PENDAHULUAN
Amenorea adalah keadaan tidak haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Ada yang membagi
berdasarkan amenorea fisiologik (prapubertas, hamil, laktasi, pasca menopause) dan amenorea patologik
(amenorea primer, amenorea sekunder) 1, dan ada yang menggolongkan menjadi amenorea primer,
amenorea sekunder dan menopause. Amenorea primer menunjukkan suatu kelainan medis yang bermakna
disebabkan oleh genetik, anatomik, atau endokrin yang mempunyai prevalensi 1-2 % 2. Hal ini terjadi pada
usia 14 tahun dengan tidak adanya pertumbuhan tanda-tanda kelamin sekunder (pertumbuhan payudara,
rambut pubis dan rambut ketiak) atau pada usia 16 tahun yang telah tampak tanda-tanda kelamin sekunder,
atau tidak haid selama 3 tahun setelah thelarche 2,3.
Amenorea sekunder adalah tidak haid lebih dari 6 bulan setelah kejadian haid sebelumnya. Hal ini
disebabkan oleh anatomik (jaringan parut endometrium oleh karena infeksi atau kuretase) dan yang paling
sering disebabkan oleh anovulasi 4. Anovulasi ini disebabkan karena kegagalan ovarium dalam mensekresi
estrogen dan progesteron berhubungan dengan banyak penyebab. Penyebab paling sering dari amenorea
sekunder wanita pre-menopause adalah kehamilan dan diagnosis ini harus ditegakkan sebelum mencari
penyebab lebih lanjut 5. Pada wanita dengan estrogen berlebihan yang sering disebabkan oleh sindroma
ovarium polikistik (SOP) 6. Pada wanita dengan estrogen yang rendah, kelainan hipotalamik (termasuk
stress emosional, penyakit kambuhan, latihan fisik berlebihan atau perubahan berat badan) merupakan
penyebab paling sering 6-8. Adenoma pituitari yang mengsekresi non prolaktin dapat juga mengakibatkan
defisiensi gonadotropin dan amenorea. Pada wanita dengan penyakit autoimmune (diabetes mellitus tipe I,
thyroiditis hashimoto atau penyakit Addison), kegagalan ovarium prematur perlu dipertimbangkan 9.
Kegagalan ovarium prematur didiefinisikan sebagai amenorea sekunder, hypoestrogenemia , dan
peningkatan gonadotropin sebelum umur 40 tahum 10,11. Kadar prolaktin meningkat pada 10-20% wanita
dengan amenorea sekunder sehingga diperlukan pemeriksaan serum prolaktin pada semua kasus amenorea
7,8,12
.
Menopause terjadi pada wanita usia rata-rata 50 th. Walaupun demikian secara umum amenorea yang terjadi
1 tahun atau lebih setelah umur 40 tahun dapat diterima sebagai suatu diagnosis menopause 13. Gejala
menopause dimulai pada tahun-tahun pre menopause dan berkembang sejalan dengan penurunan kadar
hormon. Selama periode perimenopause FSH meningkat sedangkan LH dapat tetap normal, dan
peningkatan FSH menunjukkan kehilangan sekresi estrogen dan progesteron dan kehilangan haid 14,15.
Dosis estrogen yang adekuat untuk mengendalikan gejala menopause tidak sepenuhnya menekan
gonadotropin 16,17. Kadar FSH tidak dapat digunakan untuk memonitor efektifitas terapi tetapi harus
didasarkan pada keadaan klinis pasien. Demikian juga pasien yang menerima terapi estrogen, efek estrogen
tidak berkolerasi dengan kadar serum estrogen, pengukuran kadar estrogen tidak berguna untuk menentukan
ketepatan terapi 17,18.
Sehingga diperlukan laboratorium pendahuluan pada penderita amenorea adalah FSH dan prolaktin dan
pemeriksaan serum LH, FSH, Estadiol, Progesteron tidak bisa digunakan untuk monitoring terapi
kegagalan ovarium.
Kerangka sederhana diatas tidak akan mencakup keseluruhan penyebab dari amenorea, oleh karena itu
diperlukan suatu uraian yang lebih mendalam, dan untuk membahas pengobatan selalu berkaitan dengan
diagnosis.
Amenore 1
dengan amenorea kemudian diberi terapi kombinasi dan penelusuran laboratorium sesuai dengan alur
diagram. Galaktorea sering menyertai amenorea, Amenorea dan galaktorea perlu dicari lebih dahulu 3.
ENVIRONMENT
COMPARTMENT IV
CENTRAL NERVOUS
SYSTEM
HYPOTHALAMUS
GnRH
COMPARTMENT III
ANTERIOR
PITUITARY
FSH LH
COMPARTMENT II
OVARY
UTERUS
MENSIS
2 Amenore
Tujuan tes progesteron adalah menentukan kadar estrogen endogen dan kemampuan
endometrium. Pemberian preparat progesteron ada tiga cara: progesteron dalam minyak ( 200 mg )
diberikan secara parentral, micronized progesterone (300 mg ) diberikan secara oral, MPA aktif diberikan
secara oral 10 mg perhari untuk hari. Didalam 2-7 hari berikutnya pasien akan perdarahan lucut atau tidak.
Bila terjadi perdarahan lucut maka diagnosisnya adalah anovulasi . Dengan adanya uterus yang berfungsi
tersebut menunjukkan endometrium cukup dipersiapkan oleh estrogen endogen. Terbukti adanya estrogen
tersebut menunjukkan keberadaan SSP, pituitari dan fungsi minimal ovarium. Dengan tidak adanya
galaktorea, kadar prolaktin normal, dan TSH normal, evaluasi lanjut tak diperlukan.
Amenore 3
Ovarian failure
Semua pasien anovulasi membutuhkan pengelolaan terapi yang direncanakan secepatnya oleh
karena periode latent yang pendek cukup dapat merubah endometrium normal menjadi atipik/kanker,
walaupun para klinikus mengutamakan pada wanita tua. Pada wanita muda dimana keadanan anovulasi
dalam periode yang lama akan berkembang menjadi kanker endometrium. Sebaliknya fase latent untuk
kanker payudara adalah lama ±20 th. Wanita muda yang anovulasi akan meningkatkan kanker payudara
pada waktu postmenopause.
Minimal terapi untuk anovulasi adalah pemberian progesteron. Untuk mudah mengingatnya
diberikan 10 mg MPA tiap hari selama 10 hari pertama tiap bulan atau kontrasepsi oral dosis rendah.
Apabila setelah beberapa bulan pasien anovulasi tersebut gagal terjadi perdarahan lucut pada pemberian
progestin tiap bulan ( pasien tak hamil) maka pasien tersebut digolongkan perdarahan lucut negatif. Tes
progesteron kadang-kadang dapat memicu ovulasi pada pasien-pasien yang anovulasi.
Dengan tidak adanya galaktore dan kadar prolaktin serum normal (kurang dari 20 ng/ml)
evaluasi untuk tumor pituitari tak diperlukan, pasien akan terjadi perdarahan lucut. Jika prolaktin naik
evaluasi sella turcica sangat penting. Perdarahan lucut yang positif merupakan respon terhadap obat-
obat progesteron, tidak adanya galaktorea dan adanya kadar prolaktin normal bersama-sama dapat
menyingkirkan keberadaan tumor pituitari.
Langkah kedua: Jika pemberian obat progesteron tidak membuahkan perdarahan lucut
kemungkinannya uterus pernah dioperasi atau tidak terjadi proliferasi endometrium akibat estrogen
endogen. Untuk memastikannya diperlukan estrogen aktif dalam jumlah dan lama tertentu untuk
menstimulasi proliferasi endometrium. Dosis yang tepat adalah 1.25 mg conyugated estrogen ( atau 2mg
estradiol ) tiap hari untuk 21 hari dan progesteron aktif oral ( MPA 10 mg tiap hari untuk 5 hari terakhir)
diharapkan dapat terjadi perdarahan lucut. Sehingga pada kelompok I dites dengan estrogen eksogen.
Tidak adanya perdarahan lucut, pemberian estrogen ke 2 perlu dipertimbangkan.
Bila tidak terjadi perdarahan lucut, diagnosis kerusakan system kelompok I (endometrium) dapat
dipastikan. Bila perdarahan lucut terjadi dapat diasumsikan bahwa sistim kelompok I mempunyai fungsi
normal jika diberikan stimulasi estrogen dengan tepat. Secara praktis, pada pemeriksaan panggul wanita
dengan genital interna dan eksterna yang normal dan tidak ada riwayat infeksi dan trauma ( kuretase)
abnormalitas endometrium dapat ditiadakan. Masalah endometrium dapat disebabkan destruksi oleh karena
kuretase berlebihan/ infeksi atau amenorea primer akibat tak ada kontinuitas/ tak terjadi pemisahan
mullerian tube. Kelainan sistim kelompok I jarang dijumpai, dan bila tidak ada kecurigaan maka
langkah ke 2 dapat diabaikan.
Langkah ke tiga: Agar memproduksi estrogen ovarium membutuhkan jumlah folikel normal
dan gonadotropin pituitari cukup untuk dapat merangsang folikel. Langkah ketiga ini untuk menentukan
apakah gonadotropin atau aktifitas folikel yang tidak berfungsi dengan baik. Langkah ini termasuk
pengukuran gonadotropin. Sebab langkah kedua termasuk pemberian estrogen eksogen, kadar gonadotropin
endogen mungkin dirubah sementara dan artefisial dari konsentrasi basal sesungguhnya. Gelombang LH
tengah-tengah siklus kurang lebih 3 kali dari kadar basal. Dengan sendirinya, jika pasien tak berdarah dua
minggu setelah pengambilan sampel darah, suatu kadar yang tinggi akan diinterpertasi secara benar sebagai
abnormal. Langkah ketiga menentukan apakah kekurangan estrogen berhubungan dengan kesalahan pada
folikel (kelompok II ) atau pada poros pituitari – SSP ( kelompok III dan IV ). Hasil pemeriksaan
gonadotropin pada wanita amenorea yang tak berdarah setelah pemberian progesteron dapat abnormal
tinggi, abnormal rendah, dan angka normal 3.
4 Amenore
Tablel 1. Clinical State, Serum FSH, Serum LH
Clinical State Serum FSH Serum LH
Normal adult female 5-20 IU/L, with the ovulatory 5-20 IU/L, with the ovulatory
midcycle peak about 2 times the midcycle peak about 3 times the
base level base level
Hypogonadotropic state: Less than 5 IU/L Less Than 5 IU/L
Prepubertal,
hypothalamic, or
pituitary dysfunction
Hypergonadotropic state: Greater than 20 IU/L Greater than 40 IU/L
Postmenopausal,
Castrate,or
Ovarian failure
Speroff L, Glass RH, Kase NG 3
Compartment I
Asherman’s syndrome 7.0%
Compartment II
Abnormal chromosomes 0.5%
Normal chromosomes 10.0%
Compartment III
Prolactin tumors 7.5 %
Compartment IV
Anovulation 28.0 %
Weight loss/anorexia 10.0 %
Amenore 5
Hypothalamic suppression 10.0 %
Hypothyroidism 1.0%
6 Amenore
mullerian. Pasien dengan feminisaasi testicular adalah pseudohermaprodit laki-laki, pasien mempunyai
testis dan kariotipe XY. Pseudohermaprodit artinya genitalianya berlawanan dengan gonadnya. Jadi
pasien tersebut adalah fenotipe perempuan tetapi tidak ditemukan atau sedikit rambut pubis dan ketiak.
1. Syndroma Turner
Adalah abnormalitas atau tidak adanya salah satu kromosom X, dengan karakteristik: pendek, leher
berselaput (weebed neck), dada lebar (shield chest) , siku bersudut seperti menjinjing, amenorea
hipergonadotropik hipoestrogenik.
Amenore 7
2. Mosaicism
Adanya mosaicism ( garis cell multiple dari komposisi kromosom seks yang bervariasi) harus ditegakkan .
Adanya kromosom Y didalam kariotipe membutuhkan eksisi pada permukaan gonad, sebab adanya
komponen testikular diantara gonad yang merupakan faktor predisposisi pembentukan tumor dan
perkembangan heteroseksual (virilisasi). Semua pasien dengan kromosom Y, gonadektomi harus dikerjakan
segera setelah diagnosis ditegakkan untuk menghindari virilisasi dan pembentukan tumor dini.
3. X Y Gonadal disgenesis
Pasien wanita dengan kariotipe XY dimana sitim mullerian dapat diraba, kadar testosteron wanita adalah
normal dan tidak adanya pertumbuhan seksual disebut sindroma Swyer. Ekstirpasi dari lapisan gonad harus
dikerjakan segera setelah diagnosis dibuat.
4. Gonadal agenesis.
Keadaan klinik tanpa komplikasi dapat menyertai kegagalan gonad akibat agenesis. Dengan hasil akhir
adalah hypergonadotropic hypogonadism, dengan tak adanya fungsi gonad, dan pertumbuhannya adalah
wanita. Pengambilan lapisan gonad dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan kejadian neoplasia.
5. Sindroma ovarium resisten
Keadaan yang jarang ditemukan pasien dengan amenoarea dan pertumbuhan normal dengan kadar
gonadotropin tinggi meskipun adanya folikel varium yang tak distimulasi, dan tak ada penyakit autoimun.
Laparotomi dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang benar dengan evaluasi histologi dari ovarium.
Hal ini dapat mengetahui adanya folikel tanpa adanya infiltrasi limfosit dengan penyakit autoimun. Pasien
ini perlu donasi oosit 3,19,20.
6. Sindroma ovarium polikistik (SOP)
Sindroma ovarium polikistik adalah suatu ovarium polistik bilateral dengan suatu sindroma yang terdiri dari
siklus haid yang tidak teratur sampai amenorea, infertilitas, hirsutisme, dan obesitas. Pertama kali
ditemukan oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 1,3,19-21. Etiologi penyakit ini belum diketahui dengan
pasti, merupakan gambaran klinik heterogen dan dengan penyebab multifaktorial, misalnya ovulasi kronik,
hiperandrogenemia, hiperandrogenism, resistensi insulin, hirsutisme dan obesitas perimenars, anovulasi
intermiten oleh karena testosterone bebas dan DHEAS akibat hyperadrogenemia, sekresi LH yang tinggi,
FSH rendah atau normal, yang penting adalah rasio LH/FSH sama dengan 3 khas untuk SOP, peningkatan
kadar androgen 1,20,21.
Pengobatan bersifat simtomatik terhadap infertilitas, hersutisme, gangguan haid maupun
obesitas. Jika ingin hamil perlu dilakukan pemicu anovulasi dengan clomiphene citrate, epimestrol, atau
human menopause gonadotropin 1,3,19-21.
7. Kegagalan ovarium prematur
Kegagalan ovarium prematur (kehabisan dini akan folikel ovarium) sering terjadi. Kurang lebih 1% dari
wanita sebelum umur 40 th mempunyai kejadian kegagalan ovarium, dan pada wanita dengan amenorea
primer, prevalensinya 10-28%. Etiologi pada umumnya tak diketahui. Hal ini berguna untuk menerangkan
pada pasien bahwa hal ini kemungkinan karena kelainan genetik dengan peningkatan hilangnya folikel.
Sering anomali kromosom spesifik dapat dikenal. Abnormalitas yang tersering adalah 45,X dan 47,XXY,
diikuti oleh mosaicism dan abnormalitas struktur spesifik pada kromosom seks.
Penyebab dari kegagalan ovarium cenderung karena meningkatnya atresia folikuler bahkan disebabkan
oleh pasien 45,X (sindroma Turner) mulai dengan imbangan penuh dari sel germ. Kegagalan ovarium
premature dapat dihubungkan dengan suatu proses auto immun atau mungkin suatu perusakan folikel oleh
infeksi, misalnya oophoritis oleh karena mumps ( parotitis ), atau akibat dari iradiasi maupun kemoterapi.
Seperti halnya pasien hipogonadal, terapi hormon diajurkan. Walaupun demikian oleh karena
ovulasi spontan dapat terjadi maka kontrasepsi oral adalah pilihan yang lebih baik apabila kehamilan tak
diharapkan. Harapan yang terbaik untuk kehamilan adalah dengan oosit donor 3,9,20.
8. Pengaruh radiasi dan kemoterapi
Pengaruh radiasi tergantung pada umur dan dosis X-ray. Kadar steroid mulai turun dan gonadotropin
meningkat didalam 2 minggu setelah radiasi pada ovarium. Fungsi dapat kembali lagi setelah beberapa
tahun amenorea. Kerusakan berupa kegagalan ovarium prematur dapat tidak muncul sampai lama. Bila
terjadi kehamilan, risiko kelainan kongenital tidak lebih tinggi dari yang normal.
8 Amenore
Preparat alkylating sangat toksik pada gonad. Seperti halnya dengan radiasi, tergantung dari
dosis dan umur. Kembalinya menstruasi dan kehamilan dapat terjadi, tetapi tak dapat diperkirakan kapan
akan terjadi. Seperti halnya dengan radiasi kerusakan dapat terjadi kegagalan ovarium prematur setelah
beberapa lama 3.
Amenore 9
kelainan kadar prolaktin tergantung dari hambatan prolaktin oleh sekresi pulsatile GnRH. Glandula pituitari
akan bertanggung jawab akan normalnya GnRH, atau dalam keadaan bertambah banyak (mungkin oleh
karena kenaikan penyimpanan gonadotropin ), sehingga menunjukkan bahwa mekanisme dari amenorea
adalah menurunnnya GnRH. Pengobatannya dengan pengangkatan tumor sekresi-prolaktin atau supresi
sekresi prolaktin. Yang menarik adalah pada wanita post menopause dengan kadar prolaktin meningkat
tidak mempunyai keluhan vasomotor ( Hot flushes ) sampai kadar prolaktin menjadi normal. Bromocriptine
( dopamine agonist) secara spesifik menekan sekresi prolaktin. Pilihan terapi bedah atau obat-obatan perlu
dipertimbangkan.
Terapi operasi :
Transsphenoidal neurosurgery akan menghasilkan resolusi cepat dari hiperprolaktinemia dengan
kembalinya haid teratur pada 30 % haid pasien dengan macroadenoma dan 70% pasien dengan
microadenoma, tetapi terdapat kekambuhan. Angka kekambuhan jangka panjang rata-rata 50%
( 70% untuk microadenoma dan 30 % untuk macroadenoma ) tergantung dari ketrampilan dan
pengalaman operator serta besar tumor. Angka kekambuhan macroadenoma 10-30% . Hasil
terbaik dicapai pada keadaan prolaktin 150 – 500 ng/mml, makin tinggi prolaktin makin rendah
hasil pengobatannya , makin tinggi prolaktin post operatif makin rendah hasil pengobatannya.
Hypopituitrisme pasca operasi ± 4 % dapat diatasi dengan pemberian hormon adrenal.
Terapi Radiasi:
Hasil pada radiasi kurang memuaskan dibanding operasi. Respon sangat lamban setelah beberapa
tahun prolaktin baru mulai rendah. Setelah radiasi, panhipopituitarisme dapat terjadi selama 10 th
setelah radiasi. Harus diamati dalam waktu yang lama, dan bila banyak keluhan yang
berhubungan dengan kegagalan pituitari diperlukan penelitian lanjut. Sebaiknya radiasi diberikan
sebagai tambahan untuk mengendalikan sisa post operasi atau tumbuh kembali bila tumor besar
dan pengecilan tumor yang tidak responsif terhadap obat-obatan. Hanya sedikit yang kembali
kefungsi hormon normal.
Terapi Dopamine agonist
Bromocriptine adalah derivat asam lysergic dengan pengganti bromine pada posisi 2 . Tersedia
sebagai methane-sulfonate ( mesylase ) 2.5 mg tablet. Ia merupakan dopamine agonist, mengikat
reseptor dopamine sehingga secara langsung menyerupai penghambat dopamine terhadap sekresi
prolaktin. Dosis 1 tablet per hari ( atau 2 X se hari ½ tablet ) sudah efektif. Kadang-kadang
dibutuhkan 7.5 mg atau 10 mg per hari untuk menekan sekresi prolaktin dari adenoma.
Bromocriptine dapat berupa long-acting (depot-bromocriptine ) I.M , diberikan 50-70 mg per
bulan dan tablet oral slow-release 5-15 mg per hari.
Hasil terapi pada pasien amenorea / galaktorea dengan hiperprolactinemia tanpa tumor yang
diobati dengan bromocroptine akan :
- terjadi haid dalam pemberian terapi 5-7 minggu
- berhenti galaktorea (50-60% pasien) dalam waktu 12.7 minggu
- reduksi sekresi payudara (75% pasien) dalam waktu 6.4 minggu
macroadenoma dapat mengecil dengan bromocriptine dosis rendah (5-7.5 mg sehari) atau dosis
tinggi waktu lama. Bromocriptine dapat diberikan apabila radiasi atau operasi gagal .
Dopamine agonist lainnya adalah Pergilode diberikan dosis tunggaal 50-100 mg, Lysuride,
Terguride, metergoline, Cabergoline dosis mingguan, per os 0,5 – 3 mg ( bila perlu 2x seminggu)
Quinagolide dosis tunggal malam hari 75-300 mg. (pasien tak respon terhadap satu dopamine
agonist kemungkinan respon terhadap yang lain ) 3,19,20.
Ringkasan terapi adenoma sekresi – prolaktin pituitary:
Macroadenoma :Akhir-akhir ini dopamine agonist dipakai, penggunaannya serendah mungkin,
pengecilan tumor dengan dosis 5-10 mg bromocriptin per hari, bila terjadi pengecilan , dosis
diturunkan sampai terendah untuk maintenance. Serum prolaktin sebagai marker, sebagian
pasien pilih operasi daripada obat-obatan jangka panjang. Oleh karena kambuhan tinggi,
radioterapi perlu dipertimbangkan.Semua pasien yang menerima radioterapi kemungkinan akan
terjadi hypopituitrisme, operasi diperlukan untuk tumor besar.
10 Amenore
Microadenoma: pengobatan microadenoma ditujukan minimal salah satu dari infertilitas atau
perasaan tak enak payudara. Pengobatan dengan dopamine agonist adalah merupakan pilihan
Sindroma Sheehan: Infark akut dan nekrosis dari glandula pituitari oleh karena perdarahan post
partum dan syok. Symptom hipopituitarisme tampak awal post partum terutama kegagalan
laktasi dan kehilangan rambut pubis dan ketiak. Defisiensi growth hormone dan gonadotropin
sering terjadi, diikuti ACTH, dan akhirnya oleh TSH yang jarang. Diabetes insipidus tak sering
terjadi. Oleh karena perawatan obstetrik yang baik, sindroma ini jarang terjadi.
Macroadenoma
Imaging at 0.5, 1,
2, 5 years or
surgery
Amenore 11
sering merupakan respon psikobiologik dalam kehidupan. Sering ada hubungannya dengan situasi
stress, seperti pada dunia usaha dan sekolah. Juga ada hubungan kuat antara wanita kurus dengan ketidak
aturan haid sebelumnya. Banyak wanita dengan amenorea hipotalamik menunjukkan karakteristik endokrin
dan metabolik yang berhubungan dengan atletik dan kesalahan makan yang akan mengarah adanya kelainan
makan subklinik. Meskipun demikian, dokter diharuskan mengikuti proses eksklusi sebelum memberikan
terapi hormon atau mencoba induksi ovulasi untuk mencapai kehamilan.
Derajat supresi GnRH ditentukan dengan keadaan klinis. Supresi ringan dihubungkan dengan
efek marginal pada reproduksi, terutama fase luteal inadekuate. Supresi menegah dapat menyebabkan
anovulasi dengan ketidak aturan haid, dan supresi yang berat akan terjadi amenorea hipotalamik.
Pasien dengan amenorea hipotalamik menunjukkan gonadotropin rendah atau normal, kadar
prolaktin normal, sella tursika normal dan kegagalan menunjukkan adanya perdarahan lucut.
Pada percobaan kera menunjukkan bahwa corticotrophin–releasing hormone (CRH)
menghambat sekresi gonadotropin, kemungkinan dengan menambah sekresi opioid endogen. Ini merupakan
kemungkinan bahwa stress mengganggu fungsi reproduksi. Wanita dengan amenorea hipotalamik akan
didapatkan mengurangnya sekresi FSH, LH dan prolaktin, tetapi sekresi cortisol meningkat. Beberapa
pasien dengan amenorea hipotalamik mempunyai dopaminergic inhibition terhadap frekuensi pulsa GnRH.
Supresi terhadap sekresi pulsatile GnRH mungkin akibat dari meningkatnya opioid dan dopamine endogen.
Pasien tak boleh tergesa-gesa untuk bisa hamil, pada waktu yang tepat induksi ovulasi dapat
dilakukan dan fertilitas dapat dicapai. Induksi ovulasi hanya dikerjakan untuk kepentingan kehamilan. Tidak
ada bukti pemberian hormone siklik atau induksi ovulasi akan menstimulasi kembalinya fungsi normal 3,19,20.
Kehilangan berat badan, anorexia, bulimia:
Anorexia nervosa dan buliminia nervosa (binge eating) dikenal sebagai ketakutan akan kegemukan .
Kegemukan dapat dihubungkan dengan amenorea, tetapi amenorea pada pasien gemuk biasanya anovulasi ,
dan keadaan hipogonadotropik tidak terjadi sampai pasien punya kelainan emosional berat. Sebaliknya
kehilangan berat akut dapat terjadi hipogonadotropik ( mekanisme?) . Dokter harus selalu ingat adanya
tumor pituitari yang harus disingkirkan untuk menegakkan diagnosis amenorea hipotalamik 3,19,20.
Latihan dan amenorea
Pada atlet wanita sering terjadi amenorea atau ketidak aturan haid secara bermakna, hal ini disebut supresi
hipotalamik.
Bila latihan sebelum menars , menars akan tertunda tiga tahun dan kemungkinan terjadi ketidak
teraturan haid cukup besar . Hal ini dapat disebabkan karena keadaan lemak badan yang menipis/kritis
serta pengaruh stress itu sendiri.
Wanita dengan berat badan rendah serta sedang menjalani aktivitas kompetitif (atletik /aestetik)
mempunyai kecenderungan tinggi menjadi anovulasi dan akhirnya menjadi amenorea.
Latihan lari dalam cuaca gelap ( sinar kurang ) aktivitas ovarium menurun sehingga bisa terjadi
masalah haid.
Latihan akut (mendadak ) menurunkan gonadotropin, menaikkan prolaktin, growth hormone,
testosterone, ACTH, steroid adrenal dan endorphin.
Wanita atlet mempunyai kenaikan kadar melatonin siang hari, dan atlet amenorea mempunyai
sekresi melatonin malam hari berlebihan. Kenaikan melatonin malam hari juga tampak pada amenoarea
hipotalamik yang menunjukkan sekresi supresi pulsatile GnRH.
Atlet mempunyai kadar T4 relatif rendah, tetapi atlet amenorea mempunyai supresi keseluruhan
dari hormone tiroid termasuk cadangan T3.
Opiate endogen menghambat sekresi gonadotropin dengan cara supresi GnRH hipotalamik.
Endorfin akan meningkat setelah latihan dan berakibat supresi haid. CRH langsung menghambat sekresi
GnRH hipotalamik mungkin dengan meningkatkan sekresi opioid endogen. Wanita amenorea hipotalamik
(termasuk latihan dan kelainan makan) menunjukkan hipercortisolism ( oleh karena kenaikan CRH dan
ACTH) menunjukkan bahwa stress mengganggu fungsi reproduksi.
Atlet amenora dalam keadaan imbangan energi negatif, kadar IGFBP-1 ( Insulin-like Growth
Factor Binding Protein-1) meningkat, sensitivitas insulin meningkat, kadar insulin menurun, dan kadar
growth hormone meningkat. Kenaikan IGFBP-1 dapat membatasi aktifitas IGF dihipotalamus dan
merupakan mekanisme lain terhadap supresi sekresi GnRH.
12 Amenore
Pengaruh leptin pada repproduksi merupakan peran tambahan didalam mempertahan respon
terhadap stress. Penurunan berat badan dihubungkan dengan kenaikan respon adrenal dan penurunan fungsi
tiroid.
Prognosis adalah baik pada diagnosis dini, menaikkan berat badan secukupnya dapat
memperbaiki status amenorea. Wanita dapat ovulasi kembali jika stress dan latihan dikurangi atau ihentikan.
erapi hormon memperbaiki keadaan hipoestrogenik dan proteksi terhadap kehilangan tulang dan penyakit
kardiovaskuler. Walaupun demikian perbaikan kelainan makan dan berat badan lebih utama. Bila ingin
hamil, pengurangan jumlah latihan dan kenaikan berat badan harus dilaksanakan, induksi ovulasi
diterapkan. Kurang lebih 25 % pasien amenorea adalah berat badan kurang akibat pembatasan diet sendiri.
Berat badan kurang menyebabkan anovulasi. 3,19,20.
Kelainan genetik Heriditair
Kelainan heriditair spesifik yang menyebabkan hypogonadotropic hypogonadism belum dikenal secara
umum, walaupun demikian dengan kemajuan biologi molekuler akan lebih memperjelas.
Tidak ada mutasi dari α- subunit. Berkurangnya sekresi GnRH adalah akibat dari sindroma
kallmann dan kelainan bawaan dari hypoplasia adrenal. Satu kasus dilaporkan ditemukan mutasi β-subunit.
Mutasi gene β-subunit berakibat perubahan dari β-subunit yang menghasilkan tak adanya immunoreactivity
atau bioactivity. Oleh karenanya, hypogonadism akan disertai naik dan turunnya kadar gonadotropin.
Pengobatan dengan gonadotropin eksogen akan menghasilkan kehamilan walaupun jarang.
Jika didapatkan FSH tinggi dan LH normal atau rendah , kadar β-subunit meningkat serta
terdapat masa pituitari, menunjukkn adanya adenoma gonadotropin.
Figure 5. Stress
Amenore 13
Amenorea dan Anosmia, sindroma Kallmann
Walaupun keadaan ini jarang, sindroma Kallmann ( sindroma amenorea dan anosmia) adalah sindroma
dari conginetal hypogonadotropic hypogonadism berakibat kekurangan sekresi GnRH, berhubungan dengan
anosmia atau hyposmia..
Pada wanita ditandai dengan adanya amenorea, perkembangan seksual infantile, gonadotropin
rendah, kariotipe wanita normal, tak mampu menerima bau misalnya coffe grounds atau perfume, oleh
karena defek olfactory. Gonadnya dapat merespon gonadotropin, oleh karenanya induksi gonadrotopin
eksogen bisa berhasil. Walaupun demikian clomiphine tak efektif.
Sindroma Kallmann dihubungkan dengan defek anatomi spesifik, didapati hipoplasia atau tidak
adanya olfactory sulci didalam rhinencephalon. Defek ini sebagai akibat kegagalan kedua olfactory axonal
dan imigrasi neuronal GnRH dari olfactory placode didalam hidung.
Tiga cara transmisi adalah X-linked, autosomal dominant, dan autosomal recessive. X-linked
mutation ( mutasi tidak konsisten) bertanggung jawab terhadap sindroma ini mengenai gene tunggal (KAL)
pada lengan pendek dari kromosom X yang diduga merupakan suatu protein yang bertanggung jawab untuk
fungsi migrasi neuronal. Protein tersebut disebut Anosmin-1 sindroma anosmia dan amenorea yang
berhubungan dengan mutasi X-linked akibat dari kegagalan kompleks saraf ini untuk menembus forebrain,
menjaga keberhasilan migrasi dari neuron GnRH. Kelainan neurologi lainnya (pergerakan cermin,
kehilangan pendengaran, cerebellar ataxia ) dapat muncul, yang menunjukkan defek neurologi yang lebih
menyebar luas. Kelainan ginjal dan tulang; defisit pendengaran, buta warna, dan cleft lip and palate ( paling
sering didapatkan ) juga terjadi pada individu, menunjukkan bahwa gene lebih ditekankan pada jaringan dari
pada hipotalamus. Sidroma terjadi secara heriditer atau defek sporadic 3,19,20.
Adrenal hypoplasia
Adrenal hypoplasia adalah kelainan heriditer X-linked yang berakibat insufisiensi adrenal, dan didalam
keadaan hypogonadotropik hipogonadism. Kondisi ini disebabkan oleh mutasi didalam gene DAX-1, gene
yang diduga suatu protein yang mirip dengan struktur reseptor yang tak mempunyai ligand ( receptor
orphan-tiri). Pasien yang jarang mempunyai keduanya dari defisit sekresi GnRH dan kegagalan respon
GnRH 3.
Amenorea postpill
Amenorea sekunder menunjukkan adanya supresi menetap oleh karena pengaruh kontrasepsi oral atau
Depo Medroxy Progesterone Acetate (DMPA). Fertilitas normal terjadi setelah kontrasepsi dihentikan.
Akan tetapi sering terjadi amenorea 6 bulan setelah kontrasepsi oral dihentikan atau amenorea 12 bulan
setelah suntikan terakhir DMPA 3.
Terapi hormon
Pasien hipoestrogenik yang tak membutuhkan induksi ovulasi berhak mendapatkan terapi hormon. Pasien
ini yang termasuk kegagalan gonadal, amenorea hipotalamik, dan post gonadektomi. Terapi estrogen jangka
panjang pada wanita dengan Turner syndrome sangat efektif untuk memelihara densitas tulang. Terapi
hormon akan dihalangi oleh berat badan abnormal dan hipercortisolism oleh karena stress. Memperbaiki
diet dan mengurangi latihan yang berlebihan dapat memperbaiki fungsi hormone.
14 Amenore
Pasien dengan hiperprolaktinemia mempunyai risiko terjadinya osteoporosis, perubahan densitas
tulang pada amenorea hiperprolaktininemia adalah berhubungan dengan status hipoestrogen. Dosis 0.625
mg CE ( satu milligram estradiol) tiap hari dengan 5 mg MPA untuk 2 minggu tiap bulan. Bila ada efek
samping progesterone tersebut maka diganti dengan 0.7 mg norethindrone.
Bila wanita hipoestrogenik menolak terapi hormone dapat diberi calcium (1000-1500 mg / hari) .
Tinggi calcium + latihan berat masih mempunyai proteksi densitas tulang vertebra. Pasien dengan
amenorea hipotalamik selain terapi hormone masih dimungkinkan untuk hamil. Bila tidak menghendaki
kehamilan maka dapat diberikan kontrasepsi oral kombonasi dosis rendah.
Yang perlu diperhatikan disamping pemberian hormone adalah : respon terhadap stres
psikobiologik, konseling untuk diet dan latihan, sikap dan kebiasaan hidup sehat, dan imbangan
energi negative ( pada penderita amenore, atletik, latihan) 3,19,20.
Amenore 15