Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


ASKEP MOBILITAS GANGGUAN FISIK

NAMA: MONALISA NIKEN KUMALASARI


NIM: 1914401003
PRODI: D3 KEPERAWATAN

STIKES MAJAPAHIT MOJOKERTO


2020
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi (Mubarak, 2008). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu
tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi)
didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik.
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan fungsi motorik,
klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau
traksi) dan pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry,2005) B.

Klasifikasi 1.

Jenis Mobilitas

a. Mobilitas penuh. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

b. Mobilitas sebagian. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan


jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegidapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan


batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel
pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang

2. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan


batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
refersibel. Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensoris.

2. Rentang Gerak dalam mobilisasi Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya. c. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-
otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

Jenis Immobilitas : Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan
imobilitas antara lain :

a.Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh
faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

b.Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.

c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai.

d.Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi
akibat penyakit.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis. Penyebab secara umum :

a. Kelainan postur

b. Gangguan perkembangan otot

c. Kerusakan system saraf pusat

d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular

e. Kekakuan otot Kondisi

– kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005) :

a. Fall

b. Fracture

c. Stroke
d. Postoperative bed rest

e. Dmentia and Depression

f. Instability

g. Hipnotic medicine

h. Impairment of vision

i. Polipharmacy

j. Fear of fall

2.Faktor

– faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

a. Gaya hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.

b. Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya


misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian
pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak
kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya

d. Tingkat energy

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan


seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula
tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

C. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.

Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi
pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan
Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal
dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.

- Tanda dan Gejala


1. Kontraktur sendi Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot.

2. Perubahan eliminasi urine Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada
posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi.

3. Perubahan sistem integument Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan.
Jaringan yang tertekan, darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat
tekanan persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga respirasi selular
terganggu dan sel menjadi mati

4. Perubahan metabolik Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu
serangkaian respon yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan
memelihara hidup. 5.Perubahan sistem muskulus skeletal Keterbatasan mobilisasi
mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot atrofi
dan penurunan stabilitas

5. Perubahan pada sistem respiratori Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko
tinggi mengalami komplikasi pada paru- paru.

D. PEMRIKSAAN PENUNJANG

a. Sinar – X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan


tulang. b.CT scan (Computed Tomography)

b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas

c. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat
↑kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot H.

1.Membantu pasien duduk di tempat tidur Tindakan ini merupakan salah satu cara
mempertahankan kemampuan mobilitas pasien. Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan

b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas

c. Mempertahankan kenyamanan

2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk Tujuan :

1)Mempertahankan kenyamanan

2)Menfasilitasi fungsi pernafasan

b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :

1) Melancarkan peredaran darah ke otak


2)Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4)Memberikan obat peranus (inposutoria)

5)Melakukan pemeriksaan daerah anus

c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari bagian kaki Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah

d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur

3.Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :

a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

b. Mempertahankan kenyamanan pasien

c. Mempertahankan kontrol diri pasien

d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan

4. Membantu pasien berjalan Tujuan :

a. Toleransi aktifitas

b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi II.

Proses Keperawatan

A. Pengkajian 1.

Pemeriksaan Fisik

a. Mengkaji skelet tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

b. Mengkaji tulang belakang

1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)

2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)

3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)


c. Mengkaji system persendian Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

d. Mengkaji system otot Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuranmasing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot. e.Mengkaji cara berjalan Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap
tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah

– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar

– penyakit Parkinson). melawan tekanan secara stimulan

Diagnosa Keperawatan

1) Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan


keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan
rentang gerak sendi

2) Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai


dengan ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh.

3) Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang ditandai dengan
imobilisasi fisik

Kemunduran infekdefekasi Kerusakan integritas kulit Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Kontriksi pembuluh darah Perubahan sistem intragumen kulit Sel kulit mati Nitrogen tidak
efektif Anoeksia Gangguam katabolisme Konstipasi Hambatan mobilitas fisik Dekubitus

Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada
kerusaka

n otot H.

E. PENATALAKSANAAN

Membantu pasien duduk di tempat tidur Tindakan ini merupakan salah satu cara
mempertahankan kemampuan mobilitas pasien. Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan

b.Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas

c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk Tujuan :

1) Mempertahankan kenyamanan

2) Menfasilitasi fungsi pernafasan

b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :

1) Melancarkan peredaran darah ke otak

2) Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4) Memberikan obat peranus (inposutoria)

5) Melakukan pemeriksaan daerah anus

c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari bagian kaki Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah

d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur.

3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :

a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

b. Mempertahankan kenyamanan pasien

c. Mempertahankan kontrol diri pasien

d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan

Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada
kerusaka n otot H.

F. KARATERISTIK

karakteristik utama yang muncul pada pasien stroke dengan dignosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik adalah kesulitan membolak-balik posisi (100%), keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan motorik halus (100%), keterbatasan kemampuan melakukan
keterampilan motorik kasar (100%), keterbatasan rentang ...
G. Pathway Mobilisasi

Tidak mampu beraktifitas

Tirah baring yang lama

Kehilangan daya Gangguan fungsi Jaringan kulit Gastrointestinal


otot paru paru yang tertekan

Gangguan
Penurunan otot Penumpukan katabolisme
Perubahan system
sekret intragumen kulit

Perubahan
system Sulit batuk Anoeksia
Kontruksi
muskuluskeletal pembuluh darah

Ketidakefektifan Nitrogen tidak


Hambatan bersihan jalan Sel kulit mati efektif
mobilitas fisik nafas

Dekubitus
Kemunduran
infekdefekasi

Kerusakan
integritas kulit
Konstipasi

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan
dari hasil yang diamati kriteria hasil yang telah dibuat tahap perencanaan (Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan. Berorientasi
etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna. Berorientasi masalah keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau
ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai kerangka waktu
yang ditetapkan.

Daftar Pustaka
Alimul H., A. Aziz. 2006.

Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.

Buku 1. Jakarta : Salemba Medika. Alimul Aziz, 2006.

Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2.

Jakarta : Salemba Medika. Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne


McCloskey. 2004.

Nursing Interventions Classification (NIC)

. Edisi 5. Amerika: Mosby Joanne&Gloria. 2004.

Nursing Intervension Classification Fourth Edition

USA : Mosby Elsevier Moorhead, Sue. 2004.

Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition

. USA: Mosby Elseviyer. Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC. NANDA. 2006.

Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006

. Jakarta : Prima Medika Potter & Perry. 2005.

Buku Ajar Fundamental Keperawatan

: Konsep, Proses, dan Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC. T. Heather Herdman. 2011.

NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018- 2020

, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai