Makalah APBD
Makalah APBD
DAERAH
Disusun oleh :
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
A. DEFINISI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang
berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat
dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan
semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap
sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak
boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Urusan wajib
adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar
kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan
urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi
keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Struktur belanja terdiri atas :
a. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri atas :
1) Belanja pegawai, digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah
dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri
sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
2) Belanja bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga
utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding)
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
3) Belanja subsidi, digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada
masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka
mendukung kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarat. Lembaga penerima
belanja subsidu menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana subsidu kepada kepala daerah.
4) Belanja hibah, untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak
mengikat secara terus-menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam
suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima
hibah, dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi dalam rangka
penyelenggaran pembangunan daerah.
5) Belanja bantuan sosial, untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak berulang
dan selektif untuk meneuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Termasuk
bantuan untuk PARPOL.
6) Belanja bagi hasil, untuk menganggarkan dana bagi hasil kepada yang
bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang dibagihasilkan
kepada pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
7) Belanja bantuan keuangan, untuk menganggarkan bantuan keuangan
yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya
dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan.
8) Belanja tak terduga, untuk menganggarkan belanja atas kegiata yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak
diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
b. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri atas :
1) Belanja pegawai
2) Belanja barang dan jasa, digunakan untuk menganggarkan belanja
barang yang nilai manfaatnya kutang dari 12 bulan dan/atau pemakaian
jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan.
3) Belanja modal, digunakan untuk menganggarkan belanja yang
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset teatap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, terdiri atas :
a. Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Selisih Lebih Perhitungan (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya
2) pencairan dana cadangan
3) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
4) penerimaan pinjaman
5) penerimaan kembali pemberian pinjaman
b. Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan
2) penyertaan modal pemerintah daerah
3) pembayaran pokok utang
4) pemberian pinjaman
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran.
F. SURPLUS/(DEFISIT) APBD
Surplus/(Defisit) APBD merupakan selisih antara anggaran pendapatan daerah
dan anggaran belanja daerah.
Tabel 2. Perbedaan Surplus dan Defisit APBD
G. KODE REKENING
Kode rekening untuk mata anggaran berdasarkan Kepmendagri 29/2002 dan
Permendagri 13/2006 dapat dilihat pada gambar 2.
H. PENYUSUNAN APBD
1) Siklus Anggaran
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus
pengelolaan anggaran yang secara garis besar dapat dilihat pada gambar 3.
Keterangan :
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah
menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja
SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum
tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah
tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada
masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
9) Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,
dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
d. Keadaan darurat; dan
e. Keadaan luar biasa.
Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan
darurat tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak
dapat diprediksikan sebelumnya;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam
APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh
persen).
Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan
luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas
pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan
dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan
APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan
seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi
tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah
tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan
berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh
gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala
daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah
dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.