Disusun oleh :
ERMA YURNALIS,
S.Kep
NIM : 2132054
BAB I PENDAHULUAN 1
1. LATAR BELAKANG 1
2. TUJUAN 2
a. Tujuan Umum 2
b. Tujuan Khusus 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
1. DEFINISI 3
2. ETIOLOGI 3
3. PATOFISIOLOGI 4
4. TANDA GEJALA 7
5. KLASIFIKASI 7
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
7. PENATALAKSANAAN MEDIS 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 11
1. PENGKAJIAN 11
2. DIAGNOSA 12
3. RENCANA KEPERAWATAN 13
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak. Kejang
demam secara umum didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, serta berhubungan dengan kenaikan suhu
tubuh yaitu suhu yang melebihi 380C. Kejang ini disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial. Apabila kejang demam terjadi pada usia kurang dari 6 bulan, maka
harus dipikirkan penyebab lain seperti infeksi susunan saraf pusat maupun
epilepsi yang terjadi bersamaan dengan demam.
WHO (World Health Organization) memperkirakan pada tahun 2015
terdapat lebih dari 18,3 juta penderita kejang demam dan lebih dari 154 ribu
diantaranya meninggal. Insiden dan prevalensi kejang demam di Eropa pada
tahun 2016 berkisar 2-4%, di Asia prevalensi kejang demam lebih besar yaitu
8,3-9,9% pada tahun yang sama (Sanusi, dkk 2021). Kejang demam memiliki
prevalensi yang berbeda di tiap negara, di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
danEropa Barat prevalensi kejang demam berkisar antara 2%-5%. Prevalensi
lebih tinggi ditunjukkan oleh negara di Asia yaitu, India berkisar 5%-10% dan
Jepang 8,3%-9,9%. Kejadian kejang demam tertinggi terjadi di Guam dengan
prevalensi sebesar 14%. Menurut para ahli 2%- 5% anak di bawah 5 tahun
pernah mengalami bangkitan kejang demam. Kejadian paling banyak terjadi
pada usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, dimana kejadian tertinggi terjadi pada
usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam di Indonesia pada tahun 2016
mencapai 2- 5% dengan 85% yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.
Tahun 2017, sebesar 17,4% anak mengalami kejang demam dan mengalami
peningkatan pada tahun 2018 dengan kejadian kejang sebesar 22,2%. Kejang
demam dapat mengakibatkan perasaan ketakutan yang berlebihan, trauma secara
emosi dan kecemasan pada orang tua, sekitar 25-50% anak kejang demam
mengalami bangkitan kejang demam berulang. Pengalaman pertama orang tua
saat melihat anak kejang demam akan menimbulkan ketakutan pada orang tua,
hal ini menjadi masalah dan sangat mengganggu (Sanusi, dkk 2021). Sedangkan
berdasarkan data di RS Aminah tahun 2020 terdapat sebanyak 3 kasus kejang
demam di Instalasi Rawat Inap . Kejang demam dapat terjadi pada anak antara
1
usia 6 bulan sampai dengan 7 tahun, dan 50% diantaranya terjadi antara usia 1
sampai dengan 2 tahun. Penyebab kejang demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernapasan akut yang mencapai 80% dari seluruh anak yang mengalami
kejang demam. Insiden kejang demam pada anak laki-laki lebih sering
dibandingkan pada anak perempuan dengan rasio 1,1:1 hingga 2:1. Lee CY dkk
(2018) menyatakan bahwa bahwa anak dengan onset kejang pada usia kurang
dari 18 bulan secara signifikan lebih banyak mengalami kejang demam kompleks
dari pada kejang demam sederhana.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada anak dengan kejang demam
yaitu hipertemi, dimana hipertermia merupakan keadaan terjadinya peningkatan
suhu tubuh di atas rentang normal 37˚C. Penyebab dari hipertermia yaitu
dehidrasi, 4 terpapar lingkungan panas, proses penyakit (misalnya infeksi,
kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan inkubator
(SDKI DPP PPNI, 2016).
Berdasarkan fakta diatas penulis tertarik untuk melakukan pembahasan
mengenai asuhan keperawatan anak dengan kejang demam di RS Aminah.
2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam di
RS Aminah
b. Tujuan Khusus
Mendokumentasikan pengkajian keperawatan pada Anak Kejang Demam
di RS Aminah
Mendokumentasikan diagnosa keperawatan pada Anak Kejang Demam
di RS Aminah
Mendokumentasikan rencana keperawatan pada Anak Kejang Demam di
RS Aminah
Mendokumentasikan tindakan keperawatan pada Anak Kejang Demam di
RS Aminah
Mendokumentasikan evaluasi keperawatan pada Anak Kejang Demam di
RS Aminah
2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
1. DEFINISI
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi
antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Arif Mansjoer,
2000).
Menurut IDAI (dalam buku rekomendasi penatalaksanaan kejang demam,
2016) kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
2. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat mentebabkan
kejang.
Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan
atau lebih dari 5 tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan
menurun setelah berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan
dari ambang kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama
biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
3
3. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya terlepasnya muatan listrik. Lepasnya
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan bahkan kelainan anatomi di otak.
4
Pathway Kejang Demam
reaksi inflamasi
Hipertermi
5
KEJANG DEMAM (sederhana atau kompleks)
6
aliran impuls berlebihan pada aliran impuls berlebihan pada Hospitalisasi dan
sel neuron sel neuron tindakan medis
risiko terjatuh
adanya suara napas
risiko terluka
tambahan
risiko cedera otak
terdapat perubahan
frekuensi napas
Risiko Cedera
terdapat perubahan
irama napas
ketidakefektifan
bersihan jalan napas
7
4. TANDA GEJALA
a. Umumnya berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik-klonik bilateral.
b. Mata terbalik ke atas.
c. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokal.
d. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8%
berlangsunglebih dari 15 menit.
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan
ataukekakuan fokal.
f. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd) beberapa jam
sampai beberapa hari.
g. Suhu 38oC atau lebih.
5. KLASIFIKASI
Kejang demam dibagi menjadi 2 jenis :
a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1) Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalahkejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara
anak yang mengalami kejang demam.
8
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EEG : Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat
lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang
setelah kejang.
b. CT SCAN : Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis : infark, hematoma,
edema serebral, dan abses.
c. Pungsi Lumbal : Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti
kecurigaan meningitis.
d. Laboratorium : Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit )
mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
(Arif Mansyoer,2000)
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
a. Pengobatan fase akut.
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus
bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran,
tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu
sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam
intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal
5 mg (BB<10) atau 10 mg (BB>10kg). Bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/KgBB/menit.
Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl
fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
9
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi
1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara
intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat.
Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secarasuntikan dan setelah
membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan
dosis 4-8 mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
1
0
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist
atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara dan menetap.
3) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan obat jangka
panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam
dengan diazepam oral atau rectal tiap 8 jam disamping antipiretik.
10
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data subyektif :
Biodata/ Identitas : Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tuameliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
Riwayat Keperawatan : Riwayat keperawatan sekarang ditanyakan keluhan
utama saat ini. Riwayat keperawatan sebelumnya perlu ditanyakan penyakit
yang pernah diderita seperti demam, batuk/pilek, kejang, mimisan dan
lainnya, riwayat operasi, riwayat alergi dan riwayat imunisasi.
Riwayat penyakit keluarga : Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh
anggota keluarga.
Riwayat nutrisi : Tanyakan terkait nafsu makan, pola makan, minum dan
pantangan bila ada.
Riwayat tumbuh kembang : Tanyakan berat badan sebelum sakit, berat badan
lahir / atopometri, tahap perkembangan sosial
Genogram : silisah keluarga pasien
Pemeriksaan fisik :
Sistem pernafasan : bentuk dada, pola napas, irama, bunyi napas, retraksi otot
bantu napas, adanya batuk.
Sistem kardiovaskuler: nyeri dada, irama jantung, pulsasi, bunyi jantung,
CRT, cyanosis, clubingfinger.
Sistem persyarafan : kesadaran, GCS, reflek hisap, menoleh, menggenggam,
babinsky, moro, patella, kejang, kaku kuduk, brudsky 1, nteri kepala, pola
istirahat, nervus cranialis.
Gentourinaria : bentuk, uretra, kebersihan, frekuensi berkemih, jumlah urine.
Sistem pencernaan : mulut mukosa, bibir, lidah, kebersihan, sakit menelan,
nyeri perut, eleminasi.
Sistem muskulusskeletal dan integumen : kemampuan ROM, kekuatan otot,
adanya fraktur, dislokasi, akral, turgor, kelembaban, oedema.
Sistem penginderaan : mata, konjungtiva anemis, reflek cahaya, mukosa
hidung, pendengaran, perasa, peraba.
11
11
Sistem endokrin : cek adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran
kelenjar parotis.
Aspek psikososial : observasi ekspresi efek dan emosi, hubungan dengan
keluarga, dampak hospitalisasi.
Hasil penunjang : pemeriksaan lab darah, EEG, CT Scan.
Obat yang dikonsumsi : penggunaan obat anti kejang.
2. DIAGNOSA
a. Hipertermi berhubungan dengan ketidakefektifan regulasi suhu sekunder
terhadapinfeksi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral.
d. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan hipertermie.
e. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan gerakan tonik/klonik sekunder
akibatkejang.
f. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit dan perawatan.
h. Risiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengankejang berulang.
12
12
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
13
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
14
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
15
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
16
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pencegahan Kejang
Observasi
− Monitor status neurologis
− Monitor tanda-tanda vita Terapeutik -
Baringkan pasien agar tidak terjatuh -
Rendahkan ketinggian tempat tidur -
Pasang side-rail tempat tidur - Berikan alas
empuk di bawah kepala, jika
memungkinkan - Jauhkan benda-benda
berbahaya terutama benda tajam
17
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
4. Riwayat nutrisi
Nafsu makan : 5 sendok
Pola makan : 3x/hari
Minum : susu Jumlah : ± 1600 cc /hari
Pantangan : membatasi minum es
Menu makanan : Nasi, sayur mayur, lauk pauk
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah
6. Genogram
Keterangan :
Perempuan
Laki-laki
Pasien
Tinggal serumah
c. Reflek-reflek :
Mengisap : Ada - Tidak
Menolah : Ada - Tidak
Menggenggam : Kuat - Lemah
Babinsky : - Positif - Negatif
Moro : - Ada - Tidak
Patella : - Positif - Negatif
d. Kejang : - Tidak ada Ada, lamanya : 5 Menit
Jenis : - Tonik - Klonik Tonik klonik
e. Kaku kuduk : - Ada Tidak
f. Brudsky 1 : - Ada - Tidak
g. Nyeri kepala : - Ya Tidak
h. Istirahat dulu : 8 Siang jam/hari, Malam jam/hari
Kebiasaan sebelum tidur :
- Minum susu - Mainan - Cerita/dongen
i. Kelainan N. Cranialis : Tidak - Ada, sebutkan :
...................................................................................................................................
j. Lain-lain : - Kaku seluruh tubuh dan mata melihat ke atas saat kejang semalam
4. GENETOURINARIA
a. Bentuk : Normal - Tidak normal sebutkan
b. Uretra : Normal - Hipospadia
Lainnya, sebutkan
-
c. Kebersihan alat kelamin
Bersih - Kotor
Frekuensi kemih : 6 x/ hari, warna : kuning jernih, bau : khas
Produksi urine : + 300 ml/hari
Masalah eliminasi urine :
Normal - Disuria - Oliguria
- Poliuria - Inkontinensia
- Retensio - Menggunakan kateter
d. Lain-lain :
-
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
5. PENCERNAAN
a. Mulut :
Mukosa : - Lembab Kering - Somatitis
Bibir : Normal - Labioskisis - Patatoskisis
Lidah : - Hiperemik - Kotor - Bergetar
Kebersihan rongga mulut :
Bersih - Kotor - Berbau
Kebiasaan gosok gigi : - 2 x sehari - 3 x sehari
Caries : - Ada Tidak ada
b. Tenggorokan : - Kemerahan - Sakit saat menelan
c. Abdomen : Mual Muntah ...1... kali - Nyeri
- Normal/supel - Tegang - kembung
Nyeri tekan, lokasi-, peristaltik 16 x/menit
Buang air besar : 2 x/hr, Konsistensi lembek, warna kuning , bau khas
Masalah eliminasi alvi : belum BAB
- Konstipasi - Diare - Obstipasi
- Feces berdarah / berlendir
Pemakaian obat pencahar : - Ya Tidak
Lavement : - Ya Tidak
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
8. ENDOKRIN
a. Pembesaran kelenjar tiroid : - Ya Tidak
b. Pembesaran kelenjar parotis : - Ya Tidak
c. Hiperglikemia : - Ya Tidak
d. Hipoglikemua : - Ya Tidak
e. Lain-lain : -
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
9. ASPEK PSIKOSOSIAL
a. Ekspresi efek dan emosi - Senang - Sedih - Menangis
- Cemas - Marah - diam
- Takut Lain
Memalingkan muka, murung
b. Hubungan dengan keluarga Akrab - Kurang akrab
c. Dampak hospitalisasi bagi anak : Tidak ada
d. Dampak hospitalisasi bagi orang tua : -
V. TERAPI
1. Injeksi
- Diazepam 3x2 mg -> 18-06-12
- Paracetamol 200 mg/4jam -> 01-05-09-13-17-21
- Ranitidin 2x20 mg -> 06-18
- Ceftriaxon 2x500mg -> 24-06
2. Infus 22 tetes/menit (makro)
3. Oksigen 2 lpm/kp
30/11/2021
07.30 Observasi kesadaran pasien Erma
Hasil : kesadaran compos mentis
01/12/2021
07.30 Observasi kesadaran pasien Erma
Hasil : kesadaran compos mentis
SPO2 98%
Penggunaan otot bantu napas (+) Supraclavikula cukup
menurun
A: Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan
dengan suhu tubuh meningkat, kejang, kulit terasa hangat.
belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
S : Ibu pasien mengatakan anaknya saat ini sudah tidak kejang ERMA
O:
Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Nadi 110 x/menit
Suhu 36,6 oC
Respirasi 20 x/menit terpasang oksigen 2 lpm nasal kanul
SPO2 98%
Penggunaan otot bantu napas (+) Supraclavikula cukup
menurun
A: Resiko cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan belum
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
01/12/2021 S : Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak kejang dan ERMA
saat ini masih batuk.
O:
Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Nadi 111 x/menit
Suhu 36,7 oC
Respirasi 20 x/menit tanpa oksigen
SPO2 98%
Penggunaan otot bantu napas (-) Supraclavikula tidak ada
A: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
neurologis (kejang) dibuktikan dengan penggunaan otot bantu
napas teratasi.
P : Hentikan Intervensi
S : Ibu pasien mengatakan badan anaknya sudah tidak terasa ERMA
hangat
O:
Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Nadi 111 x/menit
Suhu 36,7 oC
Respirasi 20 x/menit tanpa oksigen
SPO2 98%
Penggunaan otot bantu napas (-) Supraclavikula tidak ada
A: Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi dibuktikan
dengan suhu tubuh meningkat, kejang, kulit terasa hangat
teratasi.
P : Hentikan Intervensi
S : Ibu pasien mengatakan anaknya saat ini sudah tidak kejang ERMA
O:
Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : Compos Mentis
Nadi 111 x/menit
Suhu 36,7 oC
Respirasi 20 x/menit tanpa oksigen
SPO2 98%
Penggunaan otot bantu napas (-) Supraclavikula tidak ada
A: Resiko cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan
teratasi
P : Hentikan Intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh dengan cepat hingga ≥38 C, dan kenaikan suhu tersebut
di akibatkan oleh proses estrakranial.Umumnya di jumpai pada usia 6 bulan
sampai 5 tahun.Kejang demam di klarifikasi menjadi 2 yaitu kejang demam
sederhana dankejang demam komplek.
Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti
resiko cidera, atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh kebelakang yang
mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.
Semua jenis kejang demam baik yang umum maupun yang parsial,baik
yang disebabkan oleh demam maupuan penyebab lainnya haruslah di tangani
dengan adekuat. Penanganan awal yang tidak cepat dan tepat dapat memperparah
kondisi pasien karena kejang adalah keadaan klinis yang serius. Kejang demam
memiliki prognosis yang sangat baik,resiko kematian sangat kecil demikian pula
terjadinya epilepsy di masa mendatang.
Saat kejang pastikan jalan nafas tidak terhalang,pakaian ketat di
longgarkan,anak di posisikan miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar.
Periksa tanda vital, baik pernafasan nadi dan suhu. Berikan anti piretik seperti
paracetamol atau ibuprofen. Bila di rumah dapat diberikan diazepam rectal.
Kebanyakan orang akan merasa panic ketika menjumpai pasien dengan
kejang, maka dari itu diperlukan kesigapan dari tenaga medis khusunya dokter aga
setiap pasien dapat menerima penatalaksanaan awal yang baik.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Lebih proaktif, cepat, tanggap dalam menghadapi situasi dan kondisi yang
dihadapi dalam melakukan analisa.
2. Lahan Praktek
Lebih meningkatkan fasilitas dan mengluarkan kebijakan yang
mendukung terselenggaranya pemberian asuhan keperawatan yang bermutu.
3. Institusi Pendidikan
Menyediakan klinikal instruktur dan klinikan teacher yang berkualitas
agar dapat membimbing mahasiswa dalam proses pemberian asuhan
keperawatan atau dalam penyusunan laporan keperawatan khususnya agar
tercipta praktisi keperawatan yang berkualitas dan professional.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.
Depkes. Jumlah kasus kejang demam pada balita [on line]. 2013. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php. Diakses 29 November 2021.
Fuadi F, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak.
Sari Pediatr. 2016;12(3):142
Lee CY, Lee NM, Yi DY, Yun SW, Lim IS, Chae SA. Iron deficiencyanemia: the
possible risk factor of complex febrile seizure and recurrenceof febrile
seizure. Child Neurol. 2018;26(4):210–4
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta :
EGC.
MCance, Kathryn L & Sue E. Huether. 2019. Buku Ajar Patofisiologi, Edisi Indonesia
Keenam, Volume 2. Indonesia : Elsevier.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Sanusi, W dkk. 2021. SEIR Mathematical Model of Seizure fever in Infants Under 5
Years Old in Makassar City. Journal of physics: Conference series,
1752(1). [on line]. Bristol. IOP Publishing. Diakses 29
desember
2021 .http://dx.doi.org/10.1088/1742-6596/1752/1/012007
Walsh A. Febrile seizures. Korean J Pediatr. 2014;57(9):384–90.
Wilson, Lorraine McCary & Sylvia Anderson Price. 2005. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
18