Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PELAKSANAAN HUKUM OTONOMI

DAERAH DI INDONESIA

NAMA PENULIS : TRI KURNIAWAN,


S.H. NIM : -
KELAS : SUKOHARJO

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURAKARTA 2 0 2 1
1

PELAKSANAAN HUKUM OTONOMI DAERAH

A. DAFTAR ISI TPLONG BUATKAN MAS., SESUAI ARTIKEL DI


BAWAH DAN DISESUAIKAN HALAMANNYA
2

B. PENDAHULUAN/LATAR BELAKANG
Indonesia menganut sistem otonomi daerah dalam pelaksanaan
pemerintahannya. Sistem otonomi daerah memungkinkan daerah mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengatur daerahnya sendiri. Tetapi, dalam melaksanakan otonomi,
daerah masih tetap dikontrol oleh pemerintah pusat serta sesuai dengan undang-undang.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang menyerahkan sebagian kekuasaannya ke
daerah berdasarkan hak otonomi. Penyerahan sebagian kekuasaan itu karena Indonesia
adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Namun, pada tahap terakhir
kekuasaan tertinggi tetap di tangan pemerintah pusat. disebutkan otonomi (autonomy)
berasal dari bahasa Yunani autos artinya sendiri dan nomos yang berarti hukum atau
aturan. Otonomi dapat diartikan sebagai pengaturan sendiri, mengatur sendiri atau
memerintah sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah.
Otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan
masyarakat atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
KBBI menjelaskan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
daerah otonomi sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dasar hukum otonomi daerah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
didasarkan pada hukum dan undang-undang yang berlaku, antara lain: 1. Undang-
undang Dasar Tahun 1945 amandemen ke-2, pasal 18 ayat 1-7, pasal 18A ayat 1 dan 2,
dan pasal 18B ayat 1 dan 2.
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Baca juga: Buka Otonomi Expo, Wiranto Minta
3

Daerah Berkolaborasi dalam Inovasi


4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (revisi UU No. 32
Tahun 2004).
Otonomi Daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 Undang-undang No. 33
Tahun 2004 menyebutkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
amanat UUD 1945, pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam UU tersebut, juga
dijelaskan pengertian otonomi daerah dan daerah otonom. Baca juga: Ridwan Kamil
Minta Pemerintah Kaji soal Daerah Otonomi Baru di Jabar Otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Daerah otonom atau disebut daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Otonomi daerah merupakan
bagian dari desentralisasi. UU tersebut menyatakan NKRI dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing
mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah pusat.

Perbaikan sistem pemerintahan dalam rangka membangun daerah pada


masa Orde Baru banyak mengalami kendala. Munculnya keinginan pemerintahan
daerah untuk melaksanakan pembangunan berdasarkan kemampuan dan kehendak
daerahnya sendiri ternyata dari tahun ke tahun masih jauh dari yang dicitakan.
Adanya ketergantungan fiskal, subsidi dan bantuan Pemerintah Pusat merupakan
wujud ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai belanja
daerah.
Kendala di atas salah satunya disebabkan karena terlalu dominannya
4

keikutsertaan (turut campurnya) Pemerintah Pusat terhadap pengelolaan Daerah.


Pola pendekatan yang sentralistik dan seragam telah dikembangkan Pemerintah
Pusat pada masa tersebut sebagai salah satu penyebab matinya inofasi dan
kreativitas Daerah. Pemerintah Daerah kurang diberi keleluasaan (local discreation)
untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri. Kewenangan yang diberikan
kepada Daerah tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai,
penyiapan sumber daya manusia yang profesional, dan pembiayaan yang adil.
Akibatnya, yang terjadi bukannya tercipta kemandirian Daerah, tetapi justru
ketergantungan Daerah terhadap Pemerintah Pusat.
Dampak dari sistem yang selama masa orde baru diterapkan menyebabkan
Pemerintah Daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat
daerah. Banyak proyek pembangunan daerah yang tidak menghiraukan manfaat
yang dirasakan masyarakat, karena beberapa proyek merupakan proyek titipan yang
sarat dengan petunjuk dan arahan dari Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat melakukan campur tangan terhadap Daerah dengan
alasan untuk menjamin stabilitas nasional dan masih lemahnya sumber daya
manusia yang ada di Daerah. Karena dua alasan tersebut, sentralisasi otoritas
dipandang sebagai prasyarat
untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional serta mendorong pertumbuhan
ekonomi. Pada awalnya pandangan tersebut terbukti benar.
5

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah


dalam makalah kali ini adalah:
1. Bagaimanakah pemberian tugas maupun sampai pelimpahan wewenang
pemerintah daerah dalam menyikapi transformasi yang diberikan oleh
pemerintah pusat dalam peningkatan serta pertumbuhan ekonomi daerah?
6

D. PEMBAHASAN

Pelaksanaan Otonomi Daerah

1. Definisi Otonomi Daerah

Otonomi Daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu Autos (sendiri)

dan Nomos (perintah), sehingga mengandung arti ”memerintah sendiri”. 8


Sedangkan definisi Otonomi Daerah secara istilah telah banyak dipaparkan
oleh beberapa ahli, diantaranya:
Logeman

Otonomi bermakna kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan


kemerdekaan. Namun, kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu
adalah wujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
Bagir Manan

Otonomi adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan


zelsstandingheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur
dan mengurus sebagian urusan pemerintah. Urusan pemerintah yang
boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau
merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih
rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakekat isi
otonomi.
Sarundajang

Otoda dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah


untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendirisesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
J. Wajong

Otonomi adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan


kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan
hukum sendiri dan pemerintahan sendiri.
Definisi Otonomi Daerah juga dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 5
7

Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu:


Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
Baerdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Otonomi Daerah merupakan bagian arah kebijakan yang diambil oleh
pemerintah untuk mengurangi sifat pemerintah yang cenderung terpusat
dengan tidak melibatkan pemerintah daerah untuk ikut berpartisipasi dalam
pemerintahan. Tentunya otonomi yang dimaksud masih dalam tataran
pembatasan-pembatasan dan kontrol yang telah diatur oleh Undang-undang
Dasar, mapun peraturan perundang-undangan yang ada.
2. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam sistem pemerintahan di Negara


ini didasarkan pada beberapa Peraturan Perundang-undangan,yaitu:
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7

Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat


untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan
adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang
diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945).
Sedangkan pada amandemen kedua tahun 2000 untuk
dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu
mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu
Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B yang selanjutnya pasal-pasal
tersebut menjadi sebuah ketentuan umum terhadap pelaksanaan
otonomi daerah.
TAP MPR RI Nomor XV/MPR/1998

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga yang salah


8

satunya mempunyai kewenangan legeslasi pertama kali mengatur


tentang otonomi daerah dalam TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang memuat tentang:
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Awalnya pelaksanaan otonomi daerah diatur melalui
pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang dalam muatannya pemberlakuan otonomi daerah pada saat itu
lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman dan karakter


politik hukum nasional, Undang-undang tersebut telah diubah dengan
pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentag
Pemerintahan Daeran yang selanjutnya menjadi pokok pembahasan
dalam makalah ini.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Sumber Keuangan Negara
Guna memberikan payung hukum atas pelaksanaan otonomi
pemerintahan daerah yang memerlukan pembiayaan/pemdanaan, maka
seiring dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, diberlakukanlah Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 Tetag Sumber Keuangan Negara, Undang-udang tersebut
juga salah satunya mengatur tentang sumber keuangan danerah,
penggunaan dan pertanggungjawabannya.
3. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah

Otonomi daerah dilaksanakan dengan memegang beberapa asas,


yaitu:

Asas Desentralisasi

Asas penyelenggaraan otonomi daerah yang terpenting adalah


desentralisasi (Latin:decentrum). Desentralisasi dapat diartikan “lepas
9

dari pusat” atau “ tidak terpusat”. Desentralisasi sebagai suatu sistem


yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah, di
pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat.
Pejabat-pejabat yang ada di daerah hanya melaksanakan kehendak
pemerintah pusat. Desentralisasi sebagai salah satu asas dalam
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan ketentuan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dapat diartikan pula dengan penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam sistem desentralisasi
sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain
untuk dilaksanakan.
Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI terdapat
penyerahan wewenang. Wewenang itu adalah penyerahan sebagian
wewenang pusat ke daerah terhadap hal-hal tertentu yang diatur dalam
undang-undang.
Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak
menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah yang
memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada
pemerintah pusat kini dapat diputuskan di tingkat pemerintah daerah.
Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan
yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur
tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem
desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan
10

untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi


karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Asas Dekonsentrasi

Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari


pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat di daerah. Dalam UU Nomor
32 taun 2004 disebutkan bahwa Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.Pelimpahan kewewenang atas tata kelola pemerintahan
berdasarkan asas dekonsentrasi tersebut tetap menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat, baik dari segi policy, perencanaan, pelaksanaan,
maupun pembiayaan. Mahfud MD dalam tulisannya menjelaskan
mengenai perbedaan peran dan kemunculan antara desentralisasi
dengan dekonsentrasi dengan ungkapan bahwa desentralisasi
cenderung menguat ketika sistem politik tampil demokratis,
sedangkan dekonsentrasi mengemuka ketika sistem politik tampil

otoriter.16
Asas Tugas Pembantuan

Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada


daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.17 Asas tugas pembantuan adalah


penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke
desa, untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya. Pelaksanaan asas tugas pembantuan ini dapat
dilaksanakan di provinsi, kota, dan desa.
Oleh karena itu, pemerintah dalam melaksanakan asas tugas
pembantuan ini, pusat dapat menerapkan di provinsi sampai ke desa.
11

Demikian juga provinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada


daerah kabupaten/kota sampai ke desa-desa. Pelaksanaan tugas
pembantuan ini senantiasa untuk memperkuat kedaulatan Indonesia
sebagai negara kesatuan.
4. Bidang-bidang dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

Bidang-bidang yang menjadi wewenang Pemerintah Daerah karena


adanya pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah adalah:
a) Bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti
pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
b) Bidang pemerintahan tertentu yang meliputi: (1) perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro; (2) pelatihan bidang
tertentu, alokasi sumberdaya manusia dan penelitian yang mencakup
provinsi;
(3) pengelolaan pelabuhan regional; (4) pengendalian lingkungan hidup,
promosi budaya/pariwisata; (5) penanganan penyakit menular dan hama
tanaman (6) perencanaan tata ruang provinsi.

c) Kewenangan daerah otonom Kabupaten/Kota setelah ada pernyataan dari daerah yang
bersangkutan tidak atau belum dapat melaksanakan kewenangannya.Pelaksanaan
kewenangan tersebut dilakukan dengan menselaraskan pelaksanaan otonomi yang
nyata, luas, dan bertanggung jawab.

B. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari Perspektif Politik Hukum


Nasional
1. Politik Hukum Nasional

Menurut T.M.Radhie, yang dimaksud Politik hukum adalah suatu


pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di

wilayah dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun. Padmo


Wahyono mengatakan politik hukum adalah kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk.
Politik hukum merupakan kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang
12

dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang didalamnya mencakup


pembentukan, penerapan dan penegakan hukum.
Mahfud MD dalam tulisannya yang lain juga menjelaskan bahwa
politik hukum merupakan legal policy yang telah atau akan dilaksanakan
secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi:
1. Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan
terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan,
2. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
Dari penjabaran tersebut pengertian politik hukum mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke

arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. 21


2. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif Politik Hukum
Nasional
Bertolak dari beberapa definisi mengenai politik hukum di atas,
maka melalui kami memaparkan beberapa politik (tujuan /arah) hukum
nasional terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah, baik yang termuat/tersurat
secara langsung dalam Undang-undang, maupun yang tidak tersurat, baik
dari segi ekonomi, sosial dan budaya, serta politik.
Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif ekonomi

Perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat


daerah sebelum pemberlakuan otonomi daerah sangat memprihatinkan.
Terjadi berbagai ketimpangan dalam sektor ekonomi (pendapatan)
daerah dan kesejahteraan masyarakat, baik antara pemerintah daerah
daerah lainnya, maupun ketimpangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah itu sendiri. Banyak terjadi daerah yang memiliki
kekayaan dan sumberdaya alam yang melimpah, namun dalam
kenyataannya masyarakat di daerah tersebut kurang bahkan tidak
menikmatinya. Hal itulah yang mendorong policy politik hukum
nasional untuk memberikan kesempatan kepada daerah dalam mengatur
kekayaan, perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya secara
otonom (mandiri) dengan diberlakukannya otonomi daerah.
13

Kebijakan pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif


ekonomi juga bertujuan untuk memberdayakan kemampuan daerah
serta memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan perekonomiannya. Tentunya dengan peningkatan dan
pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah itu
sendiri khusunya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif sosial dan budaya

Ditinjau dari aspek sosial budaya, pelaksanaan Otonomi Daerah


merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap keanekaragaman
Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta
potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan pemerintah pusat
terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bagi
eksistensi Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa
setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara.
Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan
dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan
memperkaya khasanah budaya nasional. Hal mana selaras dengan
politik hukum yang terkandung dalam Udang-undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dimana dalam undang-undang
tersebut memuat politik hukum nasional mengenai adanya pengakuan
kearifan lokal “daerah” sebagai salah satu sumber hukum.
Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif politik

Pelaksanaan otonomi dan kewenangan Daerah ditinjau dari


perspektif politik merupakan suatu wujud dari pengakuan dan
kepercayaan Pemerintah Pusat kepada eksistensi Daerah. Pengakuan
Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan

yang harmonis antara Pusat dan Daerah.25 Selanjutnya kondisi


tersebut diharapkan dapat mendorong tumbuhnya dukungan Daerah
14

terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan


kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan
politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan
politik di Daerah.
Selain itu dengan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi
daerah secara politis akan meredam dan meminimalisasi terhadap
gerakan-gerakan sparatis di daerah-daerah tertentu (seperti: GAM di
Aceh dan OPM di Irian Jaya) yang akan berusaha
memisahkan/memecahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Secara politis, Pemerintah Daerah juga diberikan kewenangan
(legitimasi) untuk membuat/menciptakan peraturan-peraturan daerah
(Perda) dengan harapan bahwa dengan adanya Perda tersebut dapat
lebih mempercepat pelaksanaan pembangunan daerah di berbagai
bidang sesuai dengan kondisi daerah tersebut, karena pada dasarnya
daerahlah yang lebih mengerti kehidupan ekonomi, sosial-budaya, serta
faktor-faktor lain yang melekat di daerah tersebut.
15

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan salah satu arah politik hukum


nasional sebagai bentuk kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah untuk
melakukan transformasi dan reformasi control live baik dari segi pemberian
tugas maupun sampai pelimpahan wewenang yang legitimid sebagaimana
diamanatkan Undang Undang Dasar 1945 dan Amandemennya serta Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana
Pemerintah Daerah mempunyai otoritas (kewenangan yang tinggi) dalam
menyikapi transformasi yang diberikan oleh pemerintah pusat baik dari
pembentukan peraturan daerah, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) serta kebijakan-kebijakan lain yang akan diambil dan
dilaksanakannya.
2. Politik (tujuan /arah) hukum nasional terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah
dapat ditinja dari beberapa segi/aspek, diantaranya dari aspek ekonomi, sosial
dan budaya, serta politik, sebagai berikut:
a) Dari segi/aspek ekonomi pelaksanaan otonomi daerah memberikan
peluang kepada masing-masing daerah untuk mengembangkan
kemampuannya dalam mengatur kekayaan, perekonomian dan
kesejahteraan masyarakatnya sebagaimana termaktub dalam konsideran
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara otonom (mandiri) sehingga
percepatan dan peningkatan serta pertumbuhan ekonomi daerah dapat
terwujud tanpa harus berketergantungan dengan Pemerintah Pusat.
b) Dari segi/aspek sosial dan budaya, pelaksanaan Otonomi Daerah
merupakan salah satu bentuk pemberian legitimasi pengakuan dan
penghargaan Negara (Pemerintah Pusat) terhadap keanekaragaman yang
ada di Daerah, baik suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta
potensi lainnya yang terkandung di daerah sebagai sebuah bentuk kearifan
lokal yang selaras pula dengan politik hukum nasional sebagaimana
termaktub dalam Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
16

c) Dari segi/aspek politik, pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai salah suatu


wujud dari pengakuan (legitimasi) dan kepercayaan Pemerintah Pusat
kepada eksistensi Daerah agar dengan adanya legitimasi tersebut hubungan
yang harmonis antara pemerintah Pusat dan Daerah dapat terwujud,
sehingga secara otomatis daerah pun akan memberi dukungan sepenuhnya
kepada pusat. Selain itu, melalui pelaksanaan otonomi daerah dapat
memberikan pendidikan politik kepada masyarakat di daerah sehingga
pengetahuan/pendidikan politik masyarakat daerah pun akan semakin
tinggi.
B. Saran

1. Kepada Pemerintah Daerah diharapkan dalam pelaksaan Otonomi Daerah,


benar- benar mempunyai komitmen dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya dengan baik sebagai bentuk kesepaktan bersama terhadap
konstituen/warganya, sehingga politik (tujuan) hukum nasional atas
pemberlakuan dan pelaksanaan Otonomi Daerah benar-benar terwujud.
2. Pemerintah pusat melalui Penegak Hukumnya harus benar-benar menjalankan
kontrol dan pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan proyek daerah agar
kasus korupsi di level daerah pun dapat ditekan/diminimalisir bahkan
dihilangkan, sehingga anggaran daerah benar-benar dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat daerah tersebut, bukan untuk oknum atau golongan.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: PT Pustaka


LP3ES.

2. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta:


Gama Media hlm. 183.
3. Mahfud, MD., 2006, Membangun Politik Hukum Menegakan Konstitusi,
Jakarta:PT Pustaka LP3ES.

4. Ni’matul Huda, 2007, Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.
5. Saifudin Azwar, 2003, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
6. Jurnal Ilmiah Mahasiswa,
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jim/article/

Anda mungkin juga menyukai