Anda di halaman 1dari 14

Seorang pemikir Barat, Franz Rosenthal, dalam bukunya “Knowledge

Triumphant: The Concept of Knowledge in Medieval Islam” mengatakan


bahwa Ilm is Islam (ilmu adalah Islam). Pengakuan ini merupakan hal yang
wajar, mengingat budaya ilmu yang dimiliki peradaban Islam di masa lalu
begitu luar biasa. Bagi umat muslim terdahulu, setiap waktu adalah ilmu.
Para ulama dan ilmuwan muslim senantiasa melakukan berbagai aktivitas
keilmuan selama hidupnya. Budaya ilmu yang berkembang salah satunya
adalah kesungguhan dalam membaca karya-karya ilmiah yang berbobot
tinggi.
Keutamaan Menuntut Ilmu dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu diwajibkan kepada setiap muslim,
baik laki-laki maupun perempuan”. Beberapa hikmah menuntut ilmu adalah
sebagai berikut:

Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga


Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menempuh perjalanan dalam
rangka menuntut ilmu, maka Allah Subhanahu Wata’ala akan memudahkan
baginya jalan menuju surga” (HR Muslim).

Malaikat mengepakkan sayapnya atas orang yang mencari ilmu


Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya para malaikat meletakkan
sayapnya untuk penuntut ilmu pengetahuan sebab ridha dengan apa yang
dilakukan oleh penuntut ilmu itu” (HR Tirmizi).
Ilmu adalah warisan para nabi
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para
nabi. Para nabi tidak diwariskan dengan dinar dan tidak pula dirham, namun
hanya mewariskan ilmu. Sehingga, siapa yang mengambil ilmu tersebut, maka ia
mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut)” (HR
Tirmidzi).Allah Subhanahu Wata’ala mengangkat derajat ahli ilmu di dunia dan
di akhirat

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam QS. Al Mujadilah ayat 11, “Allah
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Membedakan/memberikan keistimewaan bagi para penuntunnya
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat Az Zumar ayat 9,

“Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu pengetahuan dengan yang tidak?
Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.”
Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala

Allah berfirman dalam QS. Fathir ayat 28,

Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba Nya hanyalah


ulama”
Ilmu agama dan kecintaan kepada ilmu agama adalah tanda tanda kehendak
baik Allah Subhanahu Wata’ala kepada seseorang

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kepadanya


kebaikan, maka Allah akan pahamkan orang tersebut terhadap agamanya”
(HR Bukhari dan Muslim).

Begitu banyak keutamaan yang akan didapatkan oleh seorang penuntut ilmu.
Ilmu menjadi begitu penting karena ia merupakan perantara seseorang menuju
ketaqwaan pada Allah Subhanahu Wata’ala, sehingga dengan taqwa itulah
seorang hamba akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.
Pentingnya Menuntut Ilmu

Seorang muslim yang memiliki ilmu mendalam, wawasan yang luas, dan akal
yang cerdas, semua itu tidaklah berarti baginya apabila ia tidak menghiasi
dirinya dengan adab Islami.

Syaikh al-Utsaimin, seorang ulama besar Saudi pernah berkata,


“Apabila penuntut ilmu tidak menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang baik
(akhlak al-fādhilah), meskipun ia menuntut ilmu, maka ilmunya itu tidak akan
memberinya manfaat”.

Imam Malik juga pernah berkata kepada kaum Quraisy,


"Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu".
Adab dalam Majelis Ilmu

1. Niat ikhlas karena Allah Subhanahu Wata’ala


2. Berusaha dengan sungguh-sungguh
3. Menjauhi segala bentuk maksiat
4. Menghormati guru
5. Rendah hati
6. Memperbanyak dzikir pada Allah Subhanahu Wata’ala
7. Mengamalkan apa-apa yang telah ia pelajari
8. Tawakkal pada Allah Subhanahu Wata’ala
Adab dalam Majelis Ilmu dalam
Pembelajaran Daring

1. Mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan sebelum pembelajaran


2. Berpakaian rapi
3. Menyalakan kamera
4. Menghadiri kelas tepat waktu
5. Tidak melakukan aktivitas lain selama pembelajaran
6. Menjawab pertanyaan dari dosen
7. Menjaga kondisi pembelajaran tetap kondusif, responsif, dan interaktif
8. Menjaga sopan santun ketika berbicara dengan dosen
Mengetahui dan meneladani tokoh
muslim dunia
Khalil bin Ahmad Al Farahidi Al Bashri: Waktu terberatnya adalah waktu
makan
Dikisahkan seorang ulama bernama Khalil bin Ahmad Al Farahidi Al Bashri
adalah seorang ulama yang amat cerdas, lahir pada tahun 100 H dan wafat
pada tahun 170 H. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala limpahkan rahmat
padanya. Beliau pernah berkata, “Waktu yang paling berat bagiku adalah
waktu makan, sebab saat aku makan berarti waktuku untuk mengkaji ilmu
akan berkurang”. Allahuakbar! Duhai betapa fananya dunia ini dalam ilmu
yang dimilikinya, betapa hebatnya kecemburuannya atas hilangnya waktu
tanpa ilmu.
Muhammad bin Hasan: Tidak tidur malam kecuali sangat sedikit

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani adalah seorang imam ahli fiqih, ahli
ijtihad dan ahli hadits. Beliau adalah murid Abu Hanifah. Lahir tahun 132 H
dan wafat pada tahun 189 H. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala rahmati
beliau. Konon, beliau sering tidak tidur malam. Beliau biasanya meletakkan
beberapa jenis buku di sisinya. Bila bosan membaca satu buku, beliau akan
menelaah buku yang lain. Beliau biasa menghilangkan rasa kantuk dengan air
sambil berujar “Sesungguhnya tidur berasal dari panas”.
Ibnu Jarir: Setiap hari menulis sebanyak 40 lembar

Khathib Al Baghdadi menyebutkan, “Aku pernah mendengar As’Simsimi


menceritakan bahwa Ibnu Jarir selama 40 tahun menulis 40 lembar setiap
harinya”. Muridnya, Abu Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Ja’far Al
Farghawi menyebutkan dalam kitabnya, “Ada sebagian dari murid-murid
Ibnu Jarir mencoba merangkum apa yang ditulis oleh Ibnu jarir semenjak
menginjak usia baligh hingga beliau wafat saat berusia 86 tahun, kemudian
membagi-bagi hitungan lembar semua tulisan itu. Akhirnya diketahui, bahwa
setiap harinya beliau menulis sebanyak 144 lembar. Ini sebuah pencapaian
yang hanya dapat dilakukan oleh manusia yang memiliki perhatian besar
terhadap Allah, Yang Maha Pencipta.” Maha Suci Allah.

Anda mungkin juga menyukai