Anda di halaman 1dari 162

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| i

ii|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


DASAR-DASAR TEKNIK
PERBAIKAN TANAH

Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

Semua konstruksi dan bangunan Teknik Sipil pasti berdiri diatas tanah, tanah
merupakan material yang sangat mempengaruhikinerja konstruksi bangunan
sipil. Perbaikan tanah merupakan usaha meningkatkan kapasita tanah yang
rendah/lemah, karena tanah yang berada pada suatu daerah selalu memiliki
karaktersitik yang berbeda dengan tanah di daerah yang lainnya.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| iii


DASAR-DASAR TEKNIK PERBAIKAN TANAH

Penulis : Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.


Editor : Mas’ud Muhammadiah | Muliati

Diterbitkan Oleh : Pustaka AQ Imprint YLJK2 Indonesia


Nyutran MG II/14020 Yogyakarta
ISBN : 978-602-0938-48-6

Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam
bentukdan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun
elektronis,termasuk fotocopy, scan, rekaman, dan lain-lain tanpa
izin tertulis dari penulis.

Cetakan Pertama, Oktober 2017


xvi+144, 21cm

Sanksi pelanggaran pasal 44, Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang


Perubahan atas Undang-undag No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
(satu), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

iv|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


PRAKATA

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
(al-Baqarah: 29)

Sang Khalik telah mempercayakan kepada manusia untuk


memanfaatkan sumberdaya yang ada di Bumi sesuai kebutuhan
hidupnya, namun tidak akan membiarkan Bumi porak poranda karena
manusia merusak alam guna memenuhi kepentingannya yang selalu
melebihi kebutuhan yang sebenarnya.
Pembangunan berbagai bentuk dan dimensi konstruksi, sering
hanya merupakan perwujudan dari ambisi manusia untuk memenuhi
kepentingan belaka. Kemudian manusia memanfaatkan anugrah Allah
berupa akal yang kemudian menghasilkan teknologi praktis dan
menggunakannya berupa inovasi rancang bangun untuk memenuhi
ambisi tersebut. Sangat disayangkan apabila hasil olah pikir manusia itu,
justru melampaui batas sehingga menimbulkan dampak kerusakan pada
sumber dayaalam yang ada, yang meng- akibatkan sumberdaya alam
tersebut hancur dan tidak akan berkesinambungan untuk dimanfaatkan
oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari.
Pertumbuhan populasi dan kepentingan manusia hidup
berkelompok, telah melahirkan konsep-konsep land use yang tidak
mengindahkan lagi daya dukung lahan, melainkan semata-mata
mementingkan kepentingan masing-masing. Dari sisi masyarakat akan
menggunakan lahan berdasarkan kepentingan untuk efisiensi biaya dan
rasa nyaman yang relatif, sedangkan dari sisi pengambil kebijakan
(government and planner) penggunaan lahan semata-mata didasarkan
pada kepentingan seni tata ruang permukaan belaka. Akibatnya lahan
sawah yang bertanah lunak disulap menjadi lahan gedung yang butuh
lapisan tanah keras, lereng tanah yang labil diubah menjadi jalur jalan
yang butuh tanah stabil, bantaran sungai untuk ruang aliran air setiap
puncak musim hujan, didesak oleh bangunan permukiman, dan lain
sebagainya.
Desakan kepentingan manusia dalam penggunaan lahan yang
menyimpang dari esensi penciptaanNya itulah yang melahirkan inovasi
bagi para engineer untuk mengubah lahan bertanah lunak menjadi

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| v


bertanah keras, lereng yang labil menjadi stabil, bantaran sungai yang
rendah menjadi tinggi, sehingga memunculkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan, dan salah satunya adalah bidang Stabilisai Tanah (Soil
Stabilization). Stabilisasi tanah secara umum memiliki dua tujuan, yakni :
(1) untuk meningkatkan berbagai jenis kapasitas tanah sesuai dengan
kebutuhan perekayasaan konstruksi; (2) untuk memelihara atau
mempertahankan kapasitas tanah yang sudah ada agar tidak menurun
akibat pengaruhi lingkungan, baik dari luar (external effect) maupun
pengaruh dari dalam (internal effect).
Secara garis besarnya Stabilisasi Tanah dapat dibedakan atas
dua macam, yakni : (1) Stabilisasi tanah melalui teknik perbaikan tanah
(soil improvement); (2) Stabilisasi tanah melalui teknik perkuatan tanah
(soil reinforcement). Teknik perbaikan tanah adalah merupakan tindakan
stabilisasi tanah dengan memperbaiki karakteristik tanah yang asli,
hingga memenuhi syarat teknis yang dibutuhkan oleh konstruksi, seperti
peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah, penurunan
kompresibilitas tanah, peningkatan atau penurunan permeabilitas
tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan teknik perkuatan tanah adalah
bentuk-bentuk rekayasa yang dilakukan agar terjadi aksi komposit
antara tanah dengan material sisipan, sehingga dihasilkan berbagai jenis
kapasitas pada tanah sesuai yang dikehendaki (kepentingan konstruksi).
Contoh teknik perkuatan tanah antara lain ; perkuatan tebing atau
perkuatan tanah dasar dengan material sisipan dari metal strip atau
geosyntetic, pembuatan lapis separator dalam tanah dengan
menggunakan material sisipan dari geomembrane, dan lain sebagainya.
Dalam buku ini pembahasan hanya mencakup perbaikan tanah
sebagai sub bagian dari bidang ilmu stabilisasi tanah. Sedangka
pembahasan mengenai perkuatan tanah akan disusun oleh penulis
dalam suatu buku yang terpisah. Pembahasan dalam buku ini banyak
memberikan sugesti tentang hal-hal yang perlu mendapat perhatian
dalam penerapan berbagai teknik perbaikan tanah, yang oleh penulis
dinilai beresiko tinggi akan merusak keseimbangan lingkungan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjadi bahan pertimbangan seksama bagi para
rekayasawan, agar selalu mempertimbangkan kesinambungan
sumberdaya alam untuk menjamin terselenggaranya konsep
pembangunan keberlanjutan (sustainable development) yang telah
menjadi kesepakatan masyarakat dunia, dalam rangka menyelamatkan
planet Bumi ini.
Salah satu faktor yang sangat mendukung terwujudnya
pembangunan berkelanjutan adalah tingginya kesadaran para

vi|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


rekayasawan (engineer) dalam membangun infrastruktur yang ramah
lingkungan, baik dalam proses konstruksi maupun pasca konstruksi atau
masa operasional dari konstruksi yang dibangun. Kesadaran dan
pemahaman para rekayasawan tentang pentingnya pelestarian
sumberdaya alam (lingkungan) sangat dibutuhkan, karena rekayasawan
yang tidak paham lingkungan menghasilkan pembangunan yang
merusak lingkungan, karena pelaksanaannya akan bersifat teknologi
brutal (violent technology).
Bagi rekayasawan yang menggunakan akal-budi secara
seimbang, akan melahirkan konsep pembangunan yang ramah
lingkungan (eco-friendly), dan melaksanakan pembangunan secara arif
dengan menempatkan aspek kelestarian lingkungan hidup di atas
kepentingan ekonomi dan kepentingan sosial. Rekayasawan yang
bijaksana akan selalu memperhatikan berbagai peringatan dari Sang
Pencipta Bumi ini, seperti ayat-ayat dalam Al Qur’an yang banyak
mendorong manusia untuk melembutkan hati, memuji Allah, menyukuri
nikmat Allah, bertasbih kepada Allah, dan bertauhid kepada Allah, serta
mampu mendidik daya afeksi dan emosional manusia untuk tunduk
kepada Allah. Selain itu ayat-ayat Allah banyak menuntun akal manusia
terdidik untuk terbiasa dalam kondisi ilmiah. Jadi Allah Swt tidak hanya
memerintahkan manusia secara dogmatis untuk tunduk, tetapi
diperintahkan pula agar manusia menggunakan prinsip dan kaidah-
kaidah ilmiah dalam mengolah potensi sumberdaya alam untuk
kesejahteraan manusia. Sebagaimana firmanNya......
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan
perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), Dan
Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini
dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar
(ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu
pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-
jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (dia ciptakan) tanda-tanda
(penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| vii


petunjuk. Maka Apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang
tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (an-Nahl: 12-18)

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri


yang dulunya aman lagi tentram, rezeki datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-
nikmat Allah , karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana
kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat”.
(QS.An Nahl, 112)

Makassar, Agustus 2017


Penulis,

Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.

viii|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


DAFTAR ISI

Prakata .................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................ vii
Daftar Tabel ............................................................................. ix
Daftar Gambar .......................................................................... x

I. PENGERTIAN & JENIS STABILISASI TANAH .................. 1


1.1. Pengertian Umum ............................................... 2
1.2. Perbaikan Tanah ................................................. 9
1.3. Perkuatan Tanah ................................................ 10

II. TEORI PERBAIKAN TANAH ........................................ 11


2.1. Prinsip Dasar Perbaikan Tanah ......................... 12
2.2. Jenis Perbaikan Tanah ...................................... 13
2.3. Tujuan Tindakan Perbaikan Tanah .................... 16
2.4. Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah ..................... 20

III. PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE KIMIAWI ....... 22


3.1. Batasan Penerapan Metode Kimiawi ............... 23
3.2. Minerologi Lempung ........................................ 24
3.3. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung ................. 30
3.4. Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung 34
3.5. Susunan Partikel Pada Tanah Granular ........... 36
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| ix
3.6. Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung ........ 38
3.7. Perbaikan Tanah Dengan Kapur ....................... 43

IV. PERBAIKAN TANAH DENGAN METODE FISIK.............. 58


4.1. Pengertian Metode Fisik .................................... 59
4.2. Perbaikan Tanah Dengan Pemadatan ............... 60
4.3. Perbaikan Tanah Dengan Konsolidasi ................ 75
4.4. Perbaikan Tanah Dengan Pengeringan ............ 80
4.5. Perbaikan Dengan Penggantian Tanah .............. 84
4.6. Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah......... 86
4.7. Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah .......... 96

V. PENGEMBANGAN METODE PERBAIKAN TANAH ...... 100


5.1. Pengembangan Metode Perbaikan Tanah......... 101
5.2. Perbaikan Dengan Teknik Inclusions ................. 101
5.3. Perbaikan Dengan Teknik Vibroflotation .......... 102
5.4. Perbaikan Dengan Teknik Stone Column .......... 106
5.5. Perbaikan Dengan Teknik Compaction Grouting115
5.6. Perbaikan Dengan Teknik Dynamic Compaction 117
5.7. Perbaikan Dengan Teknik Vibro Replacement ... 122

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 128


INDEX .............................................................................. 141
GLOSARIUM ................................................................ 143

x|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation .................................................... 39


Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung ....................... 40
Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan &Enersi Pemadatan ................ 66
Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD ............ 91
Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD ............. 92
Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian
Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction ................... 105
Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian
Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction .............. 118

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| xi


DAFTAR GAMBAR

Gbr 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung ............... 25


Gbr 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium ............................ 25
Gbr 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite ....... 26
Gbr 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite .................... 27
Gbr 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite ........................... 29
Gbr 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007) ...................... 30
Gbr 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H2O) ................................... 31
Gbr 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan Partikel
Lempung ............................................................................... 32
Gbr 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung ....... 33
Gbr 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium
(Berger, 2007) ....................................................................... 34
Gbr 3.11. Susunan Partikel Tanah ................................................... 35
Gbr 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler..................................... 36
Gbr 3.13.Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode
Perbaikan Tanah (Berger, 2007)............................................ 42
Gbr .13.Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan
Alumina (Berger, 2007) ......................................................... 49
Gbr 3.14.Pengaruh Mineral Tanah terhadap Prosentase
Kapur (Berger, 2007) ............................................................. 49
Gbr 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter
Atterberg (Metcalf, 1959) ..................................................... 50
Gbr 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang &kapur untuk
variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013)........................ 51
Gbr 3.17. Batas plastispada persentase tailing tambang &kapur

xii|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


untuk variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013) ............. 52
Gbr 3.18. Batas susutpada persentase tailing tambang &kapur untuk
variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013)........................ 52
Gbr 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas Cair
pada campuran Tanah-Kapur(Ramesh el al., 2013) .............. 53
Gbr 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg
Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013) ........... 54
Gbr 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas
(Metcalf, 1959) ..................................................................... 55
Gbr 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil (5%-Kapur) Terhadap
Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959) ...................................... 55
Gbr 3.23.Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan pada
Temperatur Berbeda (Marshall, 1967) ................................. 56
Gbr 3.24.Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS pada
Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007) ..................................... 56
Gbr 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR
(Warsiti, 2009) ...................................................................... 57
Gbr 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan .................... 63
Gbr 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk
mendapatkan woptbeberapa jenis tanah(ASTM-698) ........... 65
Gbr 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan(Braja M.Das,1994).. 68
Gbr 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam Memperoleh Hasil
Pemadatan Optimal ............................................................. 69
Gbr 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan thdp Berat
Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006) .... 72
Gbr 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman
Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006).......... 73

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| xiii


Gbr 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia, 1969
dalam Hary C., 2006) ............................................................ 74
Gbr 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains
(James D. Hussin, 2006) ........................................................ 76
Gbr 4.9. Susunan Vertikal Drain (Soletanche-Bachy. 2015) ............ 77
Gbr 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method
(Chu & Yan, 2011) ................................................................. 77
Gbr 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum
Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ............................... 78
Gbr 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil Vacuum
Preloading Method (Chu & Yan, 2011) ............................... 79
Gbr 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah
(Patrick Powers, 1992) ......................................................... 81
Gbr 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel
(Patrick Powers, 1992) ......................................................... 82
Gbr 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung
Kompresibel (Patrick Powers, 1992) .................................... 83
Gbr 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai
kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) .................................... 93
Gbr 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien
Permeabilitas (Fauziah et al., 2013) .................................... 94
Gbr 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai
kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ................................... 94
Gbr 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada
berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013) ..................... 95
Gbr 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) .................... 97
Gbr 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ..................... 98

xiv|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Gbr 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ................ 98
Gbr 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016) ......... 99
Gbr 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan
(Soletanche-Bachy, 2015) ................................................... 102
Gbr 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation(James D. Hussin,
2006) ................................................................................... 104
Gbr 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column
(Soletanche-Bachy,2015) .................................................... 107
Gbr 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column(James D. Hussin,
2006) .................................................................................. 108
Gbr 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column (James D. Hussin,
2006) .................................................................................. 109
Gbr 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas
lereng (Mitchell, 1981) ....................................................... 111
Gbr 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989) ................................... 113
Gbr 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989) ........... 114
Gbr 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting(James
D. Hussin, 2006) .................................................................. 115
Gbr 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006) ...................................................... 116
Gbr 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction
(James D. Hussin, 2006 ....................................................... 119
Gbr 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Rapid Impact Compaction(Ruwhenua, 2013) ....... 121
Gbr 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013) ...... 121

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| xv


Gbr 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013) ................ 121
Gbr 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi
Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013) ............ 122
Gbr 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004) ............... 124
Gbr 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) .......... 125
Gbr 5.18. Offsore Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004) .... 127

xvi|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| xvii
Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

BAB –I

PENGERTIAN &
JENIS STABILISASI TANAH

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 1


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

1.1. Pengertian Umum


Dalam perekayasaan konstruksi bangunan sipil, sering
ditemukan lapisan tanah yang memiliki daya dukung rendah (low
stength), yang sangat mempengaruhi berbagai tahapan rancang-
bangun konstuksi, baik dalam tahap perencanaan (design), tahap
pelaksanaan (perform), maupun tahap operasional dan
pemeliharaan (Operational and Maintenance).
Rendahnya daya dukung dari suatu jenis lapisan tanah di
suatu tempat, sangat dipengaruhi oleh minerologi tanah, yang
mana minerologi tanah terbentuk dari proses pelapukan material
batuan (unorganik) dan/atau material organik. Hasil lapukan
material unorganik dan organik yang membentuk lapisan tanah
pada suatu tempat, dapat merupakan material lapukan setempat
(residual soil), dan/atau hasil lapukan yang terangkut dari tempat
lain (transported soil). Eksistensi kedua jenis material lapukan
tersebut di dalam pembentukan lapisan tanah, sangat
mempengaruhi sifat-sifat tanah pada suatu tempat. Baik sifat fisis
maupun sifat teknis dari pada lapisan tanah. Jika partikel lapukan
tersebut bergradasi halus, maka cenderung memberikan sifat yang
kohesif dengan konsistensi fisis yang lunak. Sebaiknya jika partikel
lapukan pembentuk lapisan tanah bergradasi kasar, maka
cenderung memberikan konsistensi yang keras dan sifat yang
cenderung non kohesif. Kedua karaktersitik tersebut (kohesivitas
dan konsistensi), sangat menentukan kinerja dari lapisan tanah
dalam berbagai hal, seperti besaran daya dukung, kapasitas
permeabilitas tanah, perilaku kompresibilitas, dan potensi
kembang susut (swelling potensial) tanah.
Dalam pengertian teknis, terminologi dari pada daya
dukung tanah adalah kemampuan tanah memikul tekanan
dan/atau melawan penurunan akibat pembebanan,yaitu tahanan

2|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

geser yang disebarkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang


gesernya.
Besaran daya dukung geser pada suatu lapisan tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana yang dirumuskan
dengan persamaan Mohr-Coulomb sebagai berikut :
.................... (1.1)
Yang mana :
 = kuat geser tanah (daya dukung geser)
c = kohesi tanah
 = tegangan total tanah = t.h
t = berat volume tanah
U = tekanan pori tanah
 = sudut geser dalam tanah
Dari formula di atas, terlihat jelas bahwa kohesivitas dan
konsistensi tanah menjadi faktor yang menentukan besaran daya
dukung geser tanah ;
1. Nilai kohesi tanah, merupakan parameter kohesivitas yang
sangat dipengaruhi adanya partikel tanah yang berbutir halus.
2. Sudut geser dalam tanah, berat volume tanah dan tekanan
pori tanah, ketiganya merupakan parameter yang
menunjukan konsistensi tanah, yang sangat dipengaruhi oleh
adanya partikel bergradasi kasar.
Jika besaran daya dukung tanah dimaknai dalam arti
kemampuan tanah dalam memikul tekanan aksial, maka beberapa
parameter tanah yang berpengaruh, sebagaimana yang
dirumuskan oleh Terzaghi dalam formula sebagai berikut :
qu = c.Nc + q.Nq + ½ .B.N .................... (1.2)
Yang mana :
qu = daya dukung alsial (ultimate)
C = kohesi tanah

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 3


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

q = tekanan overburden = .h


 = berat volume tanah
B = lebar konstruksi (pondasi) yang bertumpu pada tanah
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung (FDD) dari Terzaghi.
Demikian pula jika kita meninjau kapasitas lapisan tanah
dalam hal kemampuan tanah meluluskan aliran air
(permeabilitas), yang dapat dilihat pada formula Darcy sebagai
berikut :
v = k.i .................... (1.3)
Yang mana :
v = kecepatan aliran (cm/det)
k = koefisien permeabilitas (cm/det)
i = gradient hidrolik
Koefisien permeabilitas (k) menunjukkan ukuran tahanan
tanah terhadap aliran air, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
K . w .g
k (cm / det)  .................... (1.4)

Yang mana :
K = Koefisien absolute (cm2), tergantung sifat butiran
tanah.
w= rapat massa air (gram/cm3)
g = percepatan gravitasi (cm/det2)
 = koefisien kekentalan air (gram/cm.det)
Selanjutnya kapasitas permeabilitas dapat dirumuskan
dengan analogi persamaan Bernoulli yang dirumuskan sebagai
berikut :
Q = v. A = k.i.A .................... (1.5)
Yang mana :
Q = debit aliran permeabilitas (cm3/det)
v = kecepatan aliran (cm/det)

4|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

i = gradient hidrolik
A = luas penampang aliran (cm2)
Dalam pekerjaan teknik sipil masalah permeabilitas
tanah,kadang diupayakan sekecil mungkin untuk tujuan
optimalisasi kinerja konstruksi. Contoh pada bendung tanggul
urugan tanah, struktur sub grade jalan, lapisan backfill turap, dan
lain sebagainya. Namun kadang pula diupayakan agar
permeabilitas pada lapisan tanah yang diperbesar. Contoh untuk
lapisan top soil pada rechange area suatu akuifer harus
diupayakan lapisan permukaan tanah yang memiliki permeabilitas
tinggi, agar proses infiltrasi air permukaan ke dalam zona akuifer
lebih mudah dan akan menghasilkan input air tanah ke dalam
akuifer yang lebih besar. Dalam kasus yang terakhir biasanya
dilakukan pengurugan material tanah granuler di permukaan
sehingga membentuk lapisan porous yang biasa disebut lensa
pasir (sand lense).
Selajutnya potensi kembang susut (swelling potential) dari
tanah ekspansif dapat diperbaiki dengan cara merubah nilai
densitytanah tersebut (Holtz, 1959). Metode ini menunjukkan
bahwa pemadatan pada nilai density yang rendah dan pada kadar
air dibawah kadar optimum yang terlihat pada test Standar
Proctor dapat mengakibatkanlebih sedikitswelling potentialdari
pada pemadatan pada nilai density, yang tinggi dan kadar air yang
lebih rendah.
Semua tindakan mengubah sifat-sifat asli dari pada tanah,
untuk disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi adalah
merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai upaya
stabilisasi tanah. Secara khusus pengertian stabilisasi tanah dapat
dilihat dari berbagai definisi yang dikemukakan beberapa ahli,
antara lain :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 5


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

1. Menurut Lambe (1962), mendefinisikan stabilisasi tanah


sebagai perubahan dari setiap properti tanah untuk
memperbaiki kinerja tekniknya (soil stabilization as "the
alteration of any property of a soil to improve its engineering
performance"). Dalam pengertian ini Lambe memaknai sifat-
sifat tanah (soil property) mencakup sifat mikroskopis dan
makroskopis dari massa tanah.
2. Jon A. Epps et al. (1971), mengartikan stabilisasi tanah adalah
tindakan untuk memperbaiki sifat rekayasa tanah (soil
properties).
3. Ingles & Metcalf (1972), mengatakan bahwa perubahan sifat
tanah untuk memenuhi persyaratan teknik tertentu, dikenal
sebagai stabilisasi tanah.
4. Punmia (1980), menyatakan bahwa stabilisasi tanah dalam
pengertian luas mencakup berbagai metode yang digunakan
untuk memodifikasi sifat tanah untuk memperbaiki kinerja
tekniknya. Dalam hal ini menurut Punmia bahwa tujuan
utama dari stabilisasi tanah adalah untuk meningkatkan
kekuatan atau stabilitas tanah dan mengurangi biaya
konstruksi dengan memanfaatkan sebaik-baiknya bahan yang
tersedia secara local.
5. Winterkorn (1975), menyatakan bahwa Stabilisasi tanah
adalah istilah kolektif untuk metode fisik, kimia, atau biologi,
atau kombinasi metode semacam itu, yang digunakan untuk
memperbaiki sifat tertentu dari tanah alami agar sesuai
dengan tujuan rekayasa yang tepat.
6. Ruston Paving Company Inc., mengartikan bahwa“stabilisasi
tanah adalah perubahan fisik dan kimia permanen dari tanah
dan agregat untuk meningkatkan sifat tekniknya sehingga

6|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

meningkatkan daya dukung beban sub-grade atau sub-basis


untuk mendukung perkerasan dan pondasi."
Selain definisi di atas, masih banyak lagi terminologi yang
dikemukanan beberapa ahli lain. Secara umum orang mengartikan
bahwa stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan
tertentu guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat
pula diartikan secara umum bahwa stabilisasi tanah adalah usaha
untuk mengubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar
memenuhi syarat teknis tertentu.
Menurut hemat penulis, pengertian lebih luas dari
stabilisasi tanah adalah “suatu metode rekayasa tanah yang
bertujuan untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan sifat-
sifat tertentu pada tanah, agar selalu memenuhi syarat teknis yang
dibutuhkan”. Dalam hal ini berbagai syarat teknis yang dibutuhkan
dalam mengoptimalkan kinerja konstruksi, antara lain ; kapasitas
daya dukung tanah, kuat geser tanah, penurunan (settlement),
permeabilitas tanah, dan lain sebagainya, yang mana syarat teknis
tersebut selalu dikaitkan dengan jenis dan fungsi konstruksi yang
dibangun/dibuat.
Secara garis besar, jika ditinjau dari mekanisme global
yang terjadi pada tindakan stabilisasi tanah, maka klasifikasi
tindakan stabilisasi tanah dapat dibedakan atas dua macam,yakni :
1. Perbaikan tanah (soil improvement) ; adalah suatu jenis
stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki
dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah
sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan menggunakan
bahan additive (kimiawi), pencampuran tanah (re-gradation),
pengeringan tanah (dewatering) atau melalui penyaluran
energi statis/dinamis ke dalam lapisan tanah (fisik).

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 7


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

2. Perkuatan tanah (soil reinforcement) ; adalah suatu jenis


stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki
dan/atau mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah
sesuai syarat teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan
material sisipan ke dalam lapisan tanah tersebut.
Dari kedua pengklasifikasian di atas, terlihat korelasi antara
keduanya, bahwa :
1. Perbaikan tanah (soil improvement), relevan dengan stabilisasi
kimia dan stabilisasi fisik.
2. Perkuatan tanah (soil reinforcement), relevan dengan
stabilisasi mekanis.
Namun apabila ditinjau dari proses yang terjadi dalam
pelaksanaan stabilisasi tanah, maka stabilisasi tanah dapat
dibedakan atas tiga jenis, yakni :
1. Stabilisasi Kiwia ; yaitu menambahkan bahan kimia tertentu
dengan material tanah, sehinggaterjadi reaksi kimia antara
tanah dengan bahan pencampurnya, yang akan menghasilkan
material baru yang memiliki sifat teknis yang lebih baik.
2. Stabilisasi Fisik ; yaitu mengenakan enersi dari beban dinamis
atau beban statis ke dalam lapisan tanah, sehingga terjadi
dekomposisi baru dalam massa tanah, yang akan
memperbaiki karakteristik lapisan tanah sesuaia dengan
tujuan yang ingin dicapai.
3. Stabilisasi Mekanis ; yaitu stabilisasi dengan memasukkan
material sisipan ke dalam lapisan tanah sehingga mampu
meningkatkan karakteristik teknis dalam massa tanah sesuai
dengan tujuan tindakan stabilisasi yang ingin dicapai. Karena
keberadaan material sisipan ke dalam lapisan tanah inilah,
sehingga stabilisasi mekanis diistilah sebagai “perkuatan
tanah (soil reinforcement). Contohnya stabilisasi dengan

8|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

metal strip, geotextile, geomembrane, geogrid, vertical drain,


dan lain sebagainya.

1.2. Perbaikan Tanah


Apabila mengacu pada klasifikasi dari stabilisasi tanah
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka ruang
lingkup dari perbaikan tanah meliputi dua klasifikasi, yakni :
1. Perbaikan tanah dengan metode kimiawi ; yang selanjutnya
dapat dibedakan dalam beberapa sudut tinjauan, antara lain :
a. Ditinjau dari jenis bahan pencampur (additive) ; perbaikan
tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan bubuk (powder stabilization).
2) Perbaikan tanah dengan larutan (solvent stabilization).
b. Ditinjau dari jenis material bubuk (powder) ; perbaikan
tanah dengan metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan semen (soil cement).
2) Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime).
3) Perbaikan tanah dengan abu (soil ash).
c. Ditinjau dari cara pencampuran ; perbaikan tanah dengan
metode kimiawi, dibedakan atas :
1) Perbaikan tanah dengan metode pengadukan (mixing
method).
2) Perbaikan tanah dengan metode penyuntikan
(grouting method).
2. Perbaikan tanah dengan metode fisik ; yang bila ditinjau dari
aspek metode pelaksanaannya dapat dibedakan dalam
beberapa jenis, antara lain :
a. Pemadatan tanah (compaction),
b. Konsolidasi tanah (consolidation or preloading),
c. Pengeringan tanah (dewatering),

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 9


Bab -1: Pengertian & Jenis Stabilisasi Tanah

d. Penggantian tanah (replacement),


e. Perekatan partikel tanah (permeation resin), dan lain-lain.

1.3. Perkuatan Tanah

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa


perkuatan tanah (soil reinforcement), adalah suatu jenis stabilisasi
tanahyang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau
mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat
teknis yang dibutuhkan, dengan memberikan material sisipan ke
dalam lapisan tanah tersebut.
Selanjutnya material lapisan tanah yang terbentuk dari
hasil tindakan perkuatan tanah disebut tanah perkuatan
(reinforced earth). Tanah perkuatan, adalah lapisan tanah yang
telah diberikan material sisipan yang mampu membentuk suatu
sistemyang dapat bekerja sebagai satu kesatuan, sehingga
kemampuan dari sistem tersebut menjadi jauh lebih besar atau
lebih optimal dari pada kemampuan awal dari lapisan tanah
tersebut.
Secara garis besar perkuatan tanah dapat diklasifikasikan
berdasarkan tujuan utama dari tindakan perkuatan, yakni :
1. Perkuatan tanah dasar (bearing capacity reinforcement).
2. Perkuatan dinding penahan (retaining wall reinforcement)
Pembahasan tentang perkuatan tanah tidak akan diuraikan
dalam buku ini, dan akan dibahas secara khusus dalam buku lain
yang juga penulis susun.

10|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

BAB – II

TEORI
PERBAIKAN TANAH

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 11


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

2.1. Prinsip Dasar Perbaikan Tanah


Sebagaimana uraian pada bagian terdahulu bahwa
perbaikan tanah terbagi atas dua kelompok, yakni perbaikan tanah
secara kimiawi dan perbaikan tanah secara fisik. Kedua cara
tersebut memiliki kesamaan dalam tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai, namun banyak perbedaan dalam metode maupun bahan
pencampur (additive) yang dipergunakan.
Teknik perbaikan tanah memiliki prinsip dasar bahwa
kapasitas tanah yang kurang baik (dalam berbagai aspek), dapat
diperbaiki melalui peningkatan sifat-sifat (properties) dari pada
tanah, sesuai dengan tujuan perbaikan yang diinginkan. Jika yang
diinginkan adalah peningkatan daya dukung dan kuat geser tanah,
maka beberapa parameter tanah perlu diperbaiki, seperti berat
volume tanah (), kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (),
dan tekanan pori dalam tanah (u). Demikian pula jika yang ingin
adalah mendapatkan lapisan tanah yang kedap air (tanggul), dapat
dicapai dengan memperkecil koefisien permeabilitas tanah (k).
Tetapi sebaliknya yang diperlukan adalah lapisan tanah dengan
kapasitas infiltrasi yang besar, maka koefisien permeabilitas tanah
(k) harus diperbesar. Teknik memperbesar koefisien permeabilitas
tanah dapat dilakukan dengan urugan pasir pada permukaan (sand
lense), atau pencampuran pasir melalui teknik injeksi (grouting) ke
dalam lapisan tanah dalam (sand mix). Tindakan sand mix dapat
juga dilakukan untuk memperkecil kompresibilitas tanah, sehingga
dapat memperkecil penurunan (settlement) pada lapisan tanah
yang menerima beban aksial.
Selain prinsip dasar yang diuraikan di atas, diharapkan
bahwa para rekayasawa harus selalu mempertimbangkan pula
prinsip-prinsip dalam konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development),bahwa pembangunan hanya akan

12|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

dapat berkelanjutan dan sumberdaya alam akan dapat pula


dimanfaatkan oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari,
apabila aspek perlindungan terhadap lingkungan hidup tetap
menjadi prioritas dalam setiap tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoperasian infrastruktur yang dibangunnya.
Untuk itu maka penerapan teknik-teknik perbaikan tanah harus
senantiasa dilengkapi dengan pertimbangan kelestarian
lingkungan hidup, sehingga tujuan stabilisasi tanah bukan hanya
semata-mata terpusat pada pencapaian syarat teknis, namun juga
harus memenuhi syarat-syarat keamanan lingkungan hidup
(environment safe).

2.2. Jenis Perbaikan Tanah


Dalam upaya memperbaiki parameter tanah, maka
berbagai teknik perbaikan tanah yang telah dihasilkan oleh para
rekayasawan (engineer). Berbagai jenis perbaikan tanah yang
telah dikembangkan selama ini, antara lain :
1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; yaitu
perbaikan tanah dengan menggunakan bahan semen
sebagai pencampur.
2. Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; yaitu perbaikan
tanah dengan menggunakan kapur sebagai bahan
pencampur tanah yang lemah. Cara ini merupakan metode
paling tua yang dikenal sejak zaman Romawi Kuno, ketika
desakan mobilisasi alat perang dan personil militer mereka
semakin tinggi seiring dengan perkembangan ekspansi
kekuasaan pada zaman itu.
3. Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; yaitu perbaikan
tanah dengan menggunakan bahan abu sebagai

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 13


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

pencampur, dapat berasal dari abu batu, abu terbang, abu


sekam, dan lain sebagainya.
4. Perbaikan tanah dengan larutan kimia (solvent
stabilization); yang mana berbagai bahan kimia yang biasa
digunakan untuk meningkatkan parameter tanah, seperti
larutan soda kaustik (NaOH), larutan asam sulfat (H2SO4),
dan berbagai larutan lain. Cairan pencampur yang sekarang
banyak digunakan cukup bervarisi, yang mana beberapa
pabrikan telah mengembangkan berbagai jenis cairan
additive sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan tanah.
5. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; yaitu penyaluran
enersi tumbukan dan/atau vibrasi (dynamic load) secara
langsung ke lapisan tanah yang kurang padat (gembur).
Metode ini dimaksudkan untuk memperbaiki parameter
tanah yang berhubungan dengan daya dukung, kuat geser,
penurunan, dan permeabilitas tanah.
6. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; yaitu pemberian
beban statis secara langsung di atas lapisan tanah (static
load), sehingga tanah akan terkompresi sebelum
pelaksanaan konstruksi dilakukan. Pemberian beban awal
semacam ini disebut preloading, dengan beban yang
biasanya diambil lebih besar dari beban konstruksi yang
akan bekerja. Metode konsolidasi pada dasarnya memiliki
tujuan yang sama dengan metode pemadatan, namun
bentuk bebannya yang berbeda, dan metode konsolidasi
membutuhkan waktu proses yang lebih lama.
7. Perbaikan tanah dengan teknik pengeringan(dewatering) ;
yaitu upaya peningkatan bearing capacity tanah melalui
proses pengeringan tanah, sehingga kadar air tanah
menurun, dan meningkatkan tegangan efektif di dalam

14|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

tanah. Metode ini banyak menggunakan teknik saluran


pasir vertikal (sand drain), yang dibuat sedemikian rupa,
sehingga air di dalam tanah dapat mengalir ke luar dari
massa tanah. Formasi sand drain sudah banyak
dikembangkan para engineer, sehingga air dalam massa
tanah yang jenuh dapat dialirkan baik pada arah vertikal
(sand vertical drain), maupun pada arah horisontal (sand
horisontal drain).
8. Perbaikan tanah dengan penggantian tanah(replacement) ;
yaitu perbaikan gradasi dengan cara menambah tanah
pada fraksi tertentu yangdianggap kurang baik, sehingga
tercapai gradasi yang rapat dan memiliki parameter yang
lebih baik.
9. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; yaitu
pengaliran bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas
rendah ke dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau
mengubah struktur tanah. Karakteristik tanah akan
dimodifikasi oleh aliran perekat resin yang akan menjadi
busa atau gel.
Metode inibertujuan untuk :
1) Meningkatkan kekuatan dan kohesi tanah granular,
sehingga akan meningkatkan kapasitas bebannya.
2) Mengurangi permeabilitas tanah.
Migrasi air yang terjadi melalui substrat tanah yang buruk
atau tanah lepas (tanah berpasir, isi yang tidak
terpadatkan, bahan organik yang membusuk, dll.),akan
menyebabkan erosi, gerakan dan/atau hilangnya tanah
yang menyebabkan kegagalan pada struktur di atas dan di
bawah permukaan seperti, pondasi , perkerasan jalan raya,
jembatan, atau konstruksi lain. Permeasi resin biasanya

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 15


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

merupakan solusi untuk kasus terjadi aliran partikel keluar


dari zona lapisan tanah pendukung. Resin biasanya
disuntikkan melalui pipa berdiameter kecil yang disebut
"probe."

2.3. Tujuan Dan Sasaran Tindakan Perbaikan Tanah


Sebagaimana dengan tujuan dari setiap tindakan stabilisasi
tanah, maka tujuan umum dari perbaikan tanah adalah untuk :
1. Meningkatkan daya dukung tanah.
2. Meningkatkan kuat geser tanah.
3. Memperkecil kompresibilitas dan penurunan tanah.
4. Memperkecil permeabilitas tanah (kasus : tanggul)
5. Memperbesar permeabilitas tanah (kasus : dewatering dan
sand lense).
6. Memperkecil potensi kembang-susut pada tanah (swelling
potential).
7. Menjamin kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam
dan lingkungan.
Tujuan yang terakhir, seyogianya menjadi tujuan yang
melekat pada setiap perlakuan dan tindakan di dalam perbaikan
tanah, terutama yang dilakukan dengan menggunakan bahan
additive, yang bisa bereaksi dengan unsur-unsur bahan alamiah
(natural material) dan akan mengubah struktur dan komposisi dari
material alamiah tersebut.
Dari berbagai jenis perbaikan tanah yang telah diuraikan
sebelumnya, secara khusus masing-masing mempunyai sasaran
terhadap peningkatan kapasitas tanah, sebagai upaya untuk
memperbaiki parameter tanah yang kurang baik. Adapun sasaran
dari masing-masing jenis perbaikan tanah tersebut, dapat
diuraikan sebagai berikut :

16|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

1. Perbaikan tanah dengan semen (soil cement) ; Sasarannya


adalah untuk memperbesar sudut geser dalam tanah (),
melalui pembentukan kerangka (skeleton) di dalam tanah.
Selain itu perbaikan tanah dengan semen, juga memiliki
sasaran terhadap peningkatan berat volume tanah (), kohesi
tanah (c), sekaligus juga memperkecil tekanan pori tanah (u),
karena akan memperkecil angka porositas dalam massa
tanah. Peningkatan parameter-parameter tersebut,
memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya
dukung (qu) dan kuat geser tanah ().
2. Perbaikan tanah dengan kapur (soil lime) ; Sasarannya adalah
untuk meningkatkan kohesi tanah (c), sudut geser dalam
tanah (), berat volume tanah (), sekaligus memperkecil
tekanan pori tanah (u), karena akan memperkecil angka
porositas dalam massa tanah. Peningkatan parameter-
parameter tersebut, memberikan dampak signifikan terhadap
peningkatan daya dukung (qu) dan kuat geser tanah ().
3. Perbaikan tanah dengan abu (soil ash) ; Metode ini dapat
menggunakan beberapa jenis abu, seperti abu batu, abu
terbang, abu sekam. Sasaran utamanya adalah meningkatkan
kohesi tanah (c), sudut geser dalam tanah (), berat volume
tanah (), sekaligus memperkecil tekanan pori tanah (u),
karena akan memperkecil angka porositas dalam massa
tanah. Peningkatan parameter-parameter tersebut,
memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan daya
dukung (qu) dan kuat geser tanah ().
4. Perbaikan tanah dengan bahan kimia (chemical
stabilization);Pencampuran tanah dengan berbagai jenis
bahan kimia,sasaran utamanya adalah untuk mengoptimalkan
berbagai parameter tanah sesuai dengan kebutuhan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 17


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

konstruksi, seperti peningkatan kerapatan relatif (Dr),


kepadatan relatif (Rc), berat volume (), sudut geser dalam
(). Juga bisa untuk sasaran menurunkan angka pori (e),
porositas (n), permeabilitas (k), kompresibilitas (Cc), kadar air
(w), tekanan pori (u), dan sebagainya. Bahan kimia yang
secara konvesional dapat digunakan untuk memperbaiki
(meningkatkan dan/atau memperkecil)nilai parameter tanah,
seperti larutan soda kaustik (NaOH), asam fosfat (H3PO4),
asam sulfat (H2SO4), Natrium Cloride (NaCl) dan berbagai
larutan lain. Namun beberapa dekade terakhir banyak larutan
(liquid) dan bubuk (powder)kimia, yang dikembangkan sebagai
pencampur (additive), yang dapat berfungsi sebagai bahan
stabilizer dalam rekayasa perbaikan tanah,seperti Liquid
Textile, PVC Liquid, Ba Liquid, Cd Liquid, Zn Liquid, Polymer
Gilsonite, Sodium Lignosulphonate, Sodium Carboxymethyl,
CMC Carboxymethyl, Anionic Polyacrylamide, PAM
Polyacrylamide, Polyanionic, Chlorine Dioxide, Hydrogen
Peroxide, Methyltin dan lain sebagainya.
5. Perbaikan tanah dengan teknik dewateringatau pengeringan
tanah ; Sasaran utamanya adalah untuk menurunkan kadar air
tanah (w), sehingga tekanan air pori (u) akan menurun drastis,
dan tegangan efektif (eff) tanah meningkat significan. Dengan
demikian daya dukung (qu) dan kuat geser () pada lapisan
tanah tersebut akan meningkat secara signifikan pula.
Metode ini banyak menggunakan teknik saluran pasir vertikal
(sand drain), yang dibuat sedemikian rupa, sehingga air di
dalam tanah dapat mengalir ke luar dari massa tanah. Formasi
sand drain sudah banyak dikembangkan para engineer,
sehingga air dalam massa tanah yang jenuh dapat dialirkan

18|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

baik pada arah vertikal (sand vertical drain), maupun pada


arah horisontal (sand horisontal drain).
6. Perbaikan tanah dengan re-gradation ; Pencampuran tanah
asli dengan tanah pencampur bisa dilakukan dengan cara
mengaduk (mixing) untuk stabilisasi tanah permukaan yang
dangkal, atau dengan cara menginjeksi (grouting) untuk
stabilisasi tanah dalam. Sasaran utama dalam perbaikan tanah
dengan metode regradasi, utamanya adalah untuk
menurunkan potensi kembang-susut (swelling), dan
kompresibilitas tanah. Namun metode ini juga bisa dilakukan
untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif
(Rc), berat volume (), dan sudut geser dalam tanah ().
7. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; Penyaluran beban
dinamis (dynamic load) ke lapisan tanah semacam ini, sasaran
utamanya adalah untuk meningkatkan kerapatan relatif (Dr),
kepadatan relatif (Rc), berat volume (), dan sudut geser
dalam tanah (). Dan sekaligus memperkecil angka pori (e),
porositas (n) dan permeabilitas (k), dan kompresibiltas (Cc)
dari pada lapisan tanah.
8. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; Pemberian beban statis
(static load) di atas lapisan tanah, sasaran utamanya sama
dengan sistem pemadatan yaitu untuk meningkatkan
kerapatan relatif (Dr), kepadatan relatif (Rc), berat volume (),
dan sudut geser dalam tanah (). Dan sekaligus memperkecil
angka pori (e), porositas (n) dan permeabilitas (k), dan
kompresibiltas (Cc) dari pada lapisan tanah.
9. Perbaikan tanah dengan permeation resin ; dengan
mengalirkan bahan perekat (resin) yang memiliki viskositas
rendah ke dalam pori-pori tanah tanpa menggusur atau
mengubah struktur tanah. Karakteristik tanah akan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 19


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

termodifikasi oleh aliran perekat resin yang akan menjadi


busa atau gel.Sasaran utama dalam perbaikan tanah dengan
metode permeasi resin, utamanya adalah untuk
meningkatkan kohesi (c), dan sekaligus menurunkan
permeabilitas tanah (k). Namun metode ini juga bisa
dilakukan untuk meningkatkan nilai parameter tanah seperti
berat volume (), dan sudut geser dalam tanah (). Dampak
samping dari penggunaan resin dalam stabiliasi tanah, ada
yang bersifat positif seperti penurunan angka pori dan
porositas tanah, namun juga memberikan dampak negatif
berupa akumulasi residu resin di dalam tanah yang sangat
sulit dikeluarkan/dipisahkan dari massa tanah.

2.4. Pemilihan Jenis Perbaikan Tanah


Dari sekian banyak jenis perbaikan tanah yang dapat
dilakukan, baik yang bersifat kimiawi maupun yang bersifat fisik,
masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Bahkan apabila
penerapannya tidak dilakukan dan diawasi secara seksama,
beberapa diantaranya ada yang dapat menimbulkan dampak
buruk dalam jangka panjang, terutama penggunaan bahan kimia
dan bahan perekat (resin).Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan di dalam memilih jenis dan tipe perbaikan tanah
yang akan diterapkan dalam setiap tindakan perbaikan tanah,
antara lain :
1. Jenis dan karaktersitik tanah, termasuk sifat-sifat kimia dan
fisik, termasuk minerologi tanah yang akan diperbaiki.
2. Jenis dan karakteristik konstruksi yang akan dibangun,
terutama beban konstruksi.
3. Parameter tanah yang perlu diperbaiki, sesuai kebutuhan
konstruksi.

20|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-2 : Teori Perbaikan Tanah

4. Kedalaman lapisan tanah yang akan diperbaiki.


5. Sifat kimia dan sifat fisik dari bahan stabilizer yang akan
digunakan.
6. Harga bahan stabilizer yang akan digunakan, terutama
dikaitkan dengan efisiensi biaya perbaikan.
7. Ketersediaan bahan dan peralatan di lokasi perbaikan tanah.
8. Kondisi lingkungan di sekitarnya (existing environmental).
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka para
rekayasawan (engineer), dapat memilih jenis dan tipe perbaikan
tanah yang akan dipilihnya, dan yang paling penting pula dilakukan
adalah analisis dampak kegiatan perbaikan tanah terhadap
lingkungan baik biotik maupun abiotik, serta rencana
penanggulangan dampak penting yang berpeluang timbul akibat
kegiatan perbaikan tanah tersebut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah | 21


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

BAB – III

PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE KIMIAWI

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|22


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

3.1. Batasan Penerapan Metode Kimiawi.


Metode perbaikan tanah dengan bahan kimia dapat
menggunakan larutan kimia dan/atau bubuk kimia (powder), yang
dicampurkan dengan tanah yang akan diperbaiki, dengan
beberapa metode pecampuran yang disesuaikan kondisi bahan
stabilizer maupun kondisi tanahnya.
Kondisi tanah yang akan diperbaiki sangat penting diketahui
secara konprehensif, baik sifat-sifat fisik maupun sifat kimia tanah,
terutama yang menyangkut tentang komposisi kimia dari mineral
tanah yang ada. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan jenis
bahan stabilizer yang cocok dipergunakan untuk perbaikan tanah,
sehingga target perbaikan yang diinginkan dapat tercapai, sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan konstruksi yang akan
dibangun di atas lapisan tanah tersebut.
Jenis tanah yang lebih banyak diperbaiki melalui metode
kimiawi biasanya adalah jenis tanah berbutir halus (fine soil),
namun tidak jarang perbaikan tanah dengan metode kimia
terhadap tanah berbutir kasar (granuler soil), seperti perbaikan
sifat permeabilitas tanah berpasir yang digunakan pada bangunan
yang membutuhkan sifat yang lebih kedap air. Untuk memperkecil
permeabilitas pada tanah berpasir, bisanya dilakukan dengan
penerapan soil-cement. Penurunan permeabilitas tanah berpasir
dapat pula menggunakan bahan kimia lain yang mampu mengikat
partikel tanah secara kimiawi, dengan mekanisme reaksi
pembekuan (fluculated reaction).
Batasan lain yang perlu diperhatikan di dalam penerapan
perbaikan tanah dengan metode kimia, adalah sifat-sifat reaksi
kimia yang terjadi antara mineral tanah dengan zat kimia yang
dikandung oleh bahan stabilizer. Hal yang harus dihindarkan

23|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

dalam penggunaan bahan kimia, adalah perabatan atau penjalaran


proses reaksi kimia ke massa tanah yang tidak menjadi target
perbaikan. Hal ini sangat merugikan lingkungan, bahkan dapat
berakibat fatal apabila zona perambatan reaksi tersebut
menjangkau massa tanah yang telah mendukung bangunan lain.
Dengan demikian efek penjalaran reaksi tersebut akan berdampak
langsung pada bangunan yang didukungnya, yang dapat berupa
deformasi akibat dekomposisi mineral tanah, atau dapat pula
terjadi differential settlement pada bangunan yang terdampak,
dan lain sebagainya.

3.2. Minerologi Lempung.


Selain parameter teknis, hal penting yang juga harus
dipahami di dalam perencanaan perbaikan pada tanah lempung
adalah jenis dan komposisi mineral di dalam tanah. Oleh karena
itu maka pemahaman tentang minerologi tanah lempung yang
memadai diperlukan dimiliki oleh setiap rekayasawan (engineer)
yang bekerja pada bidang perbaikan tanah.
Lempung terbentuk dari hasil pelapukan akibat reaksi kimia
yang membentuk susunan kelompok partikel berukuran koloid
dengan diameter butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel lempung tersebut berbentuk lembaran (sheet),
yang mempunyai bidang permukaan khusus (specific surface).
Oleh karena itulah sehingga jenis tanah lempung sangat
dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.
Menurut Kerr ((1959), di bumi ini terdapat sekitar 15
macam mineral tanah lempung, dan diantara yang dominan
terdapat di alam antara lain : montmorillonite, kaolinite, danillite.
Diantara 15 jenis lempung yang diidentifikasi Kerr, yakni ;
montmorillonite, kaolinite,illite, smectite, saponite, tales,

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|24


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

pyrophyllite, nontronite, halloysite, serpentine, chrysotile, lizardite,


antigorite, hydromica, dan sericite.
Pada umumnya mineral tanah lempung tersusun atas
alluminium oktahedra dan silica tetrahedra, dan kedua senyawa
tersebut digambarkan sebagai berikut :

Silika Tetrahedral Aluminium Oktahedral

Gambar 3.1. Bentuk Ikatan Senyawa pada Mineral Lempung

Untuk memudahkan di dalam penggambaran komposisi


senyawa lempung, lembaran mineral tersebut cukup disimbolkan
dengan gambar berikut :

Simbol Lembaran Silika Simbol Lembaran Aluminium

Gambar 3.2. Simbol lembaran Silika dan Alluminium

Masing-masing mineral lempung terbentuk dari kombinasi


tumpukan dan susunan lembaran dengan bentuk dan dimensi
yang berbeda-beda.
Lempung Montmorillonte, yang mineralnya dikenal sangat
sensitive terhadap perubahan kadar air, yang mana setiap
perubahan kadar air selalu diikuti dengan perubahan volume
(volume change) yang ekstrim. Komposisi senyawa kimia di dalam
mineral tanah montmorillonite secara umum dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Si8 Al4 O20 (OH)4 nH2O.

25|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Struktur mineral tanah lempungmontmorillonitetersusun


atas dua lembar silika dan satu lembar alluminium, yang dapat
digambarkan seperti pada skema berikut :

Ikatan Van der Wals

Gambar 3.3. Diagram skematik struktur mineral Montmorillonite


Lembaran oktahedrayang terletak di antara dua lembaran
silica dengan ujung tetrahedra yang tercampur dengan hidroksil
(OH–) dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan
aluminium.
Karena adanya ikatan Van der Waals diantara ujung
lembaran silica, dengan gaya yang sangat lemah dan memiliki
kekurangan muatan negative dalam lembaran oktahedra, maka air
dan/atau ion-ion lain yang berpindah-pindah dapat masuk dan
memisahkan lapisannya. Demikianlah proses pengembangan yang
terjadi pada mineral montmorillonite, sehingga dengan ukuran
kristal yang sangat kecil, tapi pada saat dimasuki air maka gaya
tarik yang sangat kuat akan menyerap air, dan segera

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|26


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

mengembangkan volume tanah berlipat ganda dari volume


sebelumnya (kering). Mengembangnya tanah montmorillonite
akan menimbulkan tekanan pengembangan (expansive pressure),
yang dapat merusak konstruksi seperti pada konstruksi perkerasan
jalan raya. Kelompok tanah lempung ekspansive semacam ini,
yakni montmorillonite, smectite, saponite, tales, pyrophyllite, dan
nontronite.
Lempung Kaolinite, adalah mineral lempung yang terdiri
atas susunan satu lembar silika tetrahedral dan satu lembar
aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2
Angstrom (Ao), yang dapat digambarkan seperti pada skema
berikut :

Ikatan Hidrogen 7,2 Ao (1 Ao = 10–6 mm)

Gambar 3.4. Diagram skematik struktur mineral Kaolinite


Kedua lembaran terikat sedemikian sehingga ujung dari
satu lembaran silika dan satu lembaran oktahedra akan
membentuk suatu lapisan tunggal. Pada kombinasi lembaran silika
dan aluminium keduanya terikat oleh “ikatan hidrogen” yang
relative stabil. Oleh karena itu maka mineral kaolinitelebih stabil
dan air tidak dapat masuk diantara lembaran

27|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

mineralnya.Komposisi senyawa kimia di dalam mineral tanah


kaolinite secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Si4 Al4 O10 (OH)8
Dengan memperthatikan komposisi senyawa kimia seperti
yang dirumuskan di atas, terlihat jelas bahwa subtitusi ionik dalam
struktur tanah kaolinite relatif kecil. Pada umumnya di dalam
massa tanah kaolinite, senyawa silika (SiO2) lebih dominan dari
pada senyawa aluminium (Al2O3). Beberapa peneliti telah
membuktikan bahwa perbandingan kedua senyawa pembentuk
tanah kaolinite tersebut, kurang lebih 2 silika berbanding 1
aluminium. Kelompok tanah lempung kaoliniteterdiri atas
;kaolinite, halloysite, serpentine, chrysotile, lizardite, dan
antigorite.
Lempung Illite, merupakan mineral lempung yang terdiri
atas susunan satu lembaran aluminium oktahedral dan dua
lembaran silika tetrahedral. Sepintas skematik strukturnya mirip
dengan lempung montmorillonite, tetapi sifat ikatannya sangat
berbeda. Pada lempung Illite, lembaran oktahedralbisa mengalami
subtitusi parsial terhadap aluminium oleh magnesium (Mg)
dan/atau besi (Fe). Jika hal ini terjadi maka di dalam lembaran
tetrahedral akan terjadi subtitusi silikon oleh aluminium yang
terlepas dari lembara oktahedral. Lembaran-lembaran Illite terikat
satu sama lain dengan ikatan lemah ion-ion kalsium, yang terdapat
diantara lembaran tersebut. Struktur mineral tanah lempung illite
yang tersusun atas satu lembaran aluminium oktahedral dan dua
lembaran silika tetrahedral dapat digambarkan seperti pada
skema berikut :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|28


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

K+

Ikatan Kalsium 9,6 Ao (1 Ao = 10–6 mm)

K+

Gambar 3.5. Diagram skematik struktur mineral Illite


Komposisi senyawa kimia mineral tanah lempung illite,
secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
(K, H2O)2 Si8 (Al, Mg, Fe)4 O20 (OH)4
Ikatan ion kalsium (K+) pada senyawa illitelebih lemah
dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang mengikat satuan
Kristal padakaolinite, akan tetapi jauh lebih kuat bila dibandingkan
dengan ikatan ionik yang membentuk Kristal padamontmorillonite.
Dengan demikian maka susunan illite tidak mudah mengembang
akibat peningakatan kadar air di dalam tanah.Kelompok tanah
lempung illite terdiri atas ; illite, hydromica, dan sericite.
Mineral lempung yang dominan mengandung senyawa
silikat,terbentuk darisusunan tetrahedral silikon dan

29|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

oktahedralmagnesium atau kristal lain. Ribuan susunan mineral


semacam ini akan terhubung satu sama lain, yang membentuk
massa tanah dan susunan akan menentukan sifat-sifat dari tanah
yang terbentuk. Susunan semacam ini dapat diillustrasikan seperti
gambar berikut.

(1) Lembaran Tetrahedral

(1) Lembaran Tetrahedral (1) Lembaran Oktahedral

Gambar 3.6. Struktur Mineral Tanah Liat (Berger, 2007)

3.3. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung


Sebagaimana telah diuraikan secara implisit di atas bahwa
pada jenis tanah lempung keberadaan air sangat berpengaruh
terhadap sifat-sifat tanah lempung tersebut. Pada tanah berbutir
halus seperti lempung, keberadaan air membuat luas specific
surface akan menjadi lebih besar. Demikian pula dengan variasi
kadar air akan mempengaruhi sifat-sifat plastisitas pada tanah.
Dalam suatu Kristal yang ideal, muatan-muatan listrik
negatif dan positif selalu dalam keadaan seimbang. Akan tetapi
pada partikel lempung selalu terdapat muatan listrik negatif,
sebagai akibat dari perpecahan susunan yang berjalan kontinu.
Untuk mengimbangi muatan negative tersebut, maka partikel
lempung akan menarik ion positif (kation) dari senyawa garam
yang ada di dalam pori-pori tanah. Proses ini disebut pertukaran
ion atau lebih dikenal dengan istilah substitusi isomorf. Kation-

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|30


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

kation tersebut dapat disusun dalam urutan kekuatan daya tarik


menariknya berdasarkan deret volta, sebagai berikut :
Al3+> Ca2+> Mg2+> NH4+> K+> H+> Na+> Li+
Urutan kation di atas memberikan makna bahwa kation
Al dapat mengganti kation Ca2+ di dalam senyawa mineral
3+

lempung, kemudian kation Ca2+ akan dapat menggeser kation


Mg2+, dan seterusnya.
Molekul air (H2O) merupakan molekul dipolar, yaitu atom
hydrogen tidak tersusun simetris di sekitar atom oksigen. Hal ini
berarti bahwa satu molekul air membentuk batang yang
mempunyai muatan positif dan negative pada ujung yang
berlawanan atau dipolar (dua kutub). Ikatan dipolar yang terdapat
pada senyawa air, dapat digambarkan secara illustratif seperti
pada skema berikut :

oksigen

+
hidrogen 105o hidrogen

Gambar 3.7. Skema Sifat Dipolar pada Air (H2O)

Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan molekul air


(dipolar) dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara
elektrik, yakni :
1. Tarikan antara permukaan yang bermuatan negatif dari
partikel lempung dengan ujung bermuatan positif pada air
dipolar.

31|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

2. Tarikan antara muatan positif (kation) dalam lapisan ganda


dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation ini
tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan
negatif.
3. Peranan dari atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu
dengan ikatan hidrogen antara oksigen dalam partikel
lempung dengan atom hidrogen dalam molekul-molekul
air.
Ketiga mekanisme tarik menarik antara partikel lempung
dengan molekul air dapat digambarkan sebagai berikut :

Mekanisme (1)

Permukaan kation
partikel
Mekanisme (2)
lempung

oksigen

Mekanisme (3)

hidrogen

Gambar 3.8. Tarik Menarik Molekul Air Dipolar Dengan Partikel


Lempung

Air yang tertarik secara elektrik yang berada di sekitar


partikel lempung, disebut air lapisan ganda (double-layer water).
Sifat plastisitas tanah lempung adalah akibat keberadaan dari
lapisan ganda tersebut.Air lapisan ganda pada bagian paling dalam
yang sangat kuat melekat pada partikel lempung, disebut air
serapan (adsorbed water). Ikatan antar partikel tanah yang
disusun oleh mineral lempung sangat dipengaruhi oleh besarnya

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|32


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

jaringan muatan negative pada mineral, tipe, konsentrasi dan


distribusi kation yang berfungsi mengimbangi muatannya.
Untuk memperlihatkan ketebalan air lapisan ganda pada
jenis partikel lempung yang berbeda, dapat disimak pada
gambaran berikut :

Air Kristal
ser Montmorillonite

Air Lapisan Ganda


ap 400 Ao Air
an 200 Ao
10 Ao
10 Ao
ser
10 Ao ap
1000 Ao 10 Ao an
Kristal Kaolinite 200 Ao Air Lapisan Ganda

10 Ao

Air Lapisan Ganda 400 Ao (b) Lempung Montmorillonite

(a) Lempung Kaolinite

Gambar 3.9. Ketebalan Air Lapisan Ganda pada Partikel Lempung

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1951 oleh Olphen


pada jenis tanah montmorillonite, dan penelitian Schofield &
Samson pada tahun 1954 pada jenis tanah kaolinite, disimpulkan
bahwa jumlah dan distribusi muatan residu pada jaringan mineral
tanah, bergantung pada pH air. Bila pH air rendah, maka ujung
partikel kaolinite dapat menjadi bermuatan positif, dan
selanjutnya akan menimbulkan gaya tarik terhadap permukaan
antar partikel yang yang berdekatan. Gaya Tarik menarik inilah
yang akan menimbulkan sifat kohesif pada tanah lempung.
Proses pertukaran ion antara mineral tanah dengan air,
lebih jelas dilihat dari illustrasi yang digambarkan di bawah ini.

33|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Kation kalsium (++) menggantikan


ikatan lemah yang mengurangi
afinitas tanah liat untuk air.

Gambar 3.10. Illustrasi Pertukaran Ion : Tanah – Air – Kalsium


(Berger, 2007)

Illustrasi di atas memperlihatkan bahwa permukaan tanah


liat yang bermuatan negatif akan menarik kation (+) dari unsur
kalsium dan molekul air (dipol), yang akan menyebabkan
pembentukan 'air lapisan ganda' yang berlapis-lapis.

3.4. Keseimbangan Partikel Dalam Tanah Lempung


Pada jenis tanah lempung, bentuk dan posisi partikelnya
akan sangat mempengaruhi karakteristik dan sifat-sifat teknisnya,
seperti permeabiltas, stabilitas, karakteristik deformasi, serta
distribusi tegangan di dalam lapisan tanah. Demikian juga dengan
jarak partikel akan mempengaruhi kekuatan ikatan antar partikel
tanah.Susunan partikel tanah dibagi atas dua macam (Rosenqvist,
1959), yakni :
- Susunan flocculated (terflokulasi) ; yaitu hubungan tepi
partikel yang satu dengan permukaan partikel yang lain.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|34


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

- Susunan dispersed (terdispersi) ; yaitu hubungan


permukaan partikel yang satu dengan permukaan partikel
yang lain.
Secara alami susunan partikel tanah sangat tergantung
pada lingkungan dimana lapisan tanah berada. Sebagai contoh
tanah lempung endapan cenderung membentuk susunan
terdispersi, dikarenakan adanya peranan dari gerakan fluida yang
mengendapkan butiran lempung.

(a) Susunan Flukulasi (b) Susunan Dispersi

Gambar 3.11. Susunan Partikel Tanah

Pada proses konsolidasi, cenderung akan terjadi


penyesuaian partikel ke bentuk susunan terdispersi atau lembaran
partikel cenderung parallel.
Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap
perilaku tanah, yakni :
1. Lambe (1958) ; menyatakan bahwa pada konsolidasi satu
dimensi (one dimensional consolidation), maka seluruh
partikel akan menyesuaikan sendiri ke dalam bidang
parallel.
2. Mitchael (1959) ; menyatakan bahwa pembentukan tanah
secara acak akan menghasilkan pengelompokan susunan
partikel yang sejajar secara acak.

35|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

3. Seed & Chan (1959) ; menyatakan bahwa regangan geser


akan cenderung untuk menyusun partikel tanah dalam tipe
susunan terdispersi.

3.5. Susunan Partikel Pada Tanah Granuler


Pada tanah yang berbutir kasar (granuler soil),
karakteristiknya sangat dipengaruhi oleh ukuran butir, komposisi
dan struktur partikelnya. Sehingga parameter tanah granuler
sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut. Demikian pula di
dalam memilih jenis dan metode perbaikan pada tanah granuler,
juga sangat tergantung pada karakteristik tersebut.
Jenis tanah granuler dalam konsistensinya bisa dalam
bentuk kerikil, pasir atau lanau. Karakteristik tanah granuler yang
digambarkan oleh distribusi ukuran butiran, susunan, serta
kerapatan butiran, akan sangat mempengaruhi berbagai
parameter tanah seperti angka pori, porisitas, berat volume,
kohesi, dan sudut geser dalam tanah. Oleh karena itu di alam,
biasa ditemukan tanah granuler dalam konsistensi padat (dense),
longgar (loose), atau bahkan dalam bentuk sarang lebah
(honeycomb), yang dapat diilustrasikan seperti pada gambar
berikut :

(a) Padat (b) Longgar (c) Sarang Lebah

Gambar 3.12. Susunan Butiran Tanah Granuler

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|36


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Parameter yang sangat penting diketahui dari lapisan


tanah granuler adalah kerapatan relative (Dr), akan tetapi karena
kesulitan pengambilan sampel tanah granuler tak terganggu
(undisturbed sample), maka sering dilakukan korelasi nilai
pengujian lapangan dengan nilai Dr. Percobaan lapangan yang
sering dilakukan untuk menguhubungkan dengan nilai Dr, adalah
nilai NSPT dari percobaan standard penetration test (SPT).
Akan tetapi dalam kondisi tertentu parameter Dr tidak
cukup memberikan informasi tentang sifat tanah granuler. Sejarah
tegangan lapisan tanah granuler juga sangat perlu untuk diketahui,
karena lapisan tanah granuler yang pernah mengalami tegangan
yang lebih besar dari tegangan yang dialami sekarang (over
consolidated), akan mempunyai perilaku tegangan-regangan dan
sifat penurunan yang sangat berbeda dibandingkan dengan
lapisan tanah granuler yang belum pernah mengalami tegangan
lebih besar daripada tegangan dialami sekarang (normally
consolidated).
Pengaruh air terhadap lapisan tanah granuler cukup berarti
bila konsistensi tanah granuler tersebut tidak padat, karena
komposisi butiran akan mengalami distorsi bila ada air. Demikian
pula bila terjadi beban getaran seperti gempa atau beban dinamis
lain, maka keberadaan air di dalam tanah granuler akan
mengakibatkan tekanan pori menjadi maksimum, dan nilainya
mendekati nilai tegangan total tanah, sehingga membuat
tegangan efektif dalam tanah mendekati nol. Kejadian semacam
ini ditandai dengan mencairnya tanah yang dikenal istilah
liquifaksi(liquefaction). Lapisan tanah yang mengalami liquefaction
akan berperilaku seperti massa cair (liquid), sehingga kekuatan
tanah menjadi hilang. Mekanisme likuifaksi dapat dirumuskan
sebagai berikut :

37|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

 = c + eff tan .................... (3.1)


Yang mana pada tanah granule kohesi = 0
eff = b – u .................... (3.2)
Pada saat gempa tekanan pori tanah maksimum hingga menjadi
sama dengan tegangan total tanah (b), sehingga :
eff = b – b = 0 .................... (3.3)
Jika : eff = 0 (saat gempa), dan
kohesi (c) = 0 (tanah granuler),
maka :  = 0  terjadi kasus likuifaksi.

3.6. Mekanisme Reaksi Kimia Pada Lempung.


Menurut Way (1952) dalam Ingles dan Metchalf (1972),
bahwa ada dua faktor internal di dalam tanah yang sangat
mempengaruhi mekanisme reaksi yang terjadi antara tanah
dengan unsur kimia dari bahan stabilizer, yaitu:
(1) Faktor permukaan partikel tanah (specific surface), dan
(2) Faktor keasaman tanah (acid).
Menurut Way, bahwa selain besarnya valensi mineral,
ukuran kation dari masing-masing unsur kimia (diskripsi dari
specific surface), juga sangat menentukan proses subtitusi ionik di
dalam reaksi kimia dalam tanah. Contoh kation kalium (K+) yang
berujud kristal di dalam tanah, kadang tidak dapat disubtitusi oleh
kation kalsium (Ca2+)disebabkan oleh jari-jari kation K+ yang jauh
lebih besar dari jari-jari kation Ca2+ . Pada tabel yang berikut
memperlihatkan ukuran kation dari masing-masing unsur kimia
berdasarkan konsistensinya, baik dalam bentuk kristal maupun
dalam wujud larutan (Way, 1952) :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|38


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Tabel 3.1. Ukuran Jari-jari Kation


Valensi Jari-jari Kation (Ao)
Jenis Kation (muatan
Kristal Larutan
kimia)
Li+ +1 0,68 2,36
Na+ +1 0.97 1,83
+
K +1 1.33 1,24
Mg2+ +2 0,66 3,45
2+
Ca +2 0,99 3,07
Al3+ +3 0,51 4,57

Dari tabel di atas, terlihat bahwa dalam kondisi kristal ion


Kalium (K+) memiliki jari-jari yang lebih besar dibanding ion Litium
(Li+) dan Natrium (Na+), sehingga berpotensi menggantikan
keduanya (subtitusi ionik). Sebaliknya dalam kondisi larutan K+
sangat mudah disubtitusi oleh ion Na+ dan Li+. Sifat yang spesifik
lain dari ion K+, antara lain bahwa ion K+ tidak mengabsorpsi air
(H2O) dan sifat inilah yang mengakibatka tanah yang mengandung
kalium tidak akan bersifat ekspansif (kembang-susut).
Kation yang memperlihatkan gejala membesar bila dalam
kondisi larutan, cenderung memiliki potensi swelling yang besar.
Seperti halnya kation Al3+ akan mengembang kurang lebih 900%
dalam kondisi larutan dibanding kondisi kristalnya. Oleh karena itu
tanah yang mengandung unsur Al3+ sangat mudah potensial
bersifat expansive (kembang susut), seperti monmorillonite,
smectite, dan lain-lain.
Selain hasil penelitian Way (1951), terdapat pula hasil
penelitian dari Ingles dan Metchalf (1972), yang menggambarkan
kemampuan subtitusi kation berdasarkan specific surface dari

39|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

masing-masing jenis lempung, seperti yang dirangkum dalam tabel


berikut :
Tabel 3.2. Kapasitas Kation Pada Mineral Lempung
Specific Surface (m2/gr) CEC
Jenis Lempung
Luar Total (m.eq/100gr)
Kaolinite 10 – 20 10 – 30 3 – 15
Illite 65 – 100 70 – 140 10 – 40
Monmorillonite 50 – 150 700 – 800 80 – 150
Note : CEC : Capacity of Change Cation
m eq : milli equivalent = 10-3 equivalet (eq)
1 eq = Jumlah muatan elementer dalam satu molekul
larutan (6x1023 = bilangan Avogadro)
Contoh implementasi tabel di atas, dapat digambarkan seperti ini.
Bila nilai CEC dari mineral lempung tertentu sebesa 10 m eq/100
gr, itu berarti bahwa partikel solid lempung tersebut dapat
mensubtitusi muatan sebesar :
= 10 x 10-3 x (6x1023)= 6 x 1021 muatan elementer.
Selain subtitusi kation (+), di dalam massa tanah dapat pula
terjadi subtitusi anion (-), namun subtitusi anion di dalam tanah
jarang atau lebih sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena kondisi
natural dari massa tanah pada umumnya memiliki muatan netto
negatif. Yang dimaksud dengan muatan netto adalah selisih antara
jumlah kation (+) dengan jumlah anion (-) di dalam susunan atom
partikel tanah. Keseimbangan muatan di dalam partikel tanah sulit
terjadi adanya ion-ion dari H2O (H+ dan OH-) beserta ion-ion lain
yang terlarut di dalamnya, akan selalu berinteraksi dan bereakasi
dengan ion-ion mineral tanah.
Eksistensi ion-ion H+ dan OH- di dalam tanah, akan sangat
mempengaruhi tingkat keasaman pada tanah. Oleh karena itu

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|40


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

secara teknis ada dua parameter yang akan mempengaruhi nilai


pH tanah, yakni :
(1) Capacity of Change Cation (CEC), dan
(2) Muatan netto (electrolic static) partikel tanah.
Untuk menjelaskan esensi kedua parameter tersebut di
dalam nilai pH tanah, dapat digambarkan melalui reaksi berikut :
1. Pada tanah dengan pH < 7,00 (tanah asam) ;
Tanah dengan derajat keasaman yang lebih kecil dari 7,00,
partikelnya memiliki muatan netto kation (+). Sehingga ketika
berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi sebagai berikut :
M OH + H2O M OH2+ + OH–
mineral clay Partikel clay (kation)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa apabila tanah


asam bereaksi dengan air (natural process), akan terbentuk
partikel-partikel tanah yang bermuatan positif (kation).
Pembentukan kation di dalam tanah mengindikasikan bahwa
reaksi tersebut di atas (clay dengan air), akan memberikan
peningkatan kapasitas subtitusi kation (CEC) di dalam tanah
tersebut. Jika tanah semacam ini memiliki parameter teknis
yang kurang mendukung konstruksi, maka tindakan stabilisasi
kimia yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan
stabilizer yang bersifat basa (pH > 7,00), karena dapat bereaksi
aktif untuk menangkap muatan-muatanpositif (kation)yang ada
di dalam partikel-partikel tanah. Dengan demikian terjadi
subtitusi kation, yang akan menghasilkan massa tanah yang
lebih stabil dan memiliki parameter teknis yang lebih baik.
2. Pada tanah dengan pH > 7,00 (tanah basah) ;
Sebaliknya pada tanah dengan derajat keasaman yang lebih
besar dari 7,00, partikelnya memiliki muatan netto anion (-).

41|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Sehingga ketika berinteraksi dengan air akan mengalami reaksi


sebagai berikut :
M OH M O– + H+
mineral clay Partikel clay (kation)
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa pada tanah yang bersifat
basa, akan terbentuk partikel-partikel tanah yang bermuatan
negatif (anion). Pembentukan anion di dalam tanah
mengindikasikan bahwa reaksi tersebut akan menyebabkan
penurunan kapasitas subtitusi kation (CEC) di dalam tanah
tersebut. Jika tanah semacam ini memiliki parameter teknis
yang kurang mendukung konstruksi, maka tindakan stabilisasi
kimia yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan
stabilizer yang bersifat asam (pH < 7,00), karena dapat bereaksi
aktif untuk menangkap muatan negatif (anion) di dalam tanah.
Dengan demikian terjadi subtitusi anion, yang akan
menghasilkan massa tanah yang lebih stabil dan memiliki
parameter teknis yang lebih baik.
Pemilihan bahan stabilizer sangat ditentukan oleh jenis dan
sifat-sifat mineralogi tanah yang akan diperbaiki. Secara umum
relevansi antara karakteristik tanah dengan bahan stabilizer
(perbaikan kimiawi). Hal ini menjadi faktor pertimbangan penting
dalam penilihan metode perbaikan yang diperlukan, dan pedoman
praktisnya digambarkan dalam diagram berikut.

Gambar 3.13.Kesesuaian Antara Tanah Dengan Metode


Perbaikan Tanah (Berger, 2007)
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|42
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

3.7. Perbaikan Tanah Lempung Dengan Kapur.


Untuk mendapatkan akurasi dan efektifitas di dalam
penerapan suatu metode perbaikan tanah, beberapa hal yang
harus di pahami dengan baik,antara lain ; prinsip teknis dari jenis
perbaikan tanah yang akan diterapkan, sifat-sifat bahan stabilizer,
kriteria tanah yang cocok dengan bahan stabilizer, mekanisme
reaksi antara tanah dengan bahan stabilizer, dan perubahan
properties tanah yang terjadi dan relevansinya dengan syarat
teknis yang ingin dicapai.
1. Prinsip Teknis :
Kapur merupakan bahan stabilizer yang secara kimiawi
bersifat basa. Prinsip perbaikan tanah dengan kapur adalah
mencampurkan kapur untuk meanfaatkan keunggulan sifat-sifat
teknis dari bahan kapur, dengan tanah yang memiliki karakteristik
kurang baik, seperti tanah dengan plastisitas yang tinggi (high
plasticity), potensi ekspansi yang tinggi (expansive soil),
kompresibilitas yang tinggi, dan lain sebagainya.
Perbaikan tanah dengan kapur tidak sekedar dicampurkan,
namun juga diikuti dengan pemadatan. Oleh karena itu tanah yang
diperbaiki dengan bahan kapur, akan mempermudah pekerjaan
pemadatan tanah, karena kapur akanmengurangi kelekatan dan
kelunakan tanah, serta membuat struktur partikel tanah lempung
menjadi rapuh (fragile), sehingga mudah untuk dipadatkan.
Namun demikian konskuensi negative dari perbaikan tanah
dengan kapur adalah menurunkan nilai kepadatan maksimum dari
massa tanah.
Penggunaan kapur sebagai bahan stabilizer untuk
perbaikan tanah, sebenarnya sudah dipergunakan oleh militer
pada zaman kerajaan Romawi, untuk membangun jalan tanah

43|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

untuk menunjang mobilisasi pasukan perang dan alat perang


mereka. Metode perbaikan tanah dengan kapur kembali
dikembangkan yang lebih luas, selama Perang Dunia I dan Perang
Dunia II, yang bukan hanya digunakan pada pembangunan jalan,
namun juga diterapkan pada pembangunan landasan pesawat
tempur dan pesawat angkutan militer. Sampai sekarang perbaikan
tanah dengan kapur lebih berkembang pesat, karena sudah lebih
banyak digunakan untuk berbagai kepentingan pembangunan
infrastruktur, baik untuk jalan raya, landasan pesawat, reklamasi
lahan, backfill pada konstruksi dinding penahan, dan lain
sebagainya.
2. Karakteristik Bahan Stabilizer
Berdasarkan persyaratan dalam SNI 03-4147-1996,jenis
kapur yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai bahan
perbaikan tanah adalah kapur padam dan kapur tohor.
Sebagaimana yang diketahui bahwa ada beberapa jenis
kapur, antara lain :
1) Kapur tohor (CaO), yaitu kapur dari hasil pembakaran batu
kapur pada suhu ± 90°C, dengan komposisi sebagian besar
berupa Kalsium Karbonat (CaCO3);
2) Kapur padam, yaitu kapur dari hasil pemadaman kapur
tohor dengan air, sehingga membentuk senyawa Kalsium
Hidrat [Ca(OH)2];
3) Kapur tipe I, yaitu kapur yang mengandung kalsium hidrat
[Ca(OH)2] tinggi, dengan kadar Magnesium Oksida (MgO)
paling tinggi 4% berat;
4) Kapur tipe II, yaitu kapur Magnesium atau Dolomit yang
mengandung Magnesium Oksida(MgO) lebih dari 4% dan
paling tinggi 36% berat.
3. Kriteria Tanah :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|44


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Sebagaimana diketahui bahwa dalam tindakan perbaikan


tanah dengan bahan stabilizer dari kapur adalah merupakan salah
satu metode kimia, maka tanah kriteria umum dari tanah yang
dapat distabilisasi denga kapur hanya tanah yang berbutir halus.
Tanah granuler (pasir dan lanau) tidak efektif untuk distabilisasi
dengan bahan kapur. Secara khusus kriteria tanah yang efektif
untuk diperbaiki dengan stabilizer dari bahan kapur adalah :
1) Jenis tanah lempung yang bersifat asam (pH , 7,00).
2) Tanah lempung dengan plastisitas tinggi.
3) Tanah lempung dengan swelling potential tinggi.
4) Tanah lempung dengan kompresibilitas tinggi.
5) Tanah lempung dengan permeabilitas tinggi.
Perbaikan dengan kapur dapat dilakukan pada tanah lempung
yang memiliki karakteristik seperti di atas, dengan tujuan untuk
memperbaiki karakteristik- karakteristik tersebut, sehingga dapat
meningkatkan kinerja tanah untuk memenuhi kepentingan dalam
mendukung konstruksi yang berdiri di atasnya.
4. Mekanisme Reaksi :
Pada perbaikan tanah dengan menggunakan bahan
stabilizer kapur tergolong sebagai reaksi sementasi (cementation
reaction). Sebagai contoh apabila digunakan jenis kapur tohor
(CaCo3), akan terjadi mekanisme reaksi dalam dua tahap, yakni :
1) Reaksi pertukaran ion (ionic change reaction) ; yaitu reaksi
yang terjadi seketika ketika kapur tohor terkena air (H2O),
yang mana antara ion-ion dari senyawa kapur tohor (Ca2+
dan CO32–), akan bereaksi dengan ion-ion dri senyawa air
(H+ dan OH–), dan membentuk senyawa baru. Mekanisme
reaksi pertukaran ion pada stabilisasi kapur dapat
diuraikan sebagai berikut :
CaCo3 + H2O Ca(OH)2 + H2CO3

45|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Selanjutnya senyawa kalsium hidroksida akan menghasil


muatan kation kalsium (Ca2+), melalui mekanisme reaksi
sebagai berikut :
Ca(OH)2Ca2+ + 2(OH– )
Selanjutnya lation Ca2+, akan bereaksi dengan mineral
tanah lempung dalam reaksi sementasi sehingga, dan
membentuk senyawa tanah lempung yang lebih stabil.
2) Reaksi sementasi ; yaitu reaksi antara kation Ca2+ dengan
anion-anion di dalam mineral tanah lempung, dan
mensubtitusi kation di dalam tanah yang memiliki muatan
netto dan/atau jari-jari kation yang lebih kecil, seperti
Natrium (Na+), Litium (Li+), dan lain-lain. Mekanisme reaksi
sementasi kapur dengan tanah lempung (kation Na+),
dapat digambarkan dengan mekanisme reaksisebagai
berikut :
M Na +Ca2+M Ca + Na+
low strength high strength
Persamaan reaksi di atas, memperlihatkan proses
terjadinya pertukaran kation Na+ dengan Ca2+ di dalam
mineral tanah lempung, yang menghasilkan konsistensi
lempung yang lebih stabil dibanding pada saat kation Na+
yang mengikat mineral lempung.
Hal penting yang perlu diketahui bahwa reaksi antara
tanah dengan kapur atau semen, hanya akan berlangsung saat air
hadir dan mampu membawa ion kalsium dan hidroksil ke
permukaan tanah, terutama pada lempungyang memiliki pH masih
tinggi. Reaksi tersebut akan berjalan melambat seiring dengan
menurunnya kadar air tanah, dan akan berhenti pada tanah pada
kondisi sangat kering (very dry soil). Secara umum mekanisme

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|46


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

reaksi antara tanah lempung dengan kapur dapat ditunjukkan


dengan persamaan berikut (Ingles & Metcalf, 1980) :
NAS4H + CH NH +CAS4H NS + Residual Product

NH +C2SH or CSH
2CH

Yang mana :
S = SiO2 H = H2O N = Na2O
A = Al2O3 C = CaO2
Residual product = silika, alumina, atau kalsium aluminat.
Berdasarkan illustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pada
pekerjaan perbaikan tanah dengan kapur, pemadatan tanah harus
dilaksanakan pada saat kondisi campuran tanah dengan kapur
masih memiliki kadar air. Pemadatan akan memberikan hasil yang
maksimal apabila pemadatan dilakukan pada kondisi kadar air
campuran tanah-kapur berada pada nilai yang optimum (wopt).
Mekanisme reaksi antara tanah liat dengan kapur, oleh
Berger (2007), dibagi atas dua tahapan waktu, yakni :
1. Reaksi Seketika (Immidiate Reaction), yang terjadi dalam
hitungan jam, menyebabkan terjadinya pengurangan kadar
air di dalam tanah. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme
sebagai berikut :
CaO +H2O → Ca (OH)2 + panas*)
efek reaksi sebelum
hidrasi kapur.
Reaksi ini diikuti dengan proses flokulasi dan/atau aglomerasi
partikel tanah liat, ditunjukkan dengan perubahan tekstur
tanah, yang akan menyebabkan penurunan plastisitas,
sekaligus peningkatan kapasitas tanah (workability of soil).
2. Reaksi Jangka Panjang (Medium & Long Term Reaction), yang
terjdi dalam hitungan hari, minggu, bulan dan/atau tahun.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini disebut reaksi pozzolanic

47|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

antara partikel kapur dan tanah liat. Tingkat reaksi pozzolanic


tergantung pada tiga hal, yakni :
(1) Jumlah dan bentuk stabilitas dari mineral tanah.
(2) Temperature (setiap peningkatan 10oC / 50oF, maka
kecepatan reaksi akan berganda)
(3) Derajat keasaman tinggi (pH > 12), yang sangat
ditentukan oleh adanya anion OH–,ketersediaan kation
Ca2+, serta eksistensi air (H2O).
Reaksi pozzolanic akan menghasilkan kapur terhidrasi
(hydrated lime), yang merupakan bahan dasar terbentuknya
senyawa sementasi, dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
(Ca(OH)2 + H2O + SiO2& Al2O3 CSH & CAH

kapur pH>12 air lempung melarut bahan semen

Di dalam kondisi tertentu, apabila tanah asli memiliki


kandungan kapur yang tinggi, biasa dilakukan proses rekarbonasi
kapur(recarbonation of lime),yang bertujuan untuk mengurangi
kadar kapur di dalam campuran, sampai kadar kapur yang sesuai
kebutuhan untuk reaksi pozzolanic yang optimum.
Kelarutan senyawa silika dan senyawa alumina di dalam
massa tanah,sangat tergantung pada derajat keasamaan yang ada
pada tanah tersebut. Hal tersebut digambarkan oleh Berger (2007)
pada grafik berikut :

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|48


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Gambar 3.13.Pengaruh pH terhadap kelarutan Silika dan


Alumina (Berger, 2007)
Menurut Thompson R. Marshall (1970) dalam
Berger(2007), bahwa jenis mineral tanah liat mempengaruhi
jumlah kapur yang dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi
pozzolanic. Pengaruh mineral tanah terhadap jumlah kapur yang
dibutuhkan, dan dampaknya terhadap kuat tekan bebas
(unconfined compression strength), dapat dilihat pada grafik
berikut :

Gambar 3.14.Pengaruh Mineral Tanah terhadap


Prosentase Kapur (Berger, 2007)

5. Perubahan Properties :

49|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa


perbaikan tanah dengan bahan kapur dapat mempunyai berbagai
sasaran, tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan
konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Dari
beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli,
tergambar perubahan terhadap beberapa parameter tanah yang
diperbaiki dengan bahan kapur, antara lain :
1) Perubahan parameter sifat indeks tanah :
Beberapa indikator perubahan parameter sifat indeks tanah
yang distabilisasi dengan kapur, seperti hasil penelitian Metcalf
(1959) yang menggambarkan hubungan antara kadar kapur
dengan perubahan sifat indeks tanah seperti yang tergambar di
bawah ini :

Gambar 3.15. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Parameter


Atterberg (Metcalf, 1959)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|50


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Selain gambaran dari hasil penelitin Metcalf di atas, oleh


Ramesh el al. (2013), menyatakan bahwa mekanisme fisiko-kimia
akan mengubah sifat indeks dari tanah yang dicampur dengan
kapur, akibat mekanisme pembentukan ketebalan lapisan ganda
yang terdifusi dan perubahan produk dari reaksi antara kapur
dengan tanah. Berbagai perubahan sifat indeks tanah tersebut
dapat dilihat pada uraian di bawah ini.
a) Batas cair tanah (liquid limit) menurun pada semua tingkat
umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan karena
depresi pada ketebalan lapisan ganda yang terdifusi pada
partikel tanah liat, dan menghasilkan partikelkasar akibat
pembentukan partikel yang terflokulasi. Gambaran
penurunan batas cair dari tanah yang distabilisasi dengan
kapur dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.16. Batas cair pada persentase tailing tambang


&kapur untuk variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013)
b) Batas plastistanah (plastic limit) menurun pada semua
tingkat umur campuran tanah-kapur. Hal ini disebabkan
karena penurunan ketebalan lapisan ganda yang dilipat
dari partikel tanah liat, dan hal ini akan meningkatkan
ketahanan geser tanah pada tingkat partikel dan juga
51|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

flokulasi partikel tanah liat. Gambaran penurunan batas


plastis tanah yang distabilisasi dengan kapur dapat dilihat
pada grafik berikut.

Gambar 3.17. Batas plastispada persentase tailing tambang


&kapur untuk variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013)
c) Batas susut tanah (shrinkage limit) meningkat pada semua
tingkat umur campuran tanah-kapur.Peningkatan batas
susut tanah disebabkan oleh flokulasi yang disebabkan
oleh kation. Reaksi aglomerasi berupa terjadinya
pertukaran ion (ionic change), dan akan efektifitasnya
terus meningkat seiring dengan pertambahan umur
campuran. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|52


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Gambar 3.18. Batas susutpada persentase tailing tambang


&kapur untuk variasi umur campuran(Ramesh el al., 2013)
d) Indeks plastisitas tanah (plasticity index) menurun, dan
penurunannya cukup signifikan pada usia campuran
mencapai 30 hari.Penurunan indeks plastisitas adalah
indikasi perbaikan sifat tanah, dan nilainya semakin
meningkat seiring dengan peningkatan kadar kapur yang
dicampurkan. Hubungan antara nilai batas cair dengan
ideks plastisitas tanah yang distabilisasi dengan bahan
kapur dapat dilihat pada grafik berikut.

53|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Gambar 3.19. Nilai Indeks Plastisitas berdasarkan Nilai Batas


Cair pada campuran Tanah-Kapur(Ramesh el al., 2013)

Sedangkan menurut Muhmed & Wanatowski (2013), bahwa


penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan batas
cair hingga 20,6%, dan batas plastis meningkat sampai 23,6%,
sehingga dapat menurunkan indeks plastisitas sebesar 3%. Hal
tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 3.20. Pengaruh Kapur Terhadap Batas-batas Atterberg


Pada Tanah Kaolin (Muhmed & Wanatowski, 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|54


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

2) Perubahan kekuatan tanah :


Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan yang signifikan
antara kadar kapur dengan peningkatan kekuatan tanah yang
distabilisasi dengan bahan kapur. Berikut ini akan digambarkan
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hal tersebut.

Gambar 3.21. Pengaruh Kadar Kapur Terhadap Kuat Tekan Bebas


(Metcalf, 1959)

Gambar 3.22. Pengaruh Umur Lime-Soil(5%-Kapur) Terhadap


Kuat Tekan Bebas (Metcalf, 1959)

55|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Sedangkan pengaruh umur campuran terhadap kekuatan


pada temperatur pencampuran tertentu, digambarkan Marshal
(1967) seperti pada grafik berikut.

Gambar 3.23.Pengaruh Umur Campuran terhadap Kekuatan pada


Temperatur Berbeda (Marshall, 1967)

Selain gambaran di atas menurut Doty (1980) dalam Berger


(2007), bahwa pengaruh umur campuran (curing time) terhadap
kuat tekan bebas (unconfined compression strength), pada
beberapa jenis tanah (klasifikasi tanah), dapat dilihat pada grafik
berikut.

Gambar 3.24.Pengaruh Umur Campuran terhadap UCCS


pada Jenis Tanah Berbeda (Berger, 2007)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|56


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

Little et al. (1994) menyatakan bahwa tanah sub-grade yang


distabilisasi dengan kapur menunjukkan perbaikan struktural yang
signifikan dengan kekakuan meningkat antara 5 sampai 10 poin
(nilai DCP) di atas dasar tanah yang tidak distabilisasi.
Secara spesifik hasil penelitian berskala laboratorium oleh
Warsiti (2009) memberikan kesimpulan antara lain, bahwa tanah
yang distabilisasi dengan kapur akan mengalami kenaikan nilai
CBR, baik pada sample yang direndam (soaked sample) maupun
pada tanah yang tidak direndam (unsoaked sample). Kenaikan nilai
CBR tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.25. Hubungan Prosentase Kadar Kapur Dengan CBR


(Warsiti, 2009)
Muhmed & Wanatowski (2013), menyatakan bahwa
penambahan kapur pada tanah kaolin dapat meningkatkan kadar
air optimum (wopt) dari 29,9% menjadi 33,3%, sehingga
penambahan bahan kapur mulai dari 5% akan memperlihatkan
peningkatan parameter kepadatan tanah. Hal tersebut dapat
dilihat pada grafik berikut.

57|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

tenaga-tenaga terampil dalam bidang kependudukan dan


lingkungan hidup, serta pendidika

BAB – IV

PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE FISIK

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|58


Bab-3
Bab 4: Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah Metode
Dengan Kimiawi
Metode Fisik

4.1. Pengertian Metode Fisik

Perbaikan tanah secara fisik, merupakan metode yang


bertujuan untuk meningkatkan kinerja tanah dalam berbagai
aspek, seperti daya dukung, penurunan (settlement),
permeabilitas, dan lain sebagainya. Untuk membedakan antara
perbaikan tanah secara fisik dengan perbaikan tanah secara
kimiawi, dapat dilihat dari mekanisme yang terjadi antara tanah
dengan bahan dan/atau usaha yang dilakukan. Penggunaan bahan
(stabilizer) yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan mineral
tanah, tergolong sebagai perbaikan tanah secara fisik. Contoh
penerapan sistem drainase (vertical and horisontal drain),
walaupun menggunakan material untuk mengalirkan air tanah,
namun tidak bereaksi secara kimiawi dengan mineral tanah,
melainkan hanya berfungsi menurunkan kadar air atau derajat
kejenuhan di dalam massa tanah. Demikian pula dengan
penyinjikan bahan perekat mekanis ke dalam lapisan tanah yang
loose dan porous. Sepanjang bahan perekat mekanis (resin) tidak
mengakibatkan reaksi kimia dengan mineral tanah, maka
perbaikan tersebut dikategorikan sebagai metode perbaikan fisik
tanah. Jenis perbaikan fisik yang paling sering dan paling mudah
dilaksanakan adalah metode pemadatan tanah. Pemadatan tanah
merupakan upaya perbaikan karakteristik tanah dengan jalan
mengurangi porositas tanah, yaitu dengan menyalurkan enersi
dari pembebanan melalui permukaan tanah, baik berupa beban
statis (konsolidasi) maupun beban dinamis (pemadatan).
Pemilihan tipe dan jenis perbaikan tanah secara fisik, tidak
terlepas dari 4 hal yang perlu dipertimbangkan, yakni :
(1) Jenis tanah yang akan diperbaiki.

59|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

(2) Parameter tanah yang memerlukan perbaikan, serta


tingkat perbaikan yang diperlukan sesuai kebutuhan
konstruksi.
(3) Biaya perbaikan yang diperlukan.
(4) Ketersediaan material dan peralatan untuk perbaikan.
Berbagai metode fisik yang biasa dilakukan dalam upaya
perbaikan tanah, antara lain :
(1) Metode Pemadatan (Compacted Method)
(2) Metode Konsolidasi (Consolidated Method)
(3) Metode Pengeringan (Dewatering Method)
(4) Metode Penggantian (Replacement Method)
(5) Metode Perekatan Partikel Tanah (Gluing Method)
(6) Dan berbagai jenis pengembangannya.
Dalam buku ini penulis akan medeskripsikan masing-
masing metode tersebut, berikut beberapa dampak dari perlakuan
dari perbaikan kinerja tanah.

4.2. Pemadatan Tanah Dengan Metode Pemadatan


Perbaikan tanah dengan pemadatan dilakukan dengan
menyalurkan enersi berupa beban dinamis (dynamic load) dari
permukaan tanah ke dalam lapisan tanah di bawah permukaan.
Metode seperti ini sangat umum digunakan dalam perbaikan
lapisan tanah dasar (subgrade) di bawah lapis perkerasan jalan
(pavement) atau pada jalur landasan pesawat (runway) pada
bangunan bandara.
Dalam pemanfaatan material tanah, maka tanah biasa
dipergunakan sebagai bahan bangunan seperti pada tubuh
bendungan, badan tanggul, atau base perkerasan jalan. Disamping
itu tanah juga merupakan lapisan dasar pendukung bangunan
pondasi berbagai macam bangunan.Apabila kondisi tanah kurang

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|60


Bab-3
Bab 4: Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

baik, maka perlu dilakukan perbaikan, dan metode pemadatan


adalah salah satu cara perbaikan tanah yang sering dilakukan, baik
pada tanah sebagai material bangunan maupun sebagai lapisan
dasar pendukung pondasi.
Peristiwa bertambahnya berat volume kering pada tanah
akibat beban dinamis disebut ”pemadatan”. Akibat beban dinamis
butir-butir tanah akan merapat satu sama lain, sehingga
mengakibatkan berkurangnya rongga udara di dalam
tanah.Sedangkan ”konsolidasi” adalah pengurangan secara pelan-
pelan volume pori di dalam tanah, yang mengakibatkan
bertambahnya berat volume kering tanah, sebagai akibat
bekerjanya beban statis dalam periode tertentu.
Teknik perbaikan tanah meliputi perubahan karakteristik
tanah dengan tindakan fisik, seperti getaran baik pada tanah yang
tidak dicampur, maupun tanah yang dicampur dengan bahan
pencampur dari bahan yang lebih kuat. Tujuan dari perbaikan
tanah dengan pemadatan antara lain adalah :
(1) Meningkatkan daya dukung tanah ; yang mana pemadatan
dapat mengakibatkan meningkatnya berat volume () pada
tanah, sehingga akan memperbesar daya dukung tanah.
qu = c.Nc + .h.Nq + ½ ..N .................... (4.1)
(2) Meningkatkan kekuatan geser tanah ; yang mana peningkatan
berat volume tanah akan meningkatkan tegangan () tanah,
dan penurunan angka pori tanah akan menurunkan pula
tekanan pori (u) pada tanah.
 = c + (.h – u).tan .................... (4.2)
(3) Mengurangi permeabilitas tanah ; yang mana dengan
penurunan angka pori akan menurunkan debit air yang
mampu menembus massa tanah.

61|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab :4Perbaikan
Bab-3 : Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Q.L
k .................... (4.3)
h. At
(4) Mengurangi kompresibiltas tanah ; yang mana pemadatan
tanah akan membuat perubahan angka pori sebelum dan
setelah bekerjanya beban bangunan menjadi kecil, sehingga
koefisien pemampatan (av) akan menurun pula.
e e1  e2
av   .................... (4.4)
p p1  p2
(5) Mengurangi volume change (perubahan volume) pada tanah
sebagai akibat dari perubahan kadar air tanah, yang mana
dengan pori yang mengecil akan menjadikan perubahan angka
pori yang kecil pula.
av p e1  e2
V   .................... (4.5)
1  e1 1  e1
(6) ...................................................................................... Me
mpercepat proses penurunan sebelum tanah dibebani
konstruksi dan/atau mengurangi penurunan pada saat beban
konstruksi suah bekerja, baik penurunan mutlak (absolute
settlement) maupun penurunan diferensial (differential
settlement).
(7) ...................................................................................... Me
ngurangi atau menghilangkan potensi atau risiko likuifaksi
(liquefaction) jika terjadi gempa bumi atau getaran besar.
Pada proses pemadatan akan memperlihatkan fenomena
bahwa “berat volume kering” akan bertambah seiring
penambahan kadar air. Pada kadar air nol (w=0), berat volume
tanah basah (b) akan sama dengan berat volume tanah kering
(d).
Apabila kadar air ditambahkan secara berangsur-angsur
dan pemadatan tetap dilakukan dengan nilai usaha pemadatan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|62


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

yang sama, maka berat butiran tanah per satuan volume juga akan
bertambah. Pada saat kadar air melampaui kadar air tertentu,
terlihat fenomena lain bahwa kenaikan kadar air justru akan
mengurangi berat volume kering pada tanah, maka nilai kadar air
tersebut dinamakan “kadar air optimum”. Menurunkan nilai berat
volume kering pada kadar air optimum tersebut, karena air yang
ditambahkan bukan lagi melunakkan partikel tanah, tetapi justru
mengisi rongga yang seharusnya diisi oleh butiran padat. Untuk
menjelaskan korelasi antara penambahan kadar air dengan
perubahan berat volume tanah, seperti yang diperlihatkan pada
gambar berikut.

Gambar 4.1. Kadar Air vs Berat Volume pada Pemadatan

Faktor utama yang mempengaruhi hasil pemadatan pada


tanah, adalah :
a. Kadar air tanah pada saat pemadatan.
b. Jenis tanah yang dipadatkan.
c. Enersi pemadatan per volume satuan tanah.

63|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4: Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah Metode
Dengan Kimiawi
Metode Fisik

Kadar air sangat mempengaruhi tingkat pemadatan yang


dihasilkan. Kadar air tanah yang terlalu tinggi akan memberikan
nilai capaian berat volume kering yang kecil karena sebagian besar
pori terisi air ketika pemadatan, sehingga pasca pemadatan
partikel tanah akan kembali lepas akibat penuapan air tanah.
Demikian pula bila kadar air tanah terlalu rendah, maka saat
pemadatan partikel tanah tidak mudah terdistorsi untuk
menyusun komposisi yang rapat, sehingga berat volume kering
yang dihasilkan juga menjadi kecil, karena sebagian besar pori
terisi udara. Oleh karena itu sangat penting di dalam pekerjaan
pemadatan untuk mencari nilai kadar air optimum (wopt),yang
dapat memberikan hasil pemadatan yang optimal dengan capaian
berat volume kering yang maksimum pada tanah.
Jenis tanah yang digambarkan dengan distribusi ukuran
butir, bentuk butiran, berat jenis, dan mineral lempung yang
terdapat dalam tanah, sangat berpengaruh pada berat volume
kering maksimum dan kadar air optimum pada tanah. Untuk
menggambarkan hubungan tersebut, berdasarkan hasil pengujian
terhadap berbagai jenis tanah berdasarkan prosedur ASTM D-698,
diperlihatkan dalam gambar berikut ini.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|64


Bab-3
Bab 4: :Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.2. Kurva Kadar Air vs Berat Volume Kering untuk


mendapatkan woptbeberapa jenis tanah(ASTM-698)

Pada kurva di atas, terlihat bahwa untuk jenis tanah


berpasir, d cenderung berkurang saat kadar air bertambah. Hal ini
disebabkan karena hilangnya tekanan kapiler dalam pori tanah
pasir, saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah tekanan
kapiler dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel
tanah untuk bergerak (distorsi), sehingga butiran cenderung akan
merapat (padat).
Pengaruh Enersi Pemadatan, dapat dilihat pada besarnya
enersi pemadatan per volume satuan (E), yang dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
Nb.Nl.W .H
E .................... (4.6)
V
Yang mana :
E = enersi pemadatan per volume satuan

65|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4: :Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Nb = jumlah pukulan per lapisan


Nl = jumlah lapisan
W = berat penumbuk
H = tinggi jatuh penumbuk
V = volume mould
Contoh :
Pada uji Standar Proctor :
(25).(3).(5,5).(1) ft  lb
E  12375  (592,5kJ / m 3 )
(1 / 30) ft 3

Pada uji Modified Proctor :


(25).(5).(10).(1,5) ft  lb
E  22500  (1077 ,3kJ / m 3 )
(1 / 30) ft 3
 1 kilo Joule/m3 = 20,88 ft-lb/ft3.

Apabila enersi pemadatan per volume satuan berubah,


maka akan mengakibatkan perubahan mendasar pada kurva
hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Hal ini
dapat dilihat pembuktiannya pada pengujian pemadatan (Standar
Proctor) terhadap jenis tanah lempung berpasir, dengan
memberikan enersi pemadatan yang berbeda-beda, mulai dari 20
pukulan sampai 50 pukulan per lapisan. Jumlah enersi yang
diterapkan pada setiap pengujian dihitung dengan persamaan
enersi di atas, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Korelasi Jumlah Pukulan &Enersi Pemadatan
Jumlah pukulan per Enersi pemadatan
No. Kurva
lapisan (Nb) (ft-lb/ft3)
1 20 9900
2 25 12375
3 30 14850

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|66


Bab 4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

4 50 24750
3 3
Catatan : 1 ft-lb/ft = 47,88 J/m atau 1 kJ/m = 20,88 ft-lb/ft3.
3

Sumber : Braja M.Das,1994


Dari pengujian kadar air dan berat volume kering yang
dilakukan terhadap sampel yang dipadatkan dengan empat ragam
energi pemadatan di atas, hasilnya digambarkan dalam grafik.
Dari grafik dan tabel di atas, maka dapat disimpulkan dua
hal penting, yakni :
(1) Jika enersi ditambah, berat volume kering maksimum juga
bertambah.
(2) Jika enersi ditambah, kadar air optimum akan berkurang.
Kedua fenomena tersebut hampir berlaku umum pada
semua jenis tanah, akan tetapi perlu diingat bahwa derajat
kepadatan tidak langsung,bertambah secara proporsional dengan
penambahan enersi pemadatan.

67|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4 ::Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.3. Pengaruh Enersi Pada Hasil Pemadatan


(Braja M.Das,1994)

Dalam pekerjaan pemadatan tanah, sebelumnya harus


dilakukan penetapan spesifikasi pemadatan. Ada dua spesifikasi
pada pemadatan tanah, yakni :
(1) Spesifikasi untuk pelaksanaan pemadatan
(2) Spesifikasi hasil akhir pemadatan
Pengujian pemadatan tanah di laboratorium dilaksanakan
terhadap contoh tanah (sample) yang diambil dari lokasi
pengambilan (quarry) dalam bentuk tanah asli (borrow material).
Dengan prosedur ini dapat dihasilkan sifat-sifat teknis tanah
timbunan yang dibutuhkan dalam perencanaan. Sesudah
bangunan tanah direncanakan seperti tanggul, jalan, bendung,
bendungan, dan sebagainya.
Selanjutnya ditentukan spesifikasi hasil akhir, yang akan
menjadi pedoman standar dalam pengontrolan kualitas pekerjaan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|68


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

pemadatan.Untuk spesifikasi hasil akhir dari pemadatan,


parameter ”kepadatan relatif (Rc)” sangat penting. Kepadatan
relatif untuk pelaksanaan didasarkan pada hasil pengujian di
laboratorium, yaitu perbandingan antara berat volume kering di
lapangan dengan berat volume kering di laboratorium (Proctor
standar atau Proctor modified).
Pertimbangan ekonomis untuk memperoleh hasil
pemadatan dapat dillustrasikan seperti pada kurva berikut :

Gambar 4.4. Garis Optimum Faktor Ekonomis Dalam


Memperoleh Hasil Pemadatan Optimal.
Kurva di atas memperlihatkan gambaran hasil pemadatan
pada tanah yang sama dengan 3 macam enersi pemadatan yang
berbeda.
- Kurva-A ; adalah kurva pemadatan yang diperoleh dari alat
pemadat standar. Kemudian untuk memperoleh kepadatan
sebesar 90% dari kepadatan maksimum, maka kadar air tanah
yang akan dipadatkan harus diatur antara kadar air w1 dan w2.

69|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4: Perbaikan
Bab-3 : Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Interval kadar air dari w1 sampai w2, didapat dengan menarik


garis horisontal 90% dari maks pada kurva-A. Jika tanah yang
akan dipadatkan kadar air berada di luar interval w1 sampai
w2, maka sulit diperoleh hasil pemadatan sesuai yang
direncana.
- Kurva-B dan Kurva-C ; adalah kurva pemadatan yang
diperoleh dengan mengurangi enersi pemadatan. Enersi
pemadatan yang paling ekonomis adalah bila kadar air tanah
pada saat pemadatan sebesar w3. Interval kadar air tanah
yang paling baik dilakukan (aspek efisiensi enersi) di lapangan
adalah tanah dengan kadar air antara wopt sampai w3.
Pemadatan tanah pada kondisi basah optimum, pada
umumnya akan menghasilkan kuat geser yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemadatan pada kondisi kering optimum.
Selain itu potensi kembang susut dan sifat permeabilitas sangat
dipengaruhi pula oleh kadar air tanah yang dipadatkan. Oleh
karena itu parameter yang penting untuk ditentukan pada
spesifikasi hasil pemadatan adalah :
(1) Tingkat kepadatan relatif (%)
(2) Interval kadar air tanah yang dipadatkan
Untuk pekerjaan pemadatan tanah yang berskala besar
seperti pada bendungan tanah, maka perlu pula ditentukan
parameter pemadatan yang meliputi :
a. Jenis alat pemadat
b. Berat mesin pemadat
c. Jumlah lintasan mesin pemadat
d. Ketebalan tiap lapisan pemadatan.

Disamping pengaruh karakteristik tanah, faktor


karakteristik mesin pemadat da prosedur pelaksanaan pemadatan,

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|70


Bab 4: :Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

juga sangat mempengaruhi hasil dari pekerjaan pemadatan tanah.


Ada lima faktor prosedur pemadatan, yang sangat penting
dicantumkan dalam spesifikasi pelaksanaan pemadatan, yakni :
(1) Jenis alat pemadat lengkap dengan spesifikasi detail,
(2) Frekuensi operasi mesin penggilas,
(3) Tebal lapisan yang dipadatkan,
(4) Jumlah lintasan penggilas, dan
(5) Kecepatan lintasan.
Jenis alat pemadat biasanya diambil sesuai ketersediaan
alat di lokasi pekerjaan. Sedangkan frekuensi operasi masing-
masing alat pemadat telah menjadi spesifikasi alat (walaupun
dapat diatur bila dikehendaki). Hal yang perlu diuji (field
experimental) adalah tebal lapisan, jumlah dan kecepatan lintasan.
Untuk memperlihatkan pengaruh jumlah lintasan dan
kecepatan mesin penggilas, dengan menggunakan mesin pemadat
seberat 7700 kg pada tanah lempung dengan batas cair yang
tinggi, dan pada pasir bergradasi baik, diperlihatkan pada kurva
berikut.
Pada kurva tersebut digambarkan hasil pemadatan dengan
menggunakan tiga macam kecepatan mesin penggilas, yakni 0,75
mph, 1,5 mph, dan 2,25 mph. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
kepadatan tanah akan bertambah oleh kenaikan jumlah lintasan
sampai pada suatu titik tertentu.

71|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4: Perbaikan
Bab-3 : Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Gambar 4.5. Pengaruh Jumlah dan Kecepatan Lintasan terhadap


Berat Volume Kering (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006)

Ketebalan lapisan tanah yang dipadatkan sangat


mempengaruhi jumlah lintasan yang dibutuhkan oleh alat
pemadat untuk mendapatkan kondisi kepadatan yang diinginkan.
Makin tebal lapisan tanah yang dipadatkan, makin besar pula
enersi yang dibutuhkan, sehingga diperlukan jumlah lintasan
penggilas yang lebih banyak. Sebaliknya, jika energi yang
diaplikasikan terlalu besar maka partikel tanah akan mengalami
fraksi, sehingga kepadatan yang dihasilkan juga tidak optimal.
Hubungan antara ketebalan lapisan tanah dengan jumlah lintasan
yang diperlukan dapat dilihat pada kurva berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|72


Bab 4 : :Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
DenganMetode
MetodeFisik
Kimiawi

Gambar 4.6. Hubungan Jumlah Lintasan dengan Kedalaman


Pemadatan (D’Appolonia, 1969 dalam Hary C., 2006)

Studi yang dilakukan oleh D’Appolonia (1969) dalam Hary


C. (2006), menggunakan mesin penggila seberat 5670 kg, yang
dioperasikan pada frekuensi 27,5 Hz, tanah pasir Indiana Utara
dengan tebal lapisan 240 cm. Kerapatan relatif awal (Drawal)
sebesar 50% sampai 60%. Uji pemadatan dilaksanakan di lapangan
pada lubang uji (test pit).Dari kurva di atas, terlihat bahwa
kepadatan tanah akan bervariasi terhadap kedalamannya. Pada
kedalaman 15 cm bagian atas tanah akan melonggar akibat vibrasi
penggilas, dan kepadatan maksimum terjadi pada kedalaman 1,5
feet (45 cm). Hal lain yang terlihat dari gambar di atas, adalah

73|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4::Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

bahwa pada jumlah lintasan di atas 5 kali, maka kedalaman dan


kenaikan kepadatan tanah sudah tidak signifikan lagi.
Prosedur penentuan ketebalan lapisan tanah yang akan
dipadatkan untuk memenuhi kerapatan relatif (Dr) tertentu, dapat
dilakukan sebagai berikut :
(1) Buat kurva hasil uji pemadatan di lapangan dengan 5 kali
lintasan.
(2) Bila misalnya diinginkan kerapatan relatif minimum
(Drminimum) 75%, maka buatlah beberapa kurva yang sama
dengan kurva di atas pada kertas transparan.
(3) Impitkan beberapa kurva transparan tersebut di atas kurva
pertama secara bersusun, sehingga didapatkan tebal
efektif untuk mencapai kerapatan relatif yang diinginkan.
Cara penentuan ketebalan lapisan yang akan dipadatkan
diperlihatkan pada gambar berikut, yang mana ditemukan bahwa
untuk memenuhi kerapatan minimum (Drmin = 75%), maka
diperlukan ketebalan lapisan tanah sebesar 1,5 ft atau 45 cm.

(a) Hasil pemadatan lapangan dengan 5 lintasan.


(b) Penentuan tebal lapisan yang memenuhi syarat Dr=75%
Gambar 4.7. Penentuan Tebal Lapis Pemadatan (D’Appolonia,
1969 dalam Hary C., 2006)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|74


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

4.3. Perbaikan Tanah Dengan Metode Konsolidasi

Telah diuraian sebelumnya bahwa perbaikan tanah dengan


metode konsolidasi adalah pemadatan dengan menggunakan
pembebanan statis. Oleh karena itu pemadatan yang murni
dengan metodekonsolidasi membutuhkan waktu yang cukup
lama, sehingga metode ini hanya sesuai diaplikasikan pada lapisan
tanah yang kebutuhan penggunaannya masih cukup lama. Oleh
karena itu metode ini hampir tidak pernah diaplikasi sendiri,
melainkan dikombinasikan dengan metode lainnya, seperti sistem
drainase air tanah (vertical drain dan horizontal drain)
Perbaikan tanah dengan metode konsolidasi secara umum
dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan
menempatkan beban statis yang bersifat sementara (pre-loading)
di atas lapisan tanah yang akan diperbaiki. Akibat beban tersebut,
maka tanah akan mengalami pemadatan akibat tekanan dari
beban sementara tersebut. Oleh karena proses konsolidasi
membutuhkan waktu yang lama, maka biasanya metode
konsolidasi tidak berdiri sendiri, melainkan dikombinasi dengan
metode lain kombinasi dengan metode drainase (penyaluran air
tanah ke permukaan tanah). Penempatan beban sementara
(umumnya berupa pengisian tanah) di lokasi sebagai pre-loading
dimaksudkan agar terjadi proses konsolidasi pada tanah, sebelum
membangun struktur yang direncanakan. Proses ini bertujuan
untuk memperbaiki tanah dengan mengompres tanah, sehingga
dapat meningkatkan kekakuan dan kekuatan gesernya. Untuk
lapisan tanah yang jenuh air, penempatan drainase berupa saluran
buatan (prefabricated vertical drains - PVDs), ditempatkan
sebelum pemberian beban pre-loading agar mempercepat

75|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

pengaliran air tanah ke permukaan (drainase air tanah), dan


mengurangi waktu konsolidasi.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 4.8. Skema dan Penerapan Prefabricated Vertical Drains
(James D. Hussin, 2006)

Jenis tanah yang paling sesuai untuk penerpan metode ini


antara lain pada tanah lunak, dan tanah yang berbutir halus, oleh
karena pada tanah lunak umumnya mudah ditembus dengan
PVDs, sedangkan pada lapisan tanah yang kaku diperlukan
pengeboran awal (pre-drilling).
Penyaluran vertikal (vertical drain) biasanya digunakan
untuk memperbaiki tanah yang bergradasi halus dan jenuh. Teknik
ini meliputi cara vertikal drain dari bahan pabrikasi, dengan grid
tertentu ke dalam lapisan tanah. Pada saat tanah menerima
pembebanan, maka vertikal drain akan berfungsi membantu
proses evakuasi air pori ke permukaan, sehingga memungkinkan
proses konsolidasi tanah berjalan dengan cepat. Biaya utama yang
diperlukan pada penerapan metode ini adalah biaya untuk
pemberian pre-loading di atas permukaan tanah.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|76


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Gambar 4.9. Susunan Vertikal Drain


(Soletanche-Bachy. 2015)

Salah satu metode preloading yang dilakukan oleh Chu &


Yan (2011) adalah metod “vacuum preloading method”. Yang
diterapkan pada perbaikan tanah lunak untuk subgrade jalan.
Skema metode ini diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 4.10. Prinsip Kerja Vacuum Preloading Method


(Chu & Yan, 2011)

Hasil dari penerapan metode vacuum preloading,


menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara pengurangan

77|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab: 4Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah Metode
Dengan Kimiawi
Metode Fisik

penurunan (reduce of settlement) terhadap usia perbaikan yang


dilakukan pada beberapa kedalaman tanah. Hal ini dapat dilihat
pada frafik di bawah ini.

Gambar 4.11. Korelasi Penurunan vs Durasi dari hasil Vacuum


Preloading Method (Chu & Yan, 2011)

Menurut Chu & Yan (2011), bahwa metode vacuum


preloading efektif diterapkan untuk perbaikan tanah liat lunak.
Metode ini lebih murah dan lebih cepat, dibandingkan dengan
metode fill surchange. Hal yang penting dilakukan adalah
mengukur baik penurunan maupun tekanan air pori untuk
menghitung tingkat konsolidasi dan mengevaluasi kinerja dari
perbaikan tanah yag dilaksanakan. Kedalaman efektif untuk
penerapan metode vacuum preloading adalah lebih dari 10 m.
Dari hasil penelitian Chu & Yan (2011) digambarkan nilai
pengurangan tekanan air pori yang terjadi yang juga berkorelasi
dengan durasi pelaksanaan dari vacuum preloading. Hal ini dapat
dilihat pada grafik berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|78


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.12. Reduksi Tekanan Air Pori vs Durasi dari hasil


Vacuum Preloading Method (Chu & Yan, 2011)

Selain memperkenalkan metode vacuum preloading, Chu &


Yan (2011) juga melakukan perbaikan tanah dengan metode
Explosive Replecement yang telah lama dikenal orang.
Pemadatan eksplosif (explosive compaction) telah menjadi
metode yang digunakan untuk memadatkan tanah granular lepas
(loose granular soils). Penggantian eksplosif (explosive
replecement) adalah dengan metode yang menggunakan bahan
peledak untuk melepaskan lapisan tanah liat yang lunak, kemudian
menggantinya dengan bahan batu pecah. Hal ini dapat diterapkan
bila lapisan tanah lunak yang akan diperbaiki relatif dangkal dan
bahan batu pecah tersedia.
Menurut Chun & Yan (2011), bahwa metode explosive
replecement lebih cepat dari pada preloading dan lebih murah dari
pada penerapan soil-cement. Hal ini efektif bila lapisan tanah
lunak diganti kurang dari 10 m. Metode ini sangat sesuai untuk
pembangunan jalan di daerah pegunungan dimana batuan

79|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4: Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah Metode
Dengan Kimiawi
Metode Fisik

tersedia (misalnya, sebagai bagian dari terowongan untuk proyek


jalan yang sama).

4.4. Perbaikan Tanah Dengan Metode Pengeringan

Dewatering adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan tindakan menghilangkan air tanah atau air
permukaan dari lokasi konstruksi. Biasanya proses pengeringan
dilakukan dengan memompa atau menguapkan, dan biasanya
dilakukan sebelum penggalian dilakukan lebih dalam, yang
mungkin menyebabkan masalah dalam pelaksanaan penggalian.
Metode dewatering diterapkan pada lokasi konstruksi, yang
tergenang air baik oleh air permukaan maupun yang tergenang
akibat tingginya muka air tanah.
Pelaksanaan pengurasan yang benar, harus mematuhi
beberapa ketentuan yang tidak akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun
lingkungan hidup secara lebih luas. Dalam pelaksanaan konstruksi,
lokasi pekerjaan harus bebas dari genangan air agar pekerjaan
dapat berlangsung dengan baik dan aman. Pemilik proyek
biasanya cenderung menggunakan pompa air untuk mengeringkan
air dari lokasi pekerjaannya. Tetapi jika mereka tidak
memperhatikan tempat pembuangan air, erosi dan masalah
lainnya mungkin terjadi. Hal seperti ini akan menimbulkan
permasalahan baru dalam pelaksanaan konstruksi.
Stabilitas tanah yang didapatkan dari proses dewatering,
biasanya berlaku jangka pendek, yakni hanya selama periode
pelaksanaan konstruksi saja, yang dimaksudkan untuk
memberikan kenyamanan dan keamanan kerja, sehingga
pelaksanaan konstruksi dapat berlangsung dengan baik dan
sempurna. Kecuali jika elevasi air tanah tidak kembali meningkat
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|80
Bab-3
Bab 4: Perbaikan Tanah
: Perbaikan Dengan
Tanah Metode
Dengan Kimiawi
Metode Fisik

setelah proses pengurasan dilakukan, maka hasil perbaikan


dengan dewatering dapat berfungsi permanen. Hal semacam ini
dapat dihasilkan apabila saluran pengaliran dapat berfungsi
sepanjang waktu.
Dewatering harus dilakukan dengan benar agar tidak
mengikis tanah di lokasi konstruksi. Oleh karena penting untuk
memilih lokasi terbaik untuk pembuangan air, dan sedapat
mungkin mungkin berada jauh dari badan air atau cekungan air.
Dalam proses pengeringan air tidak boleh dipompa langsung ke
lereng. Saluran yang digunakan untuk pengeringan harus stabil
dan lebih baik jika sudah terlindungi dengan rumput atau tumbuh-
tumbuhan. Selain itu pelaksanaan pengeringan harus dihindari
pada saat hujan deras, karena infiltrasi air hujan akan
memperlambat proses pengurasan, bahkan dewatering bisa tidak
berfungsi sama sekali.
Pelaksanaan dewatering dapat mempengaruhi berbagai
aspek, baik terhadap kondisi air tanah, maupun pengaruhnya
terhadap lapisan tanah yang dikeringkan airnya. Salah satu
dampaknya adalah turunnya muka air tanah seperti yang
digambarkan berikut.

81|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab :4Perbaikan
Bab-3 : Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Gambar 4.13. Pengaruh Dewatering terhadap Muka Air Tanah


(Patrick Powers, 1992) ; (a) m.a.t sebelum dipompa (effluent stream) ;
(b) m.a.t setelah pemompaan (Influent stream)

Menurut Patrick Powers (1992) bahwa pelaksanaan


dewatering akan menimbulkan permasalahan berupa penurunan
(settlement), dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yakni :
1) Keluarnya partikel halus (fines) dari tanah melalui sumur
pompa yang tidak tersaring.
2) Pemompaan terbuka dari lubang galian yang kurang baik,
sehingga menimbulkan boils dan piping di dalam lapisan
tanah, atau kelaurnya tanah dari lereng, atau keluarnya tanah
dari permukaan terowongan. Boils pada lapisan tanah akan
menurunkan kekuatan tanah, dan akhirnya akan
mengakibatkan penurunan struktur dalam jangka panjang.
3) Terjadinya konsolidasi terutama pada tanah lanau atau
lempung yang bersifat kompresif, atau pada pasir lepas (loose
sand), karena adanya peningkatan tegangan efektif di dalam
tanah.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|82


Bab 4::Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.14. Efek Dewatering Pada Lapisan Kompressibel


(Patrick Powers, 1992)
Dari ilustrasi pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa
selain dapat meningkatkan penurunan, akibat dari pelaksanaan
dewatering juga dapat menurunkan tekanan overburden di dalam
tanah. Hal ini disebabkan karena mengecilnya tekanan air pori di
dalam tanah, seperti yang dijabarkan dalam persamaan berikut.
Po = eff + pw .................... (4.7)
Po = eff + w.hw .................... (4.8)
Pada saat tanah kering, hw = 0, maka :
Po = eff + 0
Po = eff = d.h .................... (4.9)
Yang mana :
Po = tekanan overburden (tekanan total)
eff= tegangan efektif (tekanan butir)
w = berat volume air
d = berat volume butiraan (berat volume kering)
hw = tinggi muka air tanah dari titik yang ditinjau
h = tinggi permukaan tnah dari titik yang ditinjau

83|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.15. Diagram Tegangan vs Angka Pori Pada Lempung


Kompresibel (Patrick Powers, 1992)

Kurva hubungan tegangan dengan angka pori tanah seperti


yang digambarkan di atas memperlihatkan adanya dampak
samping (side effect) yang lain dari dewatering adalah
menurunnya tegangan tanah akibat terjadinya poses
recompression dan decompression karena keluarnya air dari pori
tanah.

4.5. PerbaikanDengan Pergantian Tanah

Teknik perbaikan tanah dengan metode penggantian tanah


(soil replacement) merupakan salah satu metode tertua dan paling
sederhana yang sering diterapkan dalam memperbaiki kondisi dan
daya dukung tanah. Daya dukung pondasi dapat diperbaiki dengan
mengganti tanah yang buruk (misalnya tanah organik atau tanah
lempung lunak), dengan bahan yang lebih baik dan kompeten
seperti pasir, kerikil atau batu pecah. Hampir semua tanah dapat
digunakan seabagi bahan pengisi, namun beberapa jenis tanah
yang sulit dipadatkan bila digunakan sebagai lapis pengganti
(Abdel Salam, 2007)
Penggunaan tanah pengganti di bawah pondasi dangkal
dapat mengurangi penurunan konsolidasi (consolidation
settlement), sekaligus dapat meningkatkan daya dukung tanah.
Cara seperti ini memiliki beberapa kelebihan dibanding
penggunaan teknik lain, atau penggunaan pondasi dalam (deep
foundation), karena lebih ekonomis dan waktu pelaksanaan
konstruksinya yang lebih cepat. Namun terlepas dari keuntungan
sistem penggantian tanah, permasalahan penentuan ketebalan
tanah pengganti yang selama ini didasarkan pada pengalaman
Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|84
Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

yang dalam banyak kasus masih dipertanyakan (Gabr, 2012).


P.C.Varghese (2005) menyatakan bahwa zona dengan tegangan
tinggi pada tanah di bawah pondasi dangkal (shallow foundation),
hanya 1 sampai 1,5 dari luasnya yang dapat diganti dengan tanah
yang baik (replacement area).
Abdel Salam (2007) dan Abdel Fatah (2014) menyelidiki
pengaruh penggunaan berbagai jenis tanah, dan ketebalan lapisan
pengganti untuk peningkatan daya dukung dan pengurangan
penurunan konsolidasi pada tanah liat lunak secara eksperimental.
Kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa, dengan
meningkatnya ketebalan lapisan pengganti, maka penurunan
vertikal (vertical settlement) akan berkurang.
Berkaitan dengan keraguan dan perdebatan terhadap
ketebalan lapis pengganti yang optimum untuk meningkatkan
kinerja tanah yang bersifat lunak, maka Gaafer et al. (2015)
menyimpulkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk
mempelajari teknik pemindahan dan penggantian untuk
memperbaiki perilaku tanah dengan mempertimbangkan
persyaratan geoteknik (yaitu daya dukung dan penurunan), serta
biaya untuk mencapai ketebalan lapisan pengganti optimum, dan
bahan yang paling sesuai dengan total biaya minimum dari
konstruksi pondasi yang dikerjakan.
Penerapan metode penggantian tanah secara konvensional
dapat dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah permukaan yang
dangkal. Akan tetapi jika lapisan tanah yang hendak diperbaiki
cukup dalam, seperti misalnya untuk peningkatan daya dukung
pada pondasi tiang, maka metode ini dapat dilakukan dengan
melakuka kombinasi dengan metode lain, seperti metode
pemadatan dalam (deep soil mixing = DSM), metode stone column,

85|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

vibro replecement, dan lain-lain. Uraian tentang penggambungan


beberapa metode akan dibahas pada bab selanjutnya.

4.6. Perbaikan Dengan Perekatan Butir Tanah


Interaksi partikel tanah yang lepas (loose condition)
menyebabkan kinerja lapisan tanah akan lemah. Salah satu
tindakan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan
merekatkan partikel tanah sehingga dapat meningkatkan kinerja
lapisan tanah. Karena beberapa partikel tanah yang dapat bekerja
sama satu sama lain, akibat perekatan dari bahan stabilizer maka
metode ini dapat diistilahkan dengan metode perekatan (Gluing
Method)
Untuk tujuan stabilisasi tanah, resin sebagai bahan yang
tahan air (waterproofing) baik resin alami atau sintetis yang fungsi
utamanya adalah menjaga kadar air tanah berada pada kadar air
optimum atau dibawahnya, dengan maksud mencegah masuknya
air ke dalam campuran tanah yang diperbaiki dan dipadatkan.
Hampir tidak ada proses sementasi yang terjadi di dalam stabilisasi
resin, sehingga metode ini dikategorikan sebagai stabilisasi fisik.
Tidak seperti yang terjadi pada stabilisasi kimia bahwa kehadiran
zat pengikat (bonding agent), akan membuat efektivitas
meningkat secara umum, seiring dengan peningkatan jumlah yang
digunakan, pada penggunaan bahan resin biasanya mencapai
keefektifan maksimum bila diaplikasikan dalam jumlah kecil (± 2 %
atau kurang dari berat kering tanah yang distabilisasi). Meskipun
mampu memberikan karakteristik yang diinginkan ke tanah dan
dapat memberikan efek waterproofing yang cukup, namun tidak
satu pun bahan resin yang merupakan zat penstabil tanah yang
dianggap sesuai hingga saat ini. Ada yang berpendapat bahwa
aktivitas bakteri dalam tanah mungkin memiliki efek yang

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|86


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

merugikan pada kelanggengan (pemanency) dari zat penstabil


pada tanah organik seperti bahan bitumen dan resin (Mainfort,
1951).
Bahan bitumen telah digunakan secara ekstensif untuk
stabilisasi tanah, dan sifatnya dalam hal ini telah diteliti secara
menyeluruh di laboratorium dan di lapangan oleh banyak pihak.
Bahan bitumen tidak terlalu efektif bila digunakan dengan tanah
yang terdeposit. Sulit untuk mendapatkan campuran menyeluruh
dari bitumen dan tanah halus, meskipun metode pencampuran
yang direkomendasikan oleh masing-masing produsen diikuti
dengan seksama. Dalam upaya untuk menentukan prosedur
pencampuran yang paling efektif, bitumen telah ditambahkan ke
tanah yang disiapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) tanah kering udara,(2) tanah pada kondisi kelembaban
optimum,(3) tanah di atas kelembaban optimum (mendekati cair
dekat), dan(4) kelembaban tanah yang berbeda. Namun tak satu
pun variasi dalam prosedur pencampuran yang dilakukan ini yang
tampak memperbaiki stabilitas yang dihasilkan. Persebaran yang
mendekati seragam, hampir dapat diperoleh bila bahan bitumen
ditambahkan ke dalam tanah pada kadar air di atas optimum, dan
dicampur dalam bentuk bubur. Dalam hal ini, campuran harus
dikeringkan kembali ke tingkat kelembaban optimum sebelum
dicetak. Semua jenis bitumen dapat memberikan tingkat
repellency air tertentu pada tanah yang diperbaiki, namun
campuran yang dihasilkan sangat rentan terhadap terjadinya
destruktif pada proses pembekuan dan pencairan. Sifat stabilisasi
bahan bitumen, khususnya MC-2, RC-2 dan emulsi aspal, dapat
diperbaiki dengan penambahan kapur dalam persentase kecil,
atau menambahan bahan-bahan sepertiresorcinol-formaldehyde,
atau aniline-furfural. Bahan bitumen telah berhasil digunakan

87|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

untuk menstabilkan dan tanah berpasir yang tahan air (Mainfort,


1957).
Formulasi resorsinol-formaldehida tertentu dapat
mengeras tanah di bawah kondisi penyembuhan lembab pada
suhu kamar. Sampel yang dicampur dengan bahan ini dan
disimpan, akan menjadi cukup keras hanya dalam beberapa jam
setelah pencampuran. Sampel yang dikeringkan pada suhu kamar
dan sampel yang direndam memberikan hasil stabilitas yang sama
(Mainfort, 1951). Bahan resorcinol formaldehyde biasanya dalam
bentuk cair dan memerlukan pelarut 15 persen dari bahan
pengeras aldehyde untuk mempercepat dan memberikan
kemampuan resinifikasi. Setidaknya 5 persen dari perawatan ini
diperlukan untuk stabilisasi tanah yang efektif, namun persentase
perawatan yang lebih tinggi menghasilkan stabilitas yang lebih
tinggi. Sampai saat ini resin jenis ini dinilai terlalu mahal untuk
dipergunakan sebagai zat penstabil pada tanah. Namun,
tampaknya cocok untuk menjadi bahan penambah pada stabilizer
lain yang lebih ekonomis, terutama untuk bahan bitumen. Sifat
stabilisasi MC-2 dan emulsi aspal sangat diuntungkan dengan
hanya menambahkan sejumlah kecil bahan ini. Campuran aniline-
furfural adalah resin pengikat sintetis yang paling murah yang
telah dipertimbangkan untuk stabilisasi tanah. Anilinemerupakan
bahan kimia beracun (toxic), sehingga harus ditanganidengan
cukup hati-hati.
Latta & Leonard (1975), mendapatkan hak paten atas
penemuannya yang berhubungan dengan penggunaan resin
epoksi (epoxy resin) untuk stabilisasi tanah, dan secara khusus
untuk metode pembuatan subbase, base dan surface course pada
jalan dan landasan pacu bandara, juga dapat digunakan
menstabilkan bukit pasir, material granular, dan material lepas

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|88


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

lainnya, dan lain sebagainya. Bahan yang ditemukan oleh Latta &
Leonard (1975) adalah senyawa Epoxy Resin Ester, yang
merupakan produk reaksi dari bisphenol A-glycidyl ether type
epoxy resin dengan asam lemak dari biji rami, yang mana
perbandingan molar asam lemak dengan unit bisphenol A adalah
antara sekitar 0,5 sampai 1,0. Keunggulan penggunaan asam
lemak dari biji rami yang berfungsi sebagai pelarut, adalah karena
bahan ini mudah menguap, dapat menjadi zat pengikat emulsi dan
air. Air yang ada dalam jumlah sekitar sepertiga dari berat total
bahan stabilizer dalam bentuk konsentrat, akan membantu
mempercepat proses pelarutan saat menerima air tambahan,
pada penerapannya dalam perbaikan tanah. Campuran tanah yang
dihasilkan dapat dilakukan pengeringan atau tidak, dan hal ini
tergantung pada kebutuhan dan kondisi dalam penerapannya.
Salah satu bidang penerapan yang penting dari penemuan
mereka adalah pada struktur sub-base, base, dan lapisan aus
(wear courses) untuk jalan, bandara, landasan pendaratan
helikopter dan penggunaan yang semacamnya, di mana
strukturnya harus memberi daya dukung baik langsung ataupun
tidak langsung. Penemuan mereka disesuaikan dengan baik untuk
pembangunan jalan di daerah kering seperti daerah gurun atau
dalam arti yang lebih luas, di daerah di mana kadar air optimum
untuk pembangunan jalan kurang selama periode konstruksi
dilaksanakan, biasanya pada bulan-bulan musim panas di belahan
bumi bagian utara.
Pembuatan sub-base untuk jalan semacam itu, diperlukan
data tanah yang ditentukan termasuk ukuran partikel (grain size),
indeks plastisitas, klasifikasi tanah, kerapatan kering maksimum,
kadar air optimum, dan persentase Bearing California (CBR), dan
lain sebagainya. Dari data tersebut proporsi bahan stabilizer

89|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

terhadap tanah dapat ditentukan. Disarankan oleh Latta &


Leonard (1975) bahwa bahan epoxy resin dapat diterapkan untuk
berbagai macam kerikil, pasir, lumpur, atau lempung kasar secara
lebih luas. Penentuan proporsi optimal akan didasarkan pada
beberapa faktor termasuk kekuatan yang dibutuhkan oleh
perancang jalan dan pengetahuan mengenai proporsi yang telah
ditemukan untuk memberikan hasil yang memuaskan dalam
aplikasi yang sama atau serupa (analogi). Tanah yang telah
dicampurkan dengan stabilizer dilakukan berbagai pengujian
untuk mengetahui peningkatan kekuatan, kekakuan dan sifat-sifat
teknis tanah yang diperlukan dalam perancangan konstruksi yang
akan dibangun di atas lapisan tanah perbaikan, seperti uji
stabilitas Marshall, kekuatan tarik, regangan tarik, dan penetrasi
CBR, dan pengujian lainnya sesuai kebutuhan. Karena bahan
stabilizer adalah unsur paling mahal dalam perbaikan tanah, maka
proporsinya akan dipilih yang mana jumlah minimum bahan
diperlukan yang akan memenuhi spesifikasi. Tanah yang baik
membutuhkan bahan stabilizer yang lebih sedikit daripada tanah
yang buruk, dan lapis base membutuhkan kekuatan lebih dari
pada sub-base.
Sebagaimana diketahui bahwa pencampuran tanah dengan
aspal tidak menimbulkan reaksi kimia, sebagaimana yang terjadi
pada pencampuran tanah dengan semen atau kapur. Menurut
Ingles & Metcalf (1972), bahwa pada stabilisasi dengan aspal ada
hal yang masih menjadi kontradiksi. Jika lapisan aspal yang
menyelimuti partikel tanah tipis, maka akan membuat material
tanah lebih kuat. Lapisan film aspal yang tipis yang mengisi pori
tanah dapat mencegah masuknya air. Sebaliknya semakin banyak
aspal dapat menyebabkan hilangnya kekuatan tanah akibat efek
pelumasan partikel oleh aspal, sehingga ikatan (interlocking)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|90


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

antara partikel menjadi terhambat. Karena itu sebelum


penerapanya diperlukan pengujian terlebih dahulu, untuk
menentukan kadar aspal yang tepat untuk suatu jenis tanah yang
akan diperbaiki. Pada umumnya stabilisasi tanah dengan aspal
diterapka pada tanah granular (non kohesif).
Diana et al. (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh
kadar aspal terhadap perbaikan parameter tanah pasir dari Kulon
Progo, yang tergolong sand poor graded (pasir bergradasi buruk),
terlihat bahwa penggunaan aspal dapat menurunkan kadar air
optimum (OMC) dan meningkatkan nilai kepadatan kering
maksimum (MDD), seiring dengan peningkatan kadar aspal yang
dicampurkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD.
Kadar Aspal Optimum Moisture Content Maximum Dry Density
(%) (OCM) – (%) (MDD) – (kg/cm3)
0 14,00 1,75
1 12,00 1,55
2 10,75 1,99
3 9,20 1,98
4 11,55 1,90
5 11,40 2,05

Selanjutnya dari pengujian CBR yang dilaksanakan oleh


Diana et al. (2011), dihasilkan bahwa dengan penambahan kadar
aspal 2% menyebabkan nilai CBR meningkat dari 8% menjadi 20%
(peningkatan sebesar 150%). Selanjutnya penambahan kadar aspal
3% sampai 5% cenderung menurunkan nilai CBR. Hal ini
disebabkan karena campuran tanah aspal menjadi bersifat lebih
plastis. Semakin banyak aspal dapat menyebabkan hilangnya

91|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

kekuatan tanah akibat efek pelumasan partikel oleh aspal,


sehingga ikatan (interlocking) antara partikel menjadi terhambat.
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Hubungan Kadar Aspal dengan OMC dan MDD.


Kadar Aspal Nilai CBR (%)
(%) Penetrasi 1 Inch Penetrasi 2 Inch
0 6 8
1 15 20
2 17 20
3 12 16
4 9 11
5 10 14

Salah satu bahan stabilizer yang bersifat semi fisik


diperkenalkan oleh Fauziah et al. (2013), yang merupakan bahan
dari limbah pabrik karet di Malaysia. Bahan tersebut diberi nama
Styrene Butadiene Rubber (SBR), yaitu bahan aditif cair, yang
merupakan kopolimer acak, yang berasal dari monomer Styrene
dan Butadiena. Ada dua kelas SBR; Emulsi SBR (E-SBR) dan larutan
SBR (S-SBR). Larutan SBR adalah salah satu kelompok polimer yang
memiliki potensi aplikasi yang sangat besar di berbagai industri.
SBR dapat dianggap sebagai bahan kimia yang murah, tersedia
secara luas, tidak beracun, dan mudah larut dalam air.
Selanjutnya, dapat diaplikasikan sebagai stabilizer tanah langsung
di tempat kerja konstruksi, tanpa instrumentasi khusus.
Penggunaan bahan SBR pada tanah lunak yang
mengandung unsur organik yang tinggi (12,5%), derajat keasaman
yang juga tinggi (pH = 3,8), serta nilai indeks plastisitas yang relatif
sedang (PI = 16,5), memberikan informasi bahwa penambahan

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|92


Bab 4 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Fisik
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimiawi

SBR pada tanah tersebut, akan menurunkan kadar air optimum


(OMC), meningkatkan kepadatan kering maksimum (MDD), dan
memperbesar koefisien permeabilitas. Disamping itu pengaruh
umur campuran juga dapat memperbesar nilai pH (mengurangi
tingkat keasaman tanah), dan sedikit meningkatkan kekuatan
tanah. Beberapa hasil pengujian terhadap parameter tersebut
dapat dilihat pada beberapa grafik yang digambarkan berikut
(Fauziah et al., 2013):

Gambar 4.16. Hubungan antara MDD & OMC dengan berbagai


kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

93|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab 4 ::Perbaikan
Bab-3 PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.17. Efek Kadar SBR (%) Terhadap Koefisien


Permeabilitas (Fauziah et al., 2013)

Gambar 4.18. Efek Curing Time Terhadap pH pada berbagai kadar


SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|94


Bab 4 :: Perbaikan
Bab-3 Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Kimiawi
Fisik

Gambar 4.19. Efek Curing Time Terhadap Kuat Geser pada


berbagai kadar SBR (%) (Fauziah et al., 2013)

Kesimpulan penelitian Fauziah et al. (2013), menunjukkan


bahwa penggunaan SBR dapat ; (1) Mengurangi nilai indeks
plastisitas tanah sekitar 71,9% karena tercegahnya air menyerang
partikel tanah liat, (2) Mengurangi kadar air optimum (OMC)
karena pengurangan pengionisasi dan pertukaran molekul air pada
permukaan platelet tanah liat, (3) Meningkatkan kuat geser
sampai 17,8% akibat meningkatkan ikatan antar partikel, (4)
Menurunkan keasaman tanah sekitar 14% dari tanah aslinya, (5)
Memperbesar nilai koefisien permeabilitas tanah pada SBR 2,5%
memiliki koefisien permeabilitas 1 x 10-7 m/det.
Berdasarkan hasil tersebut selanjutnya Fauziah et al. (2013)
merekomendasikan penggunaan bahan SBR untuk memperbaiki
tanah lunak yang banyak mengandung unsur organik. Karena
disamping menunjukkan kemampuan untuk memperbaiki jenis

95|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4 :: Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

tanah ini, juga karena bahan SBR tidak beracun (non-toxic), tidak
beruap (non-pavor), sehingga penggunaannya cukup aman.

4.7. Perbaikan Tanah Dengan Bahan Limbah (Weste Mix)

Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan orang dalam


perbaikan tanah adalah penggunaan material limbah sebagai
bahan pencampur ke dalam lapisan tanah yang memiliki daya
dukung kecil seperti lapisan tanah gambut atau lempung lunak
lainnya. Selain penggunaan abu terbang (fly ash) maupun abu
biomassa yang sudah disinggung sebelumnya, ada berbagai jenis
limbah industri yang dapat dipergunakan sebagai material
pencampur pada tanah yang lunak, seperti limbah dari berbagai
jenis tambang logam (tailing), limbah plastik, limbah kaleng, dan
lain sebagainya.
Canakci et al. (2016), melakukan studi dengan
menggunakan limbah kaleng aluminium dari bekas minuman
ringan, yang digunting-gunting sampai berbentuk aluminium strip.
Limbah minuman kaleng (Waste Canned Drinks - WCD), dipotong
menjadi 5 mm strip dan dicampur dengan tanah di 2, 4, 6, 8, dan
10% (berat kering tanah) sebelum digunakan.

Tiga pengujian standar yang dilakukan terhadap sampel


yang diberikan perlakuan, yaitu uji kepadatan, uji pembengkakan
bebas, dan uji California Bering Ratio (CBR). Dari hasil pengujian
tersebut menunjukkan bahwa WCD berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan kepadatan tanah, pengurangan potensi dan
tekanan pembengkakan tanah, serta peningkatan kekuatan (CBR)
dari tanah yang diperbaiki dengan limbah kaleng aluminium.
Sebagai kesimpulan dari hasil studinya, Canakci et al.
(2016)menyimpulkan bahwa : (1) Dengan menambahkan kaleng

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|96


Bab-3
Bab 4::Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

minuman aluminium ke tanah ekspansif, akan meningkatkan


Maximum Dry Density (MDD) tanah.Oleh karena itu, metode
tersebut dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan
stabilizer pada tanah yang bersifat ekspansif; (2)Dengan
menambahkan kaleng minuman aluminium ke tanah ekspansif
akan menurunkanOptimum Moisture Content (OMC); Oleh karena
itu untuk proyek yang spesifik dengan kadar air rendah, tanah
ekspansif yang stabil dengan aluminium dapat direkomendasikan;
(3) Menstabilkan tanah ekspansif dengan kaleng minuman
aluminium bisa dianggap ramah lingkungan karena tidak ada
manufaktur yang digunakan dengan teknik ini; dan (4)
Menambahkan aluminium dengan 6% dari berat kering tanah,
dianggap sebagai persentase efektif untuk limbah
kalengaluminiumdapat digunakan untuk mendapatkan perbaikan
terhadap nilaiCalifornia Bearing Capacity (CBR) tanah yang
kondisinya lunak.
Perubahan parameter tanah yang diperbaiki dengan
campuran limbah kaleng aluminium, oleh Canakci et al. (2016)
digambarkan pada grafik-gragik berikut.

97|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-3
Bab 4: :Perbaikan
PerbaikanTanah
TanahDengan
DenganMetode
MetodeKimiawi
Fisik

Gambar 4.20. MDD vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Gambar 4.21. OMC vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Gambar 4.22. CBR (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|98


Bab-3
Bab 4 ::Perbaikan
Perbaikan Tanah
Tanah Dengan
Dengan Metode
Metode Fisik
Kimiawi

Gambar 4.23. Swelling (%) vs % Aluminum (Canakci et al.,2016)

99|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

BAB – V
PENGEMBANGAN METODE
PERBAIKAN TANAH

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|100


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

5.1. Pengembangan Metode Perbaikan Tanah


Sebagaimana yang telah diuraika pada bab sebelumnya,
bahwa ada beberapa metode yang sulit dilakukan murni secara
konvensional tanpa dikombinasikan dengan metode lainnya.
Seperti metode konsolidasi sering dikombinasikan dengan metode
drainase. Demikian pula dengan metode soil replacement yang
hanya efektif untuk penggantian lapisan tanah buruk di
permukaan yang dangkal saja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
para rekayasawan banyak melakukan perbaikan tanah dengan
mengkombinasikan beberapa metode, sehingga dapat didapatkan
hasil pemadatan tanah yang efektif mencapaiannya, cepat
pelaksanaannya, dan murah biayanya.

5.2. Perbaikan Dengan TeknikInclusions


Teknik pemasukan material pengganti ke dalam tanah
(Inclusions Technique), merupakan teknik yang dikembangkan
dengan menyuntikkan material yang lebih baik ke dalam lapisan
tanah yang akan dipadatkan, tanpa mengeluarkan material buruk
di dalam tanah. Teknik ini dirancang untuk memberikan dukungan
struktural dari semua lempung yang bersifat kompresibel. Dengan
teknik ini memungkinkan pengurangan penurunan dalam batas
yang aman terhadap konstruksi. Formasi Inklusi umumnya vertikal
dan disusun dalam bentuk grid, sehingga sistem ini dapat
memberikan karakteristik deformasi dan kekakuan yang sesuai
untuk menopang struktur yang akan didukung.

101|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.1. Pelaksanaan Teknik Pemasukan


(Soletanche-Bachy. 2015)
Metode ini dapat dilakukan melalui pengeboran dengan
atau tanpa perpindahan, pemancangan atau getaran, dengan
menyintikkan berbagai jenis bahan isian (batu, kerikil, campuran
tanah-semen, dan semua jenis mortar atau beton). Penggunaan
metode ini memungkinkan membentuk suatu konstruksi "sistem
pondasi superfisial" dengan biaya yang minim bila dibandingkan
dengan sistem pondasi dalam konvensional.

5.3. Perbaikan Dengan TeknikVibroflotation


Teknik Vibroflotation yang juga biasa disebut TeknikVibro
Compaction, cukup efektif diterapkan pada tanah yang granular
dan tidak koheren, seperti pasir dan kerikil. Getaran yang
diterapkan dapat menginduksi likuifaksi sesaat pada tanah di
sekitar vibrator. Dalam hal ini, kekuatan intergranular menjadi
lepas, sehingga partikel tanah akan tersusun ulang dalam pola
yang lebih kompak, sehingga dapat memberikan karakteristik yang
lebih baik. Teknik ini sering digunakan pada pekerjaan besar
seperti pemadatan untuk pekerjaan reklamasi.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|102


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Vibroflotation adalah salah satu cara yang mudah untuk


memperbaiki kondisi tanah, saat ditemukan kondisi tanah yang
tidak memadai pada lapisan dalam tanah. Teknik ini sangat
sederhana sehingga tidak memerlukan tambahan bahan selain
material pengisi, dan juga tidak dibutuhkan tambahan peralatan
selain probe serta peralatan yang terpasang padanya.
Teknik Vibroflotation dapat dilakukan dengan memilih satu
dari tiga macam teknik yang berbeda, yakni :
1) ..................................................................................... Met
ode Pemadatan Getar (Vibro Compaction Method) ; Metode
ini memungkinkan tanah granular dipadatkan. Metode ini
hanya digunakan untuk tanah berpasir kompak.
2) ..................................................................................... Met
ode Penggantian Getar (Vibro Replecement Method) ; Teknik
ini digunakan untuk mengganti bahan tanah yang buruk atau
tidak memadai, dengan membuang tanah dengan udara atau
air dan menggantinya dengan tanah granular. Hal ini dapat
digunakan pada berbagai jenis tanah seperti campuran tanah
liat dengan tanah berpasir.
3) ..................................................................................... Met
ode Pemindahan Getar (Vibro Displacement Method) ;
Prosedur ini digunakan tanpa atau hanya sejumlah kecil air
yang digunakan selama teknik berlangsung. Alat probe
dimasukkan ke dalam tanah dan akan menggantikan material
tanah yang buruk secara lateral, saat kolom material yang
baru terbentuk dan dipadatkan. Metode ini akan dibahas lebih
rinci pada bagian selanjutnya.
Prosedur pelaksanaan Vibroflotation cukup sederhana.
Probe ditancapkan ke dalam tanah di atas titik pemadatan.
Pembilasan air atau udara dikeluarkan melalui jet di ujung probe.

103|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Getaran injeksi yang diinduksi ini akan mencairkan tanah, sehingga


memungkinkan probe penetrasi terus menerus di bawah beratnya
sendiri. Setelah probe mencapai lapisan tanah yang buruk,
suntikan air dan udara dihentikan. Pada titik ini tanah dipadatkan
oleh getaran probe yang akan menimbulkan kawah (crater) di
sekitar vibrator, dan crater tersebut dapat diisi ulang dengan
bahan granular. Begitu proses pengisian dan pemadatan selesai,
probe perlahan ditarik ke atas secara bertahap setiap 12 inch.
Zona pemadatan di sekitar probe akan terbentuk (silindris), dan
tingkat pemadatan yang dicapai dapat dibaca pada alat
pressuremeter. Material yang digunakan untuk pengisian ulang
harus bebas dari lumpur, kerikil atau batu pecah.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.2. Skema dan Penerapan Vibroflotation
(James D. Hussin, 2006)

Jarak titik pemadatan (probe spacing) sangat menentukan


efektifitas dari hasil pekerjaan semua jenis vibroflotation. Oleh
Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh probe spacing

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|104


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

terhadap hasil vibro compaction seperti yang terlihat pada tabel


berikut.

Tabel 5.1. Hubungan Probe Spacing dengan Peluang Capaian


Perbaikan dengan Metode Vibro Campaction.
Expected Typical Probe
Soil Description
Improvement Spacing (ft)a
Well-graded sand
Excellent 9 – 11
<5% silt, no clay
Uniform fine to medium sand
Good 7,5 – 9
with <5% silt and no clay
Silty sand with 5–15% silt, no
Moderate 6 – 7,5
clay
Sand/silts, >15% silt Not applicableb -
Clays and garbage Not applicable -
aJarakprobe untuk mencapai kepadatan relatif 70% dengan vibroflot 165 HP, untuk
kepadatan lebih tinggi diperlukan jarak yang lebih dekat. (1 ft = 0,308 m).
bPerbaikan yang terbatas pada tanah lanau (silt), dapat dicapai dengan perpindahan

besar dengan memberikan isian batu.

Keuntungan penerapan dari teknik vibroflotation secara


umum adalah (Juan Rodriguez, 2016) :
1. Dapat mengurangi resiko terjadinya penurunan diferensial
(differential settlement), dan akan memperbaiki kondisi
pondasi pada konstruksi yang akan dibangun.
2. Pelaksanaannya mudah dan cepat untuk memperbaiki tanah
pada lapisan tanah dalam yang tidak memiliki daya dukung
yang memadai.
3. Teknik ini sangat akurat untuk diterapkan pada perbaikan lapis
tanah dasar pada bangunan pelabuhan.
4. Dari segi biaya, teknik ini relatif lebih murah dibanding teknik
konsolidasi, karena dengan teknik ini dapat membantu
memperbaiki ribuan meter kubik per hari.

105|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

5. Teknik Ini dapat dilakukan di sekitar bangunan yang sudah


berdiri tanpa resiko kerusakan pada bangunan tersebut.
6. Penerapan metode ini kurang memberi dampak negatif pada
lingkungan (ramah lingkungan)
7. Dapat memperbaiki strata tanah dengan menggunakan
karakteristiknya sendiri
8. Tidak membutuhkan penggalian, kontaminasi tanah rendah
dan tidak memerlukan pengangkutan tanah keluar lokasi,
sehingga resiko bahaya kerja cukup rendah.
9. Tidak menimbulkan permasalahan terhadap air tanah,
sehingga tidak dibutuhkan memerlukan izin yang menyangkut
masalah pelepasan dan pengeringan air (water dischange and
dewatering issues).
10. Teknik vibroflotation dapat disesuaikan dengan setiap kondisi
lapangan.
11. Dapat mengurangi resiko likuifaksi pada tanah yang telah
diperbaiki, apabila terjadi gempa.

5.4. Perbaikan Dengan TeknikStone Column


Teknik kolom batu (stone column technique) merupakan
pengembangan dari teknik vibroflotation, dengan menggunakan
material pengisi dari kerikil besar atau batu. Jika dikatakan bahwa
teknik vibroflotation efektif diterapkan untuk tanah granuler yang
belum konsiten, maka teknik stone column dapat digunakan untuk
pemadatan tanah yang mengandung lempung dan lanau yang
bergradasi halus sampai tanah organik, dimana partikel-
partikelnya tidak dapat diatur ulang oleh getaran. Kolom-kolom
batu memungkinkan perlakuan terhadap jenis tanah ini melalui
penggabungan bahan granular (kadang-kadang disebut pemberat)
yang dipadatkan dengan sistem tahap yang meningkat (ascending

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|106


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

steps). Untuk penerapan stone column material batu bisa


digantikan dengan blok-blok beton atau mortar dari adukan
semen dengan material tanah sebagai bahan pengisi. Stone
column juga bisa berfungsi sebagai saluran pembuangan, dan
membantu percepatan konsolidasi pada tanah di sekitarnya.
Untuk daerah pada kawasan rawan gempa (seismic area), stone
column juga dapat mengurangi risiko likuifaksi pada tanah.

Gambar 5.3. Pengoperasioan Alat Stone Column


(Soletanche-Bachy,2015)

Teknik stone column dikembangkan berdasarkan acuan


bahwa kolom di dalam tanah yang terbentuk dari susunan batu
yang dipadatkan akan memperbaiki kinerja tanah yang lunak atau
tanah lepas (loose soils). Batu di dalam tanah dapat dipadatkan
dengan metode dampak (impact method), seperti dengan bobot
jatuh atau compactor benturan atau dengan vibroflot, serta
metode lain yang lebih umum. Metode ini digunakan untuk
meningkatkan daya dukung (5 sampai 10 ksf atau 240 sampai 480
kPa), mengurangi penurunan pondasi, memperbaiki stabilitas
lereng, mengurangi penurunan seismik, mengurangi potensi

107|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

penyebaran dan likuifaksi lateral, sehingga memungkinkan


konstruksi dapat dibuat pada tanah lepas atau tanah lunak, atau
berfungsi sebagai penutup lubang (precollapse sinkholes) pada
wilayah karst. Dengan teknik stone column dapat memperbaiki
kinerja tanah dengan dua cara, yaitu ; (1) melalui proses
pemadatan (densifikasi) tanah granular di sekitarnya, dan (2)
melalui penguatan tanah dengan kekuatan geser yang lebih tinggi
dan kaku dari kolom batu yang terbentuk (Hussin, 2006).

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Gambar 5.4. Skema dan Penerapan Stone Column
(James D. Hussin, 2006)

Prosedur penerapan stone column secara ringkas adalah


dimulai di bagian bawah pada kedalaman tanah yang akan
diperbaiki, dan berlanjut ke arah permukaan. Vibrator dapat
menembus lapisan tanah dengan bantuan beras sendirinya. Ujung
depan loader menempatkan batu di sekitar vibroflot di permukaan
tanah dan batu jatuh ke ujung vibroflot dengan bantuan air yang
disiram di sekitar bagian luar vibroflot. Vibrator ini kemudian

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|108


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

diangkat beberapa kaki dan batu jatuh di sekitar vibroflot ke


ujungnya, mengisi rongga yang terbentuk saat vibroflot dinaikkan.
Vibroflot kemudian berulang kali diangkat dan diturunkan,
sehingga dapat memadatkan tanah sekaligus dapat menggeser
batu sampai 2 - 3 kaki ke samping (0,75 sampai 0,9 m). Air
pembilasan biasanya diarahkan ke cekungan deformasi yang
terbentuk, dimana suspensi partikel tanah yang halus berkumpul.

Gambar 5.5. Tahapan Pelaksanaan Stone Column


(James D. Hussin, 2006)

Pengeboran awal (predrilling) juga dapat diterapkan untuk


tanah permukaan yang kering. Kedalaman lapisan tanah yang
dapat diperbaiki dengan teknik stone column dapat mencapai 100
kaki atau kurang lebih 30 m.
Daya dukung pada kolom batu merupakan fungsi dari
sudut geser dalam dari bahan kolom dan tekanan pasif yang
bekerja pada kolom di lapangan. Sudut geser dalam pada kolom
batu umumnya berkisar antara 40 derajat sampai 45 derajat,
tergantung pada bahan yang digunakan (Bell, 1975). Namun,
untuk memasukkan faktor keamanan, praktik umum diambil sudut
geser dalam sebesar 38 derajat untuk tujuan desain (Besancon,

109|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

1982). Berdasarkan informasi di atas, rumusan disain yang


disederhanakan adalah sebagai berikut (Besancon, 1982) :
n1 = 4.P1 .................... (5.1)
Yang mana :
n1 = tekanan vertikal total
P1 = tekanan lateral terbatas
Pada tahun 1984, D.A. Greenwood mengusulkan sebuah
formula untuk menentukan daya dukung akhir kolom batu
tunggal. Hal ini dimengerti, di tanah liat atau pada dasarnya tanah
liat terisi, batas penurunan yang diizinkan akan terjadi sebelum
daya dukung akhir dari kolom batu tercapai. Oleh karena itu,
desain kolom batu biasanya akan didasarkan pada angka
penurunan. Sebagai panduan umum, kekuatan geser (cu) dari
bahan kohesif minimal 20 kilo Newton per meter persegi, agar
kolom batu bekerja efektif. Walaupun demikian dalam keadaan
khusus, tanah yang telah diperbaiki dengan kolom batu, kekuatan
geser yang diperhitungkan hanya 15 kilo Newton per meter
persegi. Daya dukung akhir dari kolom batu yang berdiri tunggal
dapat diperoleh dari (Greenwood, 1984) :
vc = tan2(45+/2).(F.Cu + ’rOs – Uo) .................... (5.2)
Yang mana :
vc = Daya dukung akhir Kolom Batu Tunggal
’r0s = Tekanan lateral termasuk beban tambahan
F = Faktor kelipatan (Gibson & Anderson, sarankan F = 4)
Uo = 0 ; apabila kolom efektif dalam mengurangi tekanan air pori
Cu = kuat geser undrained, untuk kolom batu kecil
Cu = C' (kohesi efektif), untuk kolom batu yang besar
 = Sudut geser dalam dari material kolom batu

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|110


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Dalam desain kolom batu tiga hal yang tidak dapat


dipisahkan pembahasannya, yaitu daya dukung (bearing capacity),
spasi (spacing), dan penurunan (settlement).
Menurut Griffith (1991), bahwa pada sistem kolom batu
yang diterapkan pada tanah lunak dan kompresibel dapat
berfungsi sebagai pondasi tiang, tanpa pile cap, tanpa penulangan,
tanpa struktur penyambung, dan tidak lagi memerlukan penetrasi
pondasi. Selain itu, kolom batu bersifat kompresibel dan akan
berubah bentuk menjadi kekuatan yang termobilisasi, dan dapat
mengurangi tegangan selama aplikasi beban. Penggunaan kolom
batu untuk mendukung peningkatan daya dukung dan
memperkecil penurunan selalu menjadi perhatian utama. Bila
kolom batu digunakan untuk tujuan stabilitas pada tanggul atau
lereng, kekuatan geser kolom batu merupakan perhatian utama
(Mitchell, 1981), seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 5.6. Ketahanan geser kolom batu pada stabilitas lereng


(Mitchell, 1981)

Sebagai mana diketahui bahwa jika bahan tumpukan


dikompres secara aksial, maka secara alami akan berusaha untuk
memperluas radialnya, sehingga menyebabkan material kohesif

111|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

sekitarnya ikut memobilisasi tekanan tanah pasif. Perlawanan


pasif pada ujung tumpukan bahan tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut (Griffith, 1991) :
.................... (5.3)
Yang mana :
r = Ketahanan pasif dari tanah
kc = Koefisien pasif tanah dari Rankine
C = Kohesi tanah
 = Berat volume tanah
z = Kedalaman tanah
Dengan menggunakan nilai yang diperoleh untuk
ketahanan pasif di atas, maka tegangan tertinggi yang dimiliki oleh
kolom batu adalah (Griffith, 1991) :
qu = r. kc .................... (5.4)
Yang mana :
qu = tegangan batas
r = Ketahanan pasif dari tanah
kc = Koefisien pasif tanah dari Rankine
= tan2(45+/2)
, adalah sudut ketahanan geser dari material kolom batu.

Untuk memperhitungkan jarak (spacing) dan penurunan


(settlement) pada kolom batu yang ditempatkan di dasar tanah
yang lunak, penting untuk mengembangkan model yang menjadi
dasar semua jenis kinerja: Oleh karena kompleksitas rancangan,
maka secara ekonomi tidak layak untuk memodelkan semua
kemungkinan besaran jarak (spacing) dan kombinasi beban.
Sehingga banyak insinyur yang mengadopsi penggunaan 'unit sel'
untuk memodelkan efek dari kolom batu yang ditempatkan pada

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|112


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

lapisan tanah lunak. Konsep 'sel unit (unit cell)' ini ditunjukkan
pada gambar berikut.

Gambar 5.7. Idealisasi Sel Unit (Bachus, 1989)

Faktor penting dalam desain kolom batu adalah jumlah


tanah yang digantikan oleh batu. Parameter ini harus
dipertimbangkan dalam desain, dan juga diukur di lapangan
selama penempatan kolom batu yang sebenarnya. Rasio
penggantian area antara tanah dengan batu, didefinisikan sebagai
berikut (Bachus, 1989) :
as = As / A .................... (5.5)
Yang mana :
as = Rasio penggantian area
As = Luas kolom batu
A = Luas total di unit
Rasio penggantian area juga dapat didefinisikan sebagai
berikut (Griffith, 1991);
as = 0,907 (D/S)2 .................... (5.6)
Yang mana :
as = Rasio penggantian area

113|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

D = Diameter kolom batu.


S = Spasi kolom batu.
Pada tahun 1989, Bachus memasukkan faktor tegangan
dan unit sel ke dalam teori penurunan satu dimensi (one
dimension settlement theory), dan menawarkan sutau cara yang
disebut Metode Keseimbangan (Equilibrium Method). Sebagai
bagian dari metode keseimbangan yang ditawarkan oleh Bachus,
maka angka penurunan didefinisikan sebagai berikut :
ST/S = 1 / {1 + (n+1).as} = Uc .................... (5.7)
Yang mana :
ST = Penurunan kolom batu pada tanah yang diperbaiki.
S = Penurunan total pada tanah yang tidak diperbaiki.
as = Rasio penggantian area.
n = Faktor konsentrasi tegangan (lihat grafik)

St
re
ss
C
on
ce
ntr
ati
on
Fa
ct
or
in
Cl
ay
,
U
c

Stress Concentration Factor, n

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|114


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.8. Faktor Konsentrasi Tegangan – n (Bachus, 1989)

5.5. Perbaikan Dengan Metode Compaction Grouting


Pemadatan dengan penyuntikan (compaction grouting)
adalah salah satu dari beberapa teknik dasar perbaikan tanah yang
dikembangkan di Amerika oleh Ed Graf dan Jim Warner khususnya
di wilayah California sejak tahun 1950an. Teknik pemadatan tanah
dilakukan dengan suntikan mortar beton yang memiliki mobilitas
rendah (low mobility) dengan nilai slump rendah (low slump).
Gumpalan mortar yang disuntikan akan mengembang di dalam
tanah dan akan memadat akibat dikompresi. Selain perbaikan di
tanah sekitarnya, massa tanah juga akan lebih kuat karena adanya
kolom-kolom mortar (grout column) yang terbentuk melalui
penyuntikan dan pemadatan yang dilakukan. Penerapan metode
ini akan mengurangi penurunan dan meningkatkan kekuatan geser
tanah. Metode ini cukup efektif digunakan untuk mengurangi
penurunan pondasi, mengurangi penurunan seismik dan potensi
likuifaksi, keamanan konstruksi dengan penambahan bahan
pengisi pada tanah granular yang longgar (loose granular fills),
mengurangi penurunan pada tanah yang berpotensi runtuh
(collapsible soils), dan mengurangi potensi terbentuknya lubang
pada tanah (sinkhole) terutama di wilayah karst (Hussin, 2006).

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


115|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.9. Skema dan Penerapan Compaction Grouting


(James D. Hussin, 2006)

Teknik compaction grouting, sangat efektif untuk


memperbaiki tanah pada zona kedalaman tertentu yang ingin
diperbaiki, dan metode ini kurang optimal untuk mencapai
peningkatan kekuatan tanah yang signifikan pada kedalaman di
atas 8 ft (2,5 m) dari permukaan tanah. Dalam prosedur ini,
pertama tanah dipompa di bagian atas zona perlakuan. Setelah
alat injeksi dipasang, pipa dibor ke bagian bawah alat tersebut,
lalu bahan tambahan disuntikkan. Prosedur ini diulang sampai
penyuntikan selesai pada bagian bawah zona perlakuan.
Kecepatan injeksi umumnya berkisar dari 3 sampai 6 ft3/menit
(0,087 sampai 0,175 m3/menit), tergantung pada jenis tanah yang
diperbaiki. Jika laju injeksi terlalu cepat, maka tekanan pori
berlebih, sehingga terjadi fraktur tanah, dan hal ini akan
mengurangi efektivitas perlakuan.
Teknik pelaksanaanya dimulai pada bagian bawah dari zona yang
akan diperbaiki, dan proses penyuntikan selanjutnya bergerak ke
atas. Perlakuan tidak harus dilanjutkan sampai ke permukaan
tanah, dan bisa dihentikan pada kedalaman yang diinginkan.
Urutan dari proses pelaksanaan metode ini dapat dilihat secara
runtun pada gambar berikut.

(a) Pengeboran awal (b) Injeksi bgn bawah (c) Injeksi bgn atas

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|116


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting


(James D. Hussin, 2006)

5.6. Perbaikan Dengan TeknikDynamic Compaction


Pemadatan dinamis (Dynamic Compaction), juga dikenal
sebagai pemadatan dalam yang dinamis, telah dipergunakan orang
lebih dari 1000 tahun lalu, namun baru diperkenalkan secara
teknis pada pertengahan 1960an oleh Luis Menard. Metode ini
memungkinkan dilakukan perawatan tanah pada kedalaman,
dengan memberikan beban dinamis di permukaan. Konsolidasi
dinamis akan mengakibatkan pemadatan terjadi pada tanah
granular yang longgar. Prinsip terknik ini terdiri dari beban
dijatuhkan berulang-ulang dengan berat beban beberapa ton dari
ketinggian di atas 10 meter. Di atas lapisan tanah liat, bahan isian
ditempatkan di permukaan tanah yang akan dipadatkan, sehingga
membuat proses penggantian material secara dinamis menjadi
lebih efektif. Menurut Hussin (2006), bahwa metode ini baik
digunakan untuk mengurangi penurunan pondasi, mengurangi
penurunan seismik dan potensi likuifaksi, keamanan konstruksi,
pemadatan tumpukan sampah, memperbaiki lahan bekas
tambang, dan mengurangi penurunan pada tanah yang berpotensi
runtuh (collapsible soils).
Efektifitas dari hasil pekerjaan pemadatan dinamis sangat
ditentukan oleh besarnya beban penumbukan yang diterapkan.
Oleh Hussin (2006), dilaporkan tentang pengaruh beban
penumbuk terhadap hasil dynamic compaction seperti yang
terlihat pada tabel berikut :

117|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Tabel 5.2. Hubungan Enersi Penumbuk dengan Peluang Capaian


Perbaikan dengan Metode Dynamic Campaction.
Typical Energy
Expected
Soil Description Required (tons
Improvement
ft/cf)a
Gravel and sand
Excellent 2 – 2,5
< 10% silt, no clay
Sand with 10–80% silt and Moderate if dry;
2,5 – 3,5
<20% clay, pI < 8 Minimal if moist
Finer-grained soil with pI >8 Not applicable –
Landfill Excellent 6 – 11
a
Energi = (tinggi jatuh x berat x jumlah pukulan) / volume tanah yang akan
dipadatkan, 1 ton ft/ft3 ¼ 94.1 kJ/m3.

(a) Skema (b) Implementasi Lapangan


Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|118
Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.11. Skema dan Penerapan Dynamic Compaction


(James D. Hussin, 2006)
Kedalaman pengaruh dari pemadatan yang dilakukan
sangat tergantung pada besarnya enersi yang disalurkan dari
setiap pukulan beban yang diterapkan ke permukaan tanah.
Kedalaman pengaruh tersebut berhubungan dengan akar kuadrat
dari energi per satu pukulan (bobot dikalikan tinggi jatuh). Korelasi
berikut dikembangkan oleh Dr Robert Lucas berdasarkan data
lapangan (dalam Hussin, 2006), dengan formula berikut.
D = k.(W.H)1/2 .................... (5.8)
Yang mana :
D = kedalaman pengaruh maksimum di bawah muka tanah (m).
W = berat beban pukulan (ton)
H = tinggi jatuh beban pukulan (m)
k = konstanta yang nilai bervariasi dengan tipe tanah (0,3 s/d
0,7), dengan nilai yang lebih rendah untuk tanah halus.
Sebagai mana telah diungkap sebelumnya bahwa teknik
pemadatan dinamis cukup efektif diterapkan untuk meminimalkan
resiko likuifaksi pada saat terjadi gempa. Likuifaksi terjadi ketika
tanah di bawah permukaan air tanah sementara kehilangan
kekuatan dan kekakuan akibat getaran. Hal ini menyebabkan
tanah untuk sementara "mencairkan (liquefy)", sehingga sejumlah
besar air, pasir dan lumpur halus keluar ke ke permukaan, dan
menyebabkan permukaan tanah mengalami deformasi, dan
menimbulkan tegangan yang pada bangunan yang berada di atas
permukaan tanah yang mengalami pencairan (Ruwhenua, 2013).
Ruwhenua (2013) menawarkan empat metode untuk
perbaikan tanah yang berpotensi likuifaksi, yakni :
1) Rapid Impact Compaction ; Metode ini menerapkan
pemadatan tanah dengan menggunakan berat jatuh yang

119|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

melekat pada lengan penggali. Metode Ini bekerja paling sesuai


diterapkan pada tanah berpasir. Getaran dari alat pemadatan
perlu dikendalikan untuk membatasi gangguan getaran pada
tetangga.
2) Rammed Aggregate Piers ; Metode ini memanfaatkan
dorongan kerikil ke dalam tanah dengan menggunakan
hydraulic ram yang menempel pada alat penggali, sehingga
membentuk kolom-kolom kerikil di dalam lapisan tanah.
Dengan demikian tanah yang berada di antara kolom-kolom
tersebut akan terpadatkan oleh desakan material pengisit
tersebut.
3) Low Mobility Grout ; Metode ini menggunakan penyuntikan
beton ke dalam tanah, di bawah tekanan, yang dimaksudkan
untuk membentuk serangkaian pilar di bawah tanah dari bola-
bola beton. Cara ini dapat memadatkan tanah yang terdapat di
antara pilar-pilar yang keras tersebut.
4) Horisontal Soil Mixing ; Pada metode ini pengeboran dilakukan
arah horizontal di bawah bangunan yang ada ke parit (trench)
yang berisi campuran semen. Pada saat alat bor ditarik kembali,
semen yang berada dalam trench akan tertarik ke dalam lapisan
tanah, sehingga membentuk kolom tanah-semen secara
horisontal.
Keempat metode pelaksanaan yang ditawarkan
olehRuwhenua (2013),dalam memperbaiki kondisi tanah yang
berpotensi terhadap likuifaksi diilustrasikan dengan skema seperti
yang tergambar berikut.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|120


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.12. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Rapid Impact Compaction(Ruwhenua, 2013).

Gambar 5.13. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Rammed Aggregate Piers (Ruwhenua, 2013).

Gambar 5.14. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Low Mobility Grout (Ruwhenua, 2013).

121|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.15. Skema Perbaikan Tanah Berpotensi Likuifaksi


Metode Horisontal Soil Mixing (Ruwhenua, 2013).

5.7. Perbaikan Dengan TeknikVibro Replacement


Metode Vibro Replacement merupakan kombinasi dari
metode pemadatan dinamis (Dynamic Compaction) dengan
metode penggantian tanah (soil replacement), yaitu proses
penggantian tanah yang menggunakan bantuan alat penggetar
(vibrator), sehingga lahirlah metode baru yang disebut dengan
Vibro Replacement Method.
Vibro-replacement termasuk dalam kategori teknik
pemadatan getaran dalam, dimana tanah lepas atau tanah lunak
diperbaiki untuk tujuan bangunan dengan menggunakan vibrator
kedalaman khusus (Priebe 1995). Vibro-replacement adalah teknik

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|122


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir


kasar atau batu kerikil atau batu pecah pada lapisan tanah kohesif
dan tanah granular yang kandungan partikel halus yang tinggi
(Sayar dan Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki
keunggulan ekonomi dibandingkan perbaikan tanah tradisional,
terutama untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan
geser, peningkatan ketahanan terhadap likuifaksi, dan
pengurangan penurunan pada tanah.
Vibro-replacement adalah metode untuk memperbaiki
karakteristik tanah melalui pengeboran, getaran, dan pengisian
material pengganti. Jika material pengisi digunakan batu, maka
akan terbentuk konstruksi kolom batu (stone column) seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Vibro-replacement menggunakan
kepala bergetar yang besar dan menempel pada mesin. Bobot
eksentrik dan motor listrik yang terletak di bagian atas dari kepala
getaran menciptakan getaran. Getaran tersebut bergerak ke tanah
di sekitarnya sehingga terjadi perpindahan dan pemadatan tanah
itu (Sondermann & Wehr 2004). Begitu vibrator telah mencapai
kedalaman desain, maka batu segera mengisi kekosongan yang
ada melalui bagian atas atau bawah vibrator. Vibrator naik dengan
interval 0,5 sampai 1,0 meter, untuk memungkinkan batu pengisi
menjadi padat dan stabil pada tempatnya (Sondermann dan Wehr
2004). Ada empat metode vibro-replacement seperti yang akan
dibahas di bawah ini, dan setiap metode tersebut memiliki teknik
yang sangat berbeda satu sama lain.
A. Wet Top Feed Method
Metode ini merupakan metode yang paling umum, yaitu
dengan mengumpan bahan isian dari atas dengan bantuan air
(wet top feet method). Kekuatan air yang keluar melalui kepala
vibrator yang sudah terpasang di ujung rig alat bor. Tekanan air

123|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

akan membantu penetrasi tanah dan batu seperti yang


diumpankan dari bagian atas vibrator (Krishna et al., 2004).
Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi melalui
kombinasi getaran dan pancaran air bertekanan tinggi. Begitu
vibrator mencapai kedalaman yang ditentukan, maka batu
segera diumpankan dari atas ke bawah. Metode ini dianggap
sebagai suatu proses penggantian parsial dengan beberapa
tanah yang diganti, dan tanah yang tersisa di dalam akan
dipindahkan dan ditekan ke arah lateral (Krishna et al., 2004).

Gambar 5.16.Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004)


Gambar di atas menunjukkan mekanisme pada wet top feet
method sebagai salah satu teknikvibroreplacement.
Permasalahan pada penerapan metode ini adalah masalah
pasokan dan pembuangan air. Prosesnya membutuhkan air
dalam jumlah yang besar, dan biasanya diangkut ke lokasi.
Pembuangan air harus dilakukan dengan prosedur yang baik
dan tepat karena sejumlah partikel halus sangat mudah ikut

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|124


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

dalam aliran di air. Metode ini dapat diterapkan pada perbaikan


tanah sampai pada kedalaman 30 meter.

B. Dry Bottom Feed Method


Dry Bottom Feed adalah suatu metode yang menggunakan
mesin khusus yang memungkinkan perakitan vibrator umpan
bawah (bottom feed). Penetrasi ke kedalaman yang
dibutuhkan, terjadi melalui kombinasi getaran dan kekuatan
tekanan ke bawah dari mesin (Krishna et al., 2004). Tidak
seperti pada metode wet top feed, pada metode ini prosesnya
tidak menggunakan tekanan air, dan karena itu metode dry
bottom feed lebih sesuai diterapkan di kering dan pada lokasi
dengan keterbatasan akses air. Batu yang diumpankan melalui
tempat pembuangan (bin) yang terletak pada bagian atas
mesin, lalu bergerak turun ke bagian bawah kepala vibrator
(Krishna et al., 2004). Metode ini dapat diterapkan pada lapisan
tanah hingga pada kedalaman 20 meter. Gambar berikut
menunjukkan pelaksanaan dari metode dry bottom feed.

Gambar 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)

125|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

C. Dry Bottom Feed Crane-Hung Method


Metode ini proses hampir sama dengan teknik dry bottom
feet, dengan beberapa variasi. Pelaksanaannya tidak
memerlukan mesin, dan sebagai ganti mesin digunakan derek
(crane) yang mendukung perakitan vibrator untuk umpan
bawah. Penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan terjadi
melalui kombinasi getaran dan berat sendiri dari vibrator
(Krishna et al., 2004). Penerapan metode ini juga tidak
memerlukan gaya ke bawah ke arah kepala vibrator.

D. Offshore Bottom Feed Method


Metode ini menggunakan sebuah kapal tongkang atau
ponton yang dapat mendukung perakitan derek (crane) dan
tangkai penggetar (vibro string), mirip dengan metode dry
bottom feed crane hung (Krishna et al., 2004). Lokasi dan
penetrasi ke kedalaman yang dibutuhkan di bawah permukaan
laut terjadi melalui kombinasi getaran, kompresi udara, dan
sistem penentuan posisi global (Krishna et al., 2004). Gambar
berikut menunjukkan skema pelaksanaan metode offsore
bottom feed.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|126


Bab-5 : Pengembangan Metode Perbaikan Tanah

Gambar 5.18. Offsore Bottom Feed Method


(Krishna et. al. 2004)

a. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan.

127|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

DAFTAR PUSTAKA

A. K. Gabr. 2012. "The Uncertainties of Using Replacement Soil in


Controlling Settlement". Journal of American Science ; Volume. 8,
No. 12, pp. 662-665, 2012.
A. R. Estabragh; I. Beytolahpour; and A. A. Javadi. 2011. “Effect of Resin
on the Strength of Soil-Cement Mixture”. Journal of Materials in
Civil Engineering/Vol. 23 Issue 7 - July 2011.
Ahnberg, H., Bengtsson, P.-E. and Holm., G. (2001), “Effect of initial
loading on the strength of stabilized peat”. Proceedings of the ICE-
Ground Improvement, Volume 5, Issue 1, pages 35-40
Ali Reza Zandieh and Shahaboddin Yasrobi. 2009. Retracted Article
:“Study of Factors Affecting the Compressive Strength of Sandy
Soil Stabilized with Polymer”. Original Paper. 28 November 2009.
Amer AliAl-Rawas, A.W.Hago, HilalAl-Sarmi. 2005. “Effect of lime,
cement and Sarooj (artificial pozzolan) on the swelling potential of
an expansive soil from Oman”. Building and Environment, Volume
40, Issue 5, May 2005, Pages 681-687.
Andan A. Basma and Erdil R. Tuncer. 2007. “Effect of Lime on Volume
Change and Compressibility of Expansive Clays”.Transportation
Research Record 1295. Jordan University of Science and
TechnologyPublication of this paper sponsored by Committee on
Lime and Lime-Fly Ash Stabilization.
Anil Misra, Debabrata Biswas and Sushant Upadhyaya (13 Decemeber
2004), "Physio- mechanical behavior of self cementing class C
flyash-clay mixtures," www.sciencedirect.com
Anonimus. 1953. “Stabilization of Soil with Asphalt”. Technical Bulletin
No. 200. American Road Builders Association, 1953.
Anonimus. 1966. “Laboratory Studies Set Coarse Grading Limits for Soil-
Cement”. Soil Cement News, No. 84, Portland Cement
Association, January 1966.
Anonimus. 1970. “Bituminous Base Course Practices”. Highway Research
Board Committee MC-47, Bituminous Aggregate Bases,
presented at 49th Annual Meeting HRB, 1970.
Anonimus. 2016. Soil “Stabilization”. Ruston Paving Company Inc.
http://www.rustonpaving.com/stabilization.aspx. Diunduh
tanggal 15 Mei 2017.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|128


Index

António Alberto S. Correia1 and Maria Graça Rasteiro. 2016.


“Nanotechnology Applied to Chemical Soil Stabilization”. Elsevier,
Procedia EngineeringVolume 143, 2016, Pages 1252–1259.
Arumugam and K. Muralidharan (1997), "Optimi- sation of Pavement
construction cost on stabilized soil subgrade," Indian Highways,
March 1997, pp. 33–42.
Asma Muhmed & DariuszWanatowski. 2013. “Effect of Lime
Stabilisation on the Strength and Microstructure of Clay”. IOSR
Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE) Volume
6, Issue 3 (May - Jun. 2013), PP 87-94.
Asmaa Al-Taie, Mahdi. M. Disfani, Robert Evans, Arul Arulrajah & Suksun
Horpibulsuk. 2016. “Swell-Shrink Cycles of Lime Stabilized
Expansive Subgrade” Procedia Engineering. Advances in
Transportation Geotechnics-3. The 3rd International Conference
on Transportation Geotechnics (ICTG 2016). Volume 143, 2016,
Pages 615–622.
Athraa M. J. Al-hassani, Sami M. Kadhim, Ali A. Fattah. 2015.
“Characteristics of Cohesive Soils Stabilized by Cement Kiln Dust”.
International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume
6, Issue 4, April-2015.
Azm S. Al-Homoud, Taisir Khedaywi and Abdullah M. Al. Ajlouni (1999),
"Comparison of effectiveness and economic feasibility of bitumen,
lime and cement as stabilizing agents for reduction of swell
potential of a clayey soil," Indian Highways, January 1999,pp.51-
58.
B.A. Goodrich and W.R. Jacobi. 2014. “Magnesium Chloride Toxicity in
Trees :MgCl2 Uses for Road Treatments”. Fact Sheet No. 7.425.
Colorado State University Extension. 7/08. Revised 12/14.
Balasingam Muhunthan&Farid Sariosseir. 2008. “Interpretation of
Geotechnical Properties of Cement Treated Soils”. Research
Report FHWA Contract DTFH61-05-C-00008 Compaction Control
of Marginal Soils in Fills – July 2008.
Behzad Fatahi, Dirk Engelbert, Sanjin Mujic and Hadi Khabbaz. 2011.
“Effect of preloading on soft clay improvement using deep soil
mixing”. Australian Geomechanics Vol 46 No 3 September 2011.
Benson, J. R. and C. J. Becker. 1942. “Exploratory Research in Bituminous
Soil Stabilization”. Proceedings, Association of Asphalt Paving
Technology, Vol. 13, 1942.
Bumjoo Kim; Monica Prezzi; and Rodrigo Salgado. 2005. “Geotechnical
Properties of Fly and Bottom Ash Mixturesfor Use in Highway

129|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Embankments”. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental


Engineering © ASCE / July 2005.
Chen FH. 1976. “Foundations on Expansive Soils”. Elsevier,New York,
USA.
Christodoulias J. 2015. “Engineering Properties and Shrinkage Limit of
Swelling Soils in Greece”. Journal Earth Science & Climatic Change
– 2015. Issue-5. 1000279.
Christopher J.Griffith. 1991. “ Soil Improvement Through Vibro
Compaction and Vibro Replacement”. University of Maryland,
Dept. of Civil Engineering, 28 June, 1991. AD-A245 093.
Costas A.Anagnostopoulos (2004), "Physical and Engineering Properties
of a cement stabilized soft soil treated with Acrylic Resin additive,"
www.ejge.com
Dallas N. Little, Tom Scullion, Prakash B.V.S. Kota, Jasim Bhuiyan. 1994.
“Identification of The Structural Benefits of Base and Subgrade
Stabilization”. Performing Organization Report, Research Report
No. 1287-2. Texas Transportation Institute.
Dallas N. Little. 1999. “Evaluation of Structural Properties of Lime
Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 1 : Mixture Design and
Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The
National Lime Association.
Dallas N. Little. 2000. “Evaluation of Structural Properties of Lime
Stabilized Soils and Aggregates”. Volume 3 : Mixture Design and
Testing Procedure for Lime Stabilized Soils. Prepared for The
National Lime Association.
Dario David Batioja. 2011. “Evaluation of Cement Stabilization of a Road
Base Material in Conjunction with Full-Depth Reclamation in
Huaquillas, Ecuador”. Master Thesis in Brigham Young University.
Deepika Bonagiri & G.Jasmine Vincent. 2017. “Effect of Admixtures on
Strength and Compressibility Characteristics of Different Types of
Soils”. International Journal & Magazine of Engineering
Technology, Management and Research. Volumen No: 4, Issue No:
2, February 2017.
Dennis Pere Alazigha, Buddhima Indraratna, J S. Vinod, Lambert Emeka
Ezeajugh. 2016. “The swelling behaviour of lignosulfonate-treated
expansive soil”. University of Wollongong Research Online. 2016.
Department of the Air Force, "Materials Testing," AFM 88-51,February
1966.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|130


Index

Department of the Army, "Soil Stabilization for Roads and Streets".


Technical Manual TM 5-822-4, (also Air Force Manual 88-7),
Chap. 4, June 1969.
Department of the Army, 1966. “Soil Stabilization-Emergency
Construction”. Technical Manual TM 5-887-5, (also Air Force
Manual AFM 88-40), Chap. 30, May 1966.
Dhiaadin Bahaadin Noory Zangana. 2012. “The Effect Of Sodium
Hydroxide On The Strength Of Kirkuk Soil – Cement Mixtures”.
Anbar Journal for Engineering Sciences.AJES-2012, Vol.5, No.2.
December 2012.
Donatella Sterpi. 2015. “Effect offreeze–thaw
cyclesonthehydraulicconductivityofacompacted clayey
siltandinfluence ofthecompactionenergy”. Elsevier - The Japanese
Geotechnical Society, Soils andFoundations2015;55(5):1326–
1332.
Dumbleton. 1962. “Lime stabilized soil for road construction in Great
Britain – A laboratory investigation”. Road and Road
Construction 40 (479), pp.321-325. Nopember, 1962.
Dunning, R. L. and F. E. Turner. 1965. “Asphalt Emulsion Stabilized Soils
asa Base Material in Roads”. Proceedings, Association of Asphalt
Paving Technologists," Vol. 34, 1965.
Durotoye, T.O, Akinmusuru, J.O, Ogbiye, A.S, Bamigboye. 2016. “Effect
of Common Salt on the Engineering Properties of Expansive Soil”.
International Journal of Engineering and Technology Volume 6
No.7, July, 2016.
Emhammed. A. Basha , Roslan Hashim and Agus S.Muntohar (1999),
"Effect of the cement–Rice husk ash on the Plasticity and
compaction of soil," www.ejge.com
Emmanuel Akintunde Okunade. 2010. “Geotechnical Properties of Some
Coal Fly Ash StabilizedSouthwestern Nigeria Lateritic Soils”.
Modern Applied Science Vol. 4, No. 12; December 2010.
Endersby, V. A. 1942. “Fundamental Research in Bituminous Soil
Stabilization”. Proceedings, Highway Research Board, Vol. 22,
1942.
Endersby, V. A. 1961. “Soil Stabilization with Portland Cement”. Bulletin
292, Highway Research Board, 1961.
Eric Berger. 2007. “Lime Use For Soil & Base Improvement (Application
Design Testing)”. Chemical Lime – A Lhoist Group Company. July
19, 2007.

131|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Fauziah binti Ahmed, Yahya K. Atemimi, and Mohd Ashraf Mohamad


Ismail. 2013. “Evaluation the Effects of Styrene Butadiene Rubber
Addition as a New Soil Stabilizer on Geotechnical Properties”.
EJGE. (2013). Pages 735-748.
G. Radhakrishnan, M. Anjan Kumar, and GVR Prasada Raju. 2014.
Swelling Properties of Expansive Soils Treated with Chemicals and
Flyash. American Journal of Engineering Research (AJER, 2014) e-
ISSN : 2320-0847 p-ISSN : 2320-0936 Volume-03, Issue-04, pp-245-
250.
Gaafer, Manar, Bassioni, Hesham, Mostafa, Tareq. 2015. “Soil
Improvement Techniques”. International Journal of Scientific &
Engineering Research, Volume 6, Issue 12, December-2015
Guida, H.N. 1971. “Establização de um solo fino laterítico pelo ácido
fosfórico (Stabilization of a fine lateritic soil with phosphoric acid)”
M.Sc. thesis, COPPE/UFRJ (Federal University of Rio de Janeiro),
Brazil.
Gurdev Singh&Braja M. Das. 1999. “Soil Stabilization with Sodium
Chloride”. Article in Transportation Research Record Journal of
the Transportation Research Board 1673(1673):46-54 · October
1999
H.N.Ramesh, A.J.Krishnaiah and S.Shilpa Shet. 2013. “Effect of Lime on
the Index Properties of Black Cotton Soil and Mine tailings
mixtures”. IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN). Vol. 3, Issue 4
(April. 2013), pages 01-07.
Hanifi Canakcia, Fatih Celika, Mohammed O. A. Bizneb, Media O. A.
Biznea. 2016. “Stabilization of Clay with Using Waste Beverage
Can”. World Multidisciplinary Civil Engineering-Architecture-
Urban Planning Symposium, WMCAUS-2016. Procedia Engineering
161 ( 2016 ) 595 – 599
Hebib, S. and Farrell, E.R. (2003), “Some experiences on the stabilization
of Irish peats”. Can. Geotech. J. 40(1): 107-120. Digital Object
Identifier (DOI): 10.1139/T02-091
Helen Åhnberg. 2006. “Strength of Stabilised Soils – A Laboratory Study
on Claysand Organic Soils Stabilisedwith Different Types of
Binder”. Doctoral Thesis, Lund University Sweden, April 2006.
Herrin, M. 1960. “Bituminous-Aggregate and Soil Stabilization”. Highway
Engineering Handbook, Section 111, Editor, K. B. Woods,
McGraw-Hill Book Co.
Hindermann, W. L. 1969. “Hydrated Lime in Asphalt Paving”. Bulletin of
Pit and Quarry, May 1969.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|132


Index

Ibtehaj Taha Jawad, Mohd Raihan Taha, Zaid Hameed Majeed and
Tanveer A. Khan. 2012. “Soil Stabilization Using Lime : Advantages,
Disadvantages and Proposing a Potential Alternative”. Research
Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 8(4):
510-520, c 2014 Maxwell Scientific Publication Corp.
Ingles O.G. & Metcalf J.B. 1972. “Soil Stabilization Principles and
Practice”. Butterworths Pty. Limited, Brisbane Australia.
J. Medina and H.N. Guida. 1995. “Stabilization of lateritic soils with
phosphoric Acid”. Geotechnical and Geological Engineering, 1995,
13, 199-216
J. Patrick Powers P.E. 1992. “Construction Dewatering, New Methods
and Applications”. John Wiley & Sons, Inc. Second Edition.
J.W. Lyons and G.J. McEwan. 1972. “Phosphoric Acid in Soil
Stabilization”. Inorganic Chemicals Division, Monsanto
ChemicalCompany, St. Louis, Mo.
James D. Hussin. 2006. “Methods of Soft Ground Improvement”. ©
2006 by Taylor & Francis Group, LLC.
Jian Chu and Shuwang Yan. 2011. “Case histories of ground
improvement methods for road or airport construction”. Mid-
Continent Transportation Research Symposium, August 18-19,
2011, Ames.
Johnson, A. W., "Soil Stabilization". Technical Bulletin No. 258,American
Road Builders Association, 1965.
JonA.Epps,WayneA.Dunlap,BobM.Galloway. 1971. “Basis For The
Development of A Soil Stabilization Index System”. Reproduced
by National Technical Information Science, Springfield,Vol.2.
Jonathon R. Griffin and Jeb S. Tingle. 2009. “In Situ Evaluation of
Unsurfaced Portland Cement-Stabilized Soil Airfields”. Engineer
Research & Development Centre. US Army Corps of Engineers.
July 2009.
Juan Rodriguez. 2016. “Advantages of Vibroflotation to Improve Bearing
Capacity”. The Balance. Updated November 20, 2016.
K.V. Manoj Krishna and H.N.Ramesh. 2012. “Strength and FOS
Performance of Black Cotton Soil Treated with Calcium Chloride”.
Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSRJMCE) ISSN:
2278-1684 Volume 2, Issue 6 (Sep-Oct 2012), PP 21-25.
Khairul Anuar Kassim and Hadi Nur. 2012. “Stabilization of tropical kaolin
soil with phosphoric acid and lime”. Natural Hazards. April 2012,
Volume 61, Issue 3, pp 931–942.

133|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Kittrick, J.A. and Jackson, M.L. 1955.“Rate of phosphate reaction with


soil minerals and electron microscope observations on the
reaction mechanism”.Soil Science Society Proceedings, 19, 292–5.
Kolawole J. Osinubi.1998. “Permeability of Lime-Treated Lateritic Soil”.
Technical Papers. Journal of Transportation Engineering of ASCE.
Volume 124 Issue 5 - September 1998.
Komihana Ruwhenua. 2013. “IMPROVING Liquefaction Vulnerable
Land”. Earthquake Commision – EQC, New Zealand, 2013.
Krishna, H., Raju, V.R., and Wegner, R., (2004). “Ground Improvement
using Vibro Replacement in Asia 1994 to 2004 : A 10 Year
Review.” Proc.,5th Int. Conf. on Ground Improvement
Techniques., Kuala Lampur, Malaysia.
L.S. Wong, R. Hashim and F.H. Ali. 2008. “Strength and Permeability of
Stabilized Peat Soil”. Journal of Applied Sciences, 8: 3986-3990.
Lambe, T. W. 1962. “Foundation Engineering”, edited by G. A.
Leonards,McGraw-Hill Book Co.
Laurence Latta and John B. Leonard. 1975. Epoxy Resin Soil Stabilizing
Compositions. United States Patent. Jul. 28, 1975.
Loan T.K.DAM, Isamu SANDANBATA, Makoto KIMURA. 2006. “Vacuum
Consolidation Method – Worldwide Practiceand the Latest
Improvement in Japan”. Research Assistant,Hazama Corporation.
(2006.12).
M. Mirzababaei, S. Yasrobi, and A. Al-Rawas. “Effect of polymers on
swelling potential of expansive soils”. Proceedings of the
Institution of Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 162,
Issue 3. 2009.
M. Yıldız, A.S. Soğancı. 2012. “Effect of freezing and thawing on strength
and permeability of lime-stabilized clays”. Scientia Iranica A (2012)
19 (4), 1013–1017.
MacLean, D. J. and P. T. Sherwood. 1961. “Study of the Occurrence and
Effects of Organic Matter in Relation to the Stabilization of Soils
with Cement”. Proceedings, Fifth International Conference on
Soil Mechanics and Foundation Engineering, 1961.
Mahmoud Halaweh. 2006. “Effect of alkalis and sulfates on Portland
cement Systems”. A dissertation submitted in partial fulfillment
of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy of
University of South Florida. December 8, 2006.
Manikant Mandal and Dr. Mayajit Mazumdar (1995), "A Study on the
effect of sodium carbonate as an additive to stabilized soil," Indian
Highways, December 1995, pp. 31–36.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|134


Index

Marshall R. Thompson. 1967. “Factor Influencing The Plasticity and


Strength of Lime-Soil Mixtures”. By the Board Of Trustees Of the
University Of Illinois.
Marwa Abdel Fatah. 2014. "Improvement Of Bearing Capacity Of Soft
Clay Soil Beneath Shallow Foundation Using Cohesionless Soil
Replacement". Menoufiya University, Egypt, 2014.
Md. Shahidul Islam. 2001. “Permeability Characteristics of Lime Treated
Soils”. Master Thesis of ivil Engineering – Bangladesh University,
Juli 2001.
Mertens, E. W. and Wright. 1959. “Cationic Asphalt Emulsions: How
They Differfrom Conventional Emulsion in Theory and Practice”.
Proceedings, Highway Research Board, Vol. 38, 1959.
Metcalf J.B. 1959. “A laboratory invetigation of the strength age
relations of fine soil stabilized with white hydrated lime and
ordinary portland cement”. RN/3435/JBM.DSIR RRL. March,
1959.
Michael Lersow. 2001. “Deep soil compaction as a methode of ground
improvement and to stabilization of westes and slopes with
danger of liquefaction, determining the modulus of deformation
and shear strength parameter of loose rock”. Pergamon – Elsevier,
Weste Management 21 (2001) 161-174.
Michael, A.S. and Tausch Jr., F.W. 1960.“Phosphorous chemicals as soil
stabilizers”.Industrial and Engineering Chemistry, 52(10), 857–8.
Michaels, A.S., Williams, P.M. and Randolph, K.B. 1958.“Acidic
phosphorous compounds as soil stabilizer.Industrial and
Engineering Chemistry, 50(6), 889–94.
Mitchell J.K. 1976. “The properties of cement-stabilized
soils”.Proceeding of Residential Workshop on Materials and
Methods For Low Cost Road, Rail, and Reclamation Works,
Australia: 365–404.
Muhanned Qahtan Waheed. 2012. , “A Laboratory Evaluation of
stabilization of silty clay soil by using Chloride Compounds”,
Engineering & Technology Journal, Vol. 30, No.17, 2012, 3054 -
3064.
Murat Turkoz&Pinar Vural. 2013. “The effects of cement and natural
zeolite additives on problematic clay soils”. Science and
Engineering of Composite Materials. Volume 20 Issue 4 (Nov.
2013).

135|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Murty V.R. and Krishna P.H. 2006. ““Stabilisation of expansive clay bed
using calcium chloride solution”.Proceedings of the Institution of
Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 10, Issue 1, 2006.
Murty V.R. and Krishna P.H. 2007. “Amelioration of expansive clay slopes
using calcium chloride solution, ASCE Jl of Materials in Civil Engg.,
Vol. 1, no. 19, pp. no. 19-25, 2007.
N. S. Ikhlef, M. S. Ghembaza, M. Dadouch. 2014. “Effect of Cement and
Compaction on the Physicochemical Behavior of a Material in the
Region of Sidi Bel Abbes”. Engineering, Technology & Applied
Science Research Vol. 4, No. 4, 2014, 677-680
Nagih M. El-Rawi and Amir A.A. Awad.1981. “Permeability of Lime
Stabilized Soils”.Transportation Engineering Journal of ASCE, 1981,
Vol. 107, Issue 1, Pg. 25-35.
Nguyen Duy Quang, Jin Chun Chai. 2015 “Permeability of lime and
cement-treated clayey soils”. Canadian Geotechnical
Journal,2015, Vol. 52, No. 9 : pp. 1221-1227
Nidal R. Bhuria & Ajanta Sachan. 2014. Shear strength and constant rate
of strain consolidation behaviour of cement-treated slurry-
consolidated soft soil. Current Science, Vol. 10, pages 972-979,
No. 7, 10 April 2014.
Noor Thamer, Bujang B.K. Huat, Eltaher Aburkaba, Thamer A. Mohamed,
Sina Kazemian. 2015. Effect of Formamide, calcium chloride and
aluminum chloride on stabilization of peat with cement-sodium
silicate grout. WALIA journal 31(S4): 202-206, 2015.
Oglesby, C. H. and L. I. Hewes 1963. “Highway Engineering”. John Wiley
and Sons, Inc., New York, 1963.
Olaniyan, O.S., Olaoye, R.A, Okeyinka, O.M, and Olaniyan, D.B.
2011.“Soil Stabilization Techniques Using Sodium Hydroxide
Additives”.International Journal of Civil & Environmental
Engineering IJCEE-IJENS Vol: 11 No: 06. Dec. 2011.
P.C.Varghese. 2005. “Foundation engineering”. New Delhi: PHI learning
private limited, 2005.
Peteris Skels, Kaspars Bondars, Aleksandrs Korjakins. 2013. “Unconfined
Compressive Strength Properties of Cement Stabilized Peat”. 4th
International Conference CIVIL ENGINEERING`13 Proceedings Part
I – CONSTRUCTION AND MATERIALS. Latvia, LV-1658.
Prakhar Dubey & Rajesh Jain. 2015. “Effect of Common Salt (Nacl) on
Engineering Properties of Black Cotton Soil”. IJSTE - International
Journal of Science Technology & Engineering | Volume 2 | Issue
01 | July 2015.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|136


Index

Priebe, H. J. 1995. "The Design of Vibro Replacement." Gound


Engineering (Dec), 31-37.
Priebe, H. J. 1998. "Vibro Replacement to prevent earthquake induced
liquefaction." Ground engineering 31(9) 30-33.
Punmia B.C. 1980. “Soil Mechanics and Foundations”. Standard Book
House, New Delhi.
Puzinauskas, V. P. and B. F. Kallas 1962. “Stabilization of Fine-
GrainedSoils with Cutback Asphalt and Secondary Additives”.
Bulletin 309, Highway Research Board.
R. C. Mainfort. 1951. "A Summary Report on Soil Stabilization by the Use
of Chemical Admixtures," Technical Development Report No. 136,
February 1951.
R. C. Mainfort. 1957. “Soil Stabilization with Resins and Chemicals”.
Highway and Construction Materials Department Dow Chemical
Company
Robnett, Q. L. & M. R. Thompson. 1969. “Stabilization Recommendations
for Illinois Soils and Materials”. Illinois Cooperative Highway
Research Program, Project IHR-94, August, 1969.
Robnett, Q. L. and M. R. Thompson, "Stabilization of Illinois Materials-
Development of Guidelines and Criteria". Illinois Cooperative
Highway Research Program Project IHR-94, September 1969.
S.A.Aiban, H.M.Al-Ahmadi, I.M. Asi, Z.U.Siddique, and O.S.B. Al- Amoudi
(8 March 2005), "Effect of geotextile and Cement on the
performance of sabkha subgrad," www.sciencedirect.com.
Samson Mathew,P. Selvi, and K.B.Velliangiri. 2009. “A Study on
Engineering Properties of Cement Stabilized Seashore Soil”.
NBMCW January 2009
Sangita Lajurkar, Y. S. Golait, S. R. Khandeshwar. 2016. “Effect of Calcium
Chloride Solution on Engineering Properties of Black Cotton Soil”.
International Journal of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology. Vol. 5, Issue 2, February 2016
Sayar, A. D. and Khalilpasha, M. 2013. "Soil Improvement Using Vibro
Replacement Technique." The Masterbuilder., 74-76.
Scholen, D. E., “Non-Standard Stabilizers" Rep. No. FHWA-FLP-92-011,
FHWA, 1992.
Seyedesmail Mousavi & Leong Sing Wong. 2017. “Compressibility
Characteristics of Compacted Clay Treated withCement, Peat Ash
and Silica Sand”.Sains Malaysiana 46(1)(2017): 97–106.

137|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Sherif Abdel Salam. 2007. "The effect of replacement soil on reducing


settlement of footing on deep soft clay using numerical
approach," cairo university, Giza, egypt, thesis 2007.
Siavash Mahvash, Susana López-Querol,Ali Bahadori-Jahromi. 2017.
“Effect of class F fly ash on fine sand compaction through soil
stabilization”. Elsevier, Heliyon 3 (2017).
Soletanche-Bachy. 2015. “Technique Soil Improvement” © 2015,
Soletanche-Bachy Group.
Sondermann, W. and Wehr, W. 2004. "Deep Vibro Techniques,
GroundImprovement", 2nd Edition, edited by M.P. Moseley and K.
Kirsch, 57-92, Spon Press.
Sridharan A, Prakash K. 2000. ‘Classification procedures for expansive
soils’. Proc Instn Civ Engrs Geotech Eng 143: 235-240.
Suksun Horpibulsuk et al. (2006), "Strength Development in Cement
stabilized low plasticity and Coarse grained soils: Laboratory and
Field Study," Soils and Foundation, vol.46,No.3, pp.351–366.
T. Ca´ssia de Brito Galvao, Ahmed Elsharief and Gustavo Ferreira Simoes.
2004. “Effects of Lime on Permeability and Compressibility of Two
Tropical Residual Soils”. Journal of Environmental Engineering,
Vol. 130, No. 8, August 1, 2004. ©ASCE, ISSN 0733-9372/2004/8-
881–885.
T. Yamani Devi andDSV Prasad. 2016. “Stabilization of Expansive Soil
Using Aluminum Chloride and Flyash”.IOSR Journal of Mechanical
and Civil Engineering (IOSR-JMCE) e-ISSN: 2278-1684,p-ISSN:
2320-334X, Volume 13, Issue 3 Ver. II (May- Jun. 2016), PP 78-82.
T.Lopez-Lara, J.A. Zepeda-Garrido and V.M. Castario (1999), "A
comparative study of the effectiveness of different additives on
the expansion behavior of clays," www.ejge.com
Tamadher Abood and Mohamed A. S. Mohamed. 2015. “A Laboratory
Evaluation of Stabilization of Salty Clay Soil by Using Chloride
Compounds”. International Journal of Civil and Structural
Engineering Research. Month: October 2014 – March 2015, pp:
(Vol. 2, Issue 2, pp : (47 – 52).
Thanh Danh Tran Yu-Jun Cui, Anh Minh Tang, Martine Audiguier, Roger
Cojean. 2014. “Effects of lime treatment on the microstructure
and hydraulic conductivity of Héricourt clay”. Journal of Rock
Mechanics and Geotechnical Engineering Volume 6 (2014), pages
399-404.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|138


Index

Thompson, M. R. 1964. “The Significance of Soil Properties in Lime-Soil


Stabilization”. Civil Engineering Studies, Highway Engineering
Series No. 13, University of Illinois, June 1964.
Thompson, M. R. and Q. L. Robnett, "Second Air Force Stabilization
Colloquium". Kirtland Air Force Base, February 1970.
U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1962. “Standard Specifications
for Road and Bridge Construction”. Texas Highway Department,
1962.
U.S. Naval Civil Engineering Laboratory. 1968. “A Guide to Short-Cut
Procedures for Soil Stabilization with Asphalt”. Technical Note
N955, April 1968.
Uppal, I. S. 1967. “Soil-Bituminous Stabilization”. Highway Research
Record 198, Highway Research Board, 1967.
Virender Kumar, (2002), "Compaction and permeability study of a soil
stabilised with Flyash, Lime and Na2CO3 ", Journal of The
institution of Engineers" Volume 82, Febraury 2002, pp. 173–176.
Wan Hasmida binti Wan Hassan. 2015. “Peat Soil Stabilization Using
Magmesium Chloride”. Master Thesis in Faculty of Civil
Engineering Universiti Teknologi Malaysia, January, 2015.
Warsiti. 2009. “Meningkatkan CBR Dan Memperkecil Swelling Potensial
Tanah Sub-grade Dengan Metode Stabilisasi Tanah Dengan
Kapur”. Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 1 April 2009: 38-4
Willis Diana, Afriza Marianti, Ika Ernawati. 2011. “Optimasi Kadar Aspal
pada Stabilisasi Tanah Pasir Menggunakan Aspal dengan Uji CBR”.
Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 14, No. 2, 127-132, November
2011.
Willis J.G. 1971. “Stabilization of road pavement in practice”. Aust. Road
Research Board. In press, 1971.
Winterkorn H.F. & Fang H.Y. 1975. “Foundation Engineering Handbook”.
Van Nostrand Reinhold Company. New York.
Winterkorn, H. F. 1957. “Granulometric and Volumetric Factors in
Bituminous Soil Stabilization”. Proceedings, Highway Research
Board, 1957.
Wojciech SAS, Andrzej Gluchowski. 2013. “Effects of stabilization with
cement on mechanical properties of cohesive soil – sandy-silty
clay”. Annals of Warsaw University of Life Sciences – SGGW Land
Reclamation No 45 (2), 2013: 193–205.
Ya-Sheng LUO, Jing LI, and Andrew CHAN. 2009. “STUDY ON THE
ENGINEERING PROPERTY OF MIXED-SOIL FLY ASH”. Proc. of Int.

139|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Symp. on Geoenvironmental Eng., ISGE 2009,September 8-10,


2009, Hangzhou, China.
Z.A. Rahman, N. Sulaiman, S.A. Rahim, W.M.R. Idris & T. Lihan. 2016.
“Effect of Cement Additive and Curing Period on Some
Engineering Properties of Treated Peat Soil”. Sains Malaysiana
45(11)(2016): 1679–1687.
Zhang Dingwen, Fan Libin, Liu Songyu, and Deng Yongfeng. 2013,
“Experimental Investigation of UnconfinedCompression Strength
and Stiffness of Cement Treated Salt-Rich Clay”. Marine
Georesources & Geotechnology, 31 : 360–374, 2013 Copyright #
Taylor & Francis Group, LLC.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|140


Index

INDEX

Additive 12, 14, 16, 18


Asam Fosfat 18, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155
Asam Sulfat 14, 18, 145, 146, 148
Bearing Capacity 10, 14, 193, 230
Black Cotton 118, 126, 129
California Bearing Ratio 99, 139
Capacity of Change Cation 40, 41
Cementation Reaction 45
Compaction Grouting 211, 212
Dewatering 16, 18, 258, 177, 178, 179, 180, 181, 202
Differential Free Swell 139
Differential Settlement 24, 160, 210
Dynamic Compaction 17, 213, 214, 218
Ekspansif 5, 63, 91, 93, 94, 116, 117, 118, 127, 128, 129, 133, 134, 139,
140, 141, 142, 143, 144, 155, 193
Garam Aluminium 107, 133, 137
Garam Magnesium 132, 133, 134, 136, 137
Group Index 151
Horizontal Drain 172
Ice deicing 107, 137
Illite 24, 28, 29, 40
Inclusions 197
Kalsium Klorida 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 138
Kaolinite 24, 27, 28, 29, 33, 40, 147
Kembang-susut 16, 19, 39, 58, 59, 62, 63, 66, 91, 93, 94, 95. 129, 133
Kuat Geser 3, 7, 12, 14, 16, 17, 18, 76, 102, 107, 191, 192, 206
Kuat Tekan Bebas 49, 54, 55, 57, 82, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 110, 117,
121, 122, 124, 126, 130, 138, 147, 148, 149, 150
Likuifaksi 37, 38, 160, 198, 202, 203, 211, 213, 215, 216, 217, 218, 219
Liquefaction 37, 137
Liquid Limit 100, 116
Maximum Dry Density 99, 117, 136, 143, 188, 193
Montmorillonite 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33
Natrium Klorida 115, 122
Normally Consolidated 37
Oktahedral 28, 29, 133
Optimum Moisture Content 92, 99, 117, 119, 136, 143, 188, 193

141|Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah


Index

Over Consolidated 37
Pastic Index 151
Perkuatan Tanah 7, 8, 10
Permeability 105
Permeation Resin 9, 15, 19
Plastic Limit 100, 116
Plasticity 43, 52, 116
Pozzolanic 47, 48, 49, 58, 79, 107
Preloading 9, 14, 88, 174, 175, 176
Settlement 7, 12, 24, 65, 70, 98, 106, 157, 160, 175, 179, 181, 182, 201,
208, 210
Shear Strength 127, 231
Shrinkage Limit 116
Skeleton 16, 64
Soda Kaustik 14, 18, 107
Sodium Klorida 114
Soil Ash 9, 13, 17
Soil Cement 9, 13, 16
Soil Improvement 4, 7, 8
Soil Lime 9, 13, 17
Soil Properties 6, 150
Soil Reinforcement 4, 7, 8, 10
Soil Replacement 181, 197, 218
Soil Stabilization 4, 5, 137
Specific Surface 24, 30, 38, 39, 40
Stabilisasi Tanah 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 18, 19, 74, 80, 92, 96, 100, 128, 137,
147, 149, 185, 187
Stabilizer 14, 18, 20, 23, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 71, 73, 74, 76, 77, 81, 91,
93, 97, 106, 107, 115, 122, 136, 150, 157, 183, 186, 187, 189, 193
Stone Column 182, 202, 203, 204, 205, 219
Swelling Potential 5, 16, 45, 58, 59, 62, 66, 91, 95
Swelling Pressure 63, 96, 126, 134
Tetrahedral 27, 28, 29
Unconfined Compression Strength 49, 55, 57, 151, 152, 153
Vertical Drain 8, 18, 172, 173, 238
Vibro Replacement 218, 220
Vibroflotation 9, 16, 198, 199, 200, 201, 202
Volume Change 25, 133, 154, 160

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|142


Profil Penulis

GLOSARIUM

ASTM = American Standard Testing of Material.


CBR = California Bearing Capacity
Cc = Coeficient Compressibility
CEC = Capacity of Change Cation.
CKD = Cement Kiln Dust.
DCP = Dynamic Cone Penetrometer
DFS = Differential Free Swell.
Dr = Relative Density
DSM = Deep Soil Mixing
E-SBR = Emulsion Styrene Butadiene Rubber.
ESP = Exchangeable Sodium Percentage.
FDD = Faktor Daya Dukung.
FOS = Factor of Safety
GI = Group Index.
IUPAC = International Union of Pure and Applied Chemistry.
LI = Liquid Index
LL = Liquid Limit
LS = Lignosulfonat.
LTCR = Lime Treatment Compression Ratio.
m.a.t = Muka Air Tanah
MC = Medium-Curing.
MDD = Maximum Dry Density.
MIP = Mercury Intrusion Porosimetry.
OMC = Optimum Moisture Content.
OPC = Optimum Portland Content.
PFWD = Portable Falling-Weight Deflectometer
pH = powerp/potenz [H+] = – log [H+] (derajat keasaman)
PI = Plasticity Index.
PL = Plastic Limit

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah| 143


PN-S-96011 = Polska Normy Standard 96011, Data publikacji, 02-01-1998
PSPA = Portable Seismic Property Analyzer.
PVDs = Prefabricated Vertical Drains -
Rc = Relative Compaction
RC = Rapid Curing.
SAR = Sodium Adsorption Ratio.
SBR = Styrene Butadiene Rubber.
SEM = Scanning Electron Mmicroscope.
SL = Shringkage Limit
SNI = Standar Nasional Indonesia
SPT = Standard Penetration Test.
S-SBR = Solution Styrene Butadiene Rubber.
SSG = Soil Stiffness Gauge.
UCCS = Unconfined Compression Strength.
UCS = Unconfined Compression Strength.
WCD = Waste Canned Drinks.

Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah|144

Anda mungkin juga menyukai