Anda di halaman 1dari 26

STRUKTUR ANGGARAN BELANJA DAN PENDAPATAN

DAERAH

Diususun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Pemerintah

Disusun oleh :

1. Eka Dhia Atikah 7211413014


2. Dian Astuti 7211413015
3. Munawaroh 7211413018
4. Siti Nur Endah 7211413056
5. Ninda Putri Anandita 7211413063

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
A. DEFINISI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang
berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat
dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan
semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi
target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1
Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap
sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak
boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

B. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH


Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Otorisasi: Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan: Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan: Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi: Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran
dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi Distribusi: Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi: Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.

C. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran
Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana
bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
yaitu:
1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahun : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.
4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar
atau belum diterima pada kas
6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada
saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja


berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam
UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

D. PERATURAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


1. Struktur Anggaran
Tabel 1. Perbedaan Struktur Anggaran pada Kepmendagri 29/2002 dan
Permendagri 13/2006

Perbedaan Kepmendagri 29/2002 Permendagri 13/2006

Klasifikasi Belanja Berdasarkan bidang- Berdasarkan urusan-


bidang kewenangan urusan pemerintahan
pemerintah daerah,seperti:
-organisasi,
daerah,seperti:
- program,
- organisasi,
- kegiatan kelompok,
- kelompok,
- jenis,
- jenis,
- obyek,
- obyek,
- rincian obyek belanja
- rincian obyek belanja
Pemisahan belanja Pemisahan tegas Tercermin dalam
aparatur dan belanja program dan kegiatan
pelayanan publik
Pengelompokkan belanja BAU, BOP & BM Belanja langsung dan
tidak langsung

E. STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH


Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah
2. Belanja Daerah
3. Pembiayaan
Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus
anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran.
Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening
Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan
hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh
Daerah.
Pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:
1) pajak daerah;
2) retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan;
(3) jasa giro;
(4) pendapatan bunga;
(5) tuntutan ganti rugi;
(6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
dan
(7) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
b. Dana Perimbangan; terdiri dari:
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum (DAU), dan
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
1) Hibah (Uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah,
masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak
mengikat)
2) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan
korban/kerusakan akibat bencana alam
3) Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya
4) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh
pemerintah
5) Bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya

2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Urusan wajib
adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar
kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan
urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi
keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Struktur belanja terdiri atas :
a. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri atas :
1) Belanja pegawai, digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah
dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri
sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
2) Belanja bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga
utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding)
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
3) Belanja subsidi, digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada
masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka
mendukung kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarat. Lembaga penerima
belanja subsidu menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana subsidu kepada kepala daerah.
4) Belanja hibah, untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak
mengikat secara terus-menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam
suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima
hibah, dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi dalam rangka
penyelenggaran pembangunan daerah.
5) Belanja bantuan sosial, untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak berulang
dan selektif untuk meneuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Termasuk
bantuan untuk PARPOL.
6) Belanja bagi hasil, untuk menganggarkan dana bagi hasil kepada yang
bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang dibagihasilkan
kepada pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
7) Belanja bantuan keuangan, untuk menganggarkan bantuan keuangan
yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya
dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan.
8) Belanja tak terduga, untuk menganggarkan belanja atas kegiata yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak
diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
b. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri atas :
1) Belanja pegawai
2) Belanja barang dan jasa, digunakan untuk menganggarkan belanja
barang yang nilai manfaatnya kutang dari 12 bulan dan/atau pemakaian
jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan.
3) Belanja modal, digunakan untuk menganggarkan belanja yang
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset teatap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan.

Struktur belanja berdasarkan Kepemendagri 29/2002 berbeda dengan Permendagri


13/2006. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Perbedaan Struktur Belanja Kepemendagri 29/2002 dan Permendagri
13/2006

3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, terdiri atas :
a. Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Selisih Lebih Perhitungan (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya
2) pencairan dana cadangan
3) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
4) penerimaan pinjaman
5) penerimaan kembali pemberian pinjaman
b. Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan
2) penyertaan modal pemerintah daerah
3) pembayaran pokok utang
4) pemberian pinjaman
Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit
anggaran.

F. SURPLUS/(DEFISIT) APBD
Surplus/(Defisit) APBD merupakan selisih antara anggaran pendapatan daerah
dan anggaran belanja daerah.
Tabel 2. Perbedaan Surplus dan Defisit APBD

Jenis Kondisi Tindakan


Surplus Bila anggaran Digunakan untuk pembayaran utang yang
anggaran pendapatan daerah jatuh tempo, penyertaan modal (investasi)
diperkirakan lebih besar daerah, pemberian pinjaman kepada
dari anggaran belanja pemerintah pusat/pemerintah daerah lain,
daerah dan/atau pendanaan belanja peningkatan
jaminan sosial
Defisit Bila anggaran Ditetapkan sumber-sumber pembiayaan
anggaran pendapatan untuk menutup defisit, meliputi sisa lebih
diperkirakan leih kecil perhitungan anggaran tahun sebelumnya,
dari anggaran belanja pencairan dana cadangan, hasil penjualan
daerah kekayaan daerah yang dipisahkan,
penerimaan pinjaman, penerimaan kembali
pemberian pinjaman, atau piutang daerah

G. KODE REKENING
Kode rekening untuk mata anggaran berdasarkan Kepmendagri 29/2002 dan
Permendagri 13/2006 dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bagan Kode Rekening

H. PENYUSUNAN APBD
1) Siklus Anggaran
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus
pengelolaan anggaran yang secara garis besar dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3.Siklus Anggaran

Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah


dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD,
penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah
yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD.
2) Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan
kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan
kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
(a) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari
dan atas beban APBD.
(b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat
di daerah didanai dari dan atas beban APBN,
(c) Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan
kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD
provinsi.
(d) Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk


uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan
dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki
dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk
melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Proses penyusunan rancangan APBD dapat dilihat
pada gambar 4.
PEKR er ve i n a no yel rc u i au t t a a a ms s p us i a n n P e r d a t t g A P B D
Rpdena nayA ain P a E n P R e D r a A t u r a n K e p a l a
AdprDibk a e e ali P a a n r n B e f j c a o D r a a n n h d a a t n t g P e n j a b a r a n A P B D
rpaukj a a e n ea n r gm j c a g ab a d n a r a gh a n a n
panbke snr e i a gr n a n g t t a u r r a a n n
RsaS e h KA m P D E e R n D t
AahPnd Er a Aa e P r B D
aRu h
nDm
Au
Am P
PBA
BDP
DB
D

Gambar 4. Proses Penyusunan Rancangan APBD

Keterangan :
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah
penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah
menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja
SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum
tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2) Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah
perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut
memuat antara lain:
a. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah;
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. Teknis penyusunan APBD; dan
d. Hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari
program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap
urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah,
alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang
mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan
perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah.
Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku
koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada
awal bulan Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaranberikutnya. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang
telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama
bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah
menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut :
a. Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. Menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada
DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling
lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke
dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah
dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang
bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah
berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan
oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD


Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD
menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan
RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.
Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD
mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana
pendapatan dan pembiayaan;
b. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD
berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. Hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan
prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas
penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. Dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format
RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-
SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran
berdasarkan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan
kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh
proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan
dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan
kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-
SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2
(dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun
anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang
belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya
untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1
(satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program
dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang
ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
a. Indikator kinerja, yaitu ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program
dan kegiatan yang direncanakan.
b. Capaian atau target kinerja, yaitu ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang
berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap
program dan kegiatan.
c. Analisis standar belanja, yaitu penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya
yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. Standar satuan harga, yaitu harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku
di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. Standar pelayanan minimal, yaitu tolok ukur kinerja dalam menentukan
capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-
masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang
direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga
memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya,
prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk
dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5) Penyiapan Raperda APBD


Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD
dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh
TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA,
PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan
dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan
minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian,
kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan
penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran
yang terdiri dari:
a. Ringkasan APBD;
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja dan pembiayaan;
d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program dan kegiatan;
e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara;
f. Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. Daftar piutang daerah;
h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. Daftar dana cadangan daerah; dan
m. Daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala
daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. Ringkasan penjabaran APBD;
b. Penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib


memuat penjelasan sebagai berikut:
a. Untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan,
tarif pungutan/harga;
b. Untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga
satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. Untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah
tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada
masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

6) Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang


APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD
beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan
Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling
lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota
keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib
DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut
berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah
daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait
dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD
berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran
berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat
dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja
yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah
daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya
kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain
pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri
dari:
a. Ringkasan APBD;
b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan;
d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program
dan kegiatan;
e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. Daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. Daftar piutang daerah;
h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan
dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. Daftar dana cadangan daerah; dan
m. Daftar pinjaman daerah.
Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka
pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD
yang menandatangani persetujuan bersama.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah
memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan
gubernur bagi kabupaten/kota. Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah
untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam batas waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah
dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari
jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk
kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping
atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak
daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.

7) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan


Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah
Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan
peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur
untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD; dan
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota
keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur
serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya
yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan
evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran
APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila
hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan
berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama
kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah
tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah
tentang APBD.
Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh
kepala daerah bersama dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan
ditetapkan oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar
penetapan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang
paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD. Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi
APBD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut
ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara
DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD. Gubernur menyampaikan
hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.

8) Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah


tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada
gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

9) Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan,
dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
d. Keadaan darurat; dan
e. Keadaan luar biasa.
Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan
darurat tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak
dapat diprediksikan sebelumnya;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam
APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh
persen).
Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan
luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas
pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan
dalam rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan
APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan
seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi
tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah
tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan
berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh
gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala
daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah
dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

I. CONTOH APBD, PERUBAHAN APBD DAN REALISASI APBD KOTA


SEMARANG TAHUN 2012
Terlampir

Anda mungkin juga menyukai