Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak

menular, semakin banyak muncul penyakit degeneratif salah satunya adalah

Diabetes Melitus (DM). Usia berpengaruh terhadap serangan berbagai macam

penyakit, usia 40 tahun mulai memiliki risiko terkena diabetes. Semakin

bertambahnya usia, maka semakin besar pula risiko seseorang mengalami

diabetes melitus tipe 2 (Helmawati, 2014).

Faktor usia merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau

direkayasa. Diet menjadi salah satu hal penting dalam empat pilar

penatalaksanaan DM dikarenakan pasien tidak memperhatikan asupan

makanan yang seimbang. Meningkatnya gula darah pada pasien DM berperan

sebagai penyebab dari ketidak seimbangan jumlah insulin, oleh karena itu diet

menjadi salah satu pencegahan agar gula darah tidak meningkat, dengan diet

yang tepat dapat membantu mengontrol gula darah (Soegondo, (2015).

Diabetes merupakan penyakit kronis dikarenakan sekresi insulin endogen

yang tidak efektif. Diabetes diklasifikasikan menjadi diabetes tipe 1 Insulin

Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe IIdisebut Non-Dependen Insulin

Diabetes Mellitus (NDIDM) (Longmore, dkk 2014). DM dikenal sebagai silent

killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya dan saat diketahui

sudah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2014).

1
Jumlah penderita diabetes didunia sebanyak 422 juta jiwa (Word Health

Organisation, 2016). Rikesdes 2018 diabetes militus di Indonesia berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 permil dan yang terdiagnosis tenaga

kesehatan atau gejala sebesar 1,5‰. Berdasarkan Riskesdes 2018 provinsi

Maluku (0,7 ‰ atau sekitar 6.801 penduduk) berada pada peringkat ke 31 dari

34 provinsi, Peringkat pertama DKI Jakarta (2,6‰ atau sekitar 40.210

penduduk), peringkat kedua DI Yogyakarta (2,4‰ atau sekitar 14.602

penduduk), dan peringkat ketiga Sulawesi Utara (2,3‰ atau sekitar 13.977

penduduk). Prevalensi dibetes militus yang terdiagnosis oleh Riskesdas

maupun berdasarkan diagnosis pada laki -laki (1.21‰ atau sekitar 510.714

penduduk) dan perempuan (1.78‰ atau sekitar 506.576 penduduk). (Hasil

Rikesdes 2018).

Gaya hidup menentukan besar kecilnya risiko seseorang untuk terkenan

diabetes. Selain pola makan, aktivitas yang dilakukan oleh seseorang juga

merupakan gaya hidup. Diet merupakan dasar dari penatalaksanaan DM yang

bertujuan untuk memberikan semua unsur makanan esensial, mencapai dan

mempertahankan berat badan, memenuhi kebutuhan energi dan mencegah

fluktuasi kadar glukosa darah (andyani, 2015).

Arsana (2014) menyebutkan bahwa kontrol glikemik pasien

sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien terhadap anjuran diet meliputi

jenis, jumlah dan jadwal makanan yang dikonsumsi dan ketidakpatuhan

merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan.

Kepatuhan jangka panjang terhadap diet merupakan salah satu aspek

2
yang paling menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan DM

(Smeltzer & Bare, 2015). Salah satu faktor yang mengganggu kerja insulin

yaitu tingginya kadar lemak diperut. Semakin banyak lemak yang dikonsumsi

dari makanan sehari-hari, semakin banyak pula lemak tersimpan di dalam

tubuh. Timbunan lemak bisa membuat sel tubuh menjadi tidak peka terhadap

insulin (Helmawati, 2014).

Efikasi diri (Self Eficasy) adalah peningkatkan kepercayaan diri untuk

membangkitkan harga diri dan semangat pasien untuk sembuh. Pasien dengan

efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu

mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Sementara orang dengan

efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan

yang ada. Efikasi diri (Self Eficasy) yang tinggi dapat membuat seorang pasien

dapat menerima keadaan dirinya, akan tetapi sebaliknya jika seorang pasien

mempunyai efikasi diri (Self Eficasy) yang rendah dapat menyebabkan

kecemasan yang akan berdampak terhadap proses penyembuhan pasien. Dalam

situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah

menyerah. (Marthin, 2018). Dengan begitu pasien tidak akan merasa malu

dengan keadaannya sekarang, menerima semua cobaan yang dihadapinya

dengan ikhlas dan lapang dada.

Berdasarkan pengambilan data awal yang diperoleh dari Rekam Medik di

RSUD Dr.M.Haulussy Ambon total pasien diabetes militus sebanyak 2.423.

pada tahun 2017 pasien diabetes militus yang menginap di RS dan tidak

memakai insulin sebanyak 319 dan Dm YTT sebanyak 264. Pasien yang di

3
rawat jalan, yang tidak bergantung insulin sebanyak 201 dan DM YTT

sebanyak 1023. Pada tahun 2018 pasien diabetes militus yang menginap, yang

tidak bergantung insulin sebanya 139 pasien, DM YTT sebanyak 44 pasien.

Pasien rawat jalan yang tidak bergantung insulin sebanyak 167 pasien, DM

YTT sebanyak 82 pasien.

Dari hasil wawancara penulis dengan pasien, penulis menemukan 5 orang

pasien. 3 orang pasien tidak pernah mengontrol pola makan mereka, mereka

makan bisa lebih dari 3 kali sehari dan mereka selalu memakan makanan yang

berkadar gula darah tinggi, sedangkan 2 pasien mereka selalu mengontrol

asupan makanan yang selalu mereka makan, namun pasien jarang berolahraga.

4 pasien tidak percaya diri dengan kondisi tubuhnya, namun 1 pasien

mengatakan tidak perlu harus malu dengan keadaan tubuhnya karena apapun

yang terjadi didunia ini sudah merupakan kehendak yang maha kuasa.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas penulis merasa perlu dilakukan

penelitian tentang Hubungan Self Eficasy dengan tingkat kepatuhan pasien

dalam melaksanakan diet diabetes militus Di RSUD dr.M.Haulussy Ambon.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan diatas,

dapat disusun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah Ada

Hubungan Self Eficasy dengan tingkat kepatuhan pasien dalam melaksanakan

diet diabetes militus Di RSUD dr.M.Haulussy Ambon?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Apakah Ada Hubungan Self Eficasy dengan tingkat

kepatuhan pasien dalam melaksanakan diet diabetes militus Di RSUD

dr.M.Haulussy Ambon

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Self Eficasy pada pasien diabetes militus di RSUD

dr.M.Haulussy Ambon

b. Mengetahui tingkat kepatuhan dalam melaksanakan diet diabetes

militus di RSUD dr.M.Haulussy Ambon

c. Mengetahui hubungan Hubungan Self Eficasy dengan tingkat kepatuhan

pasien dalam melaksanakan diet diabetes militus Di RSUD

dr.M.Haulussy Ambon

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Bagi Universitas

Diharapkan mampu menambah wawasan keilmuan dan kepustakaan bagi

Universitas Kristen Indonesia Maluku khususnya Fakultas Kesehatan

Program Studi Ilmu Keperawatan.

2. Manfaat Bagi Perawat

Diharapkan dapat menjadi masukan dalam ilmu keperawatan agar dapat

menangani masalah diabetes militus.

5
3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman ilmiah yang sangat berharga

dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang masalah kesehatan

khususnya dalam perawatan pasien diabetes militus.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Militus

1. Pengertian Diabetes Militus

Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diabainein, “’tembus’

atau “pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis” yang umum

dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan

hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan

bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa

yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia

kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,

yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan

pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan

dengan mikroskop elektron (Ramadhan, 2017).

Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan

komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan

dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit

kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama

dialysis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta

kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangrene

dengan risiko amputasi. (Ramadhan, 2017).

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolism

yang disebabkan kurangnya hormone insulin. Hormon insulin dihasilkan

7
oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam

metabolism glukosa dalam sel tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dalam

tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolism dalam

sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energy sehingga mudah lelah

dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut

dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki

sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan

urine dan selalu merasa haus (Musyayadsh, 2017)

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik

yang ditandai dengan hiper-glikemi akibat kerusakan sekresi insulin,

kinerja insulin, atau keduanya. Diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi

saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas

sel pankreas untuk menghasilkan hormon insulin (Lemone, 2015).

Insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah,

akan tetapi apabila intake glukosa /karbohidrat terlalu banyak, maka

insulin tidak mampu menyeimbangkan kadar gula darah dan terjadi

hiperglikemi. Penderita yang terdiagnosa penyakit DM membutuhkan

terapi pengobatan lama untuk menurunkan kejadian komplikasi (ADA,

2017).

Diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh 2 hal yaitu penurunan respon

jaringan perifer terhadap insulin (resistensi insulin) dan penurunan

kemampuan sel prankeas untuk mensekresi insulin sebagai respon

terhadap beban glukosa. Sebagian besar kasus diabetes tipe 2 diawali

8
dengan kegemukan sehingga sel pankreas merespon dengan mensekresi

insulin lebih, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Insulin yang tinggi

mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri

dengan menurunkan jumlah reseptor. Hal ini membawa dampak pada

penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya

resistensi insulin, kondisi hiperinsulinemia ini dapat megakibatkan

desensitisasi reseptor. Pada resistensi insulin terjadi peningkatan

produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga

mengakibatkan hiperglikemi (Lemone, 2015).

Menurut Tanto dan Hustrini (2014) diabetes melitus yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko

sterjadinya hipertensi.

2. Etiologi Diabetes militus

Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolism yang

termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal atau

hiperglikemia (lebih dari 120mg/dl atau 120mg%). Karena itu DM sering

disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit gula tidak hanya

dianggap sebagai gangguan metabolism karbohidrat, tetapi juga

menyangkut metabolism protein dan lemak. Akibatnya DM sering

menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada

struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja,

akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal, seperti penyakit jantung,

ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi.

9
Diabetes mellitus adalah suatu kondisi di mana kadar gula di dalam

darah lebih tinggi dari biasa/normal (Normal: 60 mg/dl sampai dengan

145 mg/dl), karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan

hormon insulin secara cukup. Perlu diketahui bahwa hormon insulin

dihasilkan oleh pankreas dalam tubuh kita untuk mempertahankan kadar

gula agar tetap normal. Hal ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki

sel-sel yang terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten

terhadap insulin.

Diabetes adalah suatu penyakit di mana kadar glukosa (gula

sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan

atau menggunakan insulin secara cukup. Sedangkan insulin sendiri

adalah hormon yang dilepaskan oleh pancreas, yang bertanggung jawab

dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin

memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau

disimpan sebagai cadangan energi. Karena itu, jumlah glukosa pada

tubuh sebaiknnya sejak dini harus selalu dikontrol dengan cermat.

Tubuh biasanya mendapatkan glukosa dari makanan yang

dikonsumsi baik secara langsung dari makanan yana manis atau

karbohidrat, maupun secara tidak langsung dari jenis makanan lain.

Glukosa diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran darah ke

seluruh sel-sel dalam tubuh di mana ia dapat digunakan sebagai energi.

Bila jumlah glukosa dalam darah terlalu banyak dan tidak segera

dibutuhkan untuk membentuk energi, maka ia dapat diubah dan

10
kemudian disimpan dengan dua cara, yaitu sebagai tepung dalam hati dan

sebagai lemak. Untuk mengubah glukosa menjadi energi atau

menyimpan glukosa, tubuh memerlukan insulin. Insulin dihasilkan oleh

sekelok sel pada pancreas yang dinamakan pulau-pulau Langerhans. Pada

orang yang sehat, karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah

menjadi glukosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk

dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang menderita diabetes,

glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat

insulin dalam tubuh. Akibatnya, kadar glukosa dalam darah menjadi

tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat

negatif atau merugikan.

Secara normal, glukosa masuk ke dalam sel-sel dan kelebihannya

dibersihkan dari darah dalam waktu dua jam. Jika tubuh tidak

memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau insulin yang tersedia

tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka sel-sel tidak dapat terbuka,

dan ini akan menyebabkan glukosa terkumpul dalam darah sehingga

terjadilah diabetes mellitus. Penyakit diabetes mellitus jika tidak segera

diobati akan meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, gagal

ginjal,dan penyakit pembuluh darah perifer, dapat juga sebagai penyebab

utama dari kebutaan pada orang dewasa.

Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, yang disebabkan

oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol. Kadar

11
gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau normal dengan

mengubah beberapa kebiasaan hidup seseorang.

Kebiasaan tersebut adalah:

a. Mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara

teratur.

b. Mengawasi/menjaga berat badan.

c. Memakan obat resep dokter

d. Olahraga secara teratur.

Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit

orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal,

setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes memang

pembunuh yang jahat. Dia tak punya cukup nyali untuk membunuh dengan

sendirian. Dia akan meminta bantuan teman-teman lainnya. Berdasarkan

penelitian Murray tahun 2000, disebutkan :

a. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena

stroke akibat komplikasi diabetes.

b. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta akibat

komplikasi diabetes.

c. Tiap 12 menit ada satu orang di dunia yang terkena

serangan jantung akibat komplikasi diabetes.

d. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang harus cuci

darah akibat komplikasi diabetes.

12
e. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang diamputasi

akibat komplikasi diabetes.

Kejadian serangan jantung dialami 20%-24% penderita diabetes di

Indonesia. Jika disertai kebiasaan merokok, maka kemungkinan meninggal akibat

serangan jantung naik hingga 3 kali lipat. Satu lagi komplikasi yang kerap diidap

diabetes adalah peripheral vascular atau penyumbatan di nadi kaki yang dapat

berpindah ke paru-paru sehingga berisiko kematian. Diperkirakan jumlah

penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2006 meningkat tajam menjadi 14 juta

orang, di mana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru

sekitar 30% yang datang berobat teratur. Sangat disayangkan bahwa banyak

penderidisebabkan faktor keturunan. Tetapi, faktor keturunan saja tidak cukup

untuk menyebabkan seseorang terkena diabetes, karena risikonya hanya sebesar

5%. Ternyata, diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang yang mengalami

obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang dijalaninya.

Menurut kriteria diagnostik Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia), seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula

darah puasa >126 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi di mana

akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar

gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa (atau

belum makan) adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari

120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung

gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung

meningkat secara ringan, tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun,

13
terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula

darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan

insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan

menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Ada cara lain untuk

menurunkan kadar gula darah, yaitu dengan melakukan aktivitas fisik seperti

berolahraga, karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan

energi.

3. Epidemiologi Diabetes Militus

Menurut survei yang dilakukan oleh WHO (World Health

Organization), Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita

diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan

prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995

terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan

meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangka dari data Departemen

Kesehatan, jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit

menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin.

Menurut Menteri Kesehatan, secara global WHO memperkirakan

PTM (Penyakit Tidak Menular) telah menyebabkan sekitar 60% kematian

dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta

penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000 jumlahnya

meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa.

Sedangkan di Amerika Serikat jumlah penderita diabetes pada tahun 1980

14
mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta

orang.

Apabila masalah ini tidak di intervensi secara serius, permasalahan

diabetes akan bertambah besar sehingga akan sulit untuk

menanggulanginya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat

dilakukan oleh pemerintah saja tetapi harus oleh semua pihak termasuk

organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan

(PERSADIA dan PEDI). PERKENI bertujuan untuk mengurangi risiko

kematian dan mengurangi biaya pengobatan diabetes mellitus, diperlukan

tindakan pencegahan yang dapat dilakukan secara primer maupun

sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes

mellitus pada individu yang berisiko melalui modofikasi gaya hidup (pola

makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung

program edukasi yang berkelanjutan. Kendati program ini tidak mudah,

tetapi sangat menghemat biaya. Oleh karena itu dianjurkan untuk

dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas.

Sedangkan pencegahan sekunder, merupakan tindakan pencegahan

terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Programnya meliputi

pemeriksaan dan pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes,

pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam urine program

menurunkan atau menghentikan kebiasaan merokok.

Program pencegahan primer telah dilaksanakan di Indonesia oleh

PT.Merck Indonesia Tbk bekerja sama dengan DEPKES RI dan organisasi

15
profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADIA dan

PENI). Program yang bertajuk Pandu Diabetes dengan simbol Titik

Oranye, melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi

dan edukasi mengenai diabetes mellitus dan pemeriksaan kadar gula darah

secara gratis bagi sejuta orang yang telah diluncurkan oleh Menkes pada

15 Maret 2003.

Program ini dipandang luar biasa karena membri layanan pemeriksaan

kadar gula secara gratis bagi sejuta orang yang tersebar di seluruh tanah air

selama 2 tahun (2003-2005). Hasil pemeriksaan kadar gula darah tersebut

menunjukkan sebanyak 81.696 orang (8,29%) memiliki kadar glukosa

darah sewaktu melebihi 200 mg/dl sudah dapat didiagnosis sebagai

diabetes mellitus. Sebanyak 260.361 orang (26,42%) memiliki glukosa

darah rendah (<110 mg/dl), 489.385 orang (49,66%) memiliki kadar

glukosa darah normal (110-139%), dan 154.029 orang (15,63%) memiliki

kadar glukosa darah borderline (140-199 mg/dl). Banyaknya orang yang

memiliki kadar gula darah terganggu ini memerlukan perhatian khusus

dari pihak-pihak terkait karena kelompok ini berpeluang untuk menjadi

diabetes di masa yang akan datang.

4. Faktor Risiko DM

Faktor risiko terjadinya penyakit DM dapat dibagi menjadi faktor

yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Adapun faktor risiko

yang tidak dapat diubah adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 2014):

16
a. Faktor genetik Seseorang memiliki saudara sedarah yang merupakan

penderita DM tipe 2 memiliki risiko 3 kali mengalami DM dibandingkan

dengan yang tidak.

b. Usia Berbagai studi memperlihatkan peningkatan prevalensi DM seiring

pertambahan usia.

c. Jenis kelamin Studi yang dilakukan Center for Disease Control and

Prevention tahun 2008 menunjukkan peningkatan kejadian DM pada

wanita sebesar 4,8% dibandingkan pria yang sebesar 3,2%. Hal ini

dikaitkan dengan pola makan yang tidak seimbang dan aktivitas fisik yang

kurang.

Adapun faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi adalah sebagai berikut:

a. Obesitas Obesitas adalah kondisi yang menggambarkan penumpukan

lemak dalam tubuh akibat asupan makanan melebihi kebutuhan tubuh.

b. Latihan fisik yang kurang Latihan fisik akan mengubah senyawa

glukosa dan lemak menjadi energi di jaringan dan pembuluh darah.

c. Asupan makan yang tidak seimbang Asupan kalori yang berlebihan

akan menyebabkan ketidakseimbangan kalori yang diterima dengan

yang digunakan oleh tubuh, sehingga terjadi peningkatan berat badan

akibat penimbunan kalori.

d. Stress Reaksi dari respon stress adalah terjadinya sekresi pada sistem

saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-medular.

Apabila stress menetap, maka sistem hipotalamus-pituitari akan

diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropine releasing factor

17
yang menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi

adenocorticotropic factor yang akan menstimulasi produksi kortisol

yang akan memengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (Smeltzer

dan Bare, 2008).

5. Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

a. Keluhan klasik DM: poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

(Reksodiputro et al., 2014).

Diagnosis DM ditegakkan dengan dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer (PERKENI, 2015).

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal maupun kriteria

DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: Glukosa

Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

(PERKENI, 2015).

18
a. GDPT: Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl

dan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) glukosa plasma

2 jam TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan

larutan glukosa 75 gram untuk diminum. Pemeriksaan glukosa darah

dilakukan sebelum meminum larutan tersebut, lalu akan diperiksa

kembali setelah 2 jam.

b. TGT: Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara

140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100mg/dl

c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.

d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4% (PERKENI,

2015).

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes


Melitus Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
(Sumber: PERKENI, 2015)

Tabel 2. Diagnosis Diabetes dan Prediabetes


HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam
puasa (mg/dl) setelah TTGO (mg/dl)

Diabetes ≥6,5 ≥126 ≥200

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

Normal <5,7 <100 <140

19
6. Program Pengelolaan Diabetes Melitus

Prolanis merupakan akronim dari Program Pengelolaan Penyakit

Kronis. Prolanis merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan

pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi. Program ini

melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan. Tujuan

dibentuknya Prolanis adalah peserta BPJS Kesehatan yang menderita

penyakit kronis, khususnya DM tipe 2 dan hipertensi dapat mencapai kualitas

hidup yang optimal untuk mencegah timbulnya komplikasi (BPJS Kesehatan,

2014).

Kegiatan yang dilakukan Prolanis berupa persiapan pelaksanaan dan

aktivitas Prolanis. Pada persiapan pelaksanaan Prolanis dilakukan

serangkaian kegiatan meliputi; identifikasi peserta, pemetaan fasilitas

kesehatan, sosialisasi, verifikasi data peserta, pendistribusian buku

pemantauan kesehatan, rekapitulasi, dan pemeriksaan kesehatan. Pemantauan

aktivitas Prolanis dan pemberian feedback kegiatan Prolanis yang telah

terlaksana di fasilitas kesehatan secara rutin dilakukan pada kegiatan

persiapan pelaksanaan (BPJS Kesehatan, 2014). Aktivitas Prolanis meliputi

konsultasi medis peserta Prolanis, edukasi kelompok peserta Prolanis,

reminder melalui Short Message Service (SMS) gateway, dan home visit

(BPJS Kesehatan, 2014).

a. Konsultasi medis peserta Prolanis Konsultasi medis dengan jadwal

yang telah disepakati bersama antara peserta dengan fasilitas

kesehatan pengelola.

20
b. Edukasi kelompok Prolanis Edukasi kelompok Prolanis merupakan

kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dengan tujuan

memulihkan penyakit, mencegah timbulnya kembali penyakit, dan

meningkatkan status kesehatan bagi peserta Prolanis. Hal yang

diedukasi terutama mengenai penatalaksanaan DM tipe 2 yaitu

aktivitas fisik, diet, kepatuhan minum obat, dan sebagainya dalam

upaya pengontrolan glukosa darah (BPJS Kesehatan, 2014).

c. Reminder short message service gateway Reminder ini adalah

kegiatan untuk memotivasi peserta dalam melakukan kunjungan rutin

ke fasilitas kesehatan pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi

ke fasilitas kesehatan pengelola tersebut. Hal ini bertujuan agar

tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-

masing fasilitas kesehatan pengelola (BPJS Kesehatan, 2014).

d. Home visit Home visit merupakan kegiatan pelayanan kunjungan ke

rumah peserta Prolanis untuk pemberian informasi atau edukasi

kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga.

Kriteria sasaran peserta Prolanis yang dikunjungi yaitu peserta baru

terdaftar, peserta tidak hadir terapi di dokter praktek perorangan/klinik

/pusat kesehatan masyarakat 3 bulan berturut-turut, peserta dengan

glukosa darah puasa atau glukosa darah post pandrial di bawah

standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan tekanan darah tidak

terkontrol 3 bulan berturut-turut, dan peserta pasca opname (BPJS

Kesehatan, 2014)

21
B. Tinjauan Tentang Efikasi Diri

1. Pengertian Efikasi Diri

Bandura (Amir, 2016) pertama kali mengemukakan efikasi diri

(self efficacy) sebagai keyakinan seseorang akan kemampuannya dari

hasil kerja yang diperoleh. Efikasi diri dapat dimiliki oleh seseorang

berbeda-beda. Secara umum efikasi diri dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu efikasi diri khusus dan umum. Untuk efikasi khusus

sangat beragam, tergantung pada tugas khusus dan dapat diolah secara

kognitif oleh individu tersebut sebelum usaha tersebut dikembangkan

dan sebaliknya efikasi diri umum merujuk pada keyakinan orang

dalam mencapai keberhasilan prestasi hidup.

Efikasi diri (self efficacy) menurut Bandura, Smith dan Betz

(Irfan & Suprapti, 2014) juga merupakan sebuah cara seseorang untuk

mengontrol diri di lingkungannya dengan maksud dapat membantu

dalam menghadapi tantangan dengan cara yang positif. Trouillet (Irfan

& Suprapti, 2014) efikasi diri merupakan pertimbangan yang dapat

dilakukan oleh seseorang untuk mempengaruhi suatu keadaan

eksternal. Schultz (Sandra & Djalali, 2013) berpendapat bahwa efikasi

diri adalah perasaan individu terhadap kecukupan, efisiensi atau usaha

dan kemampuannya dalam mengatasi kehidupan hidup.

Efikasi diri merupakan suatu bentuk kepercayaan individu

terhadap kemampuan untuk meningkatkan prestasi atau potensi

kehidupannya. Efikasi diri dapat berupa perasaan individu, cara

22
berpikir, motivasi diri dan keinginan memiliki terhadap sesuatu hal.

Gist dan Mitchell (Sujarwo, 2014) mengatakan bahwa efikasi diri

dapat membawa perilaku yang berbeda-beda antara individu yang satu

dengan individu yang lain dengan kemampuan yang sama, akan tetapi

efikasi diri dapat mempengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah

serta kegigihan individu dalam berusaha untuk mencapai sesuatu.

Smith dan Vetter (Sujarwo, 2014) berpendapat efikasi diri merupakan

sejumlah perkiraan tentang kemampuan yang dapat dirasakan

seseorang.

2. Aspek-aspek efikasi diri (self efficacy)

Bandura (Rahman, 2013) mengungkapkan ada beberapa aspek dalam

efikasi diri (self efficacy) yang penting, yaitu:

a. Tingkat kesulitan tugas (magnitude)

Individu akan memiliki pekerjaan yang berdasarkan

kemampuan agar dapat mengerjakan pekerjaan tersebut.

Individu juga akan melakukan pekerjaan yang hanya dapat

dilakukan dan tidak dianggap tidak keluar batas dari

kemampuannya.

b. Kekuatan keyakinan (strength)

Adanya kekuatan keyakinan sangat berkaitan dengan

kemampuan individu. Keberadaan individu memiliki harapan

yang sangat kuat agar mampu mendorong individu untuk

23
memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai suatu hal

meskipun hanya memiliki sedikit pengalaman.

c. Generalisasi (generalization)

Perilaku yang dimiliki individu terkait di lapangan, karena

individu harus merasa yakin dengan kemampuan yang

dimiliknya. Hal ini terjadi karena adanya kepercayaan individu

dalam menagani kegiatan tertentu dengan kemampuan dan

situasi di bidang ketenagakerjaan atau banyak situasi yang

sangat beragam.

Efikasi diri (self efficacy) memiliki aspek yang akan dapat

membuat masing-masing individu mampu memiliki keyakinan

untuk mencapai tujuannya tersebut. Bandura (Rahman, 2013)

menyebutkan bahwa aspek-aspek tersebut adalah memiliki

tingkat kesulitan, kekuatan dan generalisasi. Ketiga aspek

tersebut merupakan bagian-bagian terpenting yang dapat

merupakan dasar akan adanya efikasi diri pada individu.

3. Faktor-Faktor Efikasi Diri

Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Menurut Bandura dalam

Mawanti (2014: 39):

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi efikasi diri, diantaranya:

a. Sifat tugas yang dihadapi, situasi-situasi atau jenis tugas

tertentu dapat menuntut kinerja yang sangat sulit dan berat dari

pada situasi tugas yang lain.

24
b. Insentif eksternal, insentif dapat berupa hadiah (reward) yang

diberikan oleh orang lain untuk merefleksikan keberhasilan

seseorang yang dapat menguasai atau melaksanakan suatu

tugas yang diberikan. Misalnya memberikan pujian, materi,

dan lainnya.

c. Status atau peran individu dalam lingkungan. Derajat status

sosial seseorang sangat mempengaruhi penghargaan diri orang

lain dan rasa percaya dirinya.

d. Informasi tentang kemampuan diri, efikasi diri seseorang akan

dapat meningkat atau bahkan menurun jika mendapat

informasi yang positif atau negatif tentang dirinya.

4. Bentuk Efikasi Diri

Menurut Bandura dalam Wening (2013: 21) efikasi diri dapat

menghasilkan perbedaan dalam cara berpikir, merasakan dan bertindak.

Keyakinan efikasi diri sangat pengaruh terhadap pilihan yang dibuat dan

tindakan yang dicapai oleh individu. Keyakinan pada diri sendiri turut

menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan individu, serta berapa

lama mampu untuk bertahan dalam menghadapi situasi yang kurang

menguntungkan dan yang menguntungkan. Selain hal itu menurut

Bandura dalam Wening (2013: 22) menyatakan bahwa efikasi diri akan

meningkatkan kekebalan terhadap rasa cemas, stres dan depresi serta

mengaktifkan perubahan-perubahan biokemis yang akan dapat

mempengaruhi berbagai ancaman aspek dari fungsi kekebalan. Penelitian

25
oleh Bandura dalam Wening (2013: 22) menunjukkan bahwa efikasi diri

memiliki peran dalam hubungannnya dengan cemas dan stres yang dapat

melibatkan sistem imun dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah,

detak jantung, dan hormon stres.

C. Tinjauan Tentang Kepatuhan diet

1. Definisi Kepatuhan diet

Kepatuhan diet merupakan suatu aturan perilaku yang

disarankan perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang harus

diikuti oleh pasien. Perilaku yang disarankan berupa pola makan dan

ketepatan makan pasien (Novian, 2013).

Mematuhi serangkaian diet merupakan aspek yang paling

penting dalam pelaksanaan DM. Diet yang dijalankan oleh pasien DM

berlangsung seumur hidup dan kejenuhan dapat muncul kapan saja

(Pratita,2012).

2. Pelaksanaan diet

Pelaksanaan diet terdiri dari 3 hal utama yang harus diketahui dan

dilaksanakan oleh penderita diabetes militus (Prekendi, 2013)

a. Jumlah makanan

Disesuaikan dengan status gizi penderita diabetes militus,

bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Penentuan

jumlah kalori yaitu dengan menggunakan berat badan ideal

untuk mengetahui jumlah kalori basal klien.

BB Ideal= (TB dalam cm – 100)- 10% kg

26
Untuk menentukan jumlah kalori yang di butukan

penderita diabetes militus dengan memperhatikan faktor-

faktor sebagai berikut (perkeni, 2013)

1) Jenis kelamin

Kebutuhan kalori antara pria dan wanita

berbeda. Wanita membutuhkan kalori sekitar 25

kal/kgBB, sedangkan pria membutuhkan kalori

sebesar 30 kal/kgBB.

2) Umur

Pengurangan energi dilakukan bagi pasien yang

berusia ˃ 40 tahun dengan ketentuan: usia 40-59

tahun, kebutuhan energi dikurangi 5%; usia 60-

69 tahun, kebutuhan energi dikurangi 10%, dan

jika usia ˃ 70 tahun, kebutuhan energi dikurangi

20%.

3) Aktifitas fisik atau pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan

kategori aktifitas fisik sebagai berikut:

a) Keadaan istirahat: ditambah 10% dari

kalori basal.

b) Aktifitas ringan: pegawai kantor,


pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu

27
rumah tangga, dan lain-lain
kebutuhan energi ditambah 20% dari
kebutuhan energi basah.
c) Aktifitas sedang: pegawai industri

ringan, mahasiswa, militer yang

sedang tidak berperang, kebutuhan

dinaikan 30% dari energi basal.

d) Aktifitas berat: petani, buruh, militer

dalam keadaan latihan, petani, atlet,

kebutuhan ditambah 40% dari energi

basal.

e) Aktifitas sangat berat: tukang becak,

tukang gali, pandai besi, kenutuhan

harus ditambah 50% dari energi basal.

b. Jenis makanan

Pasien dengan diabetes militus harus mengetahui

dan memahami jenis makanan apa yang boleh dimakan

secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan

makanan apa yang harus dibatasi secara ketat (Waspadji,

2012). Makanan yang perlu dihindari adalah makanan

yang mengandung banyak karbohidrat sedehana, makanan

yang mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan

lemak jenuh serta tinggi natrium (ADA, 2013). Makanan

yang diperbolehkan adalah sumber kerbohidrat kompleks,

28
makanan tinggi serat laut air, dan makanan yang diolah

dengan sedikit minyak. Penggunaan gula murni

diperbolehkan hanya sebatas sebagai bumbu (Waspadji et

al. 2012).

Selain itu, perkeni (2013) menyebutkan bahwa

pasien diabetes militus harus membatasi makanan dari

jenis gula, minyak dan garam. Banyak penderita diabetes

militus mengeluh karena makanan yang tercantum dalam

daftar menu diet kurang berfariasi sehingga sering terasa

membosankan. Untuk itu, agar ada variasi dan tidak

menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan

penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan

makanan yang digantikannya (Suyono, 2012).

1) Jenis makanan yang dirujukan:

a) Sumber protein hewani: daging kurus,

ayam tanpa kulit, ikan dan putih telur.

b) Sumber protein nabati: tempe, tahu,

kacang-kacangan, (kacang hijau, kacang

merah, kacang kedelai).

c) Sayuran yang bebas dikonsumsi (sayuran

A): Ketimun, labu air, lobak, selada air,

jamur kuping dan tomat.

29
d) Buah-buahan: jeruk siam, apel, pepaya,

melon, jambu air, salak, semangka,

belimbing.

e) Susu rendah lemak atau susu skim.

2) Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi

dibatasi, yaitu:

a) Sumber karbohidrat kompleks: padi-

padian (beras, jagung, gandum), umbi-

umbian (singkong, ubi jalar, kentang),

dan sagu.

b) Sayuran tinggi karbohidrat: buncis,

kacang panjang, wortel, kacang kapri,

daun singkong, bit, bayam, daun katuk,

daun pepaya, melinjo, nangka muda dan

tauge.

c) Buah-buahan berkalori tinggi: nanas,

anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat,

dan sawo.

3) Jenis bahan makanan yang harus dihindari:

a) Sumber karbohidrat sederhana: gula pasir,

gula jawa, gula batu, madu, sirup, cake,

permen, minuman ringan, selai, dan lain-

lain

30
b) Makanan yang mengandung asam lemak

jenuh: mentega, santan, kelapa, keju krim,

minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.

c) Makanan yang mengandung lemak trans:

margarin.

d) Makanan yang mengandung kolesterol

tinggi: kuning telur, jeroan, lemak daging,

otak, durian, susu full cream.

e) Makanan yang mengandung natrium tinggi:

makanan berpengawet, ikan asin, telur asin,

abon, kecap.

c. Jadwal makan

Pada penderita diabetes militus, pengaturan jadwal makan

penting karena, berkaitan dengan kadar glukosa darah

dalam (ADA, 2013). Penderita diabetes militus makan

sesuai jadwal, yaitu 3x makan utama, 3x makan selingan

dengan interval waktu 3 jam. Perbandingan proporsi

dengan jadwal makan yang digunakan oleh penderita

diabetes militus dapat dilihat pada tabel berikut ini (Rafani,

2013).

31
Tabel perbandingan proporsi dan jadwal makan DM

Proporsi/t tal
jadwal waktu
kalori
Makan 20% 07:00
selingan 10% 10:00
makan 25% 13:00
selingan 10% 16:00
makan 25% 19:00
selingan 10% 21:00
Sumber: (Rafani, 2013)

d. Komposisi diet

Komposisi makanan yang direkomendasikan untuk

penderita diabetes militus adalah sebagai berikut (Perkeni,

2013):

1) Karbohidrat dan pemanis

Menurut Perkeni, 2013 karbohidrat yang

dianjurkan bagi penderita diabetes militus diindonesia

sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan

karbohidrat total ˂ 130 gr/hari tidak dianjurkan,

makanan harus mengandung karbohidrat tertutama

yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu

diperbolehkan sehingga penderita diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain,

sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi,

pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti

gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian

32
(Acceped Daily Intake), makan 3x sehari untuk

mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Penelitiann yang dilakukan oleh Prijadmoko

(2012) juga menyatakan hal yang sama, bahwa bahan

makanan dengan indeks tidak glikemik tinggi akan

menaikan gula darah lebih tinggi dibandingkan

makanan dengan indeks glikemik rendah, seperti nasi

mampu menaikkan kadar glukosa darah puasa

sebesar 35,9 mg/dl, kentang 18,1 mg/dl, serta jagung

13,4 mg/dl untuk setiap 200 gr yang dikonsumsi.

2) Serat

Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes

dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dan kacang-

kacangan buah dan sayuran serta sumber karbohidrat

yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,

mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk

kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 gr/

1000 kkal/hari (Perkeni, 2013)

3) Kebutuhan protein

Protein dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan

energi. Sumber protein yang baik adalah seafood,

33
daging lemak, ayam tanpa kulit produk susu rendah

lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Pada

penderita DM dengan Neuropatti perlu penurunan

asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB per hari atau 10%

dari kebutuhan energi dan 65 % hendaknya bernilai

biologis tinggi (Perkeni, 2013)

4) Kebutuhan lemak

Asupan lemak penderita DM di indonesia dianjurkan

sekitar 20-25% kebutuhan kalori dan diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenih ˂ 7%

kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda ˂ 10%

selebihnya dari lemak tidak jauh tunggal (ADA,

2013). Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah

yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak

trans, antara lain daging berlemak dan susu penuh (

Whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol yaitu ˂ 200

mg/hari (Perkeni, 2013)

5) Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes

sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu

lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6 -7 g (1 sendok

teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi,

pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

34
Sumber natrium antara lain adalah garam

dapur,vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti

natrium benzoat dan natrium nitrit (Perkeni, 2013)

D. Kerangka Konsep

SELF EFIKASI
(EFIKASI DIRI)
DIABETES MILITUS

KEPATUHAN DIET

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel dependen

: Penghubung

E. Hipotesis Penelitian

Ha : ada hubungan self eficasy dengan tingkat kepatuhan pasien dalam

melakukan diet diabetes militus Di RSUD Dr.M.Haulussy Ambon.

Ho : Tidak ada hubungan self eficasy dengan tingkat kepatuhan pasien

dalam melakukan diet diabetes militus Di RSUD Dr.M.Haulussy

Ambon.

35
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

36
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik

menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu jenis penelitian yang

dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh saat ini juga. (Azwar,2014)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bedah wanita dan bedah laki RSUD

dr.M.Haulussy Ambon.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober tahun 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2017:80), populasi dapat didefenisikan

sebagai berikut: "Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang dapat ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya".

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita diabetes

militus di bedah laki dan bedah wanita RSUD.dr.M.Haulussy Ambon

Tahun 2019 selama dua bulan terakhir berjumlah 50 orang

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel ini adalah accidental

sampling. Accidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel

yang dilakukan secara kebetulan, yaitu untuk siapa saja yang

37
secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel (Sugiyono, 2015:156).

Untuk menghitung penelitian jumlah sampel dari populasi

tertentu yang dikembangkan, maka penulis menggunakan

perhitungan rumus Slovin:

Keterangan:

n : ukuran sampel

N : populasi

e : Taraf kesalahan atau nilai kritis (10%)


Diketahui :
50
n=
1+ 5 0 ( 10 % ) ₂

50
n=
1+ 50(0,01)

50
n=
1+ 1
50
= = 25
2

Berdasarkan perhitungan diatas, jumlah sampel dalam penilitian


ini sebanyak 25 responden.
a. Kriteria Inklusi Pasien

1. Kondisi pasien bersedia

38
2. Memungkinkan untuk mengisi kuesioner yang diajukan

oleh peneliti.

b. Kriteria Ekslusi

1. Memiliki penyakit mental

2. Tidak dapat baca tulis

3. Pasien yang diluar kriteria inklusi.

Pengambilan sampel pada penelitian ini diambil secara accidental

bagi pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk sampel.

D. Variabel penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel Yaitu Variabel Bebas

(Variabel Independen) dan Variabel Terikat (Variabel Dependen) yang

diuraikan sebagai berikut:

1. Variabel Independen

Pengertian variabel independen (bebas) menurut Sugiyono

(2016:39) “Variabel bebas adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat)”. Variabel Independen dalam penelitian ini

adalah self efficasy dan kepatuhan diet

2. Variabel dependen

Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.

39
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu skor kualitas tingkah

laku. (Nursalam 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

pasien diabetes militus.

E. Defenisi operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara

operasional dan berdasarkan karakteristik yang dapat diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena tertentu menurut Hidayat

(2016).

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

NO Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Ukur
1. Self efficasy Seberapa yakin Kuesioner 1.Tinggi, jika Ordinal
pasien diabetes skor > 40
militus untuk 2.Rendah,
mengikuti diet, jika skor ≤
Kesadaran dalam 40
melihat kadar
gula darah yang
naik atau tidak,
cara memilih
makanan yang
tepat jika merasa
lapar, keyakinan
dalam
berolahraga
selama 15 hingga
30 menit, 4
hingga 5 kali
seminggu
2. Diet Menambah Kuisioner 1.Positif : ordinal
jumlah nutrisi, jika skor > 60
makan sesuai %
jadwal yang 2.Negatif :

40
dianjurkan, jika skor ≤
makan lebih dari 60%
3x sehari,
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung
banyak vitamin
dan mineral

F. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner.

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab.

Kuisioner dalam penelitian ini menggunakan jenis kuisioner tertutup dalam

hal ini jawaban dan isinya sudah ditentukan, sehingga subjek tidak

memberikan respon atau jawaban yang lain. Lembar Kuisioner dalam

penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Instrument A

Lembar kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti yang

digunakan sebagai data demografi atau identitas pasien yang meliputi

inisial responden, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

dan pendapatan per bulan.

2. Instrument B

Lembar kuesioner yang pertama yaitu kuesioner Self Efficasy,

yang akan diisi oleh pasien dengan 8 pertanyaan dengan pilihan

41
jawaban dari 1 sampai 10 yang digunakan oleh (Silolonga Wico, 2018),

sehingga sudah teruji validasinya.

3. Instrument C

Lembar kuesioner yang pertama yaitu kuesioner kepatuhan diet,

yang akan diisi oleh pasien dengan 15 pertanyaan dengan pilihan

jawaban Nilai 1 = TP => Tidak Pernah, Nilai 2= KD => Kadang-

Kadang, Nilai 3= SR => Sering, Nilai 4 = SL => Selalu yang

digunakan oleh (Hartanto, 2016) sehingga sudah teruji validasinya.

G. Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dimulai dengan

prosedur administrasi dan menyiapkan surat izin penelitian. Setelah

peneliti menerima persetujuan pelaksanaan penelitian maka peneliti mulai

mengumpulkan data. Data dapat dikumpulkan dengan menanyakan lebih

dahulu kesediaan calon responden untuk menjadi responden penelitian.

Peneliti memberikan lembar informed consent untuk dibaca dan

ditandatangani apabilah calon responden bersedia menjadi peserta

penelitian. Setelah semua kuesioner di isi, data dikumpulkan untuk di olah

oleh peneliti.

H. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

42
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer

dengan program sistem pengolahan data computer Menurut

Notoatmodjo (2012). Adapun langkah-langkah pengolahan data

dilakukan sebagai berikut :

a. Editing

Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Peneliti

akan memeriksa kebenaran dan kelengkapan data berupa

kuesioner yang dikumpulkan oleh responden dan data yang di

dapat selama penelitian.

b. Skoring

Skoring merupakan dasar pemberian nilai pada data sesuai

dengan skor yang telah ditentukan oleh peneliti saat pemberian

terapi selesai dilakukan.

c. Entry data

Merupakan kegiatan memasukan data yang sudah

didapatkan saat penelitian ke dalam program komputer SPSS.

d. Tabulating (Pentabulasian)

Memasukan data dari hasil penelitian ke dalam table-tabel

sesuai kriteria.

e. Cleaning

43
Merupakan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan, ketidaklengkapan,

kemudian dilakukan kreksi.

2. Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan

temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Bogdan dalam

Sugiyono, 2013:244). Analisa data digunakan dengan computer

menggunakan program SPSS.

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk mendeskripsikan atau

menjelaskan karakteristik variabel-variabel yang diteliti.

Variabel penelitian di deskripsikan berdasarkan jenis datanya.

Variabel penelitian ini yaitu motivasi dan efikasi diri pada

pasien stroke merupakan jenis data kategorik akan disajikan

dalam bentuk proporsi yang disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi. Analisa univariat sekaligus untuk melihat jumlah

responden berdasarkan karakeristik demografi individu yaitu

dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status

kepegawaian.

b. Analisa Bivariat

44
Pada tahap ini dilakukan analisa untuk menguji hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisa

tersebut menggunakan table silang dari masing-masing variabel

dengan uji chi-square. Uji chi-square merupakan uji komparatif

yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan

antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan

dilakukan dengan batas kemaknaan (αα, berarti tidak ada

hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel

terikat. Apabila uji chi square tidak memenuhi syarat parametic

(nilai expected count >20%), maka dilakukan uji alternative

Kolmogorov-smirnov (Notoatmodjo, 2010).

I. ETIKA PENELITIAN

Etika penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

melakukan suatu penelitian mengingat penelitian dalam keperawatan

sangat berhubungan erat dengan manusia. Penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan prinsip-prinsip etik sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Lembar ini juga

dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian.

Apabila responden menolak, maka peneliti tidak boleh

memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Tanpa nama (Anomity)

45
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar tersebut

dapat diberikan kode pengganti nama responden.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden di jamin peneliti, dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

46

Anda mungkin juga menyukai