Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBROVASCULER ACCIDENT BLEEDING

(CVA BLEEDING)

A. DEFINISI CVA BLEEDING


Cerebrovaskuler Accident (CVA) bleeding atau stroke hemoragik
adalah rupturnya pembuluh otak yang mengakibatkan akumulasi darah
dan penekanan di sekitar jaringan otak. Ada dua tipe stroke hemoragik
yaitu intracerebral hemoragik atau subarachnoid hemoragik. Pecahnya
pembuluh darah di otak disebabkan oleh aneurisme (menurunnya
elastisitas pembuluh darah) dan arteriovenous malformations (AVMs)
(terbentuknya sekelompok pembuluh darah abnormal terbentuk yang
mengakibatkan salah satu dari pembuluh darah tersebut mudah ruptur)
(American Heart Association, 2015).
Stroke hemoragik adalah perdarahan spontan di dalam otak.
Penyebab utamanya adalah hipertensi kronik dan adanya degenerasi
pembuluh darah cerebral. Perdarahan dapat terjadi di dalam otak dan
ruang subaraknoid karena ruptur dari arteri atau ruptur dari aneurisma
(Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak. (Smeltzer dan Bare 2002 dalam
Arif Mutaqin) Stroke Hemoragik merupakan perdarahan intrakranial atau
intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarakhnoid atau di
dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak. Penyebab
perdarahan otak yang paling umum terjadi yaitu aneurisma berry (biasanya
defek kongenital), aneurisme fusiformis dari aterosklerosis, aneurisma
mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis, malformasi arteriovena
(terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena), ruptur arteriol serebri (akibat hipertensi yang
menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah) (Mutaqin Arrif,
2008)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
stroke hemoragik (CVA bleeding) merupakan pecahnya pembuluh darah
otak yang mengakibatkan peningkatan volume cairan/darah dalam ruang
yang terbatas (intrakranial) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial, sehingga berdampak pada rusaknya neuron bagian otak yang
cedera tersebut dapat menurunkan kemampuan motorik sensorik.
B. KLASIFIKASI CVA BLEEDING
Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat, Kesadaran klien
umunya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Wilisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subaraknoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemi sensorik, afasia dan lain-lain)
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain) (Mutaqin Arrif, 2008)

Gambar 2.1 (Mutaqin Arrif, 2008)


C. EPIDEMIOLOGI CVA BLEEDING
Stroke merupakan masalah medis yang menjadi penyebab
kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika
Serikat. Sebanyak 10 % penderita stroke mengalami kelemahan yang
memerlukan perawatan.Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000
orang mengalami stroke yang baru atau berulang. Dari jumlah tersebut,
sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000 merupakan stroke
berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87% dari stroke
di Amerika Serikat ialah iskemik, 10% sekunder untuk perdarahan
intraserebral, dan lainnya 3% mungkin menjadi sekunder untuk
perdarahan subaraknoid.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti
DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing
9,7%. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%),
Sulawesi Tengah (16,6%, diikuti Jawa Timur sebesar 16%). Prevalensi
penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes berdasarkan gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥ 75
tahun (43,1%) dan (67%).
Di provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar
10,4%. Pada tahun 2010 stroke menempati posisi kedua penyakit
terbanyak (kasus baru). Pada tahun 2011 stroke kembali menempati posisi
pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus sebanyak
228 kasus. Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke.
Faktor risiko stroke adalah diabetes mellitus, gangguan kesehatan mental,
merokok, obesitas dan hipertensi. Hipertensi adalah masalah yang sering
dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke
((Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita, 2015)

D. MANIFESTASI KLINIS CVA BLEEDING

Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral


yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi klinik
yang sering terjadi diantaranya adanya kelemahan pada alat gerak,
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit
kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi
secara mendadak , fokal dan mengenai satu sisi (Kariasa, 2009)
Geoffrey et al (2008) dalam Kariasa (2009) bahwa sebagian besar
pasien paska serangan stroke memiliki keterbatasan gerak, gangguan
penhlihatan, gangguan bicara dan gangguan kognitif. Selain aspek fisik
ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke mengalami gangguan
psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan danmenarik diri dari
kehidupan sosial.

Gejala perdarahan subaraknoid antara lain :


1. Nyeri kepala mendadak-intensitas maksimal dalam waktu segera atau
menit dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari.
2. Tanda rangsang meningeal- mual muntah, fotofobia, kaku kuduk.
3. Penurunan kesadaran sementara (50 % kasus SAH) atau menetap.
4. Serangan epileptik pada 6 % kasus SAH.
5. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemiparesis, hemihipestesia
6. Kematian mendadak terjadi pada 10 % kasus SAH.

Tabel 5.1 Derajat SAH

Derajat SAH menurut Hunt Hess

Derajat Manifestasi Klinis

1 Asimtomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan.

2 Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan


tidak ada defisit neurologis kecuali pada saraf kranial

3 Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan

4 Stupor, hemiparesis ringan sampai dengan berat,


deserebrasi,
5
Gangguan fungsi vegetatif
Koma dalam, deserebrasi, moribund appearance

(Dewanto George dkk, 2007)


(Dewanto George dkk, 2007)

Gejala Klinis Intraserebral Subaraknoid Stroke


(PIS) Nonhemoragik
(SNH)
1. Gejala defisit berat ringan berat/ringan
fokal
2. Awitan (onset) menit/jam 1-2 menit pelan (jam/hari)
3. Nyeri kepala hebat sangat hebat ringan/tidak ada
4. Muntah pada sering sering Tidak, kecuali
awalnya lesi di batang
otak
5. hipertensi hampir selalu Biasanya sering
tidak
6. kaku kuduk jarang Biasa ada tidak ada
7. kesadaran biasa hilang Bisa hilang dapat hilang
sebentar
8. hemiparesis sering sejak awal tidak sering sejak
awal ada awal
9. deviasi mata bisa ada jarang mungkin ada
10. likuor sering berdarah jernih
berdarah
(Dewanto George dkk, 2007)
E. KOMPLIKASI CVA BLEEDING
- Ruptur berulang
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Hiponatremia (cerebral salt-wasting syndrome)
- Bangkitan (seizure)
- Perluasan perdarahan ke intraparenkim

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CVA BLEEDING

a. Pemeriksaan Awal
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia
(penyakit sickle cell) atau leukositosis (setelah terjadinya bangkitan
atau infeksi sistemik)
- Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati
sebelumnya
- Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremi akibat salt
wasting (bukan karena SIADH)
- Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
- Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi
- EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen
ST.
- CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
- Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
- CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis
SAH telah dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP

b. Identifikasi Sumber Perdarahan

Ada 3 metode yang dapat dipilih untuk mengidentifikasi atau


menyingkirkan aneurisma intrakranial dan untuk menggambarkan ukuran
dan morfologi aneurisma yaitu 1. CTA (CT Angiography) stelah injeksi
kontras 2 MRA (Magnetic Resonance Angiography), dan 3 Catheter
Angiography.
G. PROGNOSA PENYAKIT CVA BLEEDING
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi,
ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. sTRoke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30
hari pertama risiko meninggal 50 %, sedangkan pada stroke iskemik hanya
10 %.
Prediktor terpenting untuk menilai outcome perdarahan intra
serebri (PIS) adalah volume PIS, tingkat kesadaran penderita
(menggunakan skor Glasgow Coma Scale (GCS)), dan adanya darah
intraventrikel. Volume PIS dan skor GCS dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kematian dalam 30 hari dengan sensitivitas sebesar
96% dan spesifitas 98%.
Suatu PIS dengan volume >60 mL dan skor GCS ≤ 8 memiliki
tingkat mortalitas sebesar 91% dalam 30 hari, dibanding dengan tingkat
kematian 19% pada PIS dengan volume <30 mL dan GCS skor ≥ 9.
Perluasan PIS ke intraventrikel meningkatkan mortalitas secara umum
menjadi 45% hingga 75%, tanpa memperhatikan lokasi PIS, sebagai
bagian dari adanya hidrosefalus obstruktif akibat gangguan sirkulasi liquor
cerebrospinal (LCS).
Pengukuran volume hematom dapat dilakukan secara akurat
dengan CT scan Secara klinis, edema berperan dalam efek massa dari
hematom, meningkatkan tekanan intrakranial dan pergeseran otak
intrakranial. Secara paradoks, volume relatif edema yang tinggi
berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih baik, yang
menimbulkan Suatu kerancuan apakah edema harus dijadikan target terapi
atau hanya merupakan variabel prognostik (Anggiamurni Lulu. 2010)

H. PENATALAKSANAAN CVA BLEEDING


Manajemen stroke hemoragik pertama-tama ditujukan langsung
pada penanganan A (airway), B (breathing), C (Circulation), D (Detection
of focal neurological deficit)
Terapi perdarahan Intraserebral adalah sebagai berikut :
a. Terapi Medik
- Jalan nafas dan oksigenasi dengan target pCO2 30-35 mmHg
- Kontrol tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah tinggi sama
seperti stroke iskemik dengan syarat :
 Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 180 mmHg atau
tekanan diastolik > 105 mmHG
 Pada fase akut tekanan darah tinggi, tekanan darah tidak boleh
diturunkan lebih dari 20 %
- Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial
 Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh
digunakan sebagai profilaksis. Manitol 20 % 1 g/kg dalam 20
menit, dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg/ 4 jam dalam 20 menit.
Untuk mempertahankan gradien osmotik, furosemid ( 10 mg dalam
2-8 jam) dapat diberikan secara terus menerus bersama dengan
osmoterapi
 Hiperventilasi dengan sasapan pCO2 35 mmHg
 Pengaturan cairan
b. Terapi Pembedahan
Indikasi tindakan pembedahan
- Pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm yang secara neurologis
memburuk atau yang mengalami kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikuler.
- Perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma,
malformasi arteriovena, atau angioma kavernosa dapat diangkat jika
keadaan pasien stabil.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang atau besar
yang secara klinis memburuk
Indikasi terapi konservatif medikamentosa :
- Pasien dengan perdarahan kecil (< 10 cm3) atau defisit neurologi yang
minimal
- Pasien dengan GCS kurang dari sama dengan 4, kecuali dengan
perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak, dapat menjadi
kandidat untuk pembedahan darurat dalam situasi klinis tertentu.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CVA BLEEDING


a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi dan penurunan kesadaran.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

3. Riwayat Penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obatan
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengakian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
Adakah dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri yang didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif. Pola penanggungan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal.
6. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Keadaan umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami


gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda
vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

- B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti rokhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan-kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

- B2(Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)


hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg

- B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi


lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan
terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

- B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urin sementara


karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural . Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

- B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,


mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalag
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

- B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan


kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah


satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas
fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

7. Pemeriksaan Diagnostik
- Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
arterovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisme atau malformasi vaskular

- Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
- CT SCAN
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
b. Analisa Data
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan stroke hemoragik
adalah sebagai berikut :
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan faktor resiko
hipertensi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular akibat
hemiparese dextra
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat.

No Data Etiologi Masalah


Keperawata
n
1 DO : Riwayat hipertensi Resiko
- penurunan GCS/kesadaran ketidakefekt
- ketidakstabilan Tekanan Penurunan curah ifan perfusi
Darah jantunh, peningkatan jaringan
- Peningkatan tekanan kerja jantung otak
intrakranial
- Pemeriksaan CT Scan, Penurunan aliran
Lumbal Pungsi : ICH, darah ke sistem
IVH,ISH organ (otak, ginjal
dll)

Peningkatan tekanan
darah sebagai
kompensasi suplai
darah tidak terpenuhi

Penurunan elastisitas
pembuluh darah

Pecahnya pembuluh
darah/malformasi
pembuluh darah
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak

No Data Etiologi Masalah


Keperawata
n
2 DS : Riwayat hipertensi Hambatan
- Ekstremitas atas dan bawah mobilitas
tidak dapat digerakkan Penurunan aliran fisik
DO : darah jantung
- Tidak memiliki kemampuan Penurunan aliran
berpindah darah ke otak
- Hemiparese/hemiplegi
- Kekuatan tonus otot (-) Kompensasi
peningkatan kerja
jantung

Peningkatan
tekanan darah

Penurunan
elastisitas
pembuluh darah/
adanya malformasi

Pecahnya
pembuluh darah

Edema jaringan

Gangguan aliran
darah

Nekrosis jaringan
otak

Kerusakan neuron
Penurunan fungsi
motorik dan
sensorik

Penurunan
kemampuan
bergerak,
berpindah

Hambatan
mobilitas fisik

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
3 DO : Riwayat hipertensi Hambatan
- Bicara pelo komunikasi
- Menggunakan bahasa isyarat Penurunan aliran verbal
nonverbal darah jantung
Penurunan aliran
DS : darah ke otak
- Keluarga mengatakan klien
tidak dapat berbicara jelas, Kompensasi
bicara pelo peningkatan kerja
jantung

Peningkatan
tekanan darah

Penurunan
elastisitas
pembuluh darah/
adanya malformasi

Pecahnya
pembuluh darah

Edema jaringan

Gangguan aliran
darah

Nekrosis jaringan
otak

Kerusakan neuron

Penurunan fungsi
motorik dan
sensorik
Area yang
mempersarafi
kemampuan
berbicara
Bicara pelo

Hambatan
komunikasi
verbal

c. Rencana Perawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Resiko - Systolic blood Cerebral Perfusion
ketidakefektifan pressure Promotion
perfusi jaringan otak - Diastolic blood - Monitor status
pressure neurologi
-Decreased level - Monitor tanda-tanda
of conciousness vital (tekanan darah,
nadai, suhu, RR)
- Monitor tanda-tanda
perdarahan (urin,
feses, NGT)
- Hindari posisi leher
fleksi
- Monitor intake dan
output cairan
- Stabilkan tekanan
darah
tinggi(hipertensi)
dengan agen
inotropik
- Monitor status respirasi
(kedalaman nafas,
frekuensi, irama
nafas)
- Kolaborasi pemberian
diuretik untuk
menurunkan tekanan
darah
2 Hambatan mobilitas - Joint movement Exercise Therapy :
fisik -Muscle Joint Mobility
movement - Kaji kemampuan
- Body positioning pergerakan sendi
performance klien
- Jelaskan kepada pasien
/ keluarga tentang
tujuan dan rencana
latihan sendi
- Identifikasi adanya
nyeri
/ketidaknyamanan
pada bagian sendi
klien
- Ajarkan teknik ROM
pasif pada keluarga
dan klien
- Buatkan jadwal secara
rutin tindakan ROM
pasif setiap hari
- Berikan reinforcement
positif apabila klien
dan keluarga mampu
melaksanakan ROM
pasif
3 Hambatan komunikasi - Use of spoken Communication
verbal language Enhacement :
- Use of non Speech Deficit
verbal language- Berdiri menghadap
acknowledgmen pasien
t of messages - Gunakan bahasa tubuh
received - Instruksikan pada
keluarga dan pasien
untuk membimbing
klien dalam
memberikan stimulus
dalam berbicara
- Dengarkan klien secara
hati-hati
- Berikan pertanyaan
yang sederhana untuk
menstimulus
kemampuan berbicara
klien
- Berikan reinforcement
positif pada klien jika
melaksanakan dalam
membimbing klien
belajar berbicara

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015. Hemorrhagic Strokes (Bleeds) Update 22 Juni


2015 (Online :
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStroke/He
morrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes-Bleeds_UCM_310940_Article.jsp
Diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 pukul 23.05 WIB )
Tubagus Vonny, Ali Haji R., Parinding Novita. 2015. Gambaran Hasil Pemeriksaan
CT Scan Kepala Pada Penderita Stroke Hemoragik Di Bagian Radiologi FK
UNSRAT/SMF Radiologi Blu RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal e-
Clinic Volume 3 Nomor 1 Januari- April 2015.

Mutaqin Arrif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Salemba Medika. Jakarta. Online : https://books.google.co.id/books?
id=8UIIJRjz95AC&pg=PA237&lpg=PA237&dq=stroke+hemoragik+adalah&so
urce=bl&ots=_luggnGo4U&sig=RCZkfhxS99KEAnnjABuLRNTfrt4&hl=en&s
a=X&redir_esc=y#v=onepage&q=stroke%20hemoragik%20adalah&f=false.
Diakses tanggal 24 Agustus 2015 pukul 23.30 WIB.

Anggiamurni Lulu. 2010. Hubungan Volume dan Letak Lesi Hematom Dengan
Kecepatan Pemulihan Fungsi Motorik Penderita Stroke Hemoragik Berdasarkan
Kategori Skala Orgogozo. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan
Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.

Dewanto George dkk. 2007. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kariasa. 2009. Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke Terhadap Kualitas Hidupnya
Dalam Perspektif Asuhan Keperawatan. Tesis Magister Ilmu Keperawatan
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Depok.

Anda mungkin juga menyukai