Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN MINIRISET

EFEKTIFITAS PENERAPAN HUKUM DELIK PENCEMARAN NAMA


BAIK DALAM SISTEM CIVIL LAW PADA ERA REFORMASI HUKUM
INDONESIA (STUDI PERSPEKTIF MAHASISWA)
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum
Dosen Pengampu: Sri Hadiningrum, S.H., M.Hum.

Oleh
Kelompok 2
Dwiki Li (3181111004)
Dinda Azzahra (3183311011)
Cindy Eliza Purba (3183311008)
Johan Perdana Saragih (3183111021)
Ika Nurhanifah Dalimunthe (3183311028)

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, serta memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktivitas hidup yang kita jalani akan selalu mebawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, terlebih lagi pada kehidupan akhirat kelak.
Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas minriset pada mata kuliah
Perbandingan Sistem Hukum .
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini yang diantaranya ialah:
1. Dosen mata kuliah Perbandingan Sistem Hukum, Sri Hadiningrum.
SH, S.H., M.Hum.
2. Teman-teman kelas yang mendukung penulis
3. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan penulis untuk kemajuan
makalah ini.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dari penulisan makalah
Perbandingan Sistem Hukum ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya,
mengingat masih kurangnya pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun.

Medan, 11 Oktober 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah ................................................................................. 5

1.3.Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

1.4.Manfaat penelitian................................................................................. 6

BAB II Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7

2.1. Kajian Teori ......................................................................................... 7

2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 14

2.3. Kerangka Berpikir ................................................................................ 16

BAB III Metode Penelitian ....................................................................... 17

3.1. Pendekatan dan Desain Penelitian ....................................................... 17

3.2. Rancangan dan Prosedur Penelitian ..................................................... 18

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 18

3.4. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ........................................ 21

3.5. Teknik pengumpulan Data ................................................................... 22

3.6. Instrumen dan Teknik Analisis Data .................................................... 23

BAB IV Hasil Penelitian ........................................................................... 24

4.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 24

4.2. Pembahasan .......................................................................................... 29

ii
BAB V Penutup ......................................................................................... 31

5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 31

5.2. Saran..................................................................................................... 32

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat selalu berkembang, dimulai dari keluarga sebagai masyarakat


yang paling kecil atau masyarakat sederhana kemudian berkembang menjadi
semakin kompleks atau masyarakat modern. Perkembangan masyarakat dibarengi
dengan timbulnya hukum untuk mengatur dan mempertahankan sistem pergaulan
hidup anggota–anggotanya. Keberadaan hukum di dalamnya adalah sebagai
peraturan yang bersifat umum dimana seseorang atau kelompok secara keseluruhan
ditentukan batas–batas hak dan kewajibannya. Setiap keluarga memiliki aturan
hidup sendiri-sendiri dalam menjalankan hidup bermasyarakat. Dunia pergaulan
hidup manusia ini dibagi-bagi dalam sejumlah negara dan bangsa, dan setiap negara
dan bangsa itu mempunyai hukumnya sendiri.

Terdapat tak kurang dari 42 sistem hukum di dunia.1 Sistem hukum yang
ada di dunia pada dasarnya terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu : sistem hukum
Eropa Kontinental (civil law system), sistem hukum Anglo Saxon (common law
system) dan sistem hukum sosialis. Sistem hukum civil , dalam satu pengertian,
merujuk ke seluruh sistem hukum yang saat ini diterapkan pada sebagian besar
negara Eropa Barat, Amerika Latin, negara-negara di Timut Dekat, dan sebagian
wilayah Afrika, Indonesiadan Jepang.2 Sistem hukum civil law lebih
mengutamakan peraturan dengan tertulis, seperti perundang-undangan dan
membuatnya sebagai dasar hukum yang harus ditaati oleh warga negaranya. Sistem
hukum ini memperoleh kekuatan mengikat karena wujud dari hukum tersebut
tertulis dan sifatnya sistematis, lengkap dan tuntas dalam kodifikasi. Sistem hukum
civil law memiliki unsur-unsur penegak hukum seperti hakim.

Hakim diberi kewenangan memutuskan perkara dalam pengadilan.


Walaupun hakim dapat memutuskan dalam pengadilan namun ia tidak dapat secara

1
bebas dalam hal menciptakan hukum baru. Hakim pada dasarnya memiliki sifat
untuk menafsirkan dan menerapkan peraturan yang telah dibuat oleh lembaga
pemerintahan. Jadi pada dasarnya, undang undang lah yang menjadi dasar hukum
dari sistem hukum civil law, sebagaimana dinyatakan oleh Sudarto yakni : “Hukum
itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
negara, ialah berasal dari kehendak pembentuk undang-undang. Penciptaan hukum
di luar pembentukan undang-undang tidak diakui.

Kalau dalam kenyataan ada hukum kebiasaan yang berlaku di samping


undang-undang, maka berlakunya hukum kebiasaan ini didasarkan pada kehendak
dari pembentukan undang-undang, yang dinyatakan secara tegastegas atau secara
diam-diam.” 3 Sifat-sifat dari sistem hukum civil law membuktikan bahwa
pengaturan hukum seperti perundang-undangan tidak diperkenankan bertentangan
satu dengan yang lain. Sistem hukum civi law terdiri atas dua golongan yaitu hukum
privat dan hukum publik. Hukum privat mengatur tentang hubungan antar individu
dalam kehidupannya bermasyarakat. Sedangkan hukum publik mengatur tentang
hubungan penguasa negara dengan warga negara nya atau masyarakat. Hukum
publik juga mengatur tentang kekuasaan dan wewenang dari penguasa negara
tersebut.

Pengaturan tentang kekuasaan dan wewenang para penguasa digolongkan


pada hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukum pidana. Kehidupan
sosial dan politik di masyarakat Indonesia terus berkembang sehingga sistem
hukum di Indonesia sudah tidak murni lagi menganut sistem hukum civil law.
Perkembangannya beberapa komponen dari sistem hukum common law diadopsi
oleh sistem hukum yang ada di Indonesia baik dalam sistem pengaturan maupun
dalam sistem peradilan. Sistem hukum anglo saxon (commom law system) dianut
oleh negara Inggris kemudian berkembang dan menyebar ke Amerika Serikat,
Canada, Amerika Utara, dan Australia. Sistem hukum common law berbeda dengan
sistem hukum civil law, karena dalam sistem hukum common law sumber hukum
utamanya adalah putusan hakim/ yurisprudensi.

2
Putusan hakim yang telah disahkan/ ditetapkan mengakibatkan putusan
tersebut memiliki sifat mengikat dan mewujudkan suatu kepastian hukum.
Walaupun dalam sumber hukum utama nya civil law dan common law berbeda.
Sistem hukum common law yang sumber hukum utamanya putusan hakim/
yurisprudensi tidak menuntup kemungkinan dapat membuat peraturan perundang-
undangan sebagi pelengkap peraturan. Selain keputusan hakim, kebiasaan dan
peraturan tertulis dalam bentuk sebuah undang-undang dan peraturan administrasi
negara juga diakui sebagai sumber hukum oleh negara yang menganut sistem
hukum common law
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan bahwa
Indonesia merupakan negara hukum. Jika dilihat berdasarkan dari pernyataan
tersebut, maka semua aspek kehidupan di negara ini diatur dan dibatasi oleh
normanorma hukum yang berlaku baik dibidang sosial, politik, budaya, ekonomi,
dan lainlain nya. Kemudian, semua tindakan manusia diatur oleh hukum untuk
meminimalkan terjadinya masalah. Karena itu, dalam kehidupan nyata di
masyarakat, semua masalah yang muncul harus diselesaikan sesuai dengan hukum
yang berlaku.
Namun di Indonesia masih banyak orang yang melakukan tindakan yang
tidak setuju dengan norma hukum yang berlaku di negara tersebut. Ada banyak
aturan hukum yang melindungi kepentingan masyarakat umum, salah satunya
adalah kodifikasi KUHP. KUHP adalah buku undang-undang yang memuat
peraturan yang berlaku di Indonesia dan merupakan salah satu norma hukum yang
melindungi kepentingan masyarakat luas. Kasus yang paling umum sekarang
adalah pencemaran nama baik, terutama di jejaring sosial dalam bentuk
penghinaan. KUHP membahas penghinaan yang diatur dalam Pasal 310 hingga
Pasal 321 KUHP.
Baik penghinaan dilakukan secara lisan atau tertulis dengan cara
penghinaan, fitnah atau keluhan dengan cara memfitnah. Dan peraturan hukum
pidana lainnya tentang pencemaran nama baik yang dilakukan di jejaring sosial
diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

3
dan berbagai undangundang. hukum sektoral atau hukum khusus lainnya. Dengan
peraturan ini, mereka yang merasa difitnah atau menyebarkan sesuatu tentang pihak
lain, tetapi tidak berdasarkan fakta dan berdampak buruk pada pihak yang terluka.
Kemudian, pihak yang terluka memiliki hak untuk melaporkan tindakan
pencemaran nama baik.
Kasus pencemaran nama baik selalu terjadi di Indonesia setiap tahun,
bahkan di setiap tahun tidak hanya ada satu kasus pencemaran nama baik, tetapi
lebih dari satu kasus. Seperti halnya ada kasus yang menimpa salah satu presenter
Indonesia, Augie Fantinus. Augie Fantinus terseret ke kasus pencemaran nama baik
yang dimulai dengan video yang diunggah sendiri di akun media sosial Instagram-
nya. Dalam video itu, Augie Fantinus menuduh seorang polisi menjadi reseller tiket
selama Asian Games 2018. Setelah video itu disiarkan, Augie Fantinus didakwa
dengan pencemaran nama baik. Berdasarkan tindakan Augie, tunduk pada Pasal 28
ayat Menyebarkan berita palsu kepada orang lain juga dapat menyebabkan fitnah.
Sebab, yang disebutkan hanyalah informasi yang tidak benar dan yang bisa
digambarkan sebagai fitnah dan dampak negatif terhadap korban. Misalnya,
pemilihan calon presiden sebelum pemilihan telah menjadi tradisi dan dapat
ditentukan antara partai dan partai lawan bahwa mereka bersaing untuk
mendapatkan dukungan besar dan banyak suara.
Kadangkadang, pada periode pra-pemilihan, banyak kampanye hitam
terjadi, kampanye hitam berarti bahwa informasi yang disebarkan tidak didasarkan
pada fakta dan sebagian besar cenderung pencemaran nama baik yang dapat
mengarah pada tindakan kriminal. Karena informasi yang disebar cenderung
mencemarkan nama baik, hal itu dapat menyebabkan nama pihak lain berkurang
dan terkontaminasi.
Pencemaran nama baik juga dikenal sebagai penghinaan, yang pada
dasarnya menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang tidak memiliki
perasaan seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Kehormatan dan nama
baik memiliki arti yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena menyerang kehormatan akan menghasilkan kehormatan dan reputasi

4
berkabut, dengan cara yang sama menyerang nama baik akan menghasilkan
reputasi dan reputasi seseorang menjadi terkontaminasi.
Karena itu, menyerang salah satu kehormatan atau nama baik sudah cukup
sebagai alasan untuk menuduh seseorang menghina. Nama yang baik adalah
penilaian yang baik dalam opini umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang
dari sudut pandang moral. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut pandang
orang lain, yaitu, kebiasaan atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya
ditentukan berdasarkan penilaian umum dalam masyarakat tertentu di mana
tindakan itu dilakukan dan Konteks tindakan..
Oemar Seno Adji mendefinisikan pencemaran nama baik sebagai:
"menyerang kehormatan atau nama baik (aanranding ofgeode naam)". Salah satu
bentuk pencemaran nama baik adalah "pencemaran nama baik secara tertulis dan
dilakukan dengan mengklaim sesuatu,”.

Salah satu kajian mengapa penting nya membahas ini dalam perspektif
mahasiswa ialah bagaimana supaya kita tahu tatanan hukum yang berlaku,dan
bagaimana sebenarnya proses penyelesaian yang di akibat kan oleh pencemaran
nama baik,pandangan masyarakat terhadap perilaku yang menyimpang yang dapt
merugikan manusia. Kemudian sebagai wawasan tambahan bagi masiswa dalam
mengetahui apa itu dan bagaiaman bentuk dari pencemarn nama baik ditinjau dari
hukum negara kita dan kasus penyelesaian nya di negara kita.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana efektivitas penegakan hukum delik pencemaran nama baik
di era Reformasi Hukum Indonesia ?
1.2.2. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat penegakan Hukum
Delik Pencemaran nama baik di era reformasi hukum ?

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Mendeskrisikan efektivitas penegakan hukum delik pencemaran nama
baik di era Reformasi Hukum Indonesia.

5
1.3.2. Mendeskripsikan faktor faktor pendukung dan penghambat penegakan
Hukum Delik Pencemaran nama baik di era reformasi hukum.

1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis, sebagai kajian penambah khasanah keilmuan di bidang
hukum dan sebagai basis pijakan untuk penelitian berikutnya.
Manfaat Praktis, sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Perbandingan Sistem
Hukum.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyebutkan bahwa
Indonesia merupakan negara hukum. Jika dilihat berdasarkan dari pernyataan
tersebut, maka semua aspek kehidupan di negara ini diatur dan dibatasi oleh
normanorma hukum yang berlaku baik dibidang sosial, politik, budaya, ekonomi,
dan lain-lainnya. Kemudian, semua tindakan manusia diatur oleh hukum untuk
meminimalkan terjadinya masalah. Karena itu, dalam kehidupan nyata di
masyarakat, semua masalah yang muncul harus diselesaikan sesuai dengan hukum
yang berlaku. Namun di Indonesia masih banyak orang yang melakukan tindakan
yang tidak setuju dengan norma hukum yang berlaku di negara tersebut (Simamora,
2020).
2.1.1 Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik dalam bahasa Inggris sering kali diterjemahkan
dengan defamation. Di beberapa negara, pencemaran nama baik juga biasa disebut
calumny, vilification atau slander. Ketiga istilah ini digunakan untuk pencemaran
nama baik yang dilakukan secara lisan. Sedangkan pencemaran nama baik secara
tertulis seringkali disebut libel (Anonim, 2010). Dalam Black’s Law Dictionary,
defamation diartikan sebagai perbuatan yang membahayakan reputasi orang lain
dengan membuat pernyataan yang salah kepada pihak ketiga. Jika tuduhan
pencemaran nama baik melibatkan masalah yang menjadi perhatian publik (public
concern), maka penggugat harus membuktikan pernyataannya mengenai kekeliruan
terdakwa (Garner, 1999:427).
Di negara-negara civil law, pencemaran nama baik lebih dikategorikan
sebagai kejahatan yang masuk ke dalam ranah hukum pidana daripada perdata.
Definisi pencemaran nama baik di negara-negara civil law tidak jauh berbeda
dengan di negara-negara common law, misalnya Pasal 111 KUHP Irlandia yang
menyebutkan bahwa defamation adalah suatu perbuatan yang ditujukan kepada
orang atau pihak tertentu sehingga oleh pihak ketiga orang tersebut dianggap

7
memiliki perilaku hina dan bertentangan dengan moralitas serta kehormatan, atau
perbuatan tersebut dapat membuatnya hina atau merendahkan harga dirinya di
depan umum (The Law Reform Commission, 1991).
Pencemaran nama baik juga dikenal sebagai penghinaan, yang pada
dasarnya menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang tidak memiliki
perasaan seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Kehormatan dan nama
baik memiliki arti yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena menyerang kehormatan akan menghasilkan kehormatan dan reputasi
berkabut, dengan cara yang sama menyerang nama baik akan menghasilkan
reputasi dan reputasi seseorang menjadi terkontaminasi. Karena itu, menyerang
salah satu kehormatan atau nama baik sudah cukup sebagai alasan untuk menuduh
seseorang menghina (Simamora, 2020).
Nama yang baik adalah penilaian yang baik dalam opini umum tentang
perilaku atau kepribadian seseorang dari sudut pandang moral. Nama baik
seseorang selalu dilihat dari sudut pandang orang lain, yaitu, kebiasaan atau
kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan berdasarkan penilaian
umum dalam masyarakat tertentu di mana tindakan itu dilakukan dan Konteks
tindakan.. Oemar Seno Adji mendefinisikan pencemaran nama baik sebagai:
"menyerang kehormatan atau nama baik (aanranding ofgeode naam)". Salah satu
bentuk pencemaran nama baik adalah "pencemaran nama baik secara tertulis dan
dilakukan dengan mengklaim sesuatu,”
2.1.2 Dasar Hukum Pidana Pencemaran Nama Baik
Konsep pencemaran nama baik dalam hukum pidana yang diatur dalam
KUHP didasarkan pada dua alasan penting. Pertama, ada ketentuan dasar dalam
KUHP yang dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk persiapan legislasi
pidana di luar KUHP. Tujuannya adalah untuk menciptakan persatuan dalam sistem
pidana yang harmonis dan harmonisasi.
Pengaturan mengenai delik pencemaran nama baik dapat dijumpai dalam
KUHP maupun undang-undang di luar KUHP, yaitu UU No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran (UU Penyiaran) dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam KUHP, pencemaran nama baik diatur

8
melalui Pasal 310-320 Buku Kedua (Kejahatan) Bab XVI tentang Penghinaan.
Selain pasal-pasal tersebut, ada beberapa pasal lain yang juga diatur di dalam
KUHP terkait dengan pencemaran nama baik ini, yaitu pasal-pasal yang termasuk
ke dalam haatzaai artikelen (penyebarluasan perasaan permusuhan dan kebencian
dalam masyarakat terhadap pemerintah yang sah). Aturan-aturan haatzaait artikelen
tersebut terdapat pada pasal 134, 136 bis, dan 137 Ayat (1) tentang delik-delik
penghinaan terhadap presiden dan/atau wakil presiden.
Dalam arti luas hukuman berarti proses hukuman pidana yang diberikan
atau diputuskan oleh hakim. Oleh karena itu, sistem pidana berarti bahwa ia
mencakup seluruh rangkaian ketentuan hukum yang mengatur bagaimana hukum
pidana diterapkan atau diterapkan. Kedua, terkait dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Unsur pengertian dan pencemaran
nama baik diambil dari pasal-pasal yang terkandung dalam KUHP karena peraturan
ini bukan berarti pencemaran nama baik. Karena itu adalah alasan dan konsekuensi
logis dari penetapan KUHP sebagai sistem pidana atau sebagai dasar untuk
menyusun undang-undang di luar KUHP, bahkan dalam UU ITE.
Kejahatan pencemaran nama baik diatur dalam KUHP dalam Bab XVI
tentang penghinaan. Pada pandangan pertama, pencemaran nama baik dan
penghinaan hampir serupa. Keduanya memiliki kesamaan tekstual. Keduanya
adalah tindakan kriminal yang subyektif dan penerbitan, yang berarti bahwa ada
kegiatan yang menyinggung atau menyinggung harga diri dan nama baik seseorang
tanpa sepengetahuan publik. Dalam pencemaran nama baik pidana dalam KUHP
ada dalam bentuk penghinaan publik dan beberapa dalam bentuk penghinaan
khusus.

2.1.3 Macam-macam Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik


Pada dasarnya bahwa pengertian dari pencemaran nama baik diatur dalam
KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 321
KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat
bahwa KUHP membagi enam macam penghinaan, yakni (R. Soesilo. 1991):
1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

9
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu
har Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum
seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan
biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
3. Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP,
apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka
menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau
gambar.
4. Fitnah (Pasal 311 KUHP)
5. Merujuk pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, sebagaimana kami
sarikan, perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak masuk
menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila tuduhan itu
dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
Dalam hal ini hakim barulah akan mengadakan pemeriksaan apakah betul-betul
penghinaan itu telah dilakukan oleh terdakwa karena terdorong membela
kepentingan umum atau membela diri, jikalau terdakwa meminta untuk diperiksa
(Pasal 312 KUHP).
6. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP) Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat
umum yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam
penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika
penghinaan itu dilakukan
7. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP) R. Sugandhi, S.H.
dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut
Penjelasannya (hal. 337) memberikan uraian pasal tersebut, yakni diancam
hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:
a. memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar
negeri.
b. menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada
pembesar negerisehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.

10
8. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)
Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP, sebagaimana kami sarikan,
yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja
melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar
terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: dengan diam-diam menaruhkan
sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar
orang itu dituduh melakukan kejahatan.

2.1.4 Kategori Pencemaran Nama Baik


Sedangkan kategori yang dimaksudkan dengan pencemaran nama baik
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat pada Bab XVI tentang
penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 321 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Dalam konten penghinaan yang dipermasalahkan haruslah ada kejelasan
identitas orang yang dihina. Identitas tersebut harus mengacu kepada orang pribadi
(natural person) identitas dapat berupa gambar (foto), username, riwayat hidup
seseorang, atau informasi lain yang berhubugan dengan orang tertentu yang
dimaksud.
a. Dalam hal identitas yang dipermasalahkan bukanlah identitas asli makan perlu
ditentukan bahwa identitas tersebut memang mengacu pada korban, bukan pada
orang lain.
b. Identitas tersebut meskipun bukan identitas asli diketahui oleh umum bahwa
identitas tersebut mengacu pada orang yang dimaksud (korban) dan bukan orang
lain. Prinsip ini penting mengingat esensi dari tindak pidana ini adalah menyerang
kehormatan orang lain diketahui umum.
Apabila ada seseorang yang merasa bahwa kalimat tersebut ditujukan untuk
dirinya maka kecuali pelaku mengaku demikian, diperlukan usaha besar untuk
mengaitkan antara konten serta tujuan penulisannya dan korban. Kriteria yang lebih
objektif untuk menilai hubungan antara muatan dari informasi atau dokumen
elektronik yang dianggap menghina atau mencemarkan nama baik seseorang dan

11
korban dapat dibangun berdasarkan konten dan konteks dari tiap-tiap kasus. Konten
yang dipermasalahkan dapat dinilai dari sisi bahasa. Sedangkan konteksi dapat
dinilai dari sisi sosial maupun psikologi (Josua,)

2.1.5 Batasan Terhadap Pencemaran Nama Baik


1. Hak Asasi Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan
yang telah dijamin oleh konstitusi dan negara, oleh karena itu, Negara Republik
Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk mengatur dan
melindungi pelaksanaanya. Kebebasan menyampaikan pendapat tandapa tekanan
dari pihak manapun maupun kebebasan dalam berfikir diatur dalam perubahan ke
empat UndangUndang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3)
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat (Indriani, 2016).
2. Putusan Mahkamah Konstitusi
Terhadap Pasal 27 ayat (3) undnag-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa materi pasal tersebut
konstitusional sebagaimana ternyata dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009. Berdasarkan putusan Nomor
14/PUU-IV/2008, Mahkamah Konstitusi telah berpendirian bahwa nama baik,
martabat, atau kehormatan seseorang adalah salah satu kepentingan hukum yang
dilindungi oleh hukum pidana karena merupakan bagian dari hak konstitusional
setiap orang yang dijamin baik oleh Undang-Undang Dasar 1945 maupun hukum
internasional. Dengan demikian, apabila hukum pidana memberikan sanksi pidana
tertentu terhadap perbuatan yang menyerang nama baik, martabat, atau kehormatan
seseorang, hal itu tidaklah bertentangan dengan konstitusi.
3. Batasan Kebebasan Kebebasan Berpendapat
Dalam pemaknaan secara filosofis, konsep bebas berasal dari pemikiran
Thomas Hobbes dan Jhone Locke, yang berarti kondisi yang memungkinkan
seseorang tidak dipaksa untuk melakukan satu perbuatan. Sedangkan konsep bebas

12
yang berasal dari pemikiran Jean Jacques Rousseau dan GWF Hengel, yang berarti
kondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu untuk mencapat apa yang
diinginkannya.
Pembatasan terhadap hak dan kebebasan menyampaikan pendapat
khususnya di media sosial yang berbasis internet harus tetap berada pada koridor
yang benar bahwa tujuan menyampaikan informasi yang sebenarnya untuk
kepentingan bersama. Selama ini mengenai kebebasan berpendapat hanya diatur
melalui Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 saja yang sebenarnya lebih
banyak mengatur mengenai pers cetak. undang-undang ini belum akomodatif untuk
media penyiaran dan media massa lainnya.

2.2 Konsepsi Efektivitas dan Perspektif Hukum Pencemaran Nama Baik


Konsep pencemaran nama baik dalam hukum pidana yang diatur dalam
KUHP didasarkan pada dua alasan penting. Pertama, ada ketentuan dasar dalam
KUHP yang dapat digunakan sebagai pedoman dasar untuk persiapan legislasi
pidana di luar KUHP. Tujuannya adalah untuk menciptakan persatuan dalam sistem
pidana yang harmonis dan harmonisasi.
Pernyataan yang berisikan informasi yang tidak faktual dan biasanya
cenderung merendahkan seseorang dan pernyataan tersebut dapat merugikan orang
tersebut merupakan fitnah. Pencemaran nama baik terbagi dari dua jenis utama,
yaitu; pencemaran nama baik, dikatakan pencemaran nama baik jika pernyataan
yang tidak faktual dan dapat merugikan seseorang dan pernyataan tersebut dibuat
dalam bentuk permanen, seperti tulisan, berita di radio atau televisi. Dan
pencemaran nama baik, dikatakan pencemaran nama baik jika pernyataan yang
disebarkan bersifat tidak permanen, seperti ceramah/pidato. Biasanya jika terjadi
kasus pencemaran nama baik di surat kabar bisa menimbulkan aksi perlawanan si
penulis, editor, penerbit dan distributornya. Lalu, para hakim juga harus dapat
memastikan bahwa kata-kata yang digunakan tersebut merupakan suatu fitnah atau
bukan.
Pencemaran nama baik secara konvensional diatur dalam Pasal 310 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sedangkan pencemaran nama baik secara

13
elektronik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-Undang No. 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Keduanya memiliki konsep norma hukum yang sama, yang
membedakan hanyalah media dimana perbuatan mencemarkan nama baik itu
dilakukan dan cara melakukannya (Simamora, 2020).
Pada aspek penerapan hukumnya pun tidak luput dari berbagai
permasalahan, dari aspek norma hukum baik pada Pasal 310 KUHP maupun Pasal
27 ayat (3) UU ITE dinilai masuk kategori pasal karet yang kerap memakan korban
dan gencar disuarakan perubahannya. Selain itu, konsep pemidanaan Indonesia
yang masih berorientasi pada pembalasan dengan mengutamakan sanksi pidana
badan termasuk pada tindak pidana pencemaran nama baik ini semakin
memperparah realita kondisi sosial di dalam lembaga pemasyarakatan.
Pada hakikatnya, keberadaan Pasal tersebut bermaksud melindungi dan
mempertegas kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut
kehormatannya dan nama baiknya di mata orang lain. Guna melihat korelasi antara
kehormatan dan nama baik seseorang maka dalam hal ini harus diketahui
definisinya masing-masing. Kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang di
mata masyarakat, di mana setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai
anggota masyarakat yang terhormat. Menyerang kehormatan berarti melakukan
perbuatan menurut penilaian secara umum menyerang kehormatan seseorang. Rasa
hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan tersebut
ditentukan menurut nilai-nilai yang ada di lingkungan masyarakat di mana
perbuatan tersebut dilakukan. Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, maka
seharusnya norma delik pencemaran nama baik dalam KUHP turut serta diperjelas
indikatornya.

2.2 Penelitian yang Relevan


1. Menurut jurnal karangan (Pradjonggo, 2008) sejak diberlakukanya undang-
undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
kasus-kasus yang masuk dalam ranah pidana menyangkutdengan pasalpasal

14
pencemaran nama baik, penistaan, meemfitnah, menyebarkan berita bohong
memang sekarang sudah beralih kepada ranah media elektronik khususunya
media sosial yang didalamnnya memang di buat kontenten-konten serta
kolom-kolom yang memungkinkan penguna media sosial untuk bisa
memberikan tanggapan seta membuat serta memposting tulisan-tulisan
maupun pendapat yang kemungkinan tulisan atau tanggapan tersebut bisa
dainggap mencemarkan nama baik ataupun dainggap memfitnah orang lain.
2. Menurut jurnal karangan (Indriani, 2016) Modus operandi yang dilakukan
oleh pelaku tindak pencemaran nama baik melalui media sosial, merupakan
salah satu cerminan bahwa masyarakat Indonesia belum memahami makna
penggunaan media sosial secara baik dan bertanggung jawab. Selain
mempunyai hak kita juga harus mengetahui kewajiban apa saja yang harus
kita laksanakan sebelum mendapatkan hak tersebut, sama halnya dengan
menggunakan media sosial, penggunaan media sosial merupakan hak tiap-
tiap masyarakat pada saat ini, namun sebagai penggunanya tentu kita juga
harus mengetahui kewajiban untuk mengharagai orang lain. Banyaknya
modus operandi yang digunaan oleh pelaku cyber crime, maka perlunya
kehati-hatian dalam menggunakan media sosial agar kita tidak menjadi
salah satu dari pelaku yang dapat merugikan orang banyak.
3. Menurut jurnal karangan (Hutomo, 2021) Konstruksi hukum dan efektifitas
pertanggungjawaban bagi pelaku tindak pidana pencemaran nama baik
melalui media social telah diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal
45 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di dalam KUHP tindak pidana pencemaran nama
baik diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Bahwa pebuatan pada beberapa
putusan diatas dimana terdakwa mengupload pada akun facebook yang
menunjukkan adanya motif atau niat untuk melakukan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik terhadap pelaku. Dan dengan demikian perbuatan
tersebut memenuhi unsur pidana dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Dalam
Pasal tersebut mensyaratkan adanya unsur sengaja dalam mendistribusikan

15
informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran
nama baik.
2.3 Kerangka Berpikir

SISTEM CIVIL LAW

HUKUM DELIK
PENCEMARAN
NAMA BAIK

1. PENGATURAN
2. PENGATURAN PERDATA
PIDANA

EFEKTIFITAS PENERAPAN HUKUM


BERDASARKAN PERSPEKTIF
MAHASISWA

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian


3.1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena
penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Arikunto 2006: 12)yang mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan
penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. kuantitatif memiliki
beberapa metode pengumpulan data seperti survey yang mencakup survey melalui
telepon, survey surat, dan survey internet. Pada metode ini, pertanyaan yang
diajukan bersifat tetap (statis), atau sudah terstandar. Semua responden menerima
pertanyaan yang sama, dan tidak aka nada kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan usulan.Menurut Sugiyono (2017:15) metode penelitian kuantitatif
merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel biasanya dilakukan dengan perhitungan teknik
sampel tertentu yang sesuai, pengumpulan data kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
3.1.2. Desain Penelitian
Dalam melakukan penelitian, sebelumnya dibuat sebuah desain
penelitian. Desain penelitian adalah pedoman atau prosedur serta teknik
dalam perencanaan penelitian yang berguna sebagai panduan untuk
membangun strategi dalam hal mendapatkan hasil daripada dilakukannya sebuah
penelitian.

17
3.2. Rancangan dan Prosedur Penelitian
3.2.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Medan dengan sasaran
responden yakni mahasiswa univeristas negeri medan angkatan 2018 yang
mengerti tentang Penerapan Hukum Delik Pencemaran Nama Baik Dalam Sistem
Civil Law Pada Era Reformasi Hukum Indonesia. Waktu penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini a da l a h 7 n o ve m b e r 2021.
3.2.2. Prosedur Penelitian
Menurut Morissan (2016 : 7) Penelitian memakai tahapan-tahapan
penelitian agar peneliti memperoleh hasil sesuai yang diinginkan, hasil yang valid
dan maksimal. Tahapan tersebut antara lain:
1. Menentukan topik penelitian
2. Membuat tinjauan pustaka
3. Mermuskan pertanyaan dari hasil hopotesis
4. Merancang metode penelitian
5. Membuat pengumpulan data
6. Membuat analisis dan interpretasi data
7. Presentasi hasil penelitian
8. Replikasi penelitian

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi
Arikunto (2016:173) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti elemen yang ada dalam
wilayah penelitiannya merupakan penelitian popoulasi. Studi atau penelitiannya
juga disebut studi populasi atau studi sensus. Sugiyono (2017:11). Menjelaskan
bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dikarenakan pada
saat ini sedang dalam keadaan covid 19 maka peneliti mengambil populasi dari

18
kelas A dan B Mata Kuliah Perbandingan Hukum untuk menentukan apakah
seorang pemilih dikategorikan sebagai responden adalah :
1. Mahasiswa kelas A dan B mata kuliah perbandingan hukum angkatan 2018.
2. Sudah mempelajari mata kuliah perbandingan hukum.
Berdasarkan keterangan tersebut diketahui jumlah populasi pada kelas A
dan B mata kuliah perbandingan hukum angkatan 2018 adalah
Tabel 3.1.

Rincian Jumlah
No Kelas Mata Kuliah LK PR
LK + PR
L P
1 A Perbandingan 8 13 21
Hukum
2 B Perbandingan 34 5 39
Hukum
Jumlah 60
Sumber data: Sekretaris Kelas A dan B MK Perbandingan Hukum 2021

3.3.2 Sampel
Berdasarkan pendapat Sugiyono (2017: 118), bahwa sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi
besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan waktu, tenaga dll. Maka, peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Dalam Penelitian ini peneliti
menggunakan teknik sampel Slovin (G. Selvilla, 1993:161)

𝑛
𝑛=
1 + 𝑁𝑒 2

n = Number Of Samples (Jumlah Sampel)


N = Tabel Population (Jumlah masyarakat menggunakan hak pilih)
E = taraf kesalahan atau eror 10% (0,1)

19
Maka sampelnya menjadi :
60
𝑛=
1 + 60 ((0,1)2 )
21
𝑛=
1 + 60 (0,1)
21
𝑛=
1 + 60 (0,1)
21
𝑛=
1,6
n = 13 (orang)
Sedangkan untuk menentukan sampel dari setiap kelas maka peneliti
menggunakan rumus :
𝑛1 𝑥 𝑛
𝑅 =
𝑛
n1 = jumlah populasi DPT tiap kelas
n = jumlah sampel pada populasi awal
N = jumlah populasi keseluruhan
R = sampel

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka peneliti dapat menentukan


jumlah sampel berdasarkan jumlah populasi disetiap kelas. Perhitungan untuk
menentukan jumlah sampel ditiap kelas adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2.
Kelas A MK Perbandingan Hukum

Rincian Jumlah
LK PR

No Kelas Mata Kuliah LK + PR


P L
1 A Perbandingan 13 8 21
Hukum
Sumber data: Sekertaris Kelas A MK Perbandingan Hukum
13 𝑥 21
𝑅 = = 5 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
60

20
Tabel 3.3. Kelas B MK Perbandingan Hukum

Rincian Jumlah
LK PR

No Kelas Mata Kuliah LK + PR


P L
1 B Perbandingan 34 5 39
Hukum
Sumber data: Sekertaris Kelas B MK Perbandingan Hukum

13 𝑥 39
𝑅 = = 8 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
60

Berdasarkan hasil perhitungan sampel maka didapatkan 5 orang sampel dari


kelas A dan 8 orang sampel dari kelas B. Sehingga terdapat 13 sampel. 13 sampel
tersebut kemudian dibulatkan menjadi 15 orang.

3.2.4 Teknik Sampling


Jenis teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah probability sampling menurut Morissan (2016 : 113)
probability sampling adalah teknik penarikan sampel dilakukan dengan
menggunakan panduan matematis berdasarkan teori kemungkinan dimana peluang
setiap unit sampel telah diketahui, dengan teknik sampling area dan simple
random sampling. Sampling area ialah pengambilan sample berdasarkan lokasi,
dalam hal narasumber dibagi berdasarkan kelas A dan B yang mengambil MK
perbandingan hukum Dan simple random sampling adalah pengambilan sampel
dimana seluruh individu yang menjadi anggota opulasi memiliki peluang yang
sama dan bebas dipilih sebagai anggota sampel.

3.4. Variabel dan Definisi Oprasional Variabel


3.4.1. Variabel Penelitian
Morissan (2016:39) menjelaskan variable adalah fenomena dengan
menggunakan hubungan antarvariable yang sering disebut sebgai model penjelasan

21
nometis. Missal suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui sikap seseorang
terhadap kebiasaan minuman berakohol. Dalam peneliian ini berupaya
mengindentifikasi beberapa faktor independent yang menyebabakan seseorang
memiliki sikap menolak atau menerima kebiasaan minum minuman berakohol.
Sehingga dapat disimpulkan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu
Efektifitas Penerapan Hukum Delik Pencemaran Nama Baik Dalam Sistem Civil
Law Pada Era Reformasi Hukum Indonesia (Studi Perspektif Mahasiswa).
3.4.2. Defenisi Operasional Variabel
Menurut Syahrum & Salim (2017: 87) defenisi operasional merupakan
defenisi yang didasarkan atas sifat- sifat yang bisa diamati. Defenisi Operasional
dalam riset ini merupakan bagaimana perspektif mahasiswa yang merupakan
pengamat dalam kasus pencemaran nama baik. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan indikator.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


3.5.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2017:15) metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, metode yang digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel
biasanya dilakukan dengan perhitungan teknik sampel tertentu yang sesuai,
pengumpulan data kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan. Penelitian kuantitatif deskriptif digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi,
fenomena, atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya
yang dapat dipotret, diwawancara, diobservasi, serta yang dapat diungkapkan
melalui bahan-bahan dokumenter.
3.5.2 Jenis Data
Dalam Penelitian ini, untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-
keterangan yang diperlukan penulis menggunakan data primer dan data sekunder.

22
1. Data Primer
Data primer adalah data langsung dan segera diperoleh dari sumber
data oleh peneliti untuk tujuan yang khusus. Dalam penelitian ini data
primer diperoleh dari Angket/Kuesioner yang disebarkan kepada
responden yaitu Mahasiswa jurusan PPkn yang mengambil MK
Perbandingan Hukum yang diminta keterangannya untuk mengisi kuisoner
Efektifitas Penerapan Hukum Delik Pencemaran Nama Baik Dalam Sistem
Civil Law Pada Era Reformasi Hukum Indonesia (Studi Perspektif
Mahasiswa)
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sumbernya diluar kata dan tindakan
yang merupakan sumber kedua, jelas hal ini tidak bisa diabaikan. Jika dilihat
dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis
dapat dibagi dari sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,
dokumen pribadi dan dokumen resmi.

3.6.Instrumen Pengumpulan dan Teknik Analalisis Data


3.6.1. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang diperlukan, teknik


pengumpulan data yang digunakan adalah

1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti secara
sistematis yang kemudian dilakukan pencatatan. Observasi dalam penelitian ini
digunakan untuk memperoleh data awal tentang sejauh mana mahasiswa
memahami mengenai Efektifitas Penerapan Hukum Delik Pencemaran Nama
Baik Dalam Sistem Civil Law Pada Era Reformasi Hukum Indonesia.
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan melalui google form dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek
penelitian. Metode Observasi ini digunakan penulis untuk memperoleh gambaran

23
mengenai Efektifitas Penerapan Hukum Delik Pencemaran Nama Baik Dalam
Sistem Civil Law Pada Era Reformasi Hukum Indonesia (Studi Perspektif
Mahasiswa).
2. Kuesioner
Kuisioner adalah question yang berarti pertanyaan namun sering kali
kuesuiner lebih banyak berisi pertanyaan (statement) dari pertanyaan
(question). Pertanyaan digunakan dalam kuesioner untuk menentukan seeraoa
jauh responden memiliki sikap atau perspektif dalam isu tertentu. Kuisoner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner tertutup menurut Morissan
(2016 : 170) pertanyaan tertutup “closed question adalah responden diminta
untuk mengisi jawaban sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara
memberikan tanda silang (x) atau tanda checklis.

Variabel Variabel Penelitian Nomor Item


Efektifitas Penerapan Hukum Sistem Hukum Civil Law di 1,2,3
Pencemaran Nama Baik Pada Indonesia
Sistem Hukum Civil Law Sumber Hukum 4,5
Indonesia Struktur Hukum 6,7,8
Hukum Bagi Pencemaran 9,10,11
Nama Baik
Budaya Hukum 12,13,14,15
Sosialisasi Hukum 16,17
Efektifitas Hukum 18,19,20,21,22
3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2014: 329), dokumen merupakan catatan peristiwa


yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan,
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi,
peraturan kebijakan. Dengan adanya dokumentasi, maka data-data dapat
disajikan secara nyata sehingga memudahkan pembaca atau pengguna data
dalam memahami penelitian ini. Pemilihan teknik ini dilandasi pemikiran

24
bahwa sumber-sumber tertulis dalam penelitian kelapangan, dapat diperoleh
melalui ungkapan, gagasan, persepsi. Sedangkan secara tertulis berupa
dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau catatan.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulis adalah
dengan cara melakukan observasi, dan menyebarkan angket. Untuk pengolahan
analisis data penulis menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :
1. Editing, memeriksa kelengkapan dan kejelasan angket yang berhasil
dikumpulkan
2. Skoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket.
Skoring Skala Gutmann
Skor Alernatif Jawaban
Alternatif Jawaban
Positif Negatif
Setuju 1 0
Tidak setuju 0 1
Analisis data berguna untuk mengolah atau mereduksi data yang dapat
menjawab permasalahan serta dapat ditelaah dan diuji. Untuk mengolah data yang
diperoleh, penulis menggunakan rumus sederhana:

Keterangan :
P : Persentase jawaban yang dijawab
f : Frekuensi jawaban responden yang diberikan
n : Jumlah responden

Berdasarkan persentase jawaban responden, ditentukan kategori tingkat


efektifitas penerapan hukum pencemaran nama baik sebagai berikut.
100%-75% = Sangat Tinggi
74%-50% = Tinggi
25%-44% = Rendah
0%-24% = Sangat Rendah

25
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Persentase Personal

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden, maka didapatkan hasil


sebagai berikut.
No Soal Jawaban

Setuju Tidak
Setuju
Sistem Hukum Civil Law di Indonesia
1 Penerapan Sistem Hukum Civil Law di 13 2
Indonesia tidak mutlak bersumber dari 13/15 x 100% = 2/15 x 100%
hukum Kontinental Eropa 86,7% = 13,3%
2 Sistem Hukum Civil Law di Indonesia 13 2
sudah menyesuaikan dengan karakter 13/15 x 100% = 2/15 x 100%
hukum dan masyarakat di Indonesia 86,7% = 13,3%
3 Sistem Hukum Civil Law di Indonesia 13 2
sudah menyesuaikan dengan karakter 13/15 x 100% = 2/15 x 100%
hukum dan masyarakat di Indonesia 86,7% = 13,3%
Sumber Hukum

4 Undang-Undang menjadi hukum 15 0


tertinggi dalam sistem hukum Civil Law 15/15 x 100% =
di Indonesia. Segala tindakan hukum 100%
diselesaikan dengan merujuk Undang-
Undang
5 Keputusan Yudisial (Yurisprudensi) 10 5
menjadi sumber hukum ketika tidak ada 10/15 x 100% = 5/15 x 100%
preseden dan belum diatur suatu perkara 66,7% = 33,3%
dalam Undang-Undang
Struktur Hukum

6 Aparat hukum (polisi dan hakim) sudah 11 4


melakukan tugas dan tanggungjawabnya 11/15 x 100% = 4/15 x 100%
sesuai dengan sistem hukum civil law 73,3% = 26,7%
dan mekanisme kerja hukum di
Indonesia

26
7 Aparat hukum (polisi) sudah memahami 9 6
hukum khususnya peraturan tentang 9/15 x 100% 6/15 x 100%
pencemaran nama baik sehingga ketika = 60% =40%
menerima laporan dapat mengambil
langkah sesuai mekanisme kerja hukum
di Indonesia
8 Hakim di Indonesia sudah memiliki 13 2
pengetahuan hukum yang tinggi 13/15 x 100% = 2/15 x 100%
khususnya dalam mempelajari masalah 86,7% = 13,3%
hukum pencemaran nama baik
Hukum Bagi Pencemaran Nama Baik

9 Pembuatan peraturan tentang Undang- 12 3


Undang Pencemaran nama baik mampu 12/15 x 100% = 3/15 x 100%
menjerat dan memberikan efek jerah 80% = 20%
bagi pelanggar
10 Undang-Undang Tentang Pencemaran 14 1
nama baik mampu mengatasi 14/15 x 100% = 1/15 x 100%
permasalahan delik pidana pencemaran 93,3% = 6,7%
nama baik yang marak terjadi di era
reformasi hukum
11 Undang-Undang tentang pencemaran 7 8
nama baik (seperti UU ITE) Tidak Setuju 7/15 x 100% 8/15 x 100%
merugikan banyak pihak = 46,7% = 53,3%
Budaya Hukum

12 Kesadaran hukum masyarakat telah 8 7


tinggi terhadap peraturan terkait hukum 8/15 x 100% 7/15 x 100%
pencemaran nama baik = 53,3% = 46,7%
13 Kepatuhan masyarakat sangat tinggi 9 6
untuk Tidak Setuju melanggar peraturan 9/15 x 100% 6/15 x 100%
hukum pencemaran nama baik = 60% = 40%
14 Motivasi masyarakat sudah tinggi untuk 7 8
berubah guna mematuhi dan mengikuti 7/15 x 100% 8/15 x 100%
tuntutan peraturan hukum pencemaran = 46,7% = 53,3%
nama baik
15 Masyarakat mengetahui pembagian- 9 6
pembagian perbuatan dalam pencemaran 9/15 x 100% 6/15 x 100%
nama baik yang memiliki jerat hukum = 60% = 40%
Sosialisasi Hukum

16 Pemerintah sudah massif melakukan 11 4


konsolidasi (pengenalan) serta sosialisasi 11/15 x 100% 4/15 x 100%
hukum pencemaran nama baik kepada = 73,3% = 26,7%
masyarakat baik secara langsung
maupun Tidak Setuju langsung (berita,

27
media sosial, you tube, dan perangkat
lainnya)
17 Sosialisasi hukum pencemaran nama 12 3
baik diterima dengan baik oleh 12/15 x 100% 3/15 x 100%
masyarakat dengan memahami poin- = 80% = 20%
poin pengaturannya
Efektifitas Hukum

18 Secara umum, penegakan hukum 12 3


pencemaran nama baik di era reformasi 12/15 x 100% 3/15 x 100%
hukum sudah efektif = 80% = 20%
19 Substansi hukum (peraturan perundang- 11 4
undangan) merupakan faktor yang sangat 11/15 x 100% 4/15 x 100%
mempengaruhi efektifitas penegakan = 73,3% = 26,7%
hukum pencemaran nama baik
20 Struktur Hukum (yaitu lembaga dan 15 0
aparat penegak hukum) merupakan 15/15 x 100%
faktor yang sangat mempengaruhi = 100%
efektifitas penegakan hukum
pencemaran nama baik
21 Budaya hukum (yaitu kesadaran 13 2
masyarakat dalam hukum) merupakan 13/15 x 100% 2/15 x 100%
faktor yang sangat mempengaruhi = 86,7% = 13,3%
efektifitas penegakan hukum
pencemaran nama baik
22 Sosialisasi hukum merupakan faktor 13 2
yang sangat mempengaruhi efektifitas 13/15 x 100% 2/15 x 100%
penegakan hukum pencemaran nama = 86,7% = 13,3%
baik

Skoring Skala Gutmann


Soal Skor Setuju Skor Tidak
Setuju
Sistem Hukum Civil Law di 39 x 1 = 39 6x0=0
Indonesia
Sumber Hukum 25 x 1 = 25 5x0=0
Struktur Hukum 33 x 1 = 33 12 x 0 = 0
Hukum Bagi Pencemaran Nama 33 x 1 = 33 12 x 0 = 0
Baik
Budaya Hukum 33 x 1 = 33 27 x 0 = 0
Sosialisasi Hukum 23 x 1 = 23 7x0=0
Efektifitas Hukum 64 x 1 = 64 11 x 0 = 0
Jumlah 250 0

n = 15 orang

28
maka, P = Jumlah Skor Setuju/ (Jumlah Responden setuju x jumlah soal) X 100%
P = 250 / (22 x 15) X 100%
P = 250/ 330 X 100%
P = 75,75%
Berdasarkan data tersebut maka didapatkan hasil penelitian terkait
efektifitas penerapan hukum delik pencemaran nama baik dalam sistem civil law
pada era reformasi hukum Indonesia (Studi Perspektif Mahasiswa) sebesar 75,75%.
Maka mahasiswa menyatakan bahwa penerapan hukum delik pencemaran nama
baik di Indonesia dalam kategori yang tinggi yaitu 75%-100%.

4.2. Pembahasan
Berdasarkan data yang telah diperoleh maka efektifitas penerapan hukum
pencemaran nama baik berdasarkan perspektif Mahasiswa maka secara umum,
penegakan hukum pencemaran nama baik di era reformasi hukum tergolong
cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Efektifitas ini dipengaruhi dari substansi
peraturan yang diterapkan oleh Undang-Undang dan kebijakan. Undang-Undang
memberikan sanksi bagi pelanggar pencemaran nama baik. Pencemaran nama
baik digolongkan sebagai tindak pidana sehingga diatur dalam hukum pidana.
Sanksi Pidana berorientasi pada pemberian sanksi pada pelaku suatu perbuatan.
Sanksi tersebut dapat dilihat dalam pasal 310 ayat 1 KUHP tentang pencemaran
nama baik yang diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang tidak jelas diketahui. Dalam
pasal 310 dijelaskan barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu
diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pada pasal tersebut
juga diterangkan jika hal tersebut dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah,
karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Kemudian efektifitas penegakan
juga dilihat dari peran struktur penegak hukum. Polisi, jaksa dan hakim menjadi

29
pelaku sentral dalam menegakan keadilan bagi pelanggaran hukum. Apabila
aparat penegak hukum bekerja sesuai dengan tugasnya maka hukum akan efektif
(Yanlua, 2017). Namun faktanya, terdapat 40% pendapat bahwa polisi tidak
memahami aturan tentang hukum pencemaran nama baik sehingga tidak
mengambil langkah mekanisme hukum yang benar dalam penyidikan. Kemudian
faktor yang mempengaruhi dalam efektifitas penegakan hukum juga didukung
dari budaya dan sosialisasi hukum. Pendapat sangat tinggi atas sependapat dengan
budaya hukum dan sosialisasi hukum sangat berperan dalam penegakan hukum
pencemaran nama baik. Dari beberapa hasil penelitian, ada satu hal yang menarik
yaitu tentang Undang-Undang ITE yang dirasa sangat merugikan banyak orang.
Sebesar 53,3% pendapat menyatakan Tidak Setuju bahwa Undang-Undang ITE
tidak merugikan orang banyak. Kerancuan terhadap UU ITE terdapat pada detil
yang tidak lengkap dijelaskan pada UU tersebut sehingga sering sekali salah
ditafsirkan dan berdampak pada sanksi yang dirasa tidak tepat (Sidik, 2013).

30
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pencemaran nama baik dalam bahasa Inggris sering kali diterjemahkan
dengan defamation. Di beberapa negara, pencemaran nama baik juga biasa
disebut calumny, vilification atau slander. Ketiga istilah ini digunakan untuk
pencemaran nama baik yang dilakukan secara lisan. Sedangkan pencemaran nama
baik secara tertulis seringkali disebut libel (Anonim, 2010).
Pencemaran nama baik juga dikenal sebagai penghinaan, yang pada
dasarnya menyerang nama baik dan kehormatan seseorang yang tidak memiliki
perasaan seksual sehingga orang tersebut merasa dirugikan. Kehormatan dan
nama baik memiliki arti yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, karena menyerang kehormatan akan menghasilkan kehormatan
dan reputasi berkabut, dengan cara yang sama menyerang nama baik akan
menghasilkan reputasi dan reputasi seseorang menjadi terkontaminasi.
Karena itu, menyerang salah satu kehormatan atau nama baik sudah cukup
sebagai alasan untuk menuduh seseorang menghina. Nama yang baik adalah
penilaian yang baik dalam opini umum tentang perilaku atau kepribadian seseorang
dari sudut pandang moral. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut pandang
orang lain, yaitu, kebiasaan atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya
ditentukan berdasarkan penilaian umum dalam masyarakat tertentu di mana
tindakan itu dilakukan dan Konteks tindakan..
Kasus yang paling umum sekarang adalah pencemaran nama baik, terutama
di jejaring sosial dalam bentuk penghinaan. KUHP membahas penghinaan yang
diatur dalam Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP. Baik penghinaan dilakukan secara
lisan atau tertulis dengan cara penghinaan, fitnah atau keluhan dengan cara
memfitnah. Dan peraturan hukum pidana lainnya tentang pencemaran nama baik
yang dilakukan di jejaring sosial diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002
tentang Penyiaran, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) dan berbagai undangundang. hukum sektoral atau

31
hukum khusus lainnya. Dengan peraturan ini, mereka yang merasa difitnah atau
menyebarkan sesuatu tentang pihak lain, tetapi tidak berdasarkan fakta dan
berdampak buruk pada pihak yang terluka. Kemudian, pihak yang terluka memiliki
hak untuk melaporkan tindakan pencemaran nama baik.

5.2. Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dari miniriset adalah agar setiap
mahasiswa bisa mengambil alih dengan membaca beberapa narusmber terkait kasus
dalam pencemaran nama baik dan bisa menjadi penerang bagi setiap orang, serta
adanya penegakan hukum terkait permasalahan pencemaran nama baik yang diatur
dalam pertanggungjawaban bagi pelaku tindak pidana pencemaran nama baik
melalui media social telah diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 45 ayat (3)
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Morissan. (2018). Metode Penelitian Survei. Jakarta : Kencana
Jurnal :
Garner, B.A. 1999. Black’s Law Dictionary. 7th Edition. West Group. ST. Paul.
MINN.
Indriani Fani, 2016. Tinjauan Yuridis Tindak Pencemaran Nama Baik Melalui
Media Sosial Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dikaitkan Dengan
Kebebasan Berpendapat. Fakultas Hukum; Pekanbaru
Pradjonggo T.S, 2020. Efektifitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik Terhadap Maraknya Pelanggaran
Hukum Pidana Pada Media Sosial. Universitas Wisnuwardhana Malang
R. Soesilo, 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, KUHP Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politesa.
Samudera A,H. 2020. Pencemaran Nama Baik Dan Penghinaan Melalui Media
Teknologi Informasi Komunikasi Di Indonesia Pasca Amandemen Uu Ite.
Fakultas Hukum Universitas Surabaya
Simamora, F.P. Dkk, 2020. Kajian Hukum Pidana Terhadap Perbuatan
Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial. Universitas Darma Agung;
Medan
The Law Reform Commission. 1991. Consultation Paper On The Civil Law Of
Defamation. Ardilaun Centre. Ireland
Hutomo, F. S. (2021). Pertanggungjawaban Pidana Pencemaran Nama Baik
Melalui Media Sosial. Jurist-Diction, 4(2), 651.
https://doi.org/10.20473/jd.v4i2.25783
Indriani, F. (2016). Tinjauan Yuridis Tindak Pencemaran Nama Baik Melalui
Media Sosial Berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dikaitkan Dengan
Kebebasan Berpendapat. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu
Hukum, III(1), 1–15. https://www.neliti.com/publications/116112/tinjauan-
yuridis-tindak-pencemaran-nama-baik-melalui-media-sosial-berdasarkan-pa
Pradjonggo, T. S. (2008). Efektifitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Terhadap Maraknya Pelanggaran
Hukum Pidanapada Media Sosial. LIKHITAPRAJNA. Jurnal Ilmiah.Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 15, 61–68.
Sidik, S. (2013). Dampak Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik
(UU ITE) Terhadap Perubahan Hukum dan Sosial Dalam Masyarakat.
Jurnal Ilmu Widya, I(1).
Yanlua, S. Z. (2017). Efektifitas Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Kesusilaan Yang Dilakukan Anak Di Bawah Umur Di Pengadilan Negeri
Makassar. al-daulah, VI(2).

Anda mungkin juga menyukai