Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000).
Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia Lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra
alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab
tersering.
b. Pneumonia Nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami
nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.

c. Pneumonia Lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah
penyebab infeksi tersering.
d. Pneumona Interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam
dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada
konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2
ISPA antara lain :
a. Pneumonia Sangat Berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di
rumah sakit.
b. Pneumonia Berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di
rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia Sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak
perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan Pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak
perlu antibiotik.

2. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia Bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia Atipikal
Penyebab paling sering :
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas
protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-
obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar
selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
c. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri
dada karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa
inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma
pada pneumonia lobus kanan bawah).

Sedangkan menurut (Price,2006), yaitu:


a. Pneumonia Bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti
karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang
terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris
pernafasan
b. Pneumonia Virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan
(bounding)
c. Pneumonia Aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,
hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder

d. Pneumonia Mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.

4. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada
dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain
itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat
secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia
bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan,
dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi
dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia
(Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).

Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang


khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang
alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah
merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi
diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat
tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphilokokus), penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia
mycoplasma foto toraks mungkin bersih.
b. Analisa Gas Darah dan Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul
tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah; didapatkan dengan needle
biopsy, aspirasi transtrakheal, fiberoptik bronchoscopy, atau biopsi paru-paru
terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu tipe
organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococus pneumoniae,
Staphylococus aureus, A. Hemolytic streptococus, dan Hemophilus
Influenzae.
d. Periksa Darah Lengkap : leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih (white blood count – WBC) rendah pada infeksi
virus.
e. Tes Serologi; membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik.
f. LED; meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan
udara menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Billirubin mungkin meningkat.

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
(Roudelph, 2007).

7. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
- Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
- Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
- Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
- Gagal nafas,
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
- Pneumonia interstitial menahun,
- Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
- Rusaknya jalan nafas
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
2. Bunyi napas ronchi
b. Breathing
1. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
2. Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
3. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
4. Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
1. Akral dingin
2. Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure

2. Pengkajian Sekunder
a. Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir,
usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak
nafas.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping
hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun.
Gejala lain adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun,
suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus)
didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila
berat dada menurun waktu inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk
semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat
menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin
membeasar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit,
dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah
pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni,
kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
A. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan
antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang
klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau
segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi
akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya
karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular
bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi
pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S
aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang
diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus
sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan
pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang
terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto
thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat
alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi
antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non
bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan
gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita
pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang
berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk
Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test
untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas ditandai dengan sputum yang berlebihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
yang ditandai dengan penggunaan otot bantu pernapasan.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan ditandani dengan nafsu makan menurun.
4. Risiko hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif.
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi di
tandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan mengeluh nyeri.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengeluh lelah.
8. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Bersihan jalan Bersihan jalan jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak
nafas tidak efektif tidak efektif efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan sekresi Label : Bersihan jalan nafas Label: Manajemen jalan
yang tertahan setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
bersihan jalan nafas 1) Monitor pola nafas
meningkat dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil: usaha nafas)
2) Monitor bunyi nafas
- batuk efektif meningkat
tambahan (mis.
- produksi sputum menurun
Gurgling, mengi
- mengi, wheezing menurun
wheezing, ronkhi
- meconium meurun
kering)
- Dispneaa meurun
3) Monitor sputum
- ortopnea menurun
(jumlah warna aroma)
- sulit bicara menurun
Terapeutik:
1) Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
head tilt chin lift
( jawthrust jika curiga
trauma servical)
2) Posisikan
semifowler/fowlee
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Polanafas tidak (SLKI) : Pola nafas tidak SIKI: Pola nafas tidak
efektif efektif efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan hambatan Label : Pola napas Label: Manajemen jalan
upaya nafas setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
pola napas membaik dengan 4) Monitor pola nafas
kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
- Ventilasi semenit usaha nafas)
5) Monitor bunyi nafas
meningakat
- Kapasitas vital tambahan (mis.
meningkat Gurgling, mengi
- Dispnea menurun
wheezing, ronkhi
- Penggunakan otot bantu
kering)
nafas menurun
6) Monitor sputum
- Pemanjangan fase
(jumlah warna aroma)
ekspirasi menurun
- Pernapasan cuping Terapeutik:
hidung menurun 9) Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
head tilt chin lift
( jawthrust jika curiga
trauma servical)
10) Posisikan
semifowler/fowlee
11) Berikan minum hangat
12) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
13) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
14) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
15) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
16) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
3) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
4) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Defisit nutrisi (SLKI) : deficit nutrisi SIKI: Deficit nutrisi
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan ketidak Label : status nutrisi Label: Manajemen nutrisi
mampuan menelan setelah dilakukan intervensi Observasi:
makanan selama ..x..24jam, diharapkan 1) Identifikasi status
status nutrisi membaik nutrisi
2) Identifikasi alergi
dengan kriteria hasil:
dan intoleransi
- porsi makanan yang
makanan
dihabiskan meningkat
3) Identifikasi makanan
- Kekuatan otot
yang disukai
menelan meningkat
4) Monitor asupan
- Kekuatan otot
makanan
pengunyah meningkat
5) Identifikasi
- Verbalisasi keinginan
kebutuhan kalori dan
untuk meningkatkan
jenis nutrient
nutrisi meningkat
6) Monitor berat badan
- Frekuensi makan
7) Monitor hasil
membaik
pemeriksaan
- Nafsu makan
laboratorium
membaik
Terapeutik:
1) Lakukan oral
hygiene sebelum
makan jika perlu
2) Vasilitasi
menentukan
pedoman diet
(misalnya piramida
makanan)
3) Berikan makanan
tinggi serat
mencegah konstipasi
4) Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5) Berikan suplemen
makanan jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan posisi
duduk jika mampu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
1) Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan (mis
peredam nyeri,
antiemetic jika
perlu)
2) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan jika
perlu

4. Risiko hipovolemia (SLKI) : Risiko SIKI: Risiko Hipovolemia


dibuktikan dengan Hipovolemia Intervensi Utama
kehilangan cairan Luaran Utama Label: Manajemen
secara aktif. Label : Status Cairan Hipovolemia
setelah dilakukan intervensi Observasi:
selama ..x..24jam, diharapkan 1. Periksa tanda
pola napas membaik dengan dan gejala hipovolemia

kriteria hasil: (mis. Frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba
- Kekuatan nadi
lemah, tekanan darah
meningkat
menurun, tekanan nadi
- Output urine
menyempit, turgor kulit
meningkat
menurun, membrane
- Membrane mukosa mukosa kering, volume
lembab meningkat urine menurun, hematokrit
- Ortopnea menurun meningkat, haus, lemah ).
2. Monitor intake
- Disnea menurun
dan output cairan
- Paroxysmal nocturnal Terapeutik :
dysnea (PND) 1. Hitun

penurun g kebutuhan cairan


2. Berika
- Edema Ansarka n posisi modified
menurun trendelenburg
- Edema perifer 3. Berika
n asupan cairan oral
menurun frekuensi
Edukasi :
nadi membaik 1. Anjurkan memperbanyak

- Tekanan darah asupan cairan oral


2. Anjurkan menghindari
membaik
perubahan posisi
- Tekanan nadi
membaik mendadak
Kolaborasi :
- Turgor kulit membaik 1. Kolaborasi pemberian
- Jogular venous cairan IV isotonis (mis.
pressure (JVP) NaCl, RL )
2. Kolaborasi pemberian
membaik
cairan IV hipotonis (mis.
- Hemoglobin membaik
Glukosa 2,5%, NaCl
- Hematokrit membaik
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian
produk darah

Label: Pemantauan
Cairan
Observasi:
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau
turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin
dan protein total
Terapeutik :
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
1.

2.

5. Defisit (SLKI) : Defisit SIKI: Defisit Pengetahuan


pengetahuan Pengetahuan Intervensi Utama
berhubungan Luaran Utama Label: Edukasi Kesehatan
dengan kurang Label : Tingkat Observasi:
terpapar informasi Pengetahuan 1. Identifikaasi kesiapan dan
di tandai dengan setelah dilakukan intervensi kemampuan menerima

menanyakan selama ..x..24jam, diharapkan informasi


2. Identifikasi factor-faktor
masalah yang pola napas membaik dengan
yang dapat meningkatkan
dihadapi kriteria hasil: dan menurunkan motivasi
- Kemampuan perilaku hidup bersih dan
menjelaskan sehat
Terapeutik :
pengetahuan tentang 1. Sediakan materi dan media
suatu topic meningkat pendidikan kesehatan
- Kemampuan 2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
menggambarkan
kesepakatan
pengalaman 3. Berikan kesempatan untuk
sebelumnya yang bertanya
Edukasi :
sesuai dengan topic
1. Jelaskan factor risiko yang
meningkat dapat mempengaruhi
- Perilaku sesuai kesehatan
dengan pengetahuan 2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
meningkat
3. Ajarkan strategi yang
- Pertanyaan tentang dapat digunakan untuk
masalah yang meningkatkan perilaku
dihadapi menurun hidup bersih dan sehat.
- Persepsi yang keliru
tehadap masalah
menurun
6. Nyeri akut (SLKI) : Nyeri Akut SIKI: Nyeri Akut
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan agen Label : Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri
pencedera setelah dilakukan intervensi Observasi:
1. Identifikasi lokasi,
fisiologis ditandai selama ..x..24jam, diharapkan
karakteristik, durasi,
dengan mengeluh pola napas membaik dengan
frekuensi, kualitas,
nyeri. kriteria hasil:
intensitas nyeri.
- Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri
- Sikap protektif menurun
non verbal
- Kesulitan tidur menurun
4. Identifikasi factor yang
- Frekuensi nadi membaik
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek saming
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
7. Intoleransi aktivitas (SLKI) : Intoleransi SIKI: Intoleransi aktivitas
berhubungan aktivitas Intervensi Utama
dengan kelemahan Luaran Utama Label: Terapi aktivitas
Label : toleransi aktivitas Observasi:
setelah dilakukan intervensi 1) Observasi
selama ..x..24jam, diharapkan identifikasi deficit
toleransi aktivitas meningkat tingkat aktivitas
2) Indentifikasi
meningkat dengan kriteria
aktivitas dalam
hasil:
aktivitas tertentu
- Frekuensi nadi
3) Identifikasi sumber
meningkat
daya untuk aktivitas
- Saturasi oksigen
yang diinginkan
meningkat
- Kemudahan dalam Terapeutik
melakukan aktivitas 1) Fasilitasi memilih
sehari-hari meningkat aktivitas dan
- Keluhan lelah
tetapkan tujuan
menurun
aktivitas yang
- Dyspnea saat
konsisten sesuai
melakukan aktivitas
kemampuan fisik,
menurun
- Dyspnea setelah psikologis, dan
aktivitas menurun social
- Perasaan lemah 2) Kordinasikan
menurun pemilihan aktivitas
- Warna kulit membaik
sesuai usia
- Tekanan darah
3) Fasilitasi pasien
membaik
dan keluarga dalam
- Frekuensi napas
menyesuaikan
membaik
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4) Fasilitai aktivitas
fisik rutin (mis.
Ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan diri
5) Fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
6) Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
7) Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas
sehari-hari
Edukasi:
1) Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari jika
perlu
2) Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan
terapis ukupasi
dalam mrencanakan
dan memonitor
program aktivitas
2) Rujuk pada pusat
atau program
aktivitas komunitas,
jika perlu
8. Hipertermia (SLKI) : Hipertermia SIKI: Hipertermia
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan proses Label : Termoregulasi Label: Terapi aktivitas
penyakit setelah dilakukan intervensi Observasi:
ditandaidengan selama ..x..24jam, diharapkan 1. Identifikasi penyebab
suhu tubuh diatas toleransi aktivitas meningkat hipertermia (mis.
nilai normal. meningkat dengan kriteria Dehidrasi, terpapar
hasil: lingkungan panas,
- Menggigil menurun penggunaan incubator)
- Suhu tubuh membaik
2. Monitor suhu tubuh
- Suhu kulit membaik
- Kadar glukosa darah 3. Monitor kadar elektrolit
membaik 4. Monitor haluaran urine
- Pengisian kapiler
5. Monitor komplikasi
membaik
akibat hipertermia
- Ventilasi mebaik
- Tekanan darah Terapiutik :
membaik 1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Depkes RI

Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 1. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI. 2002. Pedoman penanggulangan P2 ISPA. Jakarta: Depkes RI.

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius FKUI

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC

SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik 2016. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SLKI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai