3, hlm. 52
27
Dudung Abdurrahman dkk., Sejarah Peradaban…, hlm. 55
al-Quran. Persis seperti yang disampaikan Rasulullah perihal kematian
Ustman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di pekuburan Baqi
di Madinah. Kematian Usman dengan cara tersebut menyebabkan
huru- hara di kalangan kaum muslimin sehingga ribuan pemuda yang
tidak berdosa telah menjadi korban.28
Ali bin Abi Thalib adalah putra Abdul Muthalib, ia sepupu dan
menantu Nabi. Ali lahir di Mekkah pada hari Jumat tanggal 13 Rajab.29
Ia telah masuk Islam pada usia muda dan menemani Nabi Muhammad
SAW dalam perjuangan menegakkan Islam baik di Mekkah maupun
Madinah. Ali adalah orang yang banyak memiliki kelebihan,
pribadinya penuh vitalitas dan energik, perumus kebijakan dengan
wawasan ke depan, seorang pahlawan yang gagah berani, penasehat
hukum yang ulung, pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan
seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras hingga akhir
hayatnya dan merupakan orang kedua paling berpengaruh setelah Nabi
Muhammad SAW.30
28
Syalabi, Sejarah dan…, hlm. 278-280
29
Syed Hussain Moh. Jafri, Moralitas Politk Islam, terj. Ilyas Hasan, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2003), hlm. 13
30
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban..., hlm. 109
penentangan terhadap Ali, mereka menuntut Khalifah menghukum
para pembunuh Usman. Tuntutan yang sama juga diajukan Muawiyah,
bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan
legalitas kekuasaan Ali, dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan
menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi pembunuhan Usman,
jika Ali tidak bisa menemukan dan menghukum yang sesungguhnya.31
31
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban..., hlm. 110
BAB III
PENUTUP
Dudung. A. (2009). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI.
Jafri, S. H. (2003). Moralitas Politk Islam, terj. Ilyas Hasan. Jakarta: Pustaka
Zahra.
Kansil, C. (2000). Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Philip, K. Hitti, (2002). History Of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Sjadzali, M. (1993). Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan Pemikiran.
Jakarta: UI Press.
Syaefuddin, M. (2013). Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Syalabi. (1983). Sejarah dan Kebudayan Islam, terj. Mukhtar Yahya. Jakarta:
Pustaka al-Husna.
Yatim, B. (2004). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.