Anda di halaman 1dari 15

AMENOREA

PENDAHULUAN
Amenorea adalah keadaan tidak haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Ada yang membagi
berdasarkan amenorea fisiologik (prapubertas, hamil, laktasi, pasca menopause) dan amenorea patologik
(amenorea primer, amenorea sekunder) 1, dan ada yang menggolongkan menjadi amenorea primer,
amenorea sekunder dan menopause. Amenorea primer menunjukkan suatu kelainan medis yang bermakna
disebabkan oleh genetik, anatomik, atau endokrin yang mempunyai prevalensi 1-2 % 2. Hal ini terjadi pada
usia 14 tahun dengan tidak adanya pertumbuhan tanda-tanda kelamin sekunder (pertumbuhan payudara,
rambut pubis dan rambut ketiak) atau pada usia 16 tahun yang telah tampak tanda-tanda kelamin sekunder,
atau tidak haid selama 3 tahun setelah thelarche 2,3.
Amenorea sekunder adalah tidak haid lebih dari 6 bulan setelah kejadian haid sebelumnya. Hal ini
disebabkan oleh anatomik (jaringan parut endometrium oleh karena infeksi atau kuretase) dan yang paling
sering disebabkan oleh anovulasi 4. Anovulasi ini disebabkan karena kegagalan ovarium dalam mensekresi
estrogen dan progesteron berhubungan dengan banyak penyebab. Penyebab paling sering dari amenorea
sekunder wanita pre-menopause adalah kehamilan dan diagnosis ini harus ditegakkan sebelum mencari
penyebab lebih lanjut 5. Pada wanita dengan estrogen berlebihan yang sering disebabkan oleh sindroma
ovarium polikistik (SOP) 6. Pada wanita dengan estrogen yang rendah, kelainan hipotalamik (termasuk
stress emosional, penyakit kambuhan, latihan fisik berlebihan atau perubahan berat badan) merupakan
penyebab paling sering 6-8. Adenoma pituitari yang mengsekresi non prolaktin dapat juga mengakibatkan
defisiensi gonadotropin dan amenorea. Pada wanita dengan penyakit autoimmune (diabetes mellitus tipe I,
thyroiditis hashimoto atau penyakit Addison), kegagalan ovarium prematur perlu dipertimbangkan 9.
Kegagalan ovarium prematur didiefinisikan sebagai amenorea sekunder, hypoestrogenemia , dan
peningkatan gonadotropin sebelum umur 40 tahum 10,11. Kadar prolaktin meningkat pada 10-20% wanita
dengan amenorea sekunder sehingga diperlukan pemeriksaan serum prolaktin pada semua kasus amenorea
7,8,12
.
Menopause terjadi pada wanita usia rata-rata 50 th. Walaupun demikian secara umum amenorea yang terjadi
1 tahun atau lebih setelah umur 40 tahun dapat diterima sebagai suatu diagnosis menopause 13. Gejala
menopause dimulai pada tahun-tahun pre menopause dan berkembang sejalan dengan penurunan kadar
hormon. Selama periode perimenopause FSH meningkat sedangkan LH dapat tetap normal, dan
peningkatan FSH menunjukkan kehilangan sekresi estrogen dan progesteron dan kehilangan haid 14,15.
Dosis estrogen yang adekuat untuk mengendalikan gejala menopause tidak sepenuhnya menekan
gonadotropin 16,17. Kadar FSH tidak dapat digunakan untuk memonitor efektifitas terapi tetapi harus
didasarkan pada keadaan klinis pasien. Demikian juga pasien yang menerima terapi estrogen, efek estrogen
tidak berkolerasi dengan kadar serum estrogen, pengukuran kadar estrogen tidak berguna untuk menentukan
ketepatan terapi 17,18.
Sehingga diperlukan laboratorium pendahuluan pada penderita amenorea adalah FSH dan prolaktin dan
pemeriksaan serum LH, FSH, Estadiol, Progesteron tidak bisa digunakan untuk monitoring terapi
kegagalan ovarium.
Kerangka sederhana diatas tidak akan mencakup keseluruhan penyebab dari amenorea, oleh karena itu
diperlukan suatu uraian yang lebih mendalam, dan untuk membahas pengobatan selalu berkaitan dengan
diagnosis.

DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN


Dalam evaluasi diagnostik serta menentukan penyebab amenorea dapat dikelompokkan berdasarkan
anatomi menjadi empat kelompok ( compartment ) :
Kelompok I : Kelainan organ target ( endometrium atau uterus )
II : Kelainan ovarium
III : Kelainan pituitari anterior
IV : Kelainan hipotalamik, sistim saraf pusat (SSP)
Pada amenorea anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari disfungsi psikis dan stress
emosional, riwayat keluarga terhadap kelainan genetik, keadaan fisik akibat nutrisi, pertumbuhan dan
perkembangan abnormal, adanya alat reproduksi yang normal, penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP). Pasien

Amenore 1
dengan amenorea kemudian diberi terapi kombinasi dan penelusuran laboratorium sesuai dengan alur
diagram. Galaktorea sering menyertai amenorea, Amenorea dan galaktorea perlu dicari lebih dahulu 3.

ENVIRONMENT

COMPARTMENT IV
CENTRAL NERVOUS
SYSTEM

HYPOTHALAMUS

GnRH

COMPARTMENT III
ANTERIOR
PITUITARY

FSH LH

COMPARTMENT II
OVARY

COMPARTMENT I ESTROGEN PROGESTERON

UTERUS

MENSIS

Figure 1. Compartment I,II,III,IV

Langkah pertama: Pada Pasien dengan amenorea singkirkan kemungkinan kehamilan


kemudian periksa TSH, kadar prolaktin, dan tes progesteron ( progestational challenge). Pada Pasien
dengan galaktorea dilakukan penelusuran mengenai riwayat haid kemudian periksa TSH, Prolaktin,
gambaran Coned-down dan X-ray lateral dari sella turcica.
Hanya beberapa pasien dengan amenorea dan galaktorea yang menderita hipotiroid, pengobatan
hipotiroid adalah sederhana dan pasien akan kembali berovulasi. Lama menderita hipotiroid akan makin
tinggi kejadian galatorea dan makin tinggi kadar prolaktin, hal ini berhubungan dengan menurunnya kadar
dopamine dalam hipotalamik. Hal ini akan menstimulasi thyrotropin- releasing hormone ( TRH ) pada sel
pituitari yang akan mensekresi prolaktin. Kadar prolaktin yang berhubungan dengan hipotiroid primer selalu
dibawah 100 ng/ml. Pasien dengan hipitiroid primer dan hiperprolaktinemia dapat mengakibatkan amenorea
primer atau sekunder.

2 Amenore
Tujuan tes progesteron adalah menentukan kadar estrogen endogen dan kemampuan
endometrium. Pemberian preparat progesteron ada tiga cara: progesteron dalam minyak ( 200 mg )
diberikan secara parentral, micronized progesterone (300 mg ) diberikan secara oral, MPA aktif diberikan
secara oral 10 mg perhari untuk hari. Didalam 2-7 hari berikutnya pasien akan perdarahan lucut atau tidak.
Bila terjadi perdarahan lucut maka diagnosisnya adalah anovulasi . Dengan adanya uterus yang berfungsi
tersebut menunjukkan endometrium cukup dipersiapkan oleh estrogen endogen. Terbukti adanya estrogen
tersebut menunjukkan keberadaan SSP, pituitari dan fungsi minimal ovarium. Dengan tidak adanya
galaktorea, kadar prolaktin normal, dan TSH normal, evaluasi lanjut tak diperlukan.

Figure 2. Amenorea, Galactorea

Amenore 3
Ovarian failure
Semua pasien anovulasi membutuhkan pengelolaan terapi yang direncanakan secepatnya oleh
karena periode latent yang pendek cukup dapat merubah endometrium normal menjadi atipik/kanker,
walaupun para klinikus mengutamakan pada wanita tua. Pada wanita muda dimana keadanan anovulasi
dalam periode yang lama akan berkembang menjadi kanker endometrium. Sebaliknya fase latent untuk
kanker payudara adalah lama ±20 th. Wanita muda yang anovulasi akan meningkatkan kanker payudara
pada waktu postmenopause.
Minimal terapi untuk anovulasi adalah pemberian progesteron. Untuk mudah mengingatnya
diberikan 10 mg MPA tiap hari selama 10 hari pertama tiap bulan atau kontrasepsi oral dosis rendah.
Apabila setelah beberapa bulan pasien anovulasi tersebut gagal terjadi perdarahan lucut pada pemberian
progestin tiap bulan ( pasien tak hamil) maka pasien tersebut digolongkan perdarahan lucut negatif. Tes
progesteron kadang-kadang dapat memicu ovulasi pada pasien-pasien yang anovulasi.
Dengan tidak adanya galaktore dan kadar prolaktin serum normal (kurang dari 20 ng/ml)
evaluasi untuk tumor pituitari tak diperlukan, pasien akan terjadi perdarahan lucut. Jika prolaktin naik
evaluasi sella turcica sangat penting. Perdarahan lucut yang positif merupakan respon terhadap obat-
obat progesteron, tidak adanya galaktorea dan adanya kadar prolaktin normal bersama-sama dapat
menyingkirkan keberadaan tumor pituitari.
Langkah kedua: Jika pemberian obat progesteron tidak membuahkan perdarahan lucut
kemungkinannya uterus pernah dioperasi atau tidak terjadi proliferasi endometrium akibat estrogen
endogen. Untuk memastikannya diperlukan estrogen aktif dalam jumlah dan lama tertentu untuk
menstimulasi proliferasi endometrium. Dosis yang tepat adalah 1.25 mg conyugated estrogen ( atau 2mg
estradiol ) tiap hari untuk 21 hari dan progesteron aktif oral ( MPA 10 mg tiap hari untuk 5 hari terakhir)
diharapkan dapat terjadi perdarahan lucut. Sehingga pada kelompok I dites dengan estrogen eksogen.
Tidak adanya perdarahan lucut, pemberian estrogen ke 2 perlu dipertimbangkan.
Bila tidak terjadi perdarahan lucut, diagnosis kerusakan system kelompok I (endometrium) dapat
dipastikan. Bila perdarahan lucut terjadi dapat diasumsikan bahwa sistim kelompok I mempunyai fungsi
normal jika diberikan stimulasi estrogen dengan tepat. Secara praktis, pada pemeriksaan panggul wanita
dengan genital interna dan eksterna yang normal dan tidak ada riwayat infeksi dan trauma ( kuretase)
abnormalitas endometrium dapat ditiadakan. Masalah endometrium dapat disebabkan destruksi oleh karena
kuretase berlebihan/ infeksi atau amenorea primer akibat tak ada kontinuitas/ tak terjadi pemisahan
mullerian tube. Kelainan sistim kelompok I jarang dijumpai, dan bila tidak ada kecurigaan maka
langkah ke 2 dapat diabaikan.
Langkah ke tiga: Agar memproduksi estrogen ovarium membutuhkan jumlah folikel normal
dan gonadotropin pituitari cukup untuk dapat merangsang folikel. Langkah ketiga ini untuk menentukan
apakah gonadotropin atau aktifitas folikel yang tidak berfungsi dengan baik. Langkah ini termasuk
pengukuran gonadotropin. Sebab langkah kedua termasuk pemberian estrogen eksogen, kadar gonadotropin
endogen mungkin dirubah sementara dan artefisial dari konsentrasi basal sesungguhnya. Gelombang LH
tengah-tengah siklus kurang lebih 3 kali dari kadar basal. Dengan sendirinya, jika pasien tak berdarah dua
minggu setelah pengambilan sampel darah, suatu kadar yang tinggi akan diinterpertasi secara benar sebagai
abnormal. Langkah ketiga menentukan apakah kekurangan estrogen berhubungan dengan kesalahan pada
folikel (kelompok II ) atau pada poros pituitari – SSP ( kelompok III dan IV ). Hasil pemeriksaan
gonadotropin pada wanita amenorea yang tak berdarah setelah pemberian progesteron dapat abnormal
tinggi, abnormal rendah, dan angka normal 3.

4 Amenore
Tablel 1. Clinical State, Serum FSH, Serum LH
Clinical State Serum FSH Serum LH
Normal adult female 5-20 IU/L, with the ovulatory 5-20 IU/L, with the ovulatory
midcycle peak about 2 times the midcycle peak about 3 times the
base level base level
Hypogonadotropic state: Less than 5 IU/L Less Than 5 IU/L
Prepubertal,
hypothalamic, or
pituitary dysfunction
Hypergonadotropic state: Greater than 20 IU/L Greater than 40 IU/L
Postmenopausal,
Castrate,or
Ovarian failure
Speroff L, Glass RH, Kase NG 3

Gonadotropin tinggi: dapat disebabkan karena:


1. Pada kasus yang jarang disebabkan oleh kanker paru, adenoma gonadotropin, adenoma pituitari
yang mengsekresi gonadotropin, perimenopause (FSH tinggi oleh karena inhibin rendah) ,
sindroma ovarium resiten / insensitive, kegagalan ovariumprematur oleh karena penyakit
autoimun, galaktosemia, defisiensi enzyme spesifik (sebagian diperlukan evaluasi ginetik ).
2. Kegagalan ovarium prematur: pasien dengan kadar gonadotroin tinggi berulang dapat didagnosis
kegagalan ovarium dan menjadi steril.
Gonadotropin normal:
Bila gonadotropin normal, pertumbuhan folikel harus dipertahan kan dan kadar estrogen harus sesuai agar
dapat terjadi perdarahan lucut. FSH dan LH yang normal pada pasien dengan tes lucut progesterone yang
negatif merupakan kegagalan SSP-pituitari, evaluasi sella turcica.
Gonadotropin rendah :
Jika kadar gonadotropin rendah atau normal maka kelainan terletak pada pituitari (kelompok III) atau
SSP- hipotalamik ( kelompok IV) sebagai penyebab amenorea, perlu evaluasi sella turcica.
Pada evaluasi sella turcica abnormal/ prolaktin tinggi: Bila coned-down tidak normal dan
atau kadar prolaktin lebih 100 ng/ml diperlukan penanganan mult disiplin.
Amenorea hipotalamik ( Hypogonadotropic Hypogonadisum ) : Adalah pasien dengan
amenorea tanpa galaktorea, progesterone tes negatif, progesteron estrogen tes positif dan coned-down
normal.
Kelainan spesifik pada kelompok:
Kelainan spesifik pada kelompok I,II,III dan IV dapat dilihat pada table 2.

Table 2. Diagnostic frequencies

Compartment I
Asherman’s syndrome 7.0%

Compartment II
Abnormal chromosomes 0.5%
Normal chromosomes 10.0%

Compartment III
Prolactin tumors 7.5 %

Compartment IV
Anovulation 28.0 %
Weight loss/anorexia 10.0 %

Amenore 5
Hypothalamic suppression 10.0 %
Hypothyroidism 1.0%

Speroff L, Glass RH, Kase NG 3


Kelompok I : Kelainan endometrium atau uterus
1. Sindroma Asherman :
Amenorea sekunder akibat kerusakan endometrium umumnya oleh karena kuret post partum yang
berlebihan berakibat adanya jaringan bekas luka dan tampak sebagai sinekia multipel pada
histerogram, diagnosis dengan histeroskopi lebih akurat
Dapat terjadi pada operasi uterus termasuk bedah cesar, miomektomi atau metroplasti.
Perlengketan sangat berat dapat terjadi akibat kuret post partum dan hipogonadism post partum
( sindroma Sheehan).
Selain amenorea dapat terjadi abortus, dismenorea, atau hipomenorea. Bahkan dapat terjadi haid
normal, dan infertilitas.
Terapi : Dilatasi dan kuretase, histeroskopi lissis adesi. Pasca tindakan untuk mencegah lengket
kembali dapat dipasang IUD atau lebih baik dipasang kateter Foley pediatrik dengan diisi 3 cc air
dibiarkan selama 7 hari, antibotik spectrum luas sebelum dan sesudah operasi selama 10 hari, bila ada
kram perut diberi anti prostaglandin. Selama dua bulan diberi stimulasi estrogen dosis tinggi
( conyugated estrogen 2.5 mg/hari untuk 3-minggu dengan MPA 10 mg/ hari yang diberikan pada
minggu ke 3 ). Prosedur dapat diulang untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Keberhasilan terapi
70-80 % terjadi kehamilan, komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi adalah prematuritas, plasenta
akreta, plasenta previa, dan perdarahan post partum 1-3, 19,20
2. Anomalli Mullerian
Amenorea primer oleh karena kelainan ini harus segera disingkirkan misalnya hymen imperforate,
obliterasi lubang vagina, kehilangan kontinuitas rongga vagina, kadang-kadang tak ada serviks. Pada
keadaan yang agak jarang dimana ada uterus tetapi tak ada kavum uteri, atau kavum uteri ada tetapi
kongenital tak adanya endometrium. Secara klinis amenorea oleh karena kelinan obstruksi akan terjadi
rasa nyeri karena peregangan dari hematokolpos, hematometra atau hematoperitonium.
Terapi : Insisi dan drainase bahkan diperlukan operasi tertentu 3,19,20.
3. Agenesis Mullerian
Tak adanya perkembangan mullerian ( Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser syndrome) ditandai adanya
amenorea dan tak adanya vagina. Angka kejadiannya cukup sering (satu dari 4000 kelahiran bayi
perempuan) dengan kelainan tidak adanya atau hipoplasia vagina interna dan biasanya tidak adanya
uterus dan tuba. Walaupun jarang kadang-kadang uterus normal tetapi tak adanya introitus atau hanya
ada kelainan rudimentair, bikornis. Bila ada kavum uteri tetapi parsial, nyeri abdomen siklik dapat
terjadi.
Oleh karena ovarium bukan struktur Mullerian, fungsi ovarium normal, pertumbuhan dan
perkembangan normal.
Jika pada pemeriksaan fisik diperkirakan ada uterus, USG dapat dilakukan. Bila gambaran
anatomi pada USG tidak yakin, perlu dilakukan MRI. Laparoskopi eksplorasi pada pelvis tak
dibutuhkan. MRI lebih tepat dari USG, kurang invasive dan lebih murah dari laparoskopi. Eksterpasi
sisa mullerian tak diperlukan kecuali menyebabkan pertumbuhan fibroid uterus, hematometra,
endmetriosis, atau hernia inguinalis simptomatik.
Oleh karena kesulitan dan kompilkasi dalam operasi membuat vagina artefisial secara bedah
konstruksi maka sebagai gantinya adalah cara dilatasi dari Frank atau Wabrek dkk. Apabila pasien tak
bersedia dapat juga dengan operasi cara Vecchietti dengan menempatkan alat penarik melalui trans
abdominal atau dengan laparoskopi, dalam 7-9 hari akan menghasilkan fungsi vagina.
Pasien dengan septum vagina transversa biasanya disertai dengan abnormalitas dari alat
reproduksi atas : atresia tuba atau ovarium atau tidak adanya tuba unilateral 3,19,20.
4. Insensitivitas Androgen ( Feminisasi testikular)
Insensitivitas androgen sempurna (feminisasi testikular) merupakan kemungkinan diagnosis
apabila kanalis vaginalis tak kelihatan dan ditemukan secara kebetulan dengan tak adanya uterus. Hal
ini merupakan amenorea primer yang tersering ketiga setelah disgenesis gonadal dan agenesis

6 Amenore
mullerian. Pasien dengan feminisaasi testicular adalah pseudohermaprodit laki-laki, pasien mempunyai
testis dan kariotipe XY. Pseudohermaprodit artinya genitalianya berlawanan dengan gonadnya. Jadi
pasien tersebut adalah fenotipe perempuan tetapi tidak ditemukan atau sedikit rambut pubis dan ketiak.

Table3. Differences between Mullerian Agenesis and Testicular


Feminization
Mullerian Agenesis Testicular Feminization
Karyotype 46,XX 46,XY
Heredity Not known Maternal X-linked recessive; 25% risk of
affected child, 25% risk of carrier
Sexual hair Normal female Absent to sparse
Testoterone level Normal female Normal to slightly elevated male
Other anomalies Frequent Rare
Gonadal neoplasia Normal incidence 5% Incidence of malignant tumors
Speroff L, Glass RH, Kase NG 3
Pseudohermaprodit laki-laki adalah laki-laki secara genetik dan gonad dengan kegagalan
menjadi jantan (virilisasi ).
Diagnosis ditegakkan berdasar
1. Anak wanita dengan hernia inguinalis, sebab testis sering turun sebagian.
2. Amenorea primer dan tak adanya uterus
3. Tak adanya rambut tubuh.
Pasien tampak nnormal pada waktu lahir kecuali kemungkinan adanya hernia inguinalis dan
umumnya tidak diketahui oleh dokter sampai dewasa. Pertumbuhan dan perkembangannya normal
walaupun tingginya lebih besar dari rata-rata, cenderung eunochoidal (lengan panjang, tangan besar,
kaki besar). Payudara luas tetapi tidak normal; jaringan glandula tidak berlebihan, punting kecil,
areola pucat lebih dari 50% terdapat hernia inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang;
bayangan vagina kurang dalam dibanding normal .
Testis dapat intra abdominal tetapi sering terjadi hernia. Setelah pubertas perkembangan penuh
telah dicapai , gonad harus diambil pada umur 16-18 tahun (ditakutkan perubahan menjadi ganas).
Kecuali apabila gonad dengan Y kromosom harus segera diangkat segera setelah didiagnosis.
Pada Insensitivitas androgen tak sempurna (sepersepuluh dari sindroma yang sempurna) didapatkan
pasien dengan efek androgen.
Pasien dengan klitoris membesar atau bisa didapatkan zakar. Rambut ketiak dan rambut pubis
berkembang sejalan dengan pertumbuhan payudara. Gonadektomi tak boleh ditunda 3.

Kelompok II : Kelainan dari ovarium


Permasalahan perkembangan gonad bisa menyebabkan amonorea primer dan sekunder.
Dari 30 -40 % amenoarea primer disebabkan disgenesis gonad dimana ada 3 kelompok berdasar
kariotipe: 50% -- 45, X
25% -- Mosaics
25% -- 45, XX
Disgenesis gonad bisa menyebabkan amenorea sekunder. Kariotipe berdasarkan menurunnya
frekuensi adalah : -- 46, XX ( paling sering)
-- Mosaics ( mis. 45,X/46,XX)
-- Hilangnya X lengan panjang dan pendek
-- 47, XXX
-- 45,X

1. Syndroma Turner
Adalah abnormalitas atau tidak adanya salah satu kromosom X, dengan karakteristik: pendek, leher
berselaput (weebed neck), dada lebar (shield chest) , siku bersudut seperti menjinjing, amenorea
hipergonadotropik hipoestrogenik.

Amenore 7
2. Mosaicism
Adanya mosaicism ( garis cell multiple dari komposisi kromosom seks yang bervariasi) harus ditegakkan .
Adanya kromosom Y didalam kariotipe membutuhkan eksisi pada permukaan gonad, sebab adanya
komponen testikular diantara gonad yang merupakan faktor predisposisi pembentukan tumor dan
perkembangan heteroseksual (virilisasi). Semua pasien dengan kromosom Y, gonadektomi harus dikerjakan
segera setelah diagnosis ditegakkan untuk menghindari virilisasi dan pembentukan tumor dini.
3. X Y Gonadal disgenesis
Pasien wanita dengan kariotipe XY dimana sitim mullerian dapat diraba, kadar testosteron wanita adalah
normal dan tidak adanya pertumbuhan seksual disebut sindroma Swyer. Ekstirpasi dari lapisan gonad harus
dikerjakan segera setelah diagnosis dibuat.
4. Gonadal agenesis.
Keadaan klinik tanpa komplikasi dapat menyertai kegagalan gonad akibat agenesis. Dengan hasil akhir
adalah hypergonadotropic hypogonadism, dengan tak adanya fungsi gonad, dan pertumbuhannya adalah
wanita. Pengambilan lapisan gonad dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan kejadian neoplasia.
5. Sindroma ovarium resisten
Keadaan yang jarang ditemukan pasien dengan amenoarea dan pertumbuhan normal dengan kadar
gonadotropin tinggi meskipun adanya folikel varium yang tak distimulasi, dan tak ada penyakit autoimun.
Laparotomi dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang benar dengan evaluasi histologi dari ovarium.
Hal ini dapat mengetahui adanya folikel tanpa adanya infiltrasi limfosit dengan penyakit autoimun. Pasien
ini perlu donasi oosit 3,19,20.
6. Sindroma ovarium polikistik (SOP)
Sindroma ovarium polikistik adalah suatu ovarium polistik bilateral dengan suatu sindroma yang terdiri dari
siklus haid yang tidak teratur sampai amenorea, infertilitas, hirsutisme, dan obesitas. Pertama kali
ditemukan oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 1,3,19-21. Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan
pasti, merupakan gambaran klinik heterogen dan dengan penyebab multifaktorial, misalnya ovulasi kronik,
hiperandrogenemia, hiperandrogenism, resistensi insulin, hirsutisme dan obesitas perimenars, anovulasi
intermiten oleh karena testosterone bebas dan DHEAS akibat hyperadrogenemia, sekresi LH yang tinggi,
FSH rendah atau normal, yang penting adalah rasio LH/FSH sama dengan 3 khas untuk SOP, peningkatan
kadar androgen 1,20,21.
Pengobatan bersifat simtomatik terhadap infertilitas, hersutisme, gangguan haid maupun
obesitas. Jika ingin hamil perlu dilakukan pemicu anovulasi dengan clomiphene citrate, epimestrol, atau
human menopause gonadotropin 1,3,19-21.
7. Kegagalan ovarium prematur
Kegagalan ovarium prematur (kehabisan dini akan folikel ovarium) sering terjadi. Kurang lebih 1% dari
wanita sebelum umur 40 th mempunyai kejadian kegagalan ovarium, dan pada wanita dengan amenorea
primer, prevalensinya 10-28%. Etiologi pada umumnya tak diketahui. Hal ini berguna untuk menerangkan
pada pasien bahwa hal ini kemungkinan karena kelainan genetik dengan peningkatan hilangnya folikel.
Sering anomali kromosom spesifik dapat dikenal. Abnormalitas yang tersering adalah 45,X dan 47,XXY,
diikuti oleh mosaicism dan abnormalitas struktur spesifik pada kromosom seks.
Penyebab dari kegagalan ovarium cenderung karena meningkatnya atresia folikuler bahkan disebabkan
oleh pasien 45,X (sindroma Turner) mulai dengan imbangan penuh dari sel germ. Kegagalan ovarium
premature dapat dihubungkan dengan suatu proses auto immun atau mungkin suatu perusakan folikel oleh
infeksi, misalnya oophoritis oleh karena mumps ( parotitis ), atau akibat dari iradiasi maupun kemoterapi.
Seperti halnya pasien hipogonadal, terapi hormon diajurkan. Walaupun demikian oleh karena
ovulasi spontan dapat terjadi maka kontrasepsi oral adalah pilihan yang lebih baik apabila kehamilan tak
diharapkan. Harapan yang terbaik untuk kehamilan adalah dengan oosit donor 3,9,20.
8. Pengaruh radiasi dan kemoterapi
Pengaruh radiasi tergantung pada umur dan dosis X-ray. Kadar steroid mulai turun dan gonadotropin
meningkat didalam 2 minggu setelah radiasi pada ovarium. Fungsi dapat kembali lagi setelah beberapa
tahun amenorea. Kerusakan berupa kegagalan ovarium prematur dapat tidak muncul sampai lama. Bila
terjadi kehamilan, risiko kelainan kongenital tidak lebih tinggi dari yang normal.

8 Amenore
Preparat alkylating sangat toksik pada gonad. Seperti halnya dengan radiasi, tergantung dari
dosis dan umur. Kembalinya menstruasi dan kehamilan dapat terjadi, tetapi tak dapat diperkirakan kapan
akan terjadi. Seperti halnya dengan radiasi kerusakan dapat terjadi kegagalan ovarium prematur setelah
beberapa lama 3.

Table 4. The risk of sterilization according to dose of radiation


Ovarian Dose Sterilization Effect
60 rads No effect
150 rads Some risk over age 40
250 – 500 rads Age 15-40: 60% sterilized
500 – 800 rads Ages 15-40: 60-70% sterilized
Over 800 rads 100% permanently sterilized

Kelompok III : Kelainan pada pituitari anterior


Kelainan poros hipotalamus-pituitari yang diutamakan adalah masalah tumor pituitari. Untungnya tumor
ganas hampir tak pernah ditemukan. Pertumbuhan tumor jinak dapat menyebabkan masalah oleh karena
meluas kedalam ruangan yang terbatas. Tumor tersebut selain dapat menyebabkan pandangan kabur juga
sekresi melatonin meningkat, kemungkinan dari lesi pineal kistik, yang dilaporkan sebagai penyebab
kelambatan pubertas. Hipogonadisme dan kelambatan pubertas pantas dilakukan evaluasi otak dengan MRI.
Kecurigaan tumor pituitari meningkat oleh karena adanya gejala klinik akromegali yang
disebabkan sekresi growth hormone berlebihan , atau penyakit Cushing oleh karena sekresi ACTH
berlebihan, dan yang jarang adalah tumor sekresi-TSH akan menyebabkan hipertiroidi sekunder. Amonorea
dan atau galaktorea dapat muncul lebih dulu akibat dari tumor yang mensekresi ACTH atau growth
hormone. Jika didapatkan tanda klinik penyakit Cushing, perlu diukur kadar ACTH dan kadar kortisol bebas
urine. Jika akromegali, harus diukur growth hormone pada waktu GTT dan kadar IGF-1. Tumor yang paling
sering adalah tumor adenoma sekresi-prolaktin dan tumor nonfungsional klinik. Oleh karena akromegali
pada awalnya dengan kadar prolaktin yang meningkat dan amenorea, maka harus diperiksa kadar sirkulasi
IGF-1 pada semua pasien dengan makroadenoma ( diameter > 10 mm).
Adenoma nonfunctioning ( 30-40% dari semua tumor pituitary ) sebagian besar adalah asal
gonadotrop dan aktif mensekresi FSH, α-Subunit bebas , dan jarang LH (semuanya tidak punya efek klinik
tetapi dengan gejala oleh karena efek penekanan tumor ). α-Subunit dapat dipakai sebagai petanda tumor.
Kenaikan gonadotropin pada mikroadenoma pituitari wanita dengan amenorea tidak selalu merupakan
akibat sekresi tumor, tetapi perlu dicari penyebab lain.
Pengobatan adenoma nonfunctioning: Bila pada MRI ditemukan mikroadenoma ( < 10 mm)
tanpa gejala, tidak dibutuhkan terapi. Bila makroadenoma (>10 mm) dengan gejala (sakit kepala dan
gangguan penglihatan ) dibutuhkan operasi. Oleh karena besar dan sering kambuh ( sisa tumor dan
meningkatnya gonadotropin dan α-Subunit ) diperlukan radiasi tambahan. Pengobatan dengan dopamine
agonist tidak memuaskan. Namun demikaian oleh karena reduksi tumor dapat dicapai, tambahan terapi
medik dapat dipertimbangkan.
Adenoma sekresi- prolaktin pituitari : Adenoma sekresi prolaktin adalah tumor pituitari
tersering, frekuensi 50% dari semua adenoma pituitari. Kadar prolaktin tinggi ditemukan 1/3 wanita yang
tak jelas penyebab amenorea dan adanya 1/3 wanita dengan kadar prolaktin tinggi terdapat galaktorea,
mungkin disebabkan lingkungan estrogen rendah yang berhubungan dengan amenorea mencegah respon
normal terhadap prolaktin, atau oleh karena heterogenitas hormone peptide. Kadar prolaktin tinggi (>1000
ng/mmL) dihubungkan dengan adanya tumor invasif. Tumor ini sangat jarang bisa dioperasi, untungnya
dapat diobati secara efektif dengan dopamine agonist. Kurang lebih 1/3 wanita dengan galaktorea
mempunyai haid normal. Apabila kadar prolaktin meningkat, dari ovulasi normal berkembang menjadi fase
luteal inadekuat kemudian anovulasi intermiten, anovulasi total, terjadi supresi penuh dan amenorea.
Kemungkinan 1/3 penderita dengan amenorea sekunder mempunyai adenoma pituitari, dan jika galaktorea
menyertai 50% akan mempunyai sella turcica abnormal. Gejala klinik tak selalu berkolerasi dengan kadar
prolaktin, pasien dengan kadar prolaktin normal bisa didapatkan pada tumor pituitari, kadar prolaktin yang
tinggi adalah berhubungan dengan amenorea dan atau tanpa galaktorea. Amenorea berhubungan dengan

Amenore 9
kelainan kadar prolaktin tergantung dari hambatan prolaktin oleh sekresi pulsatile GnRH. Glandula pituitari
akan bertanggung jawab akan normalnya GnRH, atau dalam keadaan bertambah banyak (mungkin oleh
karena kenaikan penyimpanan gonadotropin ), sehingga menunjukkan bahwa mekanisme dari amenorea
adalah menurunnnya GnRH. Pengobatannya dengan pengangkatan tumor sekresi-prolaktin atau supresi
sekresi prolaktin. Yang menarik adalah pada wanita post menopause dengan kadar prolaktin meningkat
tidak mempunyai keluhan vasomotor ( Hot flushes ) sampai kadar prolaktin menjadi normal. Bromocriptine
( dopamine agonist) secara spesifik menekan sekresi prolaktin. Pilihan terapi bedah atau obat-obatan perlu
dipertimbangkan.
Terapi operasi :
Transsphenoidal neurosurgery akan menghasilkan resolusi cepat dari hiperprolaktinemia dengan
kembalinya haid teratur pada 30 % haid pasien dengan macroadenoma dan 70% pasien dengan
microadenoma, tetapi terdapat kekambuhan. Angka kekambuhan jangka panjang rata-rata 50%
( 70% untuk microadenoma dan 30 % untuk macroadenoma ) tergantung dari ketrampilan dan
pengalaman operator serta besar tumor. Angka kekambuhan macroadenoma 10-30% . Hasil
terbaik dicapai pada keadaan prolaktin 150 – 500 ng/mml, makin tinggi prolaktin makin rendah
hasil pengobatannya , makin tinggi prolaktin post operatif makin rendah hasil pengobatannya.
Hypopituitrisme pasca operasi ± 4 % dapat diatasi dengan pemberian hormon adrenal.

Terapi Radiasi:
Hasil pada radiasi kurang memuaskan dibanding operasi. Respon sangat lamban setelah beberapa
tahun prolaktin baru mulai rendah. Setelah radiasi, panhipopituitarisme dapat terjadi selama 10 th
setelah radiasi. Harus diamati dalam waktu yang lama, dan bila banyak keluhan yang
berhubungan dengan kegagalan pituitari diperlukan penelitian lanjut. Sebaiknya radiasi diberikan
sebagai tambahan untuk mengendalikan sisa post operasi atau tumbuh kembali bila tumor besar
dan pengecilan tumor yang tidak responsif terhadap obat-obatan. Hanya sedikit yang kembali
kefungsi hormon normal.
Terapi Dopamine agonist
Bromocriptine adalah derivat asam lysergic dengan pengganti bromine pada posisi 2 . Tersedia
sebagai methane-sulfonate ( mesylase ) 2.5 mg tablet. Ia merupakan dopamine agonist, mengikat
reseptor dopamine sehingga secara langsung menyerupai penghambat dopamine terhadap sekresi
prolaktin. Dosis 1 tablet per hari ( atau 2 X se hari ½ tablet ) sudah efektif. Kadang-kadang
dibutuhkan 7.5 mg atau 10 mg per hari untuk menekan sekresi prolaktin dari adenoma.
Bromocriptine dapat berupa long-acting (depot-bromocriptine ) I.M , diberikan 50-70 mg per
bulan dan tablet oral slow-release 5-15 mg per hari.
Hasil terapi pada pasien amenorea / galaktorea dengan hiperprolactinemia tanpa tumor yang
diobati dengan bromocroptine akan :
- terjadi haid dalam pemberian terapi 5-7 minggu
- berhenti galaktorea (50-60% pasien) dalam waktu 12.7 minggu
- reduksi sekresi payudara (75% pasien) dalam waktu 6.4 minggu
macroadenoma dapat mengecil dengan bromocriptine dosis rendah (5-7.5 mg sehari) atau dosis
tinggi waktu lama. Bromocriptine dapat diberikan apabila radiasi atau operasi gagal .
Dopamine agonist lainnya adalah Pergilode diberikan dosis tunggaal 50-100 mg, Lysuride,
Terguride, metergoline, Cabergoline dosis mingguan, per os 0,5 – 3 mg ( bila perlu 2x seminggu)
Quinagolide dosis tunggal malam hari 75-300 mg. (pasien tak respon terhadap satu dopamine
agonist kemungkinan respon terhadap yang lain ) 3,19,20.
Ringkasan terapi adenoma sekresi – prolaktin pituitary:
Macroadenoma :Akhir-akhir ini dopamine agonist dipakai, penggunaannya serendah mungkin,
pengecilan tumor dengan dosis 5-10 mg bromocriptin per hari, bila terjadi pengecilan , dosis
diturunkan sampai terendah untuk maintenance. Serum prolaktin sebagai marker, sebagian
pasien pilih operasi daripada obat-obatan jangka panjang. Oleh karena kambuhan tinggi,
radioterapi perlu dipertimbangkan.Semua pasien yang menerima radioterapi kemungkinan akan
terjadi hypopituitrisme, operasi diperlukan untuk tumor besar.

10 Amenore
Microadenoma: pengobatan microadenoma ditujukan minimal salah satu dari infertilitas atau
perasaan tak enak payudara. Pengobatan dengan dopamine agonist adalah merupakan pilihan
Sindroma Sheehan: Infark akut dan nekrosis dari glandula pituitari oleh karena perdarahan post
partum dan syok. Symptom hipopituitarisme tampak awal post partum terutama kegagalan
laktasi dan kehilangan rambut pubis dan ketiak. Defisiensi growth hormone dan gonadotropin
sering terjadi, diikuti ACTH, dan akhirnya oleh TSH yang jarang. Diabetes insipidus tak sering
terjadi. Oleh karena perawatan obstetrik yang baik, sindroma ini jarang terjadi.

Macroadenoma

Figure 4. Pitutary adenoma


Normal
Kelompok IV: Kelainan susunan saraf pusat
Amenorea hipotalamik:
Pasien dengan amenorea hipotalamik ( hypogonadotropic hypogonadism ) adalah karena defisiensi sekresi
pulsatile GnRH. Masalah hipotalamik biasanya didiagnosis dengan menyingkirkan lesi pituitari dan
merupakan amenorea hipogonadotropik yang paling sering dan suatu supresi fungsional dari reproduksi,

Imaging at 0.5, 1,
2, 5 years or
surgery
Amenore 11
sering merupakan respon psikobiologik dalam kehidupan. Sering ada hubungannya dengan situasi
stress, seperti pada dunia usaha dan sekolah. Juga ada hubungan kuat antara wanita kurus dengan ketidak
aturan haid sebelumnya. Banyak wanita dengan amenorea hipotalamik menunjukkan karakteristik endokrin
dan metabolik yang berhubungan dengan atletik dan kesalahan makan yang akan mengarah adanya kelainan
makan subklinik. Meskipun demikian, dokter diharuskan mengikuti proses eksklusi sebelum memberikan
terapi hormon atau mencoba induksi ovulasi untuk mencapai kehamilan.
Derajat supresi GnRH ditentukan dengan keadaan klinis. Supresi ringan dihubungkan dengan
efek marginal pada reproduksi, terutama fase luteal inadekuate. Supresi menegah dapat menyebabkan
anovulasi dengan ketidak aturan haid, dan supresi yang berat akan terjadi amenorea hipotalamik.
Pasien dengan amenorea hipotalamik menunjukkan gonadotropin rendah atau normal, kadar
prolaktin normal, sella tursika normal dan kegagalan menunjukkan adanya perdarahan lucut.
Pada percobaan kera menunjukkan bahwa corticotrophin–releasing hormone (CRH)
menghambat sekresi gonadotropin, kemungkinan dengan menambah sekresi opioid endogen. Ini merupakan
kemungkinan bahwa stress mengganggu fungsi reproduksi. Wanita dengan amenorea hipotalamik akan
didapatkan mengurangnya sekresi FSH, LH dan prolaktin, tetapi sekresi cortisol meningkat. Beberapa
pasien dengan amenorea hipotalamik mempunyai dopaminergic inhibition terhadap frekuensi pulsa GnRH.
Supresi terhadap sekresi pulsatile GnRH mungkin akibat dari meningkatnya opioid dan dopamine endogen.
Pasien tak boleh tergesa-gesa untuk bisa hamil, pada waktu yang tepat induksi ovulasi dapat
dilakukan dan fertilitas dapat dicapai. Induksi ovulasi hanya dikerjakan untuk kepentingan kehamilan. Tidak
ada bukti pemberian hormone siklik atau induksi ovulasi akan menstimulasi kembalinya fungsi normal 3,19,20.
Kehilangan berat badan, anorexia, bulimia:
Anorexia nervosa dan buliminia nervosa (binge eating) dikenal sebagai ketakutan akan kegemukan .
Kegemukan dapat dihubungkan dengan amenorea, tetapi amenorea pada pasien gemuk biasanya anovulasi ,
dan keadaan hipogonadotropik tidak terjadi sampai pasien punya kelainan emosional berat. Sebaliknya
kehilangan berat akut dapat terjadi hipogonadotropik ( mekanisme?) . Dokter harus selalu ingat adanya
tumor pituitari yang harus disingkirkan untuk menegakkan diagnosis amenorea hipotalamik 3,19,20.
Latihan dan amenorea
Pada atlet wanita sering terjadi amenorea atau ketidak aturan haid secara bermakna, hal ini disebut supresi
hipotalamik.
Bila latihan sebelum menars , menars akan tertunda tiga tahun dan kemungkinan terjadi ketidak
teraturan haid cukup besar . Hal ini dapat disebabkan karena keadaan lemak badan yang menipis/kritis
serta pengaruh stress itu sendiri.
Wanita dengan berat badan rendah serta sedang menjalani aktivitas kompetitif (atletik /aestetik)
mempunyai kecenderungan tinggi menjadi anovulasi dan akhirnya menjadi amenorea.
Latihan lari dalam cuaca gelap ( sinar kurang ) aktivitas ovarium menurun sehingga bisa terjadi
masalah haid.
Latihan akut (mendadak ) menurunkan gonadotropin, menaikkan prolaktin, growth hormone,
testosterone, ACTH, steroid adrenal dan endorphin.
Wanita atlet mempunyai kenaikan kadar melatonin siang hari, dan atlet amenorea mempunyai
sekresi melatonin malam hari berlebihan. Kenaikan melatonin malam hari juga tampak pada amenoarea
hipotalamik yang menunjukkan sekresi supresi pulsatile GnRH.
Atlet mempunyai kadar T4 relatif rendah, tetapi atlet amenorea mempunyai supresi keseluruhan
dari hormone tiroid termasuk cadangan T3.
Opiate endogen menghambat sekresi gonadotropin dengan cara supresi GnRH hipotalamik.
Endorfin akan meningkat setelah latihan dan berakibat supresi haid. CRH langsung menghambat sekresi
GnRH hipotalamik mungkin dengan meningkatkan sekresi opioid endogen. Wanita amenorea hipotalamik
(termasuk latihan dan kelainan makan) menunjukkan hipercortisolism ( oleh karena kenaikan CRH dan
ACTH) menunjukkan bahwa stress mengganggu fungsi reproduksi.
Atlet amenora dalam keadaan imbangan energi negatif, kadar IGFBP-1 ( Insulin-like Growth
Factor Binding Protein-1) meningkat, sensitivitas insulin meningkat, kadar insulin menurun, dan kadar
growth hormone meningkat. Kenaikan IGFBP-1 dapat membatasi aktifitas IGF dihipotalamus dan
merupakan mekanisme lain terhadap supresi sekresi GnRH.

12 Amenore
Pengaruh leptin pada repproduksi merupakan peran tambahan didalam mempertahan respon
terhadap stress. Penurunan berat badan dihubungkan dengan kenaikan respon adrenal dan penurunan fungsi
tiroid.
Prognosis adalah baik pada diagnosis dini, menaikkan berat badan secukupnya dapat
memperbaiki status amenorea. Wanita dapat ovulasi kembali jika stress dan latihan dikurangi atau ihentikan.
erapi hormon memperbaiki keadaan hipoestrogenik dan proteksi terhadap kehilangan tulang dan penyakit
kardiovaskuler. Walaupun demikian perbaikan kelainan makan dan berat badan lebih utama. Bila ingin
hamil, pengurangan jumlah latihan dan kenaikan berat badan harus dilaksanakan, induksi ovulasi
diterapkan. Kurang lebih 25 % pasien amenorea adalah berat badan kurang akibat pembatasan diet sendiri.
Berat badan kurang menyebabkan anovulasi. 3,19,20.
Kelainan genetik Heriditair
Kelainan heriditair spesifik yang menyebabkan hypogonadotropic hypogonadism belum dikenal secara
umum, walaupun demikian dengan kemajuan biologi molekuler akan lebih memperjelas.
Tidak ada mutasi dari α- subunit. Berkurangnya sekresi GnRH adalah akibat dari sindroma
kallmann dan kelainan bawaan dari hypoplasia adrenal. Satu kasus dilaporkan ditemukan mutasi β-subunit.
Mutasi gene β-subunit berakibat perubahan dari β-subunit yang menghasilkan tak adanya immunoreactivity
atau bioactivity. Oleh karenanya, hypogonadism akan disertai naik dan turunnya kadar gonadotropin.
Pengobatan dengan gonadotropin eksogen akan menghasilkan kehamilan walaupun jarang.
Jika didapatkan FSH tinggi dan LH normal atau rendah , kadar β-subunit meningkat serta
terdapat masa pituitari, menunjukkn adanya adenoma gonadotropin.

Figure 5. Stress

Amenore 13
Amenorea dan Anosmia, sindroma Kallmann
Walaupun keadaan ini jarang, sindroma Kallmann ( sindroma amenorea dan anosmia) adalah sindroma
dari conginetal hypogonadotropic hypogonadism berakibat kekurangan sekresi GnRH, berhubungan dengan
anosmia atau hyposmia..
Pada wanita ditandai dengan adanya amenorea, perkembangan seksual infantile, gonadotropin
rendah, kariotipe wanita normal, tak mampu menerima bau misalnya coffe grounds atau perfume, oleh
karena defek olfactory. Gonadnya dapat merespon gonadotropin, oleh karenanya induksi gonadrotopin
eksogen bisa berhasil. Walaupun demikian clomiphine tak efektif.
Sindroma Kallmann dihubungkan dengan defek anatomi spesifik, didapati hipoplasia atau tidak
adanya olfactory sulci didalam rhinencephalon. Defek ini sebagai akibat kegagalan kedua olfactory axonal
dan imigrasi neuronal GnRH dari olfactory placode didalam hidung.
Tiga cara transmisi adalah X-linked, autosomal dominant, dan autosomal recessive. X-linked
mutation ( mutasi tidak konsisten) bertanggung jawab terhadap sindroma ini mengenai gene tunggal (KAL)
pada lengan pendek dari kromosom X yang diduga merupakan suatu protein yang bertanggung jawab untuk
fungsi migrasi neuronal. Protein tersebut disebut Anosmin-1 sindroma anosmia dan amenorea yang
berhubungan dengan mutasi X-linked akibat dari kegagalan kompleks saraf ini untuk menembus forebrain,
menjaga keberhasilan migrasi dari neuron GnRH. Kelainan neurologi lainnya (pergerakan cermin,
kehilangan pendengaran, cerebellar ataxia ) dapat muncul, yang menunjukkan defek neurologi yang lebih
menyebar luas. Kelainan ginjal dan tulang; defisit pendengaran, buta warna, dan cleft lip and palate ( paling
sering didapatkan ) juga terjadi pada individu, menunjukkan bahwa gene lebih ditekankan pada jaringan dari
pada hipotalamus. Sidroma terjadi secara heriditer atau defek sporadic 3,19,20.

Keterangan molekuler untuk amenorea hipogonadotropik


Pasien dengan amenorea hipotalamik oleh karena defisiensi tersembunyi sekresi GnRH ( tak ada kelainan
lain ) mempunyai defek serupa dengan sindroma Kallmann. Dengan sedikit penetrasi dan hanya defek
migrasi GnRH yang ditekankan. Beberapa pasien dengan defisiensi GnRH, tetapi tanpa anosmia,
mempunyai suatu cara autosomal untuk transmisi; walaupun demikian, defek pada gene GnRH tidak harus
sering terdeteksi dan mutasi X-linked adalah jarang.
Pada umumnya individu dengan amenorea hipogonadotropik respon terhadap GnRH, defek genetik
ini tidak sering, dan hanya berharga pada pasien yang mempunyai anggota keluarga dengan keadaan
serupa 3.

Adrenal hypoplasia
Adrenal hypoplasia adalah kelainan heriditer X-linked yang berakibat insufisiensi adrenal, dan didalam
keadaan hypogonadotropik hipogonadism. Kondisi ini disebabkan oleh mutasi didalam gene DAX-1, gene
yang diduga suatu protein yang mirip dengan struktur reseptor yang tak mempunyai ligand ( receptor
orphan-tiri). Pasien yang jarang mempunyai keduanya dari defisit sekresi GnRH dan kegagalan respon
GnRH 3.
Amenorea postpill
Amenorea sekunder menunjukkan adanya supresi menetap oleh karena pengaruh kontrasepsi oral atau
Depo Medroxy Progesterone Acetate (DMPA). Fertilitas normal terjadi setelah kontrasepsi dihentikan.
Akan tetapi sering terjadi amenorea 6 bulan setelah kontrasepsi oral dihentikan atau amenorea 12 bulan
setelah suntikan terakhir DMPA 3.
Terapi hormon
Pasien hipoestrogenik yang tak membutuhkan induksi ovulasi berhak mendapatkan terapi hormon. Pasien
ini yang termasuk kegagalan gonadal, amenorea hipotalamik, dan post gonadektomi. Terapi estrogen jangka
panjang pada wanita dengan Turner syndrome sangat efektif untuk memelihara densitas tulang. Terapi
hormon akan dihalangi oleh berat badan abnormal dan hipercortisolism oleh karena stress. Memperbaiki
diet dan mengurangi latihan yang berlebihan dapat memperbaiki fungsi hormone.

14 Amenore
Pasien dengan hiperprolaktinemia mempunyai risiko terjadinya osteoporosis, perubahan densitas
tulang pada amenorea hiperprolaktininemia adalah berhubungan dengan status hipoestrogen. Dosis 0.625
mg CE ( satu milligram estradiol) tiap hari dengan 5 mg MPA untuk 2 minggu tiap bulan. Bila ada efek
samping progesterone tersebut maka diganti dengan 0.7 mg norethindrone.
Bila wanita hipoestrogenik menolak terapi hormone dapat diberi calcium (1000-1500 mg / hari) .
Tinggi calcium + latihan berat masih mempunyai proteksi densitas tulang vertebra. Pasien dengan
amenorea hipotalamik selain terapi hormone masih dimungkinkan untuk hamil. Bila tidak menghendaki
kehamilan maka dapat diberikan kontrasepsi oral kombonasi dosis rendah.
Yang perlu diperhatikan disamping pemberian hormone adalah : respon terhadap stres
psikobiologik, konseling untuk diet dan latihan, sikap dan kebiasaan hidup sehat, dan imbangan
energi negative ( pada penderita amenore, atletik, latihan) 3,19,20.

Amenore 15

Anda mungkin juga menyukai