Anda di halaman 1dari 26

REVIEW JURNAL

Judul Kebersyukuran Dan Kebahagiaan Pada Wanita Yang Bercerai di


Aceh
Penulis Dian Eriyanda¹,Maya Khairani²
¹²Fakultas Kedokteran, Program Studi Psikologi Universitas Syiah Kuala
Darussalam
e-mail: dianeriyanda@ymail.com; khairani.maya@unsyiah.ac.id
Jurnal PSIKDIMENSIA kajian ilmiah psikologi

Volume/ISSN Psikodimensia, Vol. 16; No. 2, Tahun 2017/ ISSN cetak : 1411-6073
ISSN online : 2579-6321
Reviewer Galih Syifa Haula (20.01.061.070)

Pendahuluan Kraton Yogyakarta mempunyai peranan penting sebagai faktor penentu


dalam dinamika kehidupan masyarakat Yogyakarta.Kraton Yogyakarta juga
menjadi salah satu simbol identitas masyarakat Jawa pada umumnya dan
masyarakat Yogyakarta pada khusunya. Identitas ini berupa sistem kultur
yang meliputi: cara penghadiran diri atau reprentasi, pemaknaan dan
penghayatan hidup, cara pandang hidup dan nuansa kehidupan batin
(Haryanto, 2013). Sistem pemerintahan di kerajaan kekuasaan berada di
tangan golongan aristokrat yaitu Raja, Kerabat Raja, dan Golongan birokrat
atau abdi dalem. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdikan dirinya
kepada kraton dan raja. Abdi dalem berasal dari dua kata yaitu “Abdi” yang
merupakan kata dasar dari mengabdi yang berarti pekerjaanya mengabdi
kepada raja dan kata “dalem” artinya dawuh atau perintah, sehingga abdi
dalem mempunyai arti makna seseorang yang mengabdi perintah dari
raja.Abdi Dalem Kraton Yogyakarta dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
Punakawan dan Kaprajan (Sudaryanto, 2008; Jati 2012; Hadiwijoyo 2014;
Haryanto 2014). Abdi dalem karaton menjalankan perintah dari raja yang
dalam bahasa Jawa sering di sebut ngemban dhawuh dalem. Abdi dalem
Ngayogyakarta juga melakukan pekerjaan bukan hanya ingin mendapatkan
gaji saja, tetapi lebih mementingkan kepada pencari ketentraman dan
ketenangan hati sehingga akanmenimbulkan kebahagiaan yang di sebut
kesejahteraan psikologis atau “Psychological Well-Being”Konsep
kesejahteraan psikologis sesuai dengan pendekatan baru yang muncul dalam
dunia psikologi, yaitu pendekatan psychology positive. Menurut Seligman
(2000), tujuan dari pendekatan psikologi positif .Hipotesis dalam penelitian
ini adalah terdapat hubungan positif antara spiritualitas dengan
kesejahteraan psikologis pada Abdi Dalem Punokawan Karaton
Ngayogyakarta.
Tujuan Untuk melihat hubugan antara kebersyukuran dan kebahagiaan pada wanita
yang bercerai di Aceh.
Metode 1. Jenis penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian
penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional.
2. Subjek : Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah
247 orang dengan karakteristik sebagai berikut: (a) berusia 20-40
tahun saat mengalami perceraian, (b) perceraian terjadi minimal di
usia pernikahan 5 tahun; (c) wanita yang menggugat cerai, (d)
menerima putusan cerai pada rentang tahun 2013-2015 di
Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon dan Kuala Simpang, (e) berstatus
janda.
3. Instrumen : Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode non probability sampling dengan teknik purposive sampling
Hasil Spiritualitas abdi Dalem punokawan masuk dalam tinggi, sedangkan
penelitian kesejahteraan Psikologis masuk dalam kategori sangat tinggi. Besarnya
sumbangan spiritualitas terhadap kesejahteraan psikologis pada abdi dalem
punokawan dalam penelitian ini sebesar 67.56%. Hal ini berarti abdi dalem
punokawan memiliki spiritualitas yang baik maka kesejahteraan
psikologisnya akan tinggi.
Pembahasan Penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa terdapat hubungan
antara spiritualitas dengan kesejahteraan psikologis pada abdi dalem
punokawan bersifat positif. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara spiritualitas dengan kesejahteraan psikologis, yang berarti bahwa
semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis
pada abdi dalem punokawan, dan berlaku sebaliknya semakin rendah
spiritualitas maka semakin rendah kesejahteraan psikologis abdi dalem
punokawan. masyarakat Jawa meyakini bahwa budaya Jawa mempunyai
nilai-nilai yang mendasari kepribadian orang dan masyarakatnya. Menurut
Endraswara (2012) salah satu sikap yang dipegang teguh masyarakat jawa
adalah Narimo ing pandum.
Koentjaraningrat, (1990) menyebut sikap narimo ing pandum bertalian erat
dengan spiritualitas Jawa. Konsep narimo ing pandum terbukti mampu
meningkatkan kesejahteraan psikologi bagi keluarga Jawa. Penelitian yang
dilakukan oleh Prasetyo dan Subandi (2014) menunjukan Narimo ing
pandum (NIP) mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis keluarga
Jawa yang menjadi caregiver pasien skizofrenia. Lebih lanjut, peningkatan
kesejahteraan psikologis ditandai dengan meningkatnya sikap NIP kedua
partisipan. Penurunan kesejahteraan psikologis pada tahap tindak lanjut
selaras dengan menurunnya sikap NIP setelah berakhirnya intervensi
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
hipotesis tentang adanya hubungan positif antara spiritualitas dengan
kesejahteraan psikologis pada abdi dalem punokawan dapat diterima yang
ditunjukkan dengan koefisien korelasi r = 0.822 dengan p = 0.000 (p<0.05).
Hal ini berarti semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi
kesejahteraan psikologis pada abdi dalem punokawan, sebaliknya semakin
rendah spiritualitas maka semakin rendah kesejahteraan psikologis pada
abdi dalem punokawan karaton Ngayogyakarta. Besarnya sumbangan
spiritualitas terhadap kesejahteraan psikologis pada abdi dalem karaton
Ngayogyakarta sebesar 67,56% dengan demikian 32,44% dipengaruhi oleh
faktor lain yang dapat menyebabkan kesejahteraan psikologis yang baik,
yaitu tipe kepribadian, riwayat kesehatan, usia, pendidikan, dan lingkungan
masyarakat.

Referensi
Casmini. (2011). Kecerdasan Emosi dan Kepribadian Sehat Dalam Konteks Budaya Jawa di
Yogyakarta. (Disertasi Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Doktor Psikologi
Fakultas Psikologi UGM.

Endraswara, S. (2012). Falsafah Hidup Jawa: Menggali Mutiara Kebijakan Dari Intisari
Filsafat Kejawen. Yogyakarta: Cakrawala.

Hadiwijoyo, S, S. (2014) Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Sistem Ketatanegaraan


Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu,

Haryanto, S. (2013). Dunia Simbol Orang Jawa. Yogyakarta: Kepel Press.

Haryanto, S. (2014). Edelweiss Van Jogja: Pengabdian Abdidalem Keraton Yogyakarta


dalam Perspektif Sosio-Fenomenologi. Yogyakarta: Kepel Press.

Huppert, F.A., Baylis, N., & Keverne, B. (2005). The Science of Well-Being. New York:
Oxford University Press Inc.

Ivtzan, I., Chan, C. P. L., Gardner, H. E. & Prashar, K. (2009). Linking Religion And
Spirituality with Psychological Wellbeing: Examining Self actualisation, Meaning in
Life, and Personal Growth Initiative. Springer, 48.

Jati, W. R. (2012). Kultur Birokrasi Patrimonialisme dalam Pemerintah Provinsi Daerah


Istimewa YOGYAKARTA. Jurnal Borneo A d m i n i s t r a t o r,8 ( 2 ). 1 4 5 – 1 6 0.
https://doi.org/10.24258/jba.v8i2.86

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.


Prasetyo, N. H., & Subandi, M. A. (2013). Program Intervensi Narimo ing Pandum untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Keluarga Pasien Skizofrenia. Jurnal
Intervensi Psikologi, 6(2).

Rahmawati, Mila. (2016). Hubungan antara Pengalaman Spiritual dan Kesejahteraan


Psikologis dengan Kontrol Diri pada Narapidana Lapas Kelas II A Kota pekanbaru.
Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Ryff , Carol D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning


Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Volume
57(6).1069-1081.

Ryff, Carol D. dan Singer, B. H. (1995). Psychological Well-Being : Meaning, Measurement


and Implications for Psychoterapy Research.Journal of Psychotherapy
Psychosomatics, 65, 14-23.

Sudaryanto, A. (2008). Hak dan kewajiban abdi dalem dalam pemerintahan kraton
yogyakarta. Mimbar Hukum - Fakultas H u k u m U n i v e r s i t a s G a d j a h M a d
a ,20(1).
Seligman, M. (2002). Authentic Happiness. Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi
Positif. (Terjemahan), Bandung: Mizan
REVIEW JURNAL
Judul KEBERMAKNAAN HIDUP DAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA
LANJUT USIA BERSUKU JAWA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Penulis Anistya WulandariPratomo¹, Liftiah², Luthfi Fathan Dahriyanto³

Jurnal Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (2) (2014)

Volume/ISSN p-ISSN 2086-0803


e-ISSN 2541-2965
Reviewer Galih Syifa Haula (20.01.061.070)

Pendahuluan Perkembangan penduduk lansia tahun 2000-2012 baik secara absolut


maupun persentase mengalami peningkatan. Jumlah lansia terhadap jumlah
penduduk meningkat dari 9,27% pada tahun 2000 menjadi 10,81% pada
tahun 2012.
Kementerian Sosial Indonesia melakukan Berbagai upaya-upaya progresif
untukMensejahterakan lansia, baik dalam bentuk Pelayanan, perlindungan
maupun pemberdayaan Sebagai salah satu upaya untuk mensosialisasikan
Kepada masyarakat bahwa masa tua merupakan Masa yang harus dihadapi.
Kesejahteraan (wellbeing) merupakan atribut yang melekat pada Setiap
manusia, dimana well-being dapat dijadikan Indikator kebahagiaan
seseorang. Subjective wellbeing dianggap lebih luas dan didefinisikan
Sebagai sisi afektif seseorang (suasana hati dan Emosi) dan evaluasi kognitif
kehidupan mereka.
Ketika lansia dihadapkan pada periode pensiun/ berhenti bekerja, akan
mengakibatkan beberapa kondisi psikis seperti hilangnya minat, kurangnya
inisiatif, perasaaan hampa, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak
berarti, serba bosan dan apatis serta muncul pikiran bunuh diri. Kondisi ini
adalah kondisi ketidakberhasilan lansia dalam mencapai hidup yang
bermakna. Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup
biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna. Kebudayaan Juga
banyak hal Termasuk dalam kehidupan bermakna dan Kebahagiaan
seseorang. Dalam studi indigenous Ini, kebermaknaan hidup dan
kebahagiaan (subjective well-being) ditujukan pada lansia bersuku Jawa.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang
kebermaknaan hidup dan subjective well-being pada lansia bersuku jawa
Metode 1. Jenis penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian indigenous
penelitian psychology. Menurut Kim dan Berry (dalam Rarasati, dkk. 2012)
menjelaskan indigenous psychology yaitu suatu pendekatan yang
menekankan pada studi terhadap perilaku dan cara berpikir
seseorang dalam konteks budayanya.
2. Subjek : 500 orang lansia pria atau wanita berusia 60 tahun ke atas
dan bersuku Jawa di berbagai wilayah yang tersebar di Propinsi Jawa
Tengah. Kriteria lansia yang dijadikan responden.
3. Instrumen : pengumpul data berupa open-ended questionnaire yang
disusun oleh peneliti untuk mengungkap gambaran kebermaknaan
hidup dan gambaran subjective well-being pada lansia bersuku Jawa
di Provinsi Jawa Tengah. Proses analisis data dimulai dari tabulasi
jawaban responden yang telah terkumpul dari open-ended
questionnaire, kemudian jawaban tersebut dipotong-potong guna
untuk dilakukan proses preliminary coding, aksial coding, dan
crosstabulasion.
Hasil 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup menurut
penelitian lansia bersuku Jawa adalah ketika hidupnya berguna (67,60%).
2. Tujuan untuk memperoleh hidup yang bermakna adalah adanya
keinginan untuk hidup bahagia dan sejahtera (44,23%).
3. Sumber kebermaknaan hidup yaitu interaksi dengan lingkungan
sosial (33,61%).
4. Pengaruh yang dirasakan ketika hidup bermakna adalah suasana
hati yang positif (47,49%) dan ketika hidupnya tidak
bermakna,pengaruh yang dirasakan adalah memiliki perasaan
negatif (47,16%).
5. subjective well-being menurut lansia bersuku Jawa adalah memiliki
perasaan yang menyenangkan (55,20%), faktor yang
mempengaruhi subjective well-being adalah relasi sosial yang baik
(27,96%) dan efek yang dirasakan setelah mencapai subjective
well-being adalah muncul perasaan yang menyenangkan (59,97%).
6. 91% lansia bersuku Jawa juga menyebutkan ada keterkaitan antara
kebermaknaan hidup dan subjective well-being.
Pembahasan Kebermaknaan hidup menurut lansia bersuku Jawa adalah suatu kondisi
dimana
seseorang merasakan hidup yang berguna baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain serta mampu melaksanakan ibadah kepada Tuhan yang
berdampak pada mempunyai hubungan sosial yang baik yang menghasilkan
kehidupan yang baik dan menghasilkan perasaan bahagia dan kepuasan serta
bisa hidup mandiri, menjadi teladan untuk kehidupan sekitarnya dan
mempunyai kesan untuk keluarga, masyarakat dan lingkungan. Ciri khas
kebermaknaan hidup menurut lansia bersuku Jawa terletak pada hidup yang
bahagia, berkesan untuk orang lain, dan mempunyai hubungan sosial yang
baik. Sumber kebermaknaan hidup menurut
lansia bersuku Jawa adalah (1) interaksi dengan lingkungan sosial, (2)
keimanan kepada Tuhan, (3) aktif berkarya, (4) sikap tabah, sabar dan
ikhlas, (5) harapan, (6) diri sendiri, (7) ilmu pengetahuan, pendidikan dan
pengalaman, dan (8) sehat. Pengaruh yang dirasakan lansia bersuku Jawa
ketika merasakan hidupnya yang bermakna adalah suasana hati yang
positif, optimis dan percaya diri, hubungan sosial yang positif, peningkatan
keimanan kepada Tuhan, memiliki manfaat, sehat jasmani dan rohani,
teladan dan hidup bersahaja. Faktor-faktor yang menyebabkan kebahagiaan
pada lansia bersuku Jawa adalah (1)relasi sosial yang baik, (2) keberhasilan
dalam hidup, (3) kebutuhan terpenuhi, (4) kesehatan, (5)beribadah kepada
Tuhan, (6) kenyamanan, (7)bermanfaat, (8) mendapat kenikmatan, dan
(9)mandiri.
Kesimpulan 1. Kebermaknaan hidup menurut lansia bersuku Jawa adalah suatu
kondisi dimana seseorang merasakan hidup yang berguna baik
untuk dirinya sendiri maupun orang lain serta mampu
melaksanakan ibadah kepada Tuhan yang berdampak pada
mempunyai hubungan sosial yang baik yang menghasilkan
kehidupan yang baik dan menghasilkan perasaan bahagia dan
kepuasan serta bisa hidup mandiri, menjadi teladan untuk
kehidupan sekitarnya dan mempunyai kesan untuk keluarga,
masyarakat dan lingkungan. Adapun tujuan lansia memperoleh
hidup yang bermakna adalah keinginan untuk hidup yang bahagia
dan sejahtera, bermanfaat bagi sesama, menjalankan perintah
agama, bertambah luas pergaulan, mencapai kepuasan dalam hidup,
dan menjadi teladan.
2. Definisi kebahagiaan (subjective well-being) menurut lansia
bersuku Jawa adalah suatu perasaan yang menyenangkan berupa
tenang,nyaman, tentram, damai, bangga, senang/gembira dan puas;
serta sejahtera dalam hidupnya, bisa berkumpul dengan keluarga,
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, diberikan sehat,
keinginan dalam hidupnya tercapai, berguna bagi sesamanya serta
sukses hidup di dunia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kebahagiaan menurut lansia bersuku Jawa adalah ketika memiliki
relasi sosial yang baik dan positif, keberhasilan dalam hidup,
kebutuhan jasmani rohani tercukupi, kesehatan, beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kenyamanan dalam hidup,
bermanfaat untuk sesama, mendapat kenikmatan dari Tuhan, dan
hidup mandiri. Efek mendapatkan kebahagiaan menurut lansia
bersuku Jawa yaitu munculnya perasaan yang menyenangkan yang
juga berakibat baik pada kehidupan beragamanya, yaitu lebih dekat
dengan Tuhan, kesehatan, optimis dan percaya diri, hidup menjadi
lebih bermakna sehingga hubungan dengan sesama lebih dekat
serta terus berupaya untuk mempertahankan kebahagiaan dengan
sikap yang sabar dan pasrah.

Referensi
Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih
Hidup Bermakna. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Diener. E. 2009. The Science of Well-being The Collected Works of Ed Diener. USA:
Springer.

Eid, M & Larsen R.J. 2008. The Science of Subjective Well-being. Londong: The Guilford
Perss.

Frankl, Victor E. 2003. Logoterapi: Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi.


Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Frazier, Michael F. Steger, Shigehiro Oishi & Matthew Kaler. 2006. The Meaning in Life
Questionnaire: Assesing the Presence of and Search for Meaning in Life. Journal of
Counseling Psychology Vol. 53, No. 1, 80-93.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan


edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Kleftaras, George & Evangelia Psarra. 2012. Meaning in Life, Psychological Well-beingand
Depressive Symptomatology: A Comparative Study. Journal Psychology Vol. 3,
No.4, 337-345

Linley, P.A & Joseph S. 2004. Positive Psychology in Practice. New Jersey: John Wiley &
Sons. Inc

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: PENERBIT ANDI

Monks, F.J, Knoers, AMP & Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Primasari, Ardi & Yuniarti Kwartarini Wahyu 2012. What Make Teenagers Happy? An
Exploratory Study Using Indegenous Psychology Approach. International Journal of
Research Studies in Psychology. Vol. 1, No. 2, 53-61, Juni 2012.

Rarasati, N, Moh. A. Hakim & Kwartarini. 2012. Javanese Adolescents’ Future Orientation
and Support For its Effort: An Indigenous Psychological Analysis. World Academy of
Science.

Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi Lanjut Usia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung:ALFABETA.

Suseno, Franz Magnis. 2003. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wijayanti, Herlani & Fivi Nurwianti. 2010. Kekuatan Karakter dan Kebahagiaan Pada Suku
Jawa. Jurnal Psikologi Volume 3, No.2, Juni 2010.
REVIEW JURNAL
Judul Kebersyukuran Dan Kebahagiaan Pada Wanita Yang Bercerai di
Aceh
Penulis Dian Eriyanda¹,Maya Khairani²
¹²Fakultas Kedokteran, Program Studi Psikologi Universitas Syiah Kuala
Darussalam
e-mail: dianeriyanda@ymail.com; khairani.maya@unsyiah.ac.id
Jurnal PSIKDIMENSIA kajian ilmiah psikologi

Volume/ISSN Psikodimensia, Vol. 16; No. 2, Tahun 2017/ ISSN cetak : 1411-6073
ISSN online : 2579-6321
Reviewer Galih Syifa Haula (20.01.061.070)

Pendahuluan Pasca Tsunami 2004 di Aceh, angka perceraian meningkat tajam hingga tiga
kali lipat dan didominasi oleh gugatan dari pihak wanita (Mahkamah
Syar’iyah Aceh, 2016). Perceraian sendiri merupakan sebuah perpisahan
dengan bentuk resmi yang dialami oleh suami dan istri, sehingga setelah
resmi bercerai tidak ada lagi tugas dan kewajiban sebagai suami dan istri
(Dariyo, 2004). Pada tahun 2013, terdapat 4.357 kasus permohonan
perceraian yang terdaftar di 20 Mahkamah Syar’iyah Aceh dan 3.093
permohonan diantaranya diajukan oleh pihak wanita. Pada tahun 2014,
angka perceraian meningkat menjadi 4.801 kasus permohonan perceraian
dan 3.457 permohonan diantaranya diajukan oleh pihak wanita. Pada tahun
2015 angka perceraian kembali meningkat, dari 5.280 permohonan
perceraian, ternyata 3.850 permohonan diantaranya diajukan oleh pihak
wanita (Mahkamah Syar’iyah Aceh, 2016).
Hasil penelitian Nur’aeni dan Dwiyanti (2009) menunjukkan bahwa
Perempuan yang bercerai dan berubah Status menjadi janda maka akan
Mengalami perasaan minder, malu, sedih, Sakit hati, namun dapat juga
merasakan Lega, senang, dan bahagia. Keadaan Hidup dan kegiatan yang
sengaja Dilakukan dapat memengaruhi Kebahagiaan individu (Carr, 2011).
Pada Wanita bercerai, didapatkan perasaan Lega dan senang yang mana
perasaan Tersebut merupakan faktor internal Kebahagian yaitu emosi positif
masa lalu Yang didalamnya mencakup kelegaan, Kepuasan, kesuksesan,
kedamaian dan Juga kebanggaan (Seligman, 2002). Ada Beberapa hal yang
dapat membuat Individu bahagia (Patnani, 2012), seperti Masalah yang
dihadapi tidak dibuat Rumit, merasa optimis, dan juga Bersyukur (Rostiana
& Koesma, 2009). Kebersyukuran merupakan hal yang Menyenangkan dan
dihubungkan dengan Emosi positif seperti kepuasan, Kebanggaan, harapan
dan juga Kebahagiaan (Emmons & McCullough, 2003). Penelitian
Anggaraini, Andayani dan Karyanta (2013) menemukan bahwa Individu
yang bersyukur akan dengan Mudah merasakan kebahagiaan.
kebersyukuran dapat dimanifestasikan dalam perasaan-perasaan positif yang
merupakan senang dan bahagia (hambali, meiza & fahmi, 2015). anggoro
dan widhiarso (2010) merumuskan kebahagiaan dengan pendekatan
indigenous psychology sehingga mendefinisikan kebahagian sebagai sebuah
proses pemenuhan rasa atau ikatan keluarga juga prestasi atau pencapaian
yang diperoleh oleh individu dan relasi sosial yang baik serta dapat
terpenuhinya kebutuhan spiritual individu yang didasarkan pada efek positif.
Tujuan Untuk melihat hubugan antara kebersyukuran dan kebahagiaan pada wanita
yang bercerai di Aceh.
Metode 1. Jenis penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian
penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional.
2. Subjek : Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah
247 orang dengan karakteristik sebagai berikut: (a) berusia 20-40
tahun saat mengalami perceraian, (b) perceraian terjadi minimal di
usia pernikahan 5 tahun; (c) wanita yang menggugat cerai, (d)
menerima putusan cerai pada rentang tahun 2013-2015 di
Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon dan Kuala Simpang, (e) berstatus
janda.
3. Instrumen : Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode non probability sampling dengan teknik purposive sampling
Hasil 1. Hipotesis penelitian diterima yaitu terdapat hubungan antara
penelitian kebersyukuran dan kebahagiaan pada wanita yang bercerai di Aceh.
2. Terdapat hubungan positif antara kebersyukuran dan kebahagiaan.
Hubungan tersebut mengartikan bahwa jika semakin tinggi
kebersyukuran pada wanita bercerai di Aceh maka semakin tinggi
pula tingkat kebahagiaannya
Pembahasan Penelitian ini dilakukan pada dua kabupaten di Aceh yaitu, Lhoksukon dan
Kuala Simpang dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 247 subjek
yang terdiri dari, 136 subjek berasal dari kuala simpang dan 111 subjek
berasal dari Lhoksukon.
Penyebab perceraian Subjek penelitian berbeda-beda dan pada Penelitian
ini dikelompokkan sesuai Dengan data Mahkamah Syar’iyah. Adapun
penyebab perceraian tertinggi didominasi oleh tidak adanya keharmonisan
dengan persentase 44,5%, gangguan pihak ketiga 29,9%, tidak ada
tanggung jawab 16,8%, dan ekonomi 9,7%.
Individu yang bersyukur maka akan memunculkan ekspresi kebahagiaan
(Rohma, 2013). Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini, ditemukan
sebesar 71,7% subjek memiliki kebersyukuran yang tinggi dan 99,2%
subjek memiliki kebahagiaan yang tinggi pula. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Nur’aeni dan Dwiyanti (2009) yang menemukan bahwa
perempuan bercerai dan berubah status menjadi janda maka akan
mengalami perasaan minder, malu, sedih, sakit hati, namun dapat juga
merasakan lega, senang, dan bahagia. Artinya kebahagiaan datang setelah
individu sukses mengatasi kesulitan yang panjang, namun tidak semua
kesulitan yang muncul dapat memberikan efek positif seperti kebahagiaan
(Mubarok, 2016).
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebersyukuran dan
kebahagiaan pada wanita yang bercerai di Aceh. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat hubungan antara kebersyukuran dan kebahagiaan.
Artinya semakin tinggi kebersyukuran maka semakin tinggi pula
kebahagiaan. Hal ini terjadi karena dengan individu bersyukur maka akan
memengaruhi kebahagiaannya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa mayoritas wanita bercerai yang terlibat pada penelitian memiliki
tingkat kebersyukuran dan kebahagiaan pada kategori tinggi. Adapun faktor
utama perceraian pada penelitian ini disebabkan oleh tidak adanya
keharmonisan dalam rumah tangga, gangguan pihak ketiga, tidak ada
tanggung jawab, dan juga faktor ekonomi.Penelitian ini mengungkap
konstrak psikologis berupa kebersyukuran dan kebahagiaan pada wanita
yang bercerai di Aceh, dimana sebelumnya hal ini belum pernah diteliti.
Hasil penelitian ini juga melihat dampak perceraian dari segi psikologi
positif. Di Aceh sendiri, perceraian dalam pandangan masyarakat masih
merupakan suatu hal negatif, sehingga dengan adanya penelitian ini dapat
dilihat bahwa terdapat hal positif dari perceraian. Penelitian ini juga
memiliki keterbatasan berupa data pada penelitian dianalisis menggunakan
teknik statistik non parametric sehingga hasil dari penelitian tidak dapat
digeneralisasikan secara umum.

Referensi
Anggoro, W. J., & Widhiarso, W. (2010). Konstruksi dan identifikasi Propertis instrumen
pengukuran Kebahagiaan berbasis pendekatan Indigenous psychology: studi Multitrait-
multimethod. Jurnal Psikologi, 37(2), 176-188.

Carr, A. (2011). Positive psychology: The science of happiness and Human strengths. New
York: Brunner-Routledge.

Dariyo, A. (2004). Memahami psikologi Perceraian dalam kehidupan Keluarga. Jurnal


Psikologi, 2(2), 94-100.

Dewi, N. Y., & Sudhana, H. (2013). Hubungan antara komunikasi Interpersonal pasutri dengan
Keharmonisan dalam pernikahan. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1), 22-31.

Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting blessings versus burdens: an


experimental investigation of gratitude and subjective wellbeing in daily life. Journal
of personality and social psychology, 84(2), 377389.

Froh, J.J., Yurkewicz, C., & Kashdan, T.B. (2009) Gratitude and subjective in early
adolescence: examining gender differences. Journal Of Adolescence, 32. 633-650.

Hambali, A., Meiza, A., & Fahmi, I. (2015). Faktor-faktor yang berperan dalam kebersyukuran
(gratitude) pada orangtua anak berkebutuhan khusus perspektif psikologi Islam.
Psympathic, jurnal ilmiah psikologi, 2(1), 94101.

Kristanto, E. (19-20 Februari, 2016). Perbedaan tingkat kebersyukuaran pada laki-laki dan
perempuan. Dipresentasikan pada seminar ASEAN 2nd Psychology and Humanity,
Malang.

Mahkamah Syar’iyah Aceh. Diakses Pada tanggal 24 November 2015, Melalui http://www.ms-
aceh.go.id.

Markam, H. J., Rhoades, G. K., Stanley, S. M., Ragan, E. P., & Whitton, S. W. (2010). The
premarital Communication roots of marital Distress and divorce: the first Years of
marriage.J Fam Psychol, 24(3), 289-298.Doi:10.1037/a0019481.

McCullough, M.E., Emmons, R.A., & Tsang, J.A. (2002). The grateful Disposition: a
conceptual and Empirical topography. Journal of Personality and social psycology,
82(1), 112-127.
Mubarok, A. (2016). Psikologi keluarga. Jawa Timur: Madani.

Mutia, E., Subandi., & Mulyati, R. (2010). Terapi kognitif perilaku bersyukur untuk
menurunkan depresi pada remaja. Jurnal intervensi psikologi, 2(1), 53-68.

Nisfannoor, M., & Yulianti, E. (2005). Perbandingan perilaku agresif antara remaja yang
berasal dari keluarga bercerai dengan keluarga utuh. Jurnal Psikologi, 3(1), 1-18.

Nur’aeni, M., & Dwiyanti, R. (2009). Dinamika psikologis perempuan yang bercerai (studi
tentang penyebab dan status janda pada kasus perceraian di Purwokerto. Psycho idea,
7(1), 11-21.

Olson, D., DeFrain, J., & Skogrand, L. (2010). Marriages and Families Intimacy, Diversity,
and Strengths (7th Edition). Boston: McGraw Hill.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (perkembangan
manusia), Ed. 10. Penerjemah: Brian Marwensday. Jakarta: Salemba Humanika.

Patnani, M. (2012). Kebahagiaan pada perempuan. Jurnal Psikogenesis, 1(1), 5664.

Priyatno, D. (2011). Buku Saku SPSS; Analisis statistik data, lebih cepat, efesien, dan akurat.
Yogyakarta: MediaKom.Puspitasari,

T., & Nasfiannor, M. (2005). Komitmen beragaman dan subjective well-being. Journal
Phronesis,7. 73-93.

Putra, J. S. (2014). Syukur: sebuah konsep psikologi indigenous islami. Jurnal Soul, 7(2), 35-
44.

Ramzan, N. & Rana, S.A. (2014). Expression of gratitude and subjective well-being among
university teachers. Middle-East Journal of Scientific Research, 21(5): 756-762.

Rohma, N. H. (2013). Hubungan antara kepuasan hidup remaja dengan bersyukur pada siswa
SMAIT Abu Bakar boarding school Yogyakarta. Empathy Jurnal Fakultas Psikologi,
2(1), 1-16.

Rostiana., & Koesma, R.E. (2009). Kajian awal tentang makna Kebahagian: arti ciri dan cara
Pencapaian kebahagiaan dalam Konteks budaya islam dan Kristen Di Jakarta. Jurnal
Psikologi, 24(2), 24-33.
Sari, K. (2012). Forgiveness pada istri sebagai upaya untuk mengembalikan keutuhan rumah
tangga akibat perselingkuhan. Jurnal Psikologi Undip, 11(1), 50-58.

Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Happiness: using the new positive Psychology to realize
your Potential for lasting fulfillment. New York: The Free Press.
REVIEW JURNAL
Judul Kebahagiaan (Happiness) Siswa yang Berasal dari Keluarga Ibu Single
Parent
Penulis Hanifah Pratiwi¹, Riska Ahmad²
¹²Universitas Negeri Padang
e-mail: hanifahpratiwibuklulu98@gmail.com
Jurnal Jurnal Neo Konseling

Volume/ISSN Volume 2 Number 3 2020/ISSN: Print 2657-0556 – Online 2657-0564

Reviewer Galih Syifa Haula (20.01.061.070)

Pendahuluan Fase remaja ialah segmen perkembangan individu yang sabgat penting,
yaitu diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga
mampu bereproduksi. Rentangan kehidupan remaja wanita berada pada
umur 13 – 15 tahun dan berakhir pada umur 18 – 21 tahun, sedangkan
rentangan kehidupan remaja pria berada pada umur 15-17 tahun dan
berakhir pada umur 19-22 tahun. Pada masa remaja akan timbul berbagai
jenis kebutuhan dan emosi. Dalam masa ini remaja akan mengalami
berbagai perasaan yang tidak menentu, cemas, bingung, juga berkecamuk
harapan, tantangan, kesenangan dan kesengsaraan (Sihotang, Yusuf, &
Daharnis, 2016). Adapun permasalahan yang dialami oleh remaja biasanya
yang berhubungan dengan karakteristik diri masing-masing. Pada ini
remaja memiliki berbagai macam kebutuhan terutama kebutuhan yang
berkaitan dengan tugas perkembangan remaja. Salah satu kebutuhan yang
diinginkan remaja adalah kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan
kebahagiaan.
Kebahagiaan berarti sebuah perasaan ketenangan dan ketentraman yang
dirasakan seseorang tanpa adanya paksaan dari orang lain. Kebahagiaan
menurut Aristoteles ialah suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang
menurut kehendaknya masing-masing (Islami, 2015). Selanjutnya
(Hurlock, 1994) kebahagiaan timbul dari pemenuhan atau harapan, dan
merupakan penyebab atau sarana untuk menikmati. Kebahagiaan dapat
diraih apabila kebutuhan serta harapan dapat diraih. Melalui pemenuhan
kebutuhan tersebut individu akan mendapatkan kepuasan sebagai tanda
kebahagiaan. Kepuasan yang dirasakan membuat individu dapat menikmati
kehidupannya dengan tenang dan damai. Senada dengan itu (Setiadi, 2016)
kebahagiaan adalah tujuan akhir dari segala aktivitas, segala daya upaya
dan perjuangan dalam hidup ini. Sedangkan Veenhoven (Matheos, 2017)
mengungkapkan kebahagiaan sebagai kepuasan hidup yang menyeluruh
dan derajat kualitas kehidupan yang menyenangkan bagi setiap individu
serta afek positif lebih mendominasi dari afek negatif. Kebahagiaan akan
membuat seseorang merasa nyaman dan senang, membuat seseorang
tersenyum, tertawa, dan menciptakan keceriaan. Pendapat lain tentang
kebahagiaan menurut (Carr, 2011)happiness dan subjective well-being
menunjukkan pada perasaan positif, yaitu sebagai peranan untuk sebuah
kebahagiaan atau ketenangan maupun keadaan positif lainnya seperti ikut
serta dalam kegiatan yang mengalir atau terlarut di dalamnya. Sejalan
dengan itu (Patnani, 2012)kebahagiaan merupakan hal yang sangat penting
sehingga upaya untuk mencapai kebahagiaan menjadi fokus perhatian dan
tujuan dari manusia sepanjang waktu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kebahagiaan adalah kesenangan dan ketentraman hidup secara lahir dan
bathin yang diraih melalui kepuasan pemenuhan kebutuhan dan harapan
dalam hidup.Untuk mewujudkan kebahagiaan remaja tersebut tidak akan
terlepas dari peran keluarga. Keluarga yang tidak dilandasi dengan cinta,
kasih sayang dan keharmonisan keluarga akan cenderung bermasalah
dalam keluarganya sehingga terjadilah istilah single parent (orangtua
tunggal). Single parent merupakan orangtua tunggal yang membesarkan
anaknya sendiri. Menurut Yusuf (Rohmah, 2017) keluarga single parent
terdiri dari ayah dan ibu yang bertanggung jawab mengurus anak setelah
perceraian, kematian atau kelahiran anak diluar nikah. Ada dua macam
single parent yaitu Single parent mother (orangtua tunggal ibu) dan single
parent father (orangtua tunggal ayah). Remaja yang memiliki orang tua
lengkap dengan orang tua tunggal tentu berbeda. Dalam penelitian ini
difokuskan kepada Remaja yang berasal dari keluarga ibu single parent.
Ibu single parent dituntut untuk menjalankan beberapa peran untuk
mempertahankan kelangsungan Hidup keluarganya. Ibu single Parent
memiliki kecenderungan tidak konsisten dalam menegakkan kedisiplinan
terhadap anaknya . Tentu Saja hal ini yang berat bagi seorang ibu single
parent semua tanggung jawab kepala keluarga Berpindah kepada ibu single
parent.

Tujuan Untuk mendeskripsikan bagaimana kebahagiaan siswa yang berasal dari


keluarga ibu single parentdi SMPN 15 Padang.

Metode 1. Jenis penelitian : Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan


penelitian pendekatan deskriptif
2. Subjek : Siswa SMP Negeri 15 Padang sebanyak 51 siswa yang
berasal dari keluarga ibu single parent
3. Instrumen : Instrumen penelitian ini adalah angket kebahagiaan.
Data diolah menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan
teknik persentase.
Hasil Kebahagiaan (happiness)siswa yang berasal dari keluarga ibu single parent
penelitian di SMP Negeri 15 Padang berada pada kategori sangat bahagia sebanyak 17
orang dengan persentasi (33.3%), kategori bahagia sebanyak 25 orang
dengan persentase (49%), kategori cukup bahagia sebanyak (17.6%),
sedangkan kategori kurang bahagiadankategori tidak bahagia (0%). Hal ini
menggambarkan kebahagiaan (happiness) siswa yang berasal dari keluarga
ibu single parent di SMP Negeri 15 Padang umumnya berada pada kategori
bahagia.
Pembahasan A. Aspek Sikap Penerima
Kebahagiaan (happiness)siswa yang berasal dari keluarga ibu single
parent di SMPN 15 Padang ditinjau dari aspek sikap menerima yaitu
kategori sangat bahagia sebanyak 13 persentase (25.5%),kategori
bahagia Sebanyak 33 orang dengan persentase (64.7%),kategori
cukup bahagia sebanyak 5 orang dengan persentase (9.8%),
sedangkan pada kategori kurang bahagia dan kategori tidak bahagia
dengan persentase (0%).
Hal ini menggambarkan bahwa kebahagiaan siswa yang berasal dari
Keluarga ibu single parent pada aspek sikap menerima berada pada
kategori bahagia. penerimaan diri merupakan komponen untuk
bahagia yaitu ketika seseorang tidak menerima dirinya atau ketika
seseorang tersebut secara serius merendahkan dirinya sendiri atau
memiliki citra diri yang buruk , mereka akan merusak fungsi normal
mereka dan membuat diri mereka sengsara dalam banyak cara yang
signifikan (Bernard, 2014).
B. Aspek Kasih Sayang
Kebahagiaan siswa yang berasal dari keluarga ibu Single parent, dari
aspek kasih sayang secara umum berada pada kategori sangat
bahagia sebanyak 15 orang dengan persentase (29.4%), kategori
bahagia sebanyak 26 orang dengan persentase (51%),kategori cukup
bahagia sebanyak 10 orang dengan persentase (19.6%), sedangkan
pada Kategori kurang bahagia dan kategori tidak bahagia dengan
persentase (0%).
Hal ini Menggambarkan bahwa kebahagiaan siswa yang berasal dari
keluarga ibu single parent, umumnya Berada pada kategori bahagia.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Maharani (2015) kasih sayang
merupakan hal yang normal yang dialami manusia. Kasih sayang
muncul dari sikap penerimaan orang lain terhadap diri sendiri.
Semakin diterima baik oleh orang lain, maka semakin banyak kasih
sayang yang diharapkan. Dengan semakin banyak kasih sayang yang
dirasakan, maka semakin banyak pula kebahagiaan yang dialami
individu. Kasih sayang berkaitan dengan pola asuh orang tua, dimana
Hal ini dijelaskan oleh Yusuf (dalam Olva, Ibrahim, & Marjohan,
2014) pola asuh orang tua sebagai sikap orang tua dalam berinteraksi
dengan anak-anaknya diataranya meliputi cara Orang tua
memberikan aturan-aturan, hadiah dan cara orang tua menunjukkan
perhatian dan Kasih sayang sehingga menumbuhkan rasa aman dan
nyaman bagi anak.
C. Aspek Prestasi
kebahagiaan siswa yang berasal dari keluarga ibu Single parent, dari
aspek prestasi secara umum berada pada kategori sangat bahagia
sebanyak 24 Orang dengan persentase (47.1%),kategori bahagia
sebanyak 18 orang dengan persentase (35.3%),kategori cukup
bahagia sebanyak 7 orang dengan persentas (13.7%),kategori kurang
Bahagia sebanyak 2 orang dengan persentase (3.9%) sedangkan pada
kategori tidak bahagia dengan persentase (0%). Hal ini
menggambarkan bahwa kebahagiaan siswa yang berasal dari
Keluarga ibu single parent, umumnya berada pada kategori sangat
bahagia. (Barseli, Ahmad, & Ifdil, 2018) disebutkan bahwa prestasi
merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa Setelah
melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu dan
mengalami berbagai Perubahan pada aspek sikap dan nilai yaitu
penerimaan diri, penanggapan, pengorganisasian, Dan karakteristik
nilai.
Kesimpulan 1. Kebahagiaan siswa yang berasal dari keluarga ibu single parent di
SMPN 15 Padang ditinjau dari aspek sikap menerima pada
umumnya berada pada kategori bahagia dengan persentase 64.7%.
2. Kebahagiaan siswa yang berasal dari keluarga ibu single parent di
SMPN 15 Padang ditinjau dari aspek kasih sayang pada umumnya
berada pada kategori bahagia dengan persentase 51%.
3. Kebahagiaan siswa yang berasal dari keluarga ibu single parent di
SMPN 15 Padang ditinjau dari aspek prestasi pada umumnya
berada pada kategori bahagia dengan persentase 47.1%.

Referensi
Afriani, F., & Alizamar, A. (2019). Peningkatan Asertivitas Siswa yang Diasuh oleh Ibu single
Parent melalui Bimbingan Kelompok. Jurnal Neo Konseling, 1(2).

Ahmad, R. (2013). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Padang: UNP Press.

Andani, M., Sano, A., & Sukmawati, I. (2017). Hubungan antara Kualitas Komunikasi
Orangtua terhadap Anak dengan Happiness Remaja. Universitas Negeri Padang.

Ardi, Z., Ibrahim, Y., & Said, A. (2012). Capaian Tugas Perkembangan Sosial Siswa dengan
Kelompok Teman Sebaya dan Implikasinya terhadap Program Pelayanan Bimbingan
dan Konseling. Konselor, 1(2).

Badi‟ah, A., Mendri, N. K., Nugroho, H. S. W., & Handayani, W. (2020). The Effect of
Parenting on The Language Development of Autistic Children. Proceeding
International Conference on Science and Engineering, 3, 509–515.

Barseli, M., Ahmad, R., & Ifdil, I. (2018). Hubungan stres akademik siswa dengan hasil belajar.
Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(1), 40–47.

Bernard, M. E. (2014). The strength of self-acceptance: Theory, practice and research.


Springer.

Carr, A. (2011). Positive psychology: The science of happiness and human strengths.
Routledge.

Dalimunthe, R. Z., Marjohan, M., & Syahniar, S. (2016). Kontribusi Pengasuhan Orangtua dan
Self Esteem terhadap Perilaku Bullying. Konselor, 3(4), 158–167.

Don Ozzy, R. (2017). GAMBARAN KEBAHAGIAAN ANAK-ANAK ASUH DI PANTI ASUHAN


KOTA PADANG. Universitas Andalas.

Hadi, M. F. Z., Yusuf, A. M., & Syahniar, S. (2013). Pemahaman Konselor Sekolah tentang
Tugas Perkembangan Siswa dan Layanan yang Diberikan. Konselor, 2(1).

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi perkembangan: suatu pendidikan sepanjang rentang


kehidupan. Jakarta: Erlangga, Terjemahan Oleh Istiwidayanti & Soejarwo.

Islami, F. (2015). Konsep Kebahagiaan Menurut Imam Al-Ghazali. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau.
Karneli, Y., Firman, F., & Netrawati, N. (2018). Upaya Guru BK/Konselor untuk menurunkan
perilaku agresif siswa dengan menggunakan konseling kreatif dalam bingkai
modifikasi kognitif perilaku. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 18(2), 113–118.

Lisa Mardian, N., Firman, & Indah, S. (2016). Efektivitas Layanan Informasi dengan
Pendekatan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa.
Konselo: Jurnal Ilmiah Konseling, 2(1), 1–10.

Matheos, M. O. (2017). Faktor-Faktor Determinan Kebahagiaan Kerja Karyawan (Studi Kasus


Pada PT. Bank Bukopin Tbk. Cabang Manado. Jurnal Riset Bisnis Dan Manajemen,
5(4).

Oetami, P., & Yuniarti, K. W. (2011). Orientasi Kebahagiaan Siswa SMA, Tinjauan
Psikologiindigenous Pada Siswa Laki-laki dan Perempuan. Humanitas: Jurnal
Psikologi Indonesia, 8(2), 105–114.

Olva, H., Ibrahim, Y., & Marjohan, M. (2014). Hubungan self-esteem dengan motivasi belajar
remaja Panti asuhan, Aisyiyah Daerah Cabang Lubuk Bagalung Padang. Jurnal
Konseling Dan Pendidikan, 2(2), 14–18.

Patnani, M. (2012). Kebahagiaan pada perempuan. Jurnal Psikogenesis, 1(1), 56–64.

Prayitno, E. A. (2009). Dasar-dasar dan Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Prayitno, E. A., & Amti, E. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.

Rafi, M., & Netrawati, N. (2019). Happiness Of Adolescent Social Orphanage Children Tri
Murni Padang Panjang. Jurnal Neo Konseling, 1(4).

Rohmah, N. (2017). Strategi coping single mother terhadap kenakalan anak di Desa Kajar
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. UIN Walisongo.

Sari, A. P., Ilyas, A., & Ifdil, I. (2017). Tingkat Kecanduan Internet pada Remaja Awal. JPPI
(Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 3(2), 110–117.

Setiadi, I. (2016). Psikologi positif: Pendekatan saintifik menuju kebahagiaan. Gramedia


Pustaka Utama.

Sihotang, N., Yusuf, A. M., & Daharnis, D. (2016). Pengaruh layanan bimbingan kelompok
terhadap Pencapaian tugas perkembangan remaja awal dalam aspek kemandirian
emosional (Studi eksperimen di SMP Frater Padang). Konselor, 2(4), 186–192.
Yendi, F. M., Ardi, Z., & Ifdil. (2014). Counseling Services for Women in Marriage Age.
Jurnal Konseling dan Pendidikan, 2 nomor 3, 31–36.
Yulidar, Y., & Khairani, K. (2018). Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa dan Peran Konselor
Sekolah. International Conferences on Educational, Social Sciences and Technology.
Fakultas Ilmu Pendidikan UNP
REVIEW JURNAL
Judul FLOURISHING PADA PELUKIS DISABILITAS FISIK YANG
TERGABUNG DALAM AMFPA
Penulis Defri Harianto Natan¹, Wahyuni Kristinawati².
¹²Program Studi S1 Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana

e-mail: defri.harianto.natan@gmail.com
Jurnal Kritis. Jurnal studi pembangunan Interdisiplin

Volume/ISSN KRITIS, Vol. XXX No. 1, 2021: 35-51

Reviewer Galih Syifa Haula (20.01.061.070)

Pendahuluan Penyandang disabilitas fisik cenderung merasa tidak nyaman dengan kondisi
fisiknya dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari sehingga dapat
membatasi kehidupan sosialnya (Bickenbach et al., 2017). Selain itu, mereka
cenderung apatis, malu, sensitif, dan kadang-kadang bersikap egois pada
lingkungannya sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam berinteraksi
dengan orang lain (Karyanta, 2013). Namun, bagi sebagian penyandang
disabilitas fisik, keterbatasan fisik tidak membuat mereka malu dengan
keadaannya fisiknya (Perdana et al., 2015), melainkan tetap memiliki
motivasi untuk berprestasi (Nurnaini, 2014), mampu memenuhi kebutuhan
ekonomi dan mengembangkan kemampuan sosialnya. Seorang penyandang
disabilitas fisik yang terlahir dengan kaki kiri yang pendek dan tanpa kedua
tangan mampu menunjukkan prestasi melalui seni lukis dan juga mendirikan
sebuah galeri lukisan sehingga mampu menunjang kebutuhan ekonomi
keluarnya. Ia tidak menyerah dengan keadaan dan memilih untuk menjalani
kehidupan secara positif (Susanto, 2017). Dalam kajian Psikologi Positif,
seseorang yang menjalani hidup secara positif akan menciptakan
pengalaman psikologis yang positif pula atau yang disebut dengan
flourishing (Seligman, 2011)
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan flourishing pada pelukis
disabilitas fisik yang tergabung dalam AMFPA. Selanjutnya, hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberi perspektif baru bagi masyarakat luas dalam
memandang dan memperlakukan para penyandang disabilitas fisik dengan
proporsional.
Metode 1. Jenis penelitian : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
penelitian dengan pendekatan fenomenologis yang tujuannya untuk
menangkap sedekat mungkin bagaimana fenomena yang dialami
oleh partisipan.
2. Subjek : Pelukis Disabilitas Fisik yang Tergabung dalam AMFPA
3. Instrumen : Data penelitian diperoleh dengan menggunakan metode
wawancara melalui sambungan telepon dan observasi.
Hasil 1. Konsep diri positif dan Dukungan Sosial
penelitian
Sikap yang ditunjukkan oleh para partisipan di atas menggambarkan
bahwa mereka telah mampu menerima kondisi fisiknya.
2. Hubungan sosial dan akses pasar
Para partisipan memiliki sikap yang berbeda-beda ketika berinteraksi
dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan temuan Faruqi dan Pratisti
bahwa penyandang disabilitas fisik cenderung kurang mampu
mengembangkan positive relationships dengan orang lain (Faruqi et
al., 2018).
3. Aktualisasi dan Modal budaya
Bagi penyandang disabilitas fisik, memiliki kepercayaan diri dan
kemandirian merupakan hal yang sulit (Faruqi et al., 2018). Namun,
hal berbeda ditunjukkan para partisipan di mana mereka mampu
mengembangkan kepercayaan diri dan kemandiriannya, hal ini juga
tidak terlepas dari penerimaan dan dukungan orang tua maupun
keluarga selama ini sehingga mereka mampu meraih tujuan.
4. Proses Berkarya dan Kebutuhan Ekonomi
Ketika melukis, para partisipan menghabiskan waktu yang berbeda
berbeda. Selain itu, mereka juga memiliki pengalaman berbeda-
beda dalam proses melukis. Penelitian ini menemukan bahwa
engagement di mana seseorang Larut dan melebur dalam
aktivitasnya sehingga cenderung menghabiskan waktu Lebih lama
dalam aktivitas tersebut (Seligman, 2011). Hal ini Merupakan
proses penting bagi partisipan untuk mengembangkan hasil
karyanya Yang berkualitas (Abidin et al., 2015).
Dalam menunjang profesi dan menghidupi keluarga, para partisipan
tidak Memisahkan proses berkarya dengan selera dan kebutuhan
pasar. Hal ini sesuai dengan temuan dari penelitian Cahyana, bahwa
dalam menghasilkan karya lukis, pelukis memerlukan dukungan
Finansial dengan memenuhi kebutuhan pasar (Cahyana, 2016).
Pembahasan Dukungan dari orang tua dan keluarga (positive relationships) memberikan
kekuatan bagi para partisipan dalam menjalani kehidupannya, mereka tidak
memandang negatif kondisi fisiknya sehingga percaya diri dalam
mengaktualisasi diri (positive emotion) untuk menciptakan makna dan
mengembangkan kapasitas yang mereka miliki sebagai pelukis.
Keterampilan dan peningkatan kapasitas merupakan bagian dari modal
budaya di mana para partisipan menyerap hal-hal yang diperlukan dari
lingkungan sekitarnya di mana ia tinggal. Modal budaya yang dimiliki
dapat memberikan kemampuan bagi partisipan dalam mencapai tujuannya
(accomplishment), antara lain meningkatkannya kualitas lukisan dan
strategi pemasarannya yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
kepercayaan bagi calon pembeli. Kepercayaan yang terbagun antara
pelukis dan calon pembeli tetap dipelihara oleh para partisipan sehingga
mampu menciptakan positive relationships. Positive relationships
merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan bagi para partisipan
dalam memasarkan hasil karyanya kepada orang lain. Dalam proses
berkarya, hal ini dapat menunjang kebutuhan ekonomi para partisipan. Para
partisipan memiliki cara yang berbeda-beda dalam menikmati dan
memaknai (meaning) aktivitas melukisnya dan hanya satu dari tiga
partisipan yang dapat mengalami pengalaman engagement yaitu perasaan
larut dan tenggelam ke dalam aktivitas yang sedang dikerjakan.
Kesimpulan Perkembangan flourishing dapat dimulai dari penerimaan dan dukungan dari
orang tua sejak kecil yang kemudian berdampak pada cara para partisipan
membentuk konsep diri positif (positive emotion), positive relationships dan
kemampuan untuk mengaktualisasi diri (accomplishment), hingga akhirnya
mampu mengembangkan unsur flourishing lainnya yaitu engagement.
Kemudian, mereka mampu mengembangkan modal budaya dan modal
sosial dalam menunjang kebutuhan ekonomi profesinya. Sedangkan,
perlakuan yang kurang baik dari lingkungan memberikan dampak yang
kurang baik pada kualitas hubungan sosial mereka. Sementara dalam proses
berkarya dan mengaktualisasi diri, para partisipan mencoba memaknai
(meaning) apa yang mereka kerjakan. Selanjutnya, standar pencapaian yang
mereka miliki berbeda antara satu dengan yang lain, begitu pula bagaimana
mereka mengalami flourishing. Namun, hal ini tidak mengatakan bahwa satu
partisipan memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding yang lain karena
pengalaman subjektif masing-masing orang juga berbeda.

Referensi
Abidin, Z., & Masykur, A. M. (2015). Pengalaman Psikologis Pelukis Kaki: Studi Kualitatif
Fenomenologi pada Association of Mouth and Foot Painting Artist di Indonesia. Jurnal
Empati, 4(1), pp. 213-218.

Anggisari, I. (2018). Aktualisasi Diri Ditinjau dari Kuatnya Stimulan pada Penyandang
Disabilitas Dewasa. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta.

Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada Penelitian


Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(1), pp. 46-62.

Bickenbach, J., Rubinelli, S., & Stucki, G. (2017). Being a Person with Disabilities or
Experiencing Disability: Two Perspectives on the Social Response to Disability. J
Rehabil Med, 49(7), pp. 543-549.

Cahyana, A. (2016). Pengaruh Aspek Estetika Ekonomi terhadap Perkembangan Teknik Dan
Tema Lukisan: Pemandangan di Desa Jelekong. Bandung: Indonesian Art and Culture
Institute, pp.102-109.

D’raven, L. L., & Pasha-Zaidi, N. (2016). Using the PERMA Model in the United Arab
Emirates. Social indicators research, 125(3), pp. 905-933.

Darwadi, S. H. (2020). Sosiologi: Masalah Sosial di Masyarakat. Pahamify, [online] p.1.


Available at: https://pahamify.com/blog/sosiologi-masalah-sosial-di-masyarakatf/.
[Accessed 08 Juni 2021].

Diedericks, E., & Rothmann, S. (2013). Flourishing of Information Technology


Professionals: The Role of Work Engagement and Job Satisfaction. Journal of
Psychology in Africa, 23(2), pp. 225-233.
Duffy, K. G., & Wong, F. Y. (2000). Community Psychology (2nd ed.). Boston: Pearson
Education.

Emira, E. & Sari, H. (2018). Konsep Diri Remaja Penyandang Disabilitas. JIM FKEP, 3(3),
pp. 1-10.
Faruqi, H., & Pratisti, W. D. (2018). Psychological Well-Being pada Atlet Difabel. Doctoral
dissertation. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Janse van Rensburg, C., Rothmann, S., & Diedericks, E. (2017). Supervisor Support,
Flourishing, and Intention to Leave in a Higher Education Setting. Journal of
Psychology in Africa, 27(5), pp. 412-419.

Jarmitia, S., Sulistyani, A., Yulandari, N., Tatar, F. M., Santoso, H. (2016). Hubungan antara
Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri pada Penyandang Disabilitas Fisik di
SLB Kota Banda Aceh. Jurnal Psikoislamedia, 1(1), pp. 61-69.

Karyanta, N. A. (2013). Self-esteem pada penyandang tuna daksa. Skripsi yang tidak
Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Keyes, C. L. M. (2002). The Mental health continuum: From languishing to flourishing in


Life. Journal of Health and Social Research, 43(1), pp. 207–222.

Nilawaty, C. (2019). Survei penyandang disabilitas 2020 pakai metode baru, apa Itu?.Tempo,
[online] p.1. Available at: https://difabel.tempo.co/read/1237348/survei-penyandang-
disabilitas-2020-pakai-metode-baru-apa-itu/full&view=ok [Accessed 19 Feb. 2020].

Nurnaini, K. (2014). Motivasi Berprestasi Mahasiswa Penyandang Tunadaksa. Skripsi yang


Tidak Dipublikasikan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Perdana, G. K. A., & Dewi, K. S. (2015). Kebahagiaan pada Ibu yang Memiliki Anak
Difabel. Empati, 4(4), pp. 66-72.

Prabawa, T. S. & Singgalen, Y. A. (2016). Bisnis Seni Kerajinan Perak: Pemanfaatan Modal
Dalam Dinamika Berwirausaha. Kritis, 25(1), pp. 71-96.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (2020) Undang-undang Republik


Indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Diunduh Dari
http://puslit.kemsos.go.id/detail-peraturan/4/undang-undang-republik-indonesia-
nomor-8-tahun-2016-tentang-penyandangdisabilitas#sthash.WQEmc7ig.dpbs.

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skill for Overcoming
Life’s Inevitable Obstacle. New York: Broadway Books.

Sayyidah, A. N. (2015). Dinamika Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas di Tempat


Magang Kerja: Studi Deskriptif di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas
(BRTPD) Yogyakarta. Inklusi, 2(1), pp. 63-86.

Schaufeli, W. B., Bakker, A. B., & Salnova, M. (2006). The Measurement of Work
Engagement with a Short Questionnaire: A Cross-National Study. Educational and
Psychological Measurement, 66(4), pp. 701–716.

Seligman, M. E. P. (2011). Flourish: A Visionary New Understanding of Happiness and


Well-Being. New York, NY: Simon & Schuster.

Sholihah, I. (2016). Kebijakan Baru: Jaminan Pemenuhan Hak bagi Penyandang


Disabilitas. Sosio Informa, 2(2), pp. 166- 184.

Smart, A. (2012). Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati.

Smith, A. S. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.Sosiologis. (2018). Hubungan Sosial: Pengertian dan Bentuknya.
[online] Available at: http://sosiologis.com/hubungan-sosial. [Accessed 8 Jun. 2021].

Susanto, E. (2017). Membuka Semangat Pagi bersama Sabar Subadri, Pelukis dengan Kaki.
Detik, [online] p.1. Available at: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-
3688647/membuka-semangat-pagi-bersama-sabar-subadri-pelukis-dengan-kaki
[Accessed 19 Feb. 2020].

United Nation. (2015). Reduce Inequality within and Among Countries. [online] Available
At: https://sdgs.un.org/goals/goal10. [Accessed 05 Feb. 2020].

United Nation. (2015). Sustainable Development Goals (SDGs) and Disability. [online]
Available at: https://www.un.org/development/desa/disabilities/aboutus/sustainable-
development-goals-sdgs-and-disability.html. [Accessed 10 Jun. 2021].

Van Zyl, L. E., & Rothmann, S. (2012). Flourishing of Students in a Tertiary Education
Institution in South Africa. Journal of Psychology in Africa, 22(4), pp. 593-599.

Virlia, S., & Wijaya, A. (2015). Penerimaan Diri pada Penyandang Tunadaksa. In Seminar
Psikologi dan Kemanusiaan Psychology Forum UMM (pp. 372-377).

Winarno, W., & Aryanto, H. (2016). Upaya Meningkatkan Kemampuan Kepekaan Artistik
Mahasiswa Pendidikan Seni Rupa UNESA Angkatan 2013 dengan Cara Melukis
Menggunakan Media Cat Air dan Lilin. Jurnal Dimensi Seni Rupa dan Desain, 13(1),
pp. 77-92.

World Bank. (2020). Disability Inclusion Overview. [online] Available at:


https://www.worldbank.org/en/topic/disability. [Accessed 05 Feb. 2020].
World Health Organization. (2020). Disability. [online] Available at:
https://www.who.int/news-room/facts-in-pictures/detail/disabilities. [Accessed 05
Feb. 2020].

Anda mungkin juga menyukai