Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Sistem Informasi Kesehatan

Disusun Oleh :

Nama : Monsius Meilianus Yopaniko

NIM : SNR212250075

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem informasi kesehatan menurut WHO dalam buku “Design
and implementation of health information system” Geneva (2000),
adalah suatu sistem informasi kesehatan yang tidak dapat berdiri
sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem
informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi
sebagai proses pengambilan keputusan di segala jenjang. Untuk
mendukung pelaksanaan sistem informasi kesehatan tersebut pada
tahun 2002 pemerintah melalui Menteri Kesehatan pengembangan
sistem informasi kesehatan daerah (SIKDA)”.
Tujuan pembangunan nasional disusun dalam rencana
pembangunan jangka panjang nasional, hal ini tertuang dalam Undang-
Undang nomor 17 tahun 2007 yang mempunyai tiga tujuan
pembangunan nasional. Rencana pembangunan jangka panjang
nasional tersebut dibagi lagi setiap lima tahunan, atau disebut juga
rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang
mana bertujuan memantapkan pembangunan secara menyeluruh
dimana salah satunya adalah menekankan pembangunan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini bisa dilihat dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2014 tentang
sistem informasi kesehatan, hal ini untuk melaksanakan ketentuan
pasal 168 ayat (3) Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan.
Pada era globalisasi saat ini kebutuhan akan data dan informasi
yang tepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan sangat
dibutuhkan keberadaannya karena merupakan sumber utama dalam
pengambilan kebijakan untuk mewujudkan tujuan pembangunan
nasional. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi
merupakan kondisi positif yang akan sangat mendukung
berkembangnya sistem informasi kesehatan, hal ini juga sangat
berguna dalam pengambilan keputusan bisa lebih mudah jika semua
informasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Untuk tujuan itu sistem
informasi kesehatan perlu dibangun dengan mengorganisir berbagai
data yang telah dikumpulkan secara sistematik, memproses data
menjadi informasi yang berguna.
Pada tahun 2007 pusat data dan informasi melakukan evaluasi SIK
di Indonesia dengan menggunakan perangkat Health Metricts
Network-World Health Organization (HMN-WHO) evaluasi ini
meliputi 6 komponen utama SIK yaitu sumber daya (meliputi
pengelolaan dan sumber daya), kualitas data, diseminasi dan
penggunaan data, hasil yang diperoleh adalah SIK ada tapi tidak
adekuat untuk sumber daya (47%), indikator (61%), sumber data
(51%), kualitas data (55%), penggunaan dan diseminasi data (57%),
untuk manajemen data (35%), sehingga secara umum hasil ini
menunjukkan bahwa keseluruhan SIK masih perlu ditingkatkan lagi
(Kepmenkes Nomor 192, 2012).
Menurut Wahyudi (2011), kebijakan pemerintah dalam
pengembangan sistem informasi telah ada, akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih banyak 3 kendala-kendala dan hambatan yang
dihadapi, pengembangan sistem informasi kesehatan baik di tingkat
pusat maupun daerah belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena
keterbatasan sistem yang dikembangkan, kemampuan daerah, dan
sumber daya manusia.
Dinas Kesehatan sebagai salah satu organisasi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas tugas pembantuan di bidang kesehatan dan juga
fungsi merumuskan kebijakan teknis di bidang kesehatan. Kinerja
pelayanan kesehatan dapat meningkat melalui dua fungsi di atas
dipengaruhi oleh aspek sumber daya kesehatan, pemberdayaan
masyarakat dan menajemen kesehatan (Depkes, 2004). Salah satu
aspek yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kota atau
Kabupaten seperti yang disebutkan di atas adalah aspek manajemen
kesehatan, dimana Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten mempunyai
tugas mengelola data dan informasi yang diperoleh baik dari
puskesmas, rumah sakit, maupun sarana pelayanan kesehatan yang
lain. Sehubungan hal tersebut maka Dinas Kesehatan Kota atau
Kabupaten membutuhkan pengelolaan sistem informasi kesehatan
yang baik agar dalam pengambilan keputusan kebijakan pemerintah
bisa lebih tepat sesuai kebutuhan daerahnya.
BAB 2

Pembahasan

A. Jelaskan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan sistem


informasi kesehatann
1. Kekuatan sistem informasi kesehatan
a. Mempercepat pelayanan kepada pasien
Sistem komputerisasi rumah sakit akan memepercepat dan mem-
permudah pelayanan kepada pasien. Petugas tidak perlu lagi repot-
repot menulis identitas pasien dan dapat langsung me-input data yang
diperlukan ke komputer. Hal ini juga dapat memudahkan petugas
untuk mengatur antrian pasien dengan menggunakan tiket dan sistem
pemanggilan antrian secara elektronik.
b. Data mudah diakses
Data yang tersimpan dalam sistem akan mudah diakses oleh para
petugas medis di rumah sakit tersebut. Data yang diperlukan akan
mudah untuk ditelusuri dengan mengetikan keyword yang diperlukan
pada kolom pencarian pada sistem informasi yang digunakan,
otomatis data akan mudah dan cepat untuk ditemukan.
c. Mempermudah komunikasi antara petugas medis
Petugas medis di rumah sakit yang sudah menerapakan sistem in-
formasi kesehatan tidak perlu lagi kerepotan untuk menyerahkan
dokumen yang diperlukan petugas lain di tempat kerja yang saling
berjauhan. Hal tersebut dikarenakan semua data yang di-input oleh
tiap-tiap petugas medis pada sistem informasi kesehatan rumah sakit
bisa langsung dilihat dan diakses oleh semua petugas medis lain
dimanapun dan kapanpun, sehingga hal ini bisa mempermudah dan
mempercepat komunikasi antara petugas medis. Selain itu, hal
tersebut juga menghemat waktu dan tenaga para petugas medis.
d. Mempermudah pengecekan data
Tiap-tiap data yang di-input oleh petugas medis akan mudah untuk
ditelusuri dan diperiksa. Pada umumnya, sistem informasi kesehatan
yang digunakan akan mendeteksi apabila ada kesalahan ataupun
kekurangan dalam pengisiian data yang di-input-kan oleh petugas
medis, sehingga hal ini akan meminimalisir kesalahan (human eror)
yang dapat ditimbulkan. Pencarian data pun akan mudah dan cepat,
karena petugas bisa dengan mudah memasukan keyword ke kolom
pencarian/search pada sistem dan simkes akan otomatis mencari dan
menampilkan data atau dokumen yang akurat sesuai
dengan keyword yang telah diisikan.
e. Mempermudah dalam mengolah data menjadi informasi
Penggunaan sistem informasi kesehatan akan mempermudah petugas
medis dalam memproses/mengolah data yang ada menjadi informasi
atau laporan yang diperlukan. Petugas akan mudah mengakses data
apa saja yang diperlukan untuk membuat laporan. Petugas tidak perlu
repot-repot lagi mengaudit data satu persatu serta mengurutkannya
secara manual, karena hal tersebut sudah otomatis dilakukan oleh
sistem informasi kesehatan yang sudah ter-install. Petugas bisa
langsung memproses dan menampilkan laporan yang diinginkan.

2. Kelemahan Sistem Informasi Kesehatan


Kelemahan dari sistem informasi kesehatan adalah dibutuhkan
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dibidang teknologi
informasi dan komunikasi, persebaran sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi tidak
merata, biaya awal yang cukup mahal meski selanjutnya lebih
murah(investasi jangka informasi).
Analisis situasi sistem informasi kesehatan dilakukan dalam rangka
pengembangan sistem informasi kesehatan. Sistem informasi kesehatan
bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian
fungsional dari sistem kesehatan yang dibangun dari himpunan atau
jaringan sistem-sistem informasi dari level yang paling bawah. Misal:
sistem informasi kesehatan nasional dibangun dari himpunan atau jaringan
sistem informasi kesehatan provinsi. Sistem informasi kesehatan
dikembangkan dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi
pembangunan kesehatan Indonesia, yaitu Indonesia sehat 2025. Visi dan
misi ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan
(RPJP-K) yang disusun pada tahun 2005 untuk kurun waktu 20 tahun, dan
diuraikan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kesehatan
(RPJM-K) yang dievaluasi setiap 5 tahun. RPJM-K yang berlaku sekarang
adalah RPJM-K ke-dua yang berlaku dari tahun 2010 sampai dengan
2014, dengan visi: Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Visi
ini akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedinya data dan
informasi akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pencapaian visi ini memerlukan dukungan sistem
informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu analisis
dari sistem informasi kesehatan yang tepat guna, agar sistem informasi
kesehatan yang dikembangkan benar-benar dapat mendukung terwujudnya
visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Analisis situasi
yang dilakukan salah satunya dapat menggunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT yaitu analisis antarkomponen dengan memanfaatkan
deskripsi SWOT setiap komponen untuk merumuskan strategi pemecahan
masalah, serta pengembangan dan atau perbaikan mutu sistem informasi
kesehatan secara berkelanjutan.
SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan/kondisi
positif), Weakness(kelemahan internal sistem), Opportunity (kesempatan/
peluang sistem), dan  Threats(ancaman/ rintangan/ tantangan dari
lingkungan eksternal sistem). Kekuatan yang dimaksud adalah kompetensi
khusus yang terdapat dalam sistem, sehingga sistem tersebut memiliki
keunggulan kompetitif di pasaran. Kekuatan dapat berupa: sumber daya,
keterampilan, produk, jasa andalan, dan sebagainya yang membuatnya
lebih kuat dari pesaing dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan
pelanggan dan masyarakat di dalam atau di luar sistem. Kelemahan adalah
keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber daya, keterampilan dan
kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kerja sistem
informasi kesehatan. Adapun peluang adalah berbagai situasi lingkungan
yang menguntungkan bagi sistem tersebut, sedangkan ancaman/tantangan
merupakan kebalikan dari peluang. Tantangan yang mungkin muncul
sehubungan dengan pengembangan sistem informasi kesehatan pada
dasarnya berasal dari dua perubahan besar yaitu tantangan dari otonomi
daerah dan tantangan dari globalisasi. Dengan demikian
ancaman/tantangan adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan sistem.
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam
melakukan analisis strategis. Keampuhan tersebut terletak pada
kemampuan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan
memanfaatkan peluang serta berperan untuk meminimalisasi kelemahan
sistem dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.
Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga bentuk untuk membuat
keputusan strategis, yaitu:
a. Analisis SWOT memungkinkan penggunaan kerangka berfikir yang
logis dan holistik yang menyangkut situasi dimana organisasi berada,
identifikasi dan analisis berbagi alternatif yang layak untuk
dipertimbangkan dan menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan
paling ampuh.
b. Pembandingan secara sistematis antara peluang dan ancaman
eksternal di satu pihak, serta kekuatan dan kelemahan internal di pihak
lain.
c. Analisis SWOT tidak hanya terletak pada penempatan organisasi pada
kuadran tertentu akan tetapi memungkinkan para penentu strategi
organisasi untuk melihat posisi organisasi yang sedang dianalisis
tersebut secara menyeluruh dari aspek produk/ jasa/ informasi yang
dihasilkan dan pasar yang dilayani.

Contoh penerapan deskripsi SWOT pada sistem informasi kesehatan


nasional berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan (tahun 2012)
pada Pusat Data dan Informasi, dan unit-unit lain di Kementerian
Kesehatan, serta unit di luar sektor kesehatan maka diketahui kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dalam sistem informasi kesehatan,
seperti tampak dalam tabel di bawah ini. Hasil deskripsi ini kemudian
dianalisis dan selanjutnya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
penyusunan rencana jangka menengah pengembangan dan penguatan
sistem informasi kesehatan nasional selanjutnya.

3. Peluang Sistem Informasi Kesehatan


a. SIK di Dinas Kesehatan pernah dikembangkan. Dinas Kesehatan pada
bebera tahun yang lalu sudah ada kegiatan ke arah pengembangan SIK
provinsi namun keberlanjutannya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu
komitmen dari berbagai pihak khususnya Dinas Kesehatan itu sendiri
perlu ditingkatkan sehingga pengembangan SIK itu sendiri dapat
dilaksanakan dan memberikan suatu manfaat berupa informasi yang dapat
digunakan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
b. Tersedianya SDM untuk mengelola SIK. Pelatihan bagi tenaga pengelola
SIK juga telah dilaksanakan oleh vendor yang mana pada saat itu telah
dilatih tenaga administrator dan user serta dari pihak Dinas Kesehatan
Kota serta Rumah Sakit, ditambah lagi dengan pelatihan yang diikuti
dalam pelaksanaan SIKNAS on line yang diselenggarakan di Bandung
serta tersedianya tenaga-tenaga IT . Dengan melihat potensi SDM yang
ada ini maka pengembangan SIK sudah saatnya dilaksanakan.
c. Pemekaran beberapa Kabupaten baru. Dengan dimekarkannya beberapa
kabupaten yang baru merupakan peluang bagi pengembangan SIK
tingakat kabupaten karena dengan makin desentralisasinya maka alur
pelaporan dari kecamatan dapat lebih dipercepat waktunya, serta
keakuratannya dapat dipercaya. Data dari puskesmas tersebut di rekap di
tingkat kabupaten kemudian diteruskan ke provinsi. Pemekaran ini juga
memperpendek rentan kendali pelayanan kesehatan dan akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Adanya kerjasama dengan Pihak Departemen Kesehatan dalam pengadaan
sarana dan prasaranan pendukung SIK serta adanya dukungan dana
merupakan peluang yang perlu dikembangakan dan ditingkatkan
kerjasama dari pihak Dinas Kesehatan dengan Pihak Pusdatin Depkes.
Peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengelola SIK
e. Adanya kerja sama dengan instansi terkait
f. Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan untuk mewujudkan
SIK yang terintegrasi, yang dapat menyediakan data secara real time yang
mudah diakses dan berfungsi sebagai sistem pendukung pengambilan
keputusan (Decision Support System).
g. Penguatan manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan dititik-
beratkan pada ketersediaan standar operasional yang jelas, pengembangan
dan penguatan kapasitas SDM, dan pemanfaatan TIK, serta penguatan
advokasi bagi pemenuhan anggaran.
h. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk
meningkatkan statistik vital melalui upaya penyelenggaraan Registrasi
Vital di seluruh wilayah Indonesia dan upaya inisiatif lainnya.
i. Penetapan kebijakan dan standar SIK dilakukan dalam kerangka
desentralisasi di bidang kesehatan.
j. Peningkatan penyelenggaraan sistem pengumpulan, pengolahan, analisis,
penyimpanan, diseminasi dan pemanfaatan data/ informasi dalam
kerangka kebijakan SIK terintegrasi.
k. Pengembangan Bank Data Kesehatan harus memenuhi berbagai kebutuhan
dari para pemangku kepentingan dan dapat diakses dengan mudah, serta
memperhatikan prinsip-prinsip kerahasiaan dan etika yang berlaku di
bidang kesehatan dan kedokteran.
l. Pemanfaatan TIK dilakukan dalam menuju upaya pengumpulan data
disaggregate/individu.
m. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan
dengan menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan lintas sektor
terkait serta terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan lainnya.
n. Pengembangan dan penyelenggaraan SIK dilakukan dengan melibatkan
seluruh pemangku kepentingan termasuk lintas sektor dan masyarakat
madani.
o. Peningkatan budaya penggunaan data melalui advokasi terhadap pimpinan
di semua tingkat dan pemanfaatan forum-forum informatika kesehatan
yang ada.
p. Peningkatan penggunaan solusi-solusi eHealth untuk mengatasi masalah
infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumberdaya manusia dalam
sistem kesehatan.

4. Tantangan Sistem Informasi Kesehatan


Seperti kita ketahui bahwa dalam penerapan Sistem Informasi
Kesehatan di Indoensia tentunya tidak mudah. Beberapa tantangan dalam
implementasinya masih banyak kita temui sehingga memerlukan
kebijakan dan kerjasama yang terintegrasi di dalamnya. Diantaranya
tantangan tersebut adalah
a. Globalisasi. Banyak ragam perangkat lunak Sistem Informasi
Kesehatan sehingga membingungkan unit operasional dalam
menginputnya. Juga membingungkan pihak pengambil kebijakan dalam
menentukan model dan sistem yang nantinya akan digunakan guna
menghasilkan input, proses dan output yang maksimal sesuai dengan
kebutuhan yang ada.
b. Tantangan ekonomi global dan kemampuan keuangan pemerintah. Ini
berkaitan dengan ketersediaan kemampuan keuangan pemerintah dalam
menyediakan budgeting guna operasional dan penyiapan perangkat
lunak dan perangkat keras dalam implementasi Sistem Informasi
Kesehatan.
c. Tantangan untuk membangun jejaring lintas unit dan lintas sektor.
Tantanngan ini terkait integrasi dalam menyatukan input Sistem
Informasi Kesehatan yang lintas sektor. Karena masing – masing sektor
atau unit punya definisi dan aplikatif sendiri dalam meninterpretasikan
datanya. Masing-masing Sistem Informasi cenderung untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya menggunakan cara dan
format pelaporannya sendiri. Sehingga unit – unit operasional dalam
melaporkan datanya terbebani. Dampaknya informasi yang di hasilkan
kurang akurat.
d. Ancaman keamanan informasi. Ancaman ini tentunya tidak dapat di
pandang sebelah mata karena faktor keamanan informasi menjadi
penting terkait dengan jenis data dan informasi yang menjadi input dan
output yang nanti dihasilkan.
e. Tantangan otonomi daerah. Ini sebagai implementasi dari UU No. 2
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga daerah punya otoritas dalam menentukan arah kebijakan
sendiri termasuk di dalamnya mengenai arah kebijakan Sistem
Informasi Kesehatan untuk kabupatennya.

B. Jelaskan kedudukan sistem informasi kesehatan dalam sistem


kesehatan nasional
Departemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal
tahun 1970-an. Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan
dibentuknya Pusat Data Kesehatan pada tahun 1984. Namun demikian,
walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan SIKNAS ini masih
menghadapi hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya
menimbulkan masalah-masalah klasik pula, yaitu berupa kurang akurat,
kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang
disajikan.
Untuk mendukung Reformasi di bidang Kesehatan, jelas strategi
pengembangan SIKNAS harus diubah. Reformasi di bidang Kesehatan
telah menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam
motto "INDONESIA SEHAT 2010". Dengan adanya perubahan dinamis
pembangunan kesehatan dan adanya penyesuaian dengan Rencana Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014, maka Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan mengalami revisi dengan Visi Pembangunan
Kesehatan 2010-2014 “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.

1. Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)


Sejalan dengan perubahan Visi Pembangunan Kesehatan yang
tercermin dalam Visi Kementerian Kesehatan 2010-2014 “Masyarakat
Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, maka motto menjadi Indonesia
Cinta Sehat yang juga sangat ditentukan oleh pencapaian Provinsi-
provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat, dan Kota-kota Sehat. Bahkan
juga oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat dan Desa-desa Sehat.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku “Design
and Implementaiton of Health Information System” (2000) bahwa suatu
sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai
bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang
efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan
keputusan semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai alat
yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa SIK
merupakan salah satu dari 6 “building blocks” atau komponen utama
dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen Sistem kesehatan tersebut
adalah:
a. Service Delivery/Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
b. Medical products, vacines, and technologies/Produk Medis, Vaksin,
dan Teknologi Kesehatan
c. Health Workforce/Tenaga Kesehatan
d. Health System Financing/Sistem Pembiayaan Kesehatan
e. Health Information System/Sistem Informasi Kesehatan
f. Leadership and Governance/Kepemimpinan dan Pemerintahan
SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung

SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung


suatu sistem kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi
tanpa satu dari komponen tersebut. SIK bukan saja berperan dalam
memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga
mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan
transparansi proses kerja. Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari dari tujuh
subsistem, yaitu:

a. Upaya kesehatan
b. Penelitian dan pengembangan kesehatan
c. Pembiayaan kesehatan
d. Sumber daya manusia kesehatan
e. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
f. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
g. Pemberdayaan masyarakat
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari
subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem
manajemen dan informasi kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan
fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi
kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna.
Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan
keenam subsistem lain dalam sistem kesehatan nasional sebagai satu
kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdapat beberapa prinsip Informasi Kesehatan dalam SKN di antaranya:
a. Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan
kesehatan yang berasal dari sektor kesehatan ataupun dari berbagai
sektor pembangunan lain.
b. Informasi kesehatan mendukung proses pengambilan keputusan di
berbagai jenjang administrasi kesehatan.
c. Informasi kesehatan disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi
untuk pengambilankeputusan.
d. Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan
secara cepat dan tepat waktu, dengan mendayagunakan teknologi
informasi dan komunikasi.
e. Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan
pengumpulan data melalui cara- cara rutin (yaitu pencatatan dan
pelaporan) dan cara-cara nonrutin (yaitu survei, dan lain- lain).
f. Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek
kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.
Pada uraian Bentuk Pokok Informasi Kesehatan disebutkan
bahwa Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dikembangkan
dengan memadukan sistem informasi kesehatan daerah dan sistem
informasi lain yang terkait. Sumber data sistem informasi kesehatan
adalah dari sarana kesehatan melalui pencatatan dan pelaporan yang
teratur dan berjenjang serta dari masyarakat yang diperoleh dari survei,
surveilans dan sensus. Data pokok sistem informasi kesehatan mencakup
derajat kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya
manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan serta manajemen kesehatan. Pengolahan
dan analisis data serta pengemasan informasi diselenggarakan secara
berjenjang, terpadu, multidisipliner dan komprehensif. Penyajian data
dan informasi dilakukan secara multimedia guna diketahui masyarakat
secara luas untuk pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap
penyelenggara harus bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara harus
melaksanakan Manajemen Kesehatan yang efektif, efisien dan strategis
dalam mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setempat.
Oleh karena Sistem Informasi Kesehatan pada hakikatnya
dikembangkan untuk mendukung Manajemen Kesehatan, maka setiap
penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem Informasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem
informasi yang dibangun dari kesatuan Sistem-sistem Informasi dari
para penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional. Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan Sistem Informasi Kesehatan
sangat penting dalam menunjang keberhasilan Manajemen Kesehatan
yang merupakan salah satu Subsistem SKN.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Informasi Kesehatan di tingkat Pusat merupakan bagian dari
Sistem Kesehatan Nasional, di tingkat Provinsi merupakan bagian dari Sistem
Kesehatan Provinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota merupakan bagian dari
Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota. SIKNAS dibangun dari himpunan atau
jaringan Sistem-sistem Informasi Kesehatan Provinsi dan Sistem Informasi
Kesehatan Provinsi dibangun dari himpunan atau jaringan Sistem-sistem
Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota. Di setiap tingkat, Sistem Informasi
Kesehatan juga merupakan jaringan yang memiliki Pusat Jaringan dan
Anggota-anggota Jaringan. Pengembangan jaringan komputer Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) online ini telah ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan (KEPMENKES) No. 837 Tahun 2007.

B. Saran
Sudah selayaknya dimanfaatkan dengan maksimal apa yang dilakukan
oleh Depkes dengan menyediakan jaringan beserta kelengakapannya kepada
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota di seluruh Indonesia. Banyak
manfaat yang bisa diraih dengan adanya fasilitas tersebut. Komunikasi dan
informasi yang makin intensif dan lancar tentunya antara Depkes Pusat
dengan Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kab/kota, juga antar Dinas
Kesehatan di seluruh Indonesia. Mari manfaatkan semua fasilitas itu dengan
harapan akan dapat meningkatkan jaringan dan komunikasi data terintegrasi di
bidang kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai