Anda di halaman 1dari 12

Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S.

Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

PEMETAAN KONDISI BAWAH PERMUKAAN DENGAN METODE


GEOFISIKA (STUDI KASUS: BENDUNG PASARBARU, TANGERANG)

MAPPING OF SUBSURFACE CONDITION BY GEOPHYSICAL METHOD (CASE


OF STUDY: PASARBARU WEIR, TANGERANG)
Adang S. Soewaeli1), Nurlia Sadikin2)
Peneliti Pusat Litbang Sumber Daya Air
Jl. Ir. H. Djuanda No. 193, Bandung
E-mail: n.sadikin@gmail.com

Diterima: 08 September 2014; Disetujui: 05 November 2014

ABSTRAK
Bendung Pasarbaru Irigasi Cisadane atau Bendung Pintu Air Sepuluh berlokasi di Kelurahan Koang Jaya,
Kecamatan Karawaci, Tangerang. Bendung yang membentang sepanjang 110 meter di Kali Cisadane ini
merupakan warisan kolonial Belanda, dibangun pada tahun 1923 dengan tujuan mengatur aliran sungai
Cisadane untuk keperluan irigasi kota Tangerang. Upaya untuk monitoring kondisi aktual bendung dan
sekitarnya dilakukan pengukuran Ground Penetrating Radar (GPR) atau Georadar untuk mengetahui
kondisi dan karakteristik dibawah permukaan tanah. Pada dasarnya GPR bekerja dengan memanfaatkan
pemantulan sinyal, pengolahan data dilakukan menggunakan software RADAN (RAdar Data ANalyzer) dan
pada instalasi alat Georadar, digunakan antena 100 MHz. Hasil pengukuran georadar memperlihatkan
anomali pada pertemuan struktur bendung dengan batas timbunan tanah aslinya. Pada lintasan arah
memanjang dan melintang, variasi intensitas tidak menunjukkan kontras yang ekstrim di tubuh bendung.
Tidak adanya perbedaan amplitudo mengindikasikan tidak adanya perbedaan kepadatan, artinya kondisi
bawah permukaan bendung relatif homogen. Terdapat indikasi rembesan pada lintasan yang merupakan
perpanjangan dari lintasan memanjang di kedalaman antara 14 m – 22 m. Anomali ini, perlu diyakinkan
dengan melakukan pengujian berupa pengeboran atau pengukuran lainnya.
Kata kunci: Bendung, geofisika, ground penetration radar, anomali, amplitudo

ABSTRACT
Cisadane irrigation of Pasarbaru weir or Pintu Air Sepuluh weir is located in the Village of Koang Jaya,
District Karawaci, Tangerang. The weir which has 110 meters long across Cisadane River is a heritage of
Dutch colonial, built in 1923 as control of flows of Cisadane River for irrigation in Tangerang. In order to
monitor the actual condition of the weir and its surrounding, measurement of Ground Penetrating Radar
(GPR) or georadar had been done to determine the subsurface condition and characteristics. GPR works by
utilizing the reflection signal, data processing was performed using RADAN (Radar Data Analyzer) and
georadar's antenna was 100 MHz antenna. Results of measurement showed anomaly at boundary of weir
structure with its original embankment. Intensity variations did not show an extreme contrast in the weir,
either on elongated or cross section. Lack of differences in amplitude indicated density almost same. This
means weir conditions are relatively homogeneous. There were indications of seepage on the elongated
extension line at depths between 14 m – 22 m. These anomalies, need to be further test of drilling or other
measurements.
Keywords: Weir, geophysics, ground penetration radar, anomaly, amplitude

PENDAHULUAN musiman. Dari keseluruhan daerah irigasi, 80 ribu


ha atau sekitar 11% pasokan airnya terjamin
Air tidak hanya digunakan untuk keperluan melalui waduk dan sementara 89% selebihnya
minum saja, tetapi juga kebutuhan air lainnya yaitu sangat tergantung pada ketersediaan air sungai
keperluan produksi bahan pangan. Khusus untuk saat itu.
irigasi, daerah irigasi di Indonesia yang total
luasnya 7,23 juta hampir sebagian besar pasokan Kondisi dan penggunaan ruang di daerah
airnya rentan terhadap faktor aliran sungai secara aliran sungai mempunyai andil besar terhadap
daya dukung sumber daya air. Rusaknya sumber-
99
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

sumber air berkaitan dengan kesalahan perlu diberikan contoh-contoh studi kasus
pengelolaan lingkungan, perubahan tata guna berbagai jenis permasalahan.
lahan, pencemaran oleh limbah domestik dan Dengan semakin berkembangnya ilmu
industri serta eksploitasi sumber daya air yang pengetahuan dan teknologi, penyelidikan terhadap
berlebihan akibat tekanan pertumbuhan penduduk kinerja bangunan air akan semakin mudah
dan akitivitas ekonomi. Dalam menyelesaikan dilakukan. Adanya rongga-rongga dibawah
permasalahan sumber daya air ini, dibutuhkan tiga bangunan air akan dapat di deteksi dengan
aspek pengelolaan sumber daya air terpadu, yaitu: peralatan seperti georadar. Hasil kajian tersebut
payung kebijakan, perangkat, kelembagaan dan akan menjadi masukan untuk metodologi
perangkat manajemen yang dilaksanakan secara penanggulangan kerusakan bangunan dan
utuh dan komprehensif. meningkatkan fungsi serta membantu menjaga
Memecahkan permasalahan tersebut diatas, konservasinya. Keamanan bendung jelas menjadi
dilakukan suatu pengkajian penerapan teknologi isu utama dalam melakukan penelitian ini, karena
sumber daya air. Dalam mendukung studi kinerja selain perbaikan pintu, seiring dengan waktu
dan tingkat keamanan bangunan air, diperlukan seperti permasalahan di banyak bangunan air,
analisis dan evaluasi kondisi bangunan air utama akan perlu dilakukannya pengerukan akibat
dengan teknologi georadar. sedimentasi. Jika pengerukan sedimentasi tidak
Di seluruh Balai Besar Wilayah Sungai dilakukan, dapat menyebabkan banjir dan
(BBWS) dan Balai Wilayah Sungai (BWS) di memperparah kerusakan pada pintu bendung.
Indonesia, telah dibangun ratusan atau bahkan Penelitian ini menjelaskan salah satu contoh
ribuan bangunan air utama. Bendung dan penerapan pengukuran GPR pada bangunan air,
Bendungan merupakan bangunan air utama yang khususnya bendung. Bendung Pasarbaru Irigasi
memiliki fungsi untuk menampung, menahan dan Cisadane atau Bendung Pintu Air Sepuluh berlokasi
menaikkan muka air. Bangunan-bangunan tersebut di Kelurahan Koang Jaya, Kecamatan Karawaci,
harus kuat untuk menahan tekanan air, Tangerang (Gambar 1).
mempunyai tingkat rembesan di bawah ambang
batas yang diijinkan, mempunyai prasarana dan
sarana pengoperasian yang dapat berfungsi
dengan baik serta mempunyai sistem
instrumentasi yang memadai guna mengetahui
fungsi dan kinerja masing-masing komponen
bangunan. Sementara itu, tidak semua bangunan
air utama mempunyai kondisi seperti tersebut di
atas, sebagian mempunyai kondisi yang baik dan
dapat beroperasi dengan baik, sedangkan sebagian
lagi mungkin kondisinya baik namun kurang dapat
berfungsi dengan baik atau kondisi maupun
fungsinya sudah dalam keadaan yang kurang baik.
Pada bangunan yang kondisi dan fungsinya
kurang baik, seringkali kurang disadari oleh para
pengelola bangunan air (BBWS atau BWS) dan
belum diketahui apa yang harus dilakukan. Para Gambar 1 Lokasi Bendung Pasarbaru Irigasi
pengelola bangunan air lebih terbiasa dengan Cisadane (DPMA, 1977)
sistem pengoperasian dan pemeliharaan bangunan
yang telah mempunyai pedoman atau sistem Bendung yang membentang sepanjang 110
prosedur operasionalnya. Kondisi-kondisi yang di meter di Kali Cisadane ini merupakan warisan
kolonial Belanda, dibangun pada tahun 1923
luar kebiasaan sering kali tidak tersentuh dan baru
diperhatikan setelah menemui permasalahan yang dengan tujuan mengatur aliran sungai Cisadane
berarti. untuk keperluan irigasi kota Tangerang
(Gambar 2).
Oleh karena itu, untuk menjaga kondisi dan
fungsi bangunan air utama diperlukan Bendung Pasarbaru dikelola oleh Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Cisadane-
pengetahuan dan teknologi yang cukup serta
peralatan atau instrumentasi yang memadai. Hal Ciujung kota Tangerang. Batas ketinggian normal
itu diperlukan oleh para pengelola bangunan air bendung ini adalah 12,5 meter, tinggi maksimum
yang pernah dicapai sekitar 14 meter. Pada musim
utama, agar dapat diketahui penyebab kerusakan
atau menurunnya kinerja/fungsi serta bagaimana kemarau, ketinggian air mencapai 11 meter.
cara-cara penanggulangannya sehingga mereka

100
Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

Gambar 2 Bendung Pasarbaru Irigasi Cisadane

Seiring dengan waktu dan pernah terjadi


jebolnya Bendung Pasarbaru, mengakibatkan
penyusutan debit air sungai sekitar 1,3 meter dari
kondisi normal. Kondisi bangunan dan sepuluh
buah pintu air yang lebarnya masing-masing
sepuluh meter dengan menggunakan lima
penggerak merek HEEMAF buatan Belanda
berkapasitas 6000 Watt pun perlu mendapatkan
Gambar 4 Struktur Bendung Pasarbaru dari
perhatian khusus (Gambar 3). Selain perbaikan
arah hilir, dijalan inspeksi inilah
pintu, perlu pula dilakukan pengerukan akibat
pengukuran georadar dilakukan
sedimentasi. Karena jika pengerukan sedimentasi
tidak dilakukan dapat menyebabkan banjir dan
memperparah kerusakan pada pintu bendung. KAJIAN PUSTAKA
1 Sifat Kelistrikan Batuan
Adanya perbedaan sifat kelistrikan didalam
batuan dan mineral, digunakan sebagai dasar
untuk penyelidikan bawah permukaan dengan
metode geofisika. Georadar atau GPR (Ground
Penetrating Radar) adalah salah satu metode
geofisika, sifat kelistrikan batuan yang penting
dalam pengukuran GPR adalah sifat penghantar
listrik (konduktor) dan permitivitas listrik dalam
konstanta dielektrik (isolator).
Benda atau materi yang kita jumpai sehari-
hari merupakan kumpulan sejumlah atom atau
molekul. Atom terdiri dari inti positif yang
Gambar 3 Pintu-pintu Bendung Pasarbaru dilihat dikelilingi oleh elektron bermuatan negatip. Pada
dari arah hilir, lebar masing-masing benda/materi padat, cair dan gas terjadi interaksi
pintu adalah 10 meter antara satu atom dengan atom lainnya,
menyebabkan elektron menjadi bebas.
Sebagai upaya memonitoring kondisi aktual Benda yang mengandung elektron bebas
bendung, dilakukan pengukuran dengan metode disebut penghantar listrik atau konduktor dan
geofisika, yaitu Ground Penetrating Radar atau yang sedikit mengandung elektron bebas disebut
yang lebih dikenal dengan istilah Georadar. penahan listrik atau isolator. Sedangkan batas
Pengukuran georadar akan dilakukan di sepanjang antara isolator dan konduktor adalah semi
tubuh bendung (Gambar 4). Target utamanya konduktor, tetapi batasnya kurang jelas. Ada
adalah mendeteksi kelainan atau anomali pada beberapa benda dalam keadaan normal
badan bendung, pilar dan bidang luncur. mempunyai sifat isolator, tapi dibawah pengaruh
temperatur dan tekanan bisa berubah menjadi
konduktor.

101
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

Telford (1976) menjelaskan umumnya arus


1)
listrik didalam batuan dialirkan melalui 3 (tiga)
cara, ialah: dengan konduksi elektronik atau Keterangan:
Ohmic, konduksi elektrolitik atau Ionik dan εr merupakan permitivitas statis dari bahan
konduksi dialektrik yang terjadi pada isolator atau tersebut, dan εr adalah permitivitas vakum.
konduktor yang buruk. Penjelasan untuk setiap Permitivitas vakum diturunkan dari persamaan
aliran listrik didalam batuan, sebagai berikut: Maxwell dengan menghubungkan intensitas medan
1) Konduksi elektronik; arus listrik mengalir listrik E dengan kerapatan fluks listrik D. Di vakum
secara normal didalam bahan / material dengan (ruang hampa), permitivitas ε sama dengan ε0, jadi
elektron bebas, seperti yang terjadi pada logam. konstanta dielektriknya adalah 1.
2) Konduksi elektrolitik; arus listrik mengalir Untoro (2011) menjelaskan bahwa
dengan media ion-ion atau proses elektrolisa, Permitivitas Relatif Dielektrik atau Konstanta
kecepatan rendah seperti yang terjadi pada Dielektrik (εr) adalah:
batere (accu). Batuan yang merupakan 1) Ukuran tanpa dimensi dari kemampuan
konduktor buruk, tahanan jenisnya besar dan (kapasitas) material untuk menyimpan listrik
terkadang juga porous serta lubang-lubangnya bila medan listrik dialirkan
terisi air. Konduktifitas seperti ini, cenderung 2) Rentang nilai antara 1 s/d 81;
ionik dibandingkan ohmik, maka tahanan 3) Nilai tersebut dipengaruhi oleh kandungan air;
jenisnya akan bervariasi sesuai dengan derajat 4) Konstana Dielektrik berbeda pada bidang batas
kelarutan ion-ion dan dielektrik dari larutan. menimbulkan sinyal pantul data radar;
Selain itu pada batuan porous akan berubah 5) Kekuatan pantulan dikontrol oleh kontras
tergantung dari volume dan jumlah lubang- konstanta dielektrik dari dua lapisan material
lubang dibandingkan dengan konduktifitas dan yang berbeda.
jumlah air yang mengisinya. 6) Perbedaan dielektrik sekecil 1 sudah dapat
3) Konduksi dialektrik; umumnya terjadi pada menyebabkan pantulan/refleksi dalam data
benda yang berupa konduktor-konduktor yang GPR.
buruk atau isolator, arus listrik mengalir sangat Konstanta dielektrik dari beberapa
sedikit atau bahkan tidak mengalir sama sekali. material, dapat diperiksa pada Tabel 1.
Akibat pengaruh arus listrik, elektron-elektron Tabel 1 Perkiraan Konstanta Dielektrik Beberapa
bergeser sedikit terhadap intinya dan terjadi Material
pengarahan elektron atau polarisasi ion /
Material Daya Hantar Konstanta
molekulnya yang tergantung juga pada fungsi
waktu. Listrik (mΩm-1) Dielektrik
Dielektrik adalah suatu bahan dapat Udara 0 1
berwujud padat, cair dan gas memiliki daya hantar Air murni 10 – 3x10
-2
81
arus yang sangat kecil atau bahkan hampir tidak
ada. Karena dielektrik adalah sejenis bahan Air Laut 4 81
isolator listrik yang dapat dikutubkan (polarisasi) Air Es 10 -3
4
dengan cara menempatkan bahan dielektrik dalam -7 -3
Pasir kering 10 – 10 4-6
medan listrik, sehingga tidak timbul arus seperti
-4 -2
bahan konduktor, tetapi hanya sedikit bergeser Pasir jenuh 10 – 10 30
dari posisi setimbangnya mengakibatkan Lanau jenuh -3
10 – 10 -2
10
terciptanya pengutuban dielektrik. -1
Lempung Jenuh 10 – 1 8 - 12
Konstanta Dielektrik atau Permitivitas
-2
Listrik relatif yang melambangkan rapatnya aliran Batupasir basah 4 – 10 6
(fluks) elektrostatik dalam suatu bahan, bila diberi Serpih basah 10 -1
7
potensial listrik. Konstanta Dielektrik (Telford -9
1976; Kirsch, 2006) adalah perbandingan energi Batugamping 10 7
listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika kering
diberi sebuah potensial, relatif terhadap vakum Batugamping 2,5 - 10-2 8
(ruang hampa). basah
Konstanta dielektrik dilambangkan dengan
Basalt basah 10-2 8
huruf Yunani εr atau kadang-kadang , K, atau Dk.
-8
Secara matematis konstanta dielektrik suatu bahan Granit kering 10 5
didefinisikan sebagai Granit basah 10 -3
7
Sumber : Assad dkk, 2004

102
Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

2 Penerapan Georadar dan permeabilitas magnetiknya. Porositas dan


Murwanto (2011) mengemukakan bahwa kandungan air di dalam tanah sangat berpengaruh
georadar atau GPR (Ground Penetrating Radar) terhadap hantaran gelombang EM. Pengukuran
digunakan untuk mengetahui kondisi dan georadar mendeteksi pula perbedaan
karakteristik bawah permukaan tanah. Metode ini konduktivitas atau kecepatan hantaran gelombang
merupakan bagian dari Geofisika Elektromagnetik radio pada tanah (Johansson,1997).
(EM), dengan cara memancarkan frekuensi Berdasarkan pengalaman lebih dari 10
gelombang pendek ke dalam tanah dan kemudian tahun penggunaan GPR di Norwegian Geotechnical
merekam pantulannya. Beberapa kelebihan yang Institute (NGI), Westerdahl dan Kong (1992)
dimiliki teknologi ini diantara metode geofisika menyatakan instrumentasi ini dapat diterapkan
lainnya, adalah: lebih murahnya biaya operasional, untuk mendapatkan data pada kedalaman dan
lebih tingginya resolusi hasil karena penggunaan resolusi yang bervariasi mulai dari es dengan
frekuensi tinggi (broadband atau wideband), cukup ketebalan 1 km sampai tulangan berdiameter 2 cm
mudah pengoperasiannya, aman digunakan dan dibawah permukaan beton. Pengukuran
merupakan metoda non destructive. dilapangan dilakukan untuk mendeteksi lubang-
Gelombang elektromagnetik pada kisaran lubang pada gamping, pemetaan pertemuan/batas
frekuensi tertentu dapat menembus batuan, tanah tanah-batuan dan pemetaan permukaan air tanah.
atau air seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam beberapa kasus, pengukuran GPR
menunjukkan hasil yang akurat. Meskipun dalam
Tabel 2 Hubungan frekuensi, penerapan dan
kasus lainnya, terkadang menunjukkan hasil yang
kedalaman
kurang memuaskan. Dalam bidang bangunan air,
Frekuensi Penerapan Kedalaman Johansson (1997) menyajikan penggunaan GPR
(m) dengan target rembesan di Bendungan Porjus,
1,5 GHz Struktur Beton, 0,5 Swedia. Pengukuran GPR dapat mendeteksi zona
Jalan, Jembatan anomali besar yang diinterpretasikan sebagai zona
900 MHz Beton, Tanah 1 dimana erosi dalam atau kenaikan rembesan
terjadi. Hasil ini dapat dijadikan acuan untuk
Dangkal,Arkeologi
penyelidikan lebih lanjut. Kondisi inti
400 MHz Geologi Dangkal, 4
bendungannya pun didapatkan melalui
Lingkungan,Arkeologi pengukuran GPR.
200 MHz Geologi, Lingkungan 8
Secara garis besar peralatan yang digunakan
100 MHz Geologi, Lingkungan 20
dalam pengukuran di Bendung Pasarbaru adalah
Sumber: GSSI, 2003
tipe “Subsurface Interface Radar” terdiri dari
Untoro (2011) menjelaskan frekuensi yang Georadar unit GSSI Inc. SIR System (ex-USA), antena
umumnya digunakan dalam pengukuran georadar 100 MHz dengan kemampuan kedalaman sampai
antara 6 – 2.000 MHz dan penetrasi kedalamannya 25 m. Pemrosesan data dilakukan dengan
tergantung konduktivitas tanah/batuan. perangkat lunak RADAN 2-D (S/N : 6030).
Pengukuran georadar tidak dilakukan bila hujan, Cara menggerakkan antena dipermukaan
karena berbahaya pengaruh halilintar dan juga tanah dilakukan dengan ditarik oleh tangan,
tanah/batuan akan menjadi material penghantar kecepatan yang stabil dan jika memungkinkan
listrik atau konduktor yang menyebabkan dengan menggunakan roda pendorongnya.
resolusinya menjadi rendah.
Penetrasi kedalaman dari pengukuran GPR METODOLOGI
akan berkurang, antara lain dikarenakan:
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan
1) Daya Hantar Listrik bertambah
metode georadar. Dalam metode ini dilakukan
2) Kandungan air bertambah
perekaman pantulan sinyal gelombang
3) Kandungan lempung bertambah
elektromagnetik (EM) yang dipancarkan
4) Hamburan bertambah
kedalaman tanah.
5) Material kontaminasi konduktor bertambah
1 Persamaan Matematis dalam Gelombang
Penetrasi kedalaman akan bertambah dengan cara:
EM
1) Frekuensi Antena lebih rendah
Persamaan matematis yang digunakan
2) Power Pemancar (Transmiter) diperkuat
untuk gelombang EM adalah persamaan Maxwell
3) Kepekaan Penerima (Receiver) ditambah
dalam dominan frekuensi (ITB, 2000), sebagai
Sifat kecepatan rambat gelombang berikut:
elektromagnetis (EM) terhadap batuan/tanah
bergantung pada dielektrik, konduktivitas elektrik

103
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

2) maka

3) 16)
Keterangan:
4) , frekuensi gelombang elektromagnetik (Hz)
5) , resistivitas medium homogen (Ohm.m)
, skin depth (m)
Keterangan: Perlu diingat, bahwa gelombang yang tiba
, medan listrik (Volt/m) pada suatu bidang batas, pada umumnya akan
, fluks atau induksi magnetik (Weber/m2 atau mengalami pemantulan dan pembiasan serta
Tesla) pembauran gelombang.
, medan magnet (Ampere/m) Dalam pengambilan data GPR, terdapat
, rapat arus (Ampere/m2) beberapa syarat agar didapatkan data dengan
, perpindahan listrik (Coulomb/m2) memiliki kualitas yang baik yaitu dengan
, rapat muatan listrik (Coulomb/m2) menerapkan persamaan radar, sebagai berikut:
Sementara persamaan yang menghubung- 17)
kan sifat fisis medium dengan medan yang timbul
pada medium tersebut, dinyatakan dengan: Keterangan:
6) , daya kembalinya sinyal pada penerima
7) daya pemancaran (radiasi) gelombang dari
8) antena
rapat daya pada medan radiasi yang
Keterangan: disebabkan oleh geometri spreading
, permeabilitas magnetik , merupakan reduksi rapat daya pada refleksi
, permivitas listrik (Farad/m) gelombang elektromagnetik
, konduktivitas (Ohm-1 atau Siemens/m) , refleksitivitas target
, tahanan jenis (Ohm.m) luas efektif dari antena penerima yang
Sifat fisik medium diasumsikan homogen menentukan betapa besarnya energi yang
isotropis, maka persamaan Maxwell menjadi: dapat berubah pada sinyal output
, atenuasi dari medan radiasi yang merambat
9)
melalui lossy medium
10) , merupakan atenuasi dari medan refleksi
11) seperti pengulangan sepanjang lintasan dari
target ke penerima
12)
2 Prinsip Kerja Georadar
dengan menggunakan operasi Curl pada Pada dasarnya GPR bekerja dengan
persamaan - persamaan diatas, juga menggunakan memanfaatkan pantulan sinyal. Sistem GPR
vektor identitas: memiliki pemancar (transmitter), dengan antena
, maka persamaan yang terhubung ke generator sinyal, dan penerima
gelombang untuk medan magnet dan medan listrik (receiver), dengan antena yang terhubung ke unit
adalah: pengolahan sinyal. Pemancar akan menghasilkan
sinyal radio (EM) dengan bentuk, prf (pulse
13) repetition frequency), energi dan durasi tertentu.
Antena memancarkan pulsa ke dalam tanah.
14)
Kekuatan sinyal akan mengalami pengurangan dan
Untuk memperkirakan kedalaman penetrasi cacat sinyal lainnya selama perambatannya di
atau kedalaman investigasi gelombang EM tanah. Jika tanah bersifat homogen, maka sinyal
digunakan besaran skin depth. Skin depth adalah yang dipantulkan akan sangat kecil. Jika sinyal
suatu besaran yang menyatakan kedalaman pada mengenai suatu materi obyek yang inhomogenitas
suatu medium homogen dimana amplitudo di dalam tanah, maka sinyal akan dipantulkan ke
gelombang elektromagnetik telah berkurang antena penerima dan sinyal ini kemudian diproses
menjadi dari amplitudonya di permukaan oleh penerima (ITB, 2000).
bumi, dinyatakan sebagai:
3 Sistem Peralatan Digital Georadar
; H/m 15), Sinyal dihasilkan oleh generator sinyal
(Source & Modulation), kemudian dipancarkan
104
Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

melalui antena pemancar (Transmitted Signal). sepanjang garis penyisiran terdapat rongga atau
Sinyal mengenai objek dan akan dipantulkan obyek tertentu, akan tampak perbedaan nyata
kembali (Reflected Signal) ke antena penerima pada citra berbeda rona atau kontras.
(Receiver), dapat dilihat pada Gambar 5 dan
4 Proses Pengolahan Data Georadar
melewati proses sampling serta pengolahan hasil
collect data disimpan (Data Storage). Kemudian Langkah-langkah dalam pengolahan data
sinyal-sinyal di proses (Signal Processing) survei GPR dengan menggunakan software RADAN
memasuki tahap display, dimana dapat melihat (RAdar Data ANalyzer) adalah sebagai berikut:
citra hasil survei dan terakhir pengolahan data 1) Stacking, untuk melihat kedudukan struktur
yang berupa A-Scan, B-Scan, maupun C-Scan bawah permukaan secara jelas dengan
sehingga didapatkan informasi mengenai objek mendudukan keadaan sinyal yang direkam.
yang terdeteksi. 2) Filtering, bertujuan menghilangkan noise
Hasil Citra bawah permukaan digambarkan background yang tidak diinginkan.
secara dua dimensi (2D) dalam bentuk amplitudo Analisis kecepatan adalah untuk menentukan
gelombang (Radargram Display). Amplitudo ini kecepatan gelombang pada material bawah
mencerminkan perubahan cepat rambat permukaan, kemudian mengubah travel time
gelombang pada benda terpendam maupun ke kedalaman (Yulius dkk, 2008). Analisis ini
sedimen penutupnya. Material yang dipendam dilakukan dengan pengujian konstanta
mempunyai cepat rambat gelombang yang lebih dielektrik relatif dan menggunakan persamaan
tinggi dibandingkan sedimen penutupnya. 18 berikut:
Tampilan profil yang tampak dilayar monitor 18)
berupa irisan suatu lapisan demi lapisan seperti
kue lapis legit yang disayat vertikal. Bila di

Georadar respons
Reflection and multiple
Depth

Radargram

Distance

Tx Rx Tx Rx
Field Scheme

Georadar antenna 1st Layer


Object
(pipe)

Geological
2nd Layer
Structure

Gambar 5 Prinsip kerja dasar pengukuran Georadar (Untoro, 2011)


105
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

Keterangan:
Cepat rambat energi elektromagnet pada konduktansi/kapasitansi yang berbeda bila
material dibandingkan dengan lapisan yang homogen.
, Cepat rambat cahaya Perbedaan konduktansi dan kapasitansi tersebut,
, Konstanta dielektrik relatif, dapat dilihat maka sifat kecepatan penjalaran gelombang EM
pada Tabel 1 georadar yang berbentuk sebagai displacement
Lalu kedalaman tiap refleksi di bawah current akan menghasilkan nilai amplitudo yang
permukaan ditentukan dari persamaan 19 berbeda pula. Semua sifat pengurangan (atenuasi),
berikut: pantulan (refleksi) maupun berpencar (dispersi)
sinyal yang melaluinya akan menunjukkan
19) perbedaan struktur bawah permukaan.
Keterangan: Sementara warna dalam skala, dengan
kedalaman reflektor variasi intensitas putih, kuning, merah abu-abu dan
, cepat rambat energi elektromagnet pada hitam yang cukup kontras menunjukkan
material perbedaan struktur perlapisan bawah permukaan
, waktu tempuh ke reflektor dalam two-way yang kontras pula, baik perbedaan jenis tanah/
travel time batuan maupun tingkat kepadatan atau
3) Migrasi, prosedur untuk mengubah permukaan densitasnya. Bila ada citra yang berwarna putih
yang telah terekam pada posisi yang benar. secara menerus ataupun spot-spot, dapat
4) Wiggle, prosedur untuk menampilkan daya diinterpretasikan sebagai tanda adanya fluida.
hantar listrik (elektrokonduktivitas) dalam
PELAKSANAAN PENGUKURAN
pencitraan georadar yang terdiri dari reflektor
yang kuat (strong) sampai lemah (weak) Sebelum memulai pengukuran
tergantung sifat fisik suatu batuan yang berada menggunakan georadar atau GPR, dengan target
di lapisan bawah permukaan. Proses ini yang sudah ditentukan, maka proses pengumpulan
menggambarkan kondisi gelombang didalam data diawali dengan menentukan lintasan pada
stratigrafi atau suatu tatanan urutan perlapisan daerah yang akan diukur, sebagai berikut:
batuan berdasarkan sekuen (batas reflektor). 1) Menentukaan lintasan yang akan diukur.
Plot berguna untuk mengidentifikasi kondisi Lintasan yang akan diukur di bendung ini dibagi
geologi bawah permukaan, seperti lempung dalam 2 (dua) jalur. Lintasan memanjang
atau cadangan air tanah dangkal. adalah sepanjang jalan inspeksi bendung (A - B)
Pengukuran georadar akan memberikan dan sayap kanan (D), sementara lintasan
hasil berupa radargram yang menggambarkan melintang adalah jalan antar kolom (C). Secara
perbedaan pantulan sinyal diakibatkan oleh lengkap sketsa dan kondisi lintasan memanjang
adanya variasi jenis tanah/batuan/fluida. Seperti dan melintang dapat dilihat pada Gambar 6.
rembesan air yang tercerminkan dari nilai

Gambar 6 Sketsa Lintasan Pengukuran Georadar di Bendung Pasarbaru

106
Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

2) Menentukan Jarak Antar Titik Pengukuran b.


Pada pengukuran ini, di setiap lintasan
diambil jarak antar titik adalah setiap 5 (lima)
meter mulai dari titik awal. Setelah mendapat
lokasi titik-titik yang akan ditinjau pada setiap
lintasannya, di titik tersebut diberikan tanda
agar memudahkan dalam pengukuran.
3) Menentukan Koordinat Titik Pengukuran
Titik-titik yang diberi tanda tersebut,
kemudian ditentukan lokasi koordinatnya
untuk setiap titik dengan menggunakan alat c.
GPS. Hasil koordinat GPS ini akan digunakan
untuk bahan pengolahan data.
4) Instalasi Georadar
Setelah langkah-langkah tersebut diatas,
kemudian dilakukan instalasi alat Georadar
(Gambar 7). Antena GPR yang digunakan
adalah 100 MHz.

d.

Gambar 8 (a-d) Proses pengukuran


georadar di tubuh bendung
Gambar 7 Proses instalasi peralatan pengukuran,
pada arah memanjang.
georadar. a.
5) Pelaksanaan Pengukuran Georadar
Setelah selesai tahapan 1 sampai dengan 4,
kemudian dilakukan pengukuran yang sesuai
dengan rencana. Pelaksanaan pengukuran
georadar di tubuh bendung dapat dilihat pada
Gambar 8 dan Gambar 9.

a.

b.

107
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

c. Sementara warna dalam skala, dengan


variasi intensitas putih, kuning, merah abu-abu dan
hitam yang cukup kontras menunjukkan
perbedaan struktur perlapisan bawah permukaan
yang kontras pula, baik perbedaan jenis tanah/
batuan maupun tingkat kepadatan atau
densitasnya. Bila ada citra yang berwarna putih
baik menerus ataupun spot-spot, dapat
diinterpretasikan sebagai tanda adanya fluida.
Hasil pengukuran georadar di bagian tubuh
bendung, pada lintasan A dan lintasan B (arah
Gambar 9 (a-c) Proses pengukuran memanjang) dapat dilihat pada Gambar 10 dan
georadar di tubuh bendung pada lintasan D (arah memanjang) dapat dilihat
pada arah melintang. pada Gambar 11 serta lintasan C (arah melintang)
pada Gambar 12.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 10 menunjukkan hasil pengukuran
georadar pada lintasan memanjang A dan lintasan
Pengukuran georadar di Bendung Pasarbaru B dengan kedalaman pengukuran masing-masing
memberikan hasil berupa radar gram. Radargram adalah 10m dan 20m. Lingkaran kecil didalam
tersebut menggambarkan sinyal yang diakibatkan radargram A dan B adalah posisi pilar yang dilalui
oleh adanya variasi jenis tanah/batuan/fluida saat sedang pengukuran kearah memanjang.
seperti rembesan air tercerminkan pada nilai Lintasan memanjang A tidak memperlihatkan
konduktansi/kapasitansi yang berbeda bila adanya anomali yang ekstrim, kecuali respon
dibandingkan dengan lapisan yang homogen. gelombang yang sedikit tidak jelas karena adanya
Dengan sifat-sifat yang berbeda tersebut, maka pengaruh dari air. Sementara pada lintasan
sifat kecepatan penjalaran gelombang EM georadar memanjang B, respon gelombang berbentuk tajam
yang berbentuk sebagai displacement current akan diperkirakan akibat dari struktur beton bendung
menghasilkan nilai amplitudo yang berbeda pula. yang mengandung kawat baja. Pada lintasan ini
Semua sifat atenuasi, refleksi maupun dispersi pula, tidak ditemukan adanya anomali yang
sinyal yang melaluinya juga menunjukkan ekstrim.
perbedaan struktur bawah permukaan.

A' A 05 (400 MHz / 100 NS)


A
0

2.5

7.5

10

B B 01 (100 MHz / 100 NS)


B'
0

10

15

20

Gambar 10 Hasil pengukuran georadar di tubuh bendung pada arah memanjang lintasan A dan lintasan B.
Sumbu/arah X adalah panjang lintasan (m) dan sumbu/arah Y adalah kedalaman (m).

108
Pemetaan Kondisi Bawah Permukaan Dengan metode Geofisika....(Adang S. Soewaeli dan Nurlia Sadikin)

D' D
D 02 (100 MHz / 100 NS)
0

10

20

30
Anomali

Gambar 11 Hasil pengukuran georadar di tubuh bendung pada arah


memanjang lintasan D. Sumbu/arah X adalah panjang lintasan (m)
dan sumbu/arah Y adalah kedalaman (m).

C C' C C'
C 08 (400 MHz / 100 NS)
0
C 01 (400 MHz / 100 NS)
0

10
10

Gambar 12 Hasil pengukuran georadar di tubuh bendung pada arah melintang.


Sumbu/arah X adalah panjang lintasan (m) dan sumbu/arah Y adalah
kedalaman (m).

Khusus pada lintasan memanjang D bendung. Sementara pada lintasan memanjang D


(Gambar 11) yang merupakan perpanjangan (bagian pertemuan timbunan-beton), terindikasi
lintasan B, dapat kita kenali daerah pertemuan adanya anomali. Anomali bisa jadi merupakan
struktur bendung dengan batas timbunan tanah rembesan, namun kepastiannya bisa didapatkan
aslinya (garis lurus). Terdapat anomali yang dapat dengan melakukan pengeboran pada lokasi
dikenali pada lintasan D, dikedalaman sekitar anomali berada atau menggunakan metoda
14m – 22m. Anomali tersebut berlokasi di bagian geofisika lainnya yaitu geolistrik.
kiri hilir, dekat daerah pertemuan timbunan tanah
dengan struktur bendung. KESIMPULAN
Gambar 12 menunjukkan hasil pengukuran
georadar pada lintasan melintang C dengan Dalam penelitian kondisi bawah permukaan
kedalaman pengukuran 10m. Batas garis merah Bendung Pasarbaru, Tangerang dari hasil
menunjukkan daerah limpasan yang terbuat dari pengukuran georadar pada tubuh bendung
beton. Refleksi gelombang tidak beraturan karena sebanyak 3 lintasan memanjang dan 9 lintasan
adanya pengaruh dari air dan tidak ada anomali melintang, dapat disimpulkan bahwa:
yang ekstrim di daerah ini. Hasil citra georadar menunjukkan pada
Hasil pengukuran georadar di Bendung lintasan arah memanjang (A dan B) dan melintang
Pasarbaru, pada arah memanjang (jalan inspeksi (C) dengan kedalaman sampai dengan 20m, variasi
pada lintasan A dan lintasan B) dan arah melintang intensitas tidak menunjukkan kontras yang
(pilar dan bidang luncur pada lintasan C) tidak ekstrim atau anomali di tubuh bendung. Kondisi
memperlihatkan adanya anomali di bagian tubuh bawah permukaan bendung relatif homogen yang

109
Jurnal Teknik Hidraulik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014: 99-110

ditunjukkan tidak adanya perbedaan amplitudo, Telford, 1976, Applied Geophysics, Cambridge
karena tidak adanya perbedaan kepadatan. University Press, London – New York –
Ditemukan adanya anomali yang diduga Melbourne. Pp 442-457
indikasi rembesan pada lintasan D yang merupa- Untoro, 2011. Aplikasi Georadar. Bahan Presentasi
kan perpanjangan dari lintasan memanjang B di Pertemuan. Tidak dipublikasikan.
kedalaman sekitar 14m - 22m. Anomali ini, perlu Westerdahl, H. dan F. N. Kong, 1992. Merits And
dilakukan pengujian yang berupa pengeboran uji. Potential Of Georadar As A Subsurface
Hasil interpretasi georadar untuk Investigation Tool - Experience At NGI
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Perlu During The Past Ten Years.
didukung dengan analisa gabungan hasil evaluasi Annual Meeting Of Sageep, Chicago.
monitoring pada lokasi dan hari pengukuran serta Yulius, Yudi M., Yuyu Wahyu dan Folin Oktafiani,
data sekunder maupun uji in-situ. 2008. Studi Pemrosesan dan Visualisasi
Metoda georadar merupakan salah satu cara Data Ground Penetrating Radar. Jurnal
untuk pemetaan kondisi bawah permukaan, Informatika, Sistem Kendali dan
sebelum dilaksanakannya penelitian detail atau Komputer. Vol. 2, No. 1. P-ISSN 1979-8059.
bila tidak tersedia data sekunder. Sehingga kondisi e-ISSN 2302-6146. LIPI. Bandung.
bangunan air yang tidak dilengkapi dengan
instrumentasi monitoring, dapat diketahui kondisi
bawah permukaanya.

DAFTAR PUSTAKA
Assad, Fakhry A., James W. LaMoreaux dan Travis
Hughes. 2004. Field Methodes for Geologist
and Hydrogeologists. Springer. Germany.
Pp 59-60.
Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA).
1977. Laporan Hasil Penyelidikan Hidrolis
Dengan Model Bendung Gerak Pasar Baru
Cisadane – Jawa NO.P.439. Bandung.
Geophysical Survey Systems, Inc. (GSSI). 2003.
TerraSIRch SIR System-3000. User’s
Manual. New Hampshire.
Institut Teknologi Bandung (ITB). 2000. Modul
Praktek Laboratorium Geofisika, Metoda
Goeradar. Jurusan Geofisika dan
Meteorologi. Bandung.
Johansson, Sam. 1997. Seepage Monitoring in
Embankment Dams. Doctoral Thesis.
Royal Institute of Technology. Stockholm.
Kirsch. 2006. Groundwater Geophysics. A Tool For
Hydrogeology. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg 2006. Printed in Germany. Pp
227-250, 402-412, 476-478.
Murwanto, Eko Joko, 2011. Aplikasi Teknologi
Ground Penetrating Radar (GPR) Untuk
Deteksi Struktur Tanah / Batuan Dan
Material Terpendam. Website Badan
Penelitian Dan Pengembangan
Kementerian Pertahanan RI:
http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=
content/aplikasi-teknologi-ground-
penetrating-radar-gpr-untuk-deteksi-
struktur-tanah-batuan-dan-mate.
Diakses: 18 Maret 2014, jam 15.50 WIB.

110

Anda mungkin juga menyukai