Proposal Penelitian Galih Tadhakara Yekti - 19103040040 Revisi
Proposal Penelitian Galih Tadhakara Yekti - 19103040040 Revisi
DISUSUN OLEH:
Dosen Pembimbing:
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini disebutkan pada Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka dari itu segala
perbuatan dan tingkah laku masyarakat di negara Indonesia diatur oleh hukum yang
berlaku. Sejalan dengan hal tersebut maka masyarakat di Negara Indonesia berhak untuk
mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dijalani. Pernyataan tersebut dijelaskan
pada Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
pidana. Hukum pidana sendiri termasuk ke dalam jenis hukum publik. Hukum publik
sendiri menurut Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.Si., LLM adalah hukum yang
1
mengatur mengenai negara dan kepentingan masyarakat. Sedangkan hukum pidana
menurut Moeljatno adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara
yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak
boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang
melakukan.2’ Hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi 2 jenis, yakni pertama hukum
pidana formiil yaitu hukum yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukum pidana
1
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana 2018), hlm. 181.
2
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka 2018), cet 5, hlm 3.
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut
KUHAP. Kemudian kedua adalah hukum pidana materiil yaitu hukum yang mengatur
mengenai tindak pidana, pelaku, dan sanksi pidana yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana atau biasa disebut KUHP. Menurut Andi Hamzah tujuan dari
hukum acara pidana yang diatur dalam KUHAP adalah untuk mencari dan mendapatkan
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.3
KUHAP pada dasarnya merupakan tata cara penegakan hukum di Indonesia mulai
di akhir akan keluar putusan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 182 KUHAP Ayat (1)
yang berbunyi “yang dimulai dari penuntutan, pembelaan, dan jawaban telah berakhir,
tibalah hakim menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”. Setiap putusan pidana yang
dikeluarkan di Indonesia haruslah berdasar pada KUHAP.4 Dalam putusan akhir (vonis),
hakim yang bertugas menangani suatu kasus pidana harus memberikan pendapatnya
tentang jalannya persidangan mulai dari proses penuntutan, pembuktian sampai putusan
akhir yang kemudian dijadikan tumpuan oleh para pencari keadilan. Putusan hakim
merupakan alur terakhir dalam proses peradilan. Dalam KUHAP diatur tata cara hakim
3
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), ed 2, cet 10, hlm. 8.
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta:Sinar Grafika, 2016),
ed 2, cet 5,hlm. 347.
dalam menentukan putusan pidana. Putusan hakim sendiri dijelaskan pada Pasal 1 angka
11 KUHAP yaitu “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini”. Sedangkan menurut Leden Marpaung adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang
tertulis maupun lisan.5 Andi hamzah berpendapat bahwa setiap keputusan yang dijatuhi
fakta-fakta yang ada dalam persidangan dan harus mempertimbangan seluruh aspek yang
ada agar tidak terjadi kelalaian yang dilakukan oleh hakim itu sendiri ketika membuat
keputusan. Hal ini disebabkan karena jika hakim tidak membuat keputusan secara hati-
hati dan tidak cermat dalam mempertimbangkan segala aspek termasuk di dalamnya
bersifat formiil atau materiil maka akan menyebabkan keputusan tersebut batal demi
hukum.
Tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam KUHP Buku II bab XXV mengenai
kejahatan pada Pasal 378 yang berbunyi “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
5
Ibid, hlm. 202.
6
Andi hamzah, Op. Cit, hlm. 285
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
Locus Delicti merupakan tempat terjadinya suatu delik (tindak pidana). Menurut
E. Utrecht, dimanakah sesuatu delik dilakukan menjadi paling penting untuk diketahui
Dalam penentuan Locus Delicti tidak diatur dalam KUHP.8 Namun, dalam ilmu
locus delicti ialah tempat dimana pembuat melakukan segala yang kemudian
Menurut teori alat yang dipergunakan (leer van het instrument), delik
3. Teori akibat
Menurut teori akibat (leer van het gevolg), locus delicti adalah tempat
7
E Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 2000), hlm.233.
8
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 288.
9
Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 166.
4. Teori lebih dari satu tempat
Teori lebih dari satu tempat (leer van meervoudig plaats) menggabungkan tiga
teori sebelumnya.
Teori mana diantara teori-teori di atas yang dapat dipilih, tergantung pada sifat
melakukan penipuan terhadap 2 korban sekaligus. Hal yang menarik untuk dikaji dalam
perkara ini adalah karena adanya perbedaan locus delicti yaitu korban pertama
berlokasi di Bantul dan korban kedua di wonosari dimana kedua locus tersebut dibawah
Rp50.000.000. Maka dari itu perkara penipuan ini dilimpahkan ke tingkatan lebih
perbedaan lokasi korban di tingkatan POLRES maka akan terjadi perbedaan tempat
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk
sebagai berikut:
1. Apakah terlapor telah memenuhi unsur-unsur penipuan dalam pasal 378 KUH
B/981/IX/WAS.2./2021/Ditreskrimum?
berikut:
1. Aspek Teoritis
mengenai penentuan locus deliti oleh kepolisian ketika ada tindak pidana
penipuan dengan dua korban yang berbeda locus, serta juga diharapkan sebagai
sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis dipelajari di bangku
perkuliahan.
2. Aspek Praktis
a. Bagi penulis penelitian ini harapannya dapat menjadi sarana yang bermanfaat
delicti oleh kepolisian ketika ada tindak pidana penipuan dengan dua korban
ada tindak pidana penipuan dengan dua korban yang berbeda locus.
Pertama, Skipsi yang ditulis oleh Akbar Maulana yang berjudul Analisis Yuridis
tentang analisis terhadap putusan pidana di Pengadilan Negeri Sumedang tentang tindak
pidana Penggelapan dan penipuan serta penjatuhan pidananya. Hasil dari penelitian ini
yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan yang
diatur pada Pasal 372 KUHP tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada dalam persidangan.
Perbuatan terdakwa sejak awal terlihat menggerakkan korban dengan melakukan sebuah
upaya secara melawan hukum yaitu maratabat palsu, rangkaian kebohongan, dan tipu
muslihat agar korban menyerahkan uang kepada terdakwa dan tindakan terdakwa terbukti
dengan alat bukti dipersidangan. Unsur tidak melawan hukum tidak terpenuhi maka
terdakwa secara sah terbukti melanggar Pasal 378 KUHP yaitu tentang Penipuan.
Kemudian putusan hakim yang memutus pidana penjara selama 10 tahun kepada korban
tidak tepat karena melebihi ketentuan ancaman pidana dari Pasal 372 KUHP, dimana
dalam ancaman pidana Pasal 372 KUHP paling lama empat tahun yang bertentangan
Kedua, Skipsi yang ditulis oleh Martini Puji Astuti yang berjudul Penentuan Tempus
dan Locus Delicti dalam Kejahatan Cyber Crime (Studi Kasus di Reskrimsus POLDA
Jateng). Dalam skripsi ini penulis membahas tentang penentuan Tempus dan Locus
Delicti dalam kejahatan Cyber Crime yang ada di Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Hasil
dari penelitian ini adalah dalam menentukan tempus dan locus delicti dalam kejahatan
cyber crime dengan kejahatan biasa sama, perbedaannya hanya pada media yang
Penegak hukum dalam menentukan tempus dan locus delicti menggunakan keempat
teori di atas, namun lebih banyak menggunakan teori perbuatan materiil dan teori akibat.
Sehingga dalam penentuan tempat dan waktu tindak pidana cyber crime tersebut dapat
10
Akbar Maulana, Skripsi,”Analisis Yuridis Tindak PIdana Penggelapan dan Penipuan Serta Penjatuhan
Pidananya (Putusan PN Sumedang Nomor 306/Pid.B/2017/PN.Smd).”(Jember: Universitas Jember,
2017), Hal. 52.
Kemudian, pengaturan mengenai pengadilan negeri mana yang berhak mengadili
cyber crime sudah diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang
KUHAP yaitu bahwa pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai
tindak pidana yang dilakukan di daerah hukumnya dan pengadilan negeri yang dalam
dan ditahan, dan sebagian besar tempat kediaman saksi-saksi. Jadi, pada dasarnya tidak
diatur secara khusus mengenai jenis tindak pidana apa yang dilakukan. Pengadilan negeri
dimana daerah tindak pidana tersebut merupakan daerah hukumnya berhak mengadili
semua tindak pidana, baik cyber crime maupun tindak pidana konvensional.11
Ketiga, Jurnal yang ditullis oleh Rahmawati yang berjudul Penentuan Tempus dan
Locus Delicti dalam Cyber Crime. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang penentuan
Tempus dan Locus Delicti dalam kejahatan Cyber Crime. Hasil dari penelitian ini adalah
1. Teori perbuatan materiil, yaitu Tempat tindak pidana ditantukan oleh pembuat
2. Teori instrument (alat), yaitu dalam teori ini tempat terjadinya delik ialah tempat
3. Teori akibat, yaitu teori ini ukurannya adalah berpatok pada tempat terjadinya
Kemudian ada teori lain juga dalam penentuan locus delicti pada tindak pidana cyber
crime, diantaranya:
11
Martini Puji Astuti, Skripsi,“Penentuan Tempus dan Locus Delicti dalam Kejahatan Cyber Crime(Studi
Kasus di Resrimsus POLDA Jateng).”(Semarang: UNNES, 2013), Hal. 78-79.
2. Teori dimana akibat tersebut ditimbulkan
Sedangkan dalam penentuan locus dan tempus delicti pada pengadilan diatur dengan
kekuasaan dalam mengadili. Kekuasaan dalam mengadili ada dua hal, yang biasa disebut
dengan kompetensi yaitu yang pertama kompetensi relatif yakni kewenangan wilayah
hukum suatu Pengadilan Negara untuk mengadili suatu perkara pidana, kata lain
Pengadilan Negara mana yang berwenang mengadili suatu peristiwa pidana, sedangkan
yang kedua kompetensi absolut yaitu kewenangan pengadilan untuk mengadili perkara
berdasarkan atas tingkatan pengadilan lain. Dalam penentuan suatu pengadilan, jaksa
penuntut umum melihat dari domisili si pelaku, dan banyaknya saksi yang ada untuk
undangan sendiri, pengaturan tempus dan locus delicti tidak diatur dalam KUHAP
maupun KUHP, karena dalam KUHAP hanya mengatur sebagai berikut pada pasal 84:
saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan negeri itu daripada
tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu
dilakukan.
12
Rahmawati, “Penentuan Locus dan Tempus Delicti dalam Cyber Crime”, Sol Justicia, Vol.3 No. 1 (Juni
2020), hlm. 97.
3. Apabila seorang terdakwa melakukan bebebrapa tindak pidana dalam daerah
4. Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan
dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum berbagai Pengadilan Negeri, diadili
Kerangka teori merupakan abstraksi dari hasil pemikiran yang digunakan sebagai
acuan dasar dalam membuat penelitian karya ilmiah. Kerangka teori yang digunakan
norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
Negara Indonesia, seperti yang kita ketahui bersama sampai saat ini belum
memiliki produk hukum nasional hasil karya bangsa sendiri dalam pengaturan
KUHP) yang ada di Indonesia saat ini berasal dari Hindia Belanda yaitu Wetboek
13
Rahmawati, “Penentuan Locus dan Tempus Delicti dalam Cyber Crime”, Sol Justicia, Vol.3 No. 1 (Juni
2020), hlm. 101-102.
14
Dellyana,Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum. Liberty, Yogyakarta, hlm. 32.
van Straafrecht (WvS) yang aslinya berbahasa Belanda lalu kemudian diartikan.
Oleh karena itu, masih banyak perbedaan penafsiran istilah antara para sarjana
hukum.
Delik atau Straafbafeit dalam bahasa Belanda adalah salah satu contoh istilah
Indonesia, diantaranya:
sebagai tindak pidana atau pembuatan pidana. Sedangkan dalam pengertian ilmu
perbuatan manusia yang aktif dan pasif, yaitu berbuat sesuatu dan tidak berbuat
sesuatu.
Tindak pidana penipuan adalah suatu kejahatan terhadap harta benda. Tindak
pidana penipuan sendiri diatur dalam Bab XXV tentang Perbuatan Curang Pasal
15
Soemitro dkk, BPK Hukum Pidana. UNS Press. Surakarta. 1996. Hlm. 47-48.
378 sampai 395 KUHP. Penipuan sendiri jika menurut Pasal 378 KUHP adalah
sebagai berikut:
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
Metode penelitian merupakan hal penting dalam pembuatan suatu karya ilmiah
agar pengkajian terhadap objek studi dapat dilakukan dengan baik dan optimal. Pemilihan
metode penelitian yang tepat merupakan kunci untuk menghasilkan karya tulis yang
pendekatan yang menggunakan asas dan prinsip hukum dalam meninjau, melihat, dan
menganalisa masalah yang terjadi dan dapat menggambarkan atau menjelaskan gejala
atau peristiwa hukum dengan tepat dan jelas. Sifat penelitian dalam tulisan ini
Sumber data merupakan hal yang penting dalam penelitian ilmiah untuk
memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber data
Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pihak-pihak yang mengetahui persis masalah yang akan dibahas. Jadi,
data primer diperoleh dari data di lapangan atau dari penelitian di masyarakat,
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan
kepada pengumpul data. Sumber data sekunder terdiri dari 3 bahan hukum, yaitu:
pelengkap kedua bahan hukum di atas yang berupa kamus hukum dan
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis ada 2 macam yaitu studi
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara sebagai pihak yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai sebagai pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. -