Anda di halaman 1dari 5

Ananda Wibowo

2019021008

1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012


TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON
THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN
ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK
MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA)
Pasal 5 ayat 1
Perubahan ayat (1) dari Pasal 5 itu dimaksudkan untuk meneguhkan kedudukan dan
peranan DPR sebagai lembaga legislatif yang memegang kekuasaan legislatif
(membentuk undang-undang) sebagaimana tercantum pada Pasal 20 ayat (1) hasil
Perubahan Pertama, dan Presiden yang memegang kekuasaan ekse-kutif (menjalankan
undang-undang) tetap diberi hak untuk mengajukan rancangan undang-undang (RUU)
kepada DPR [Pasal 5 ayat (1) hasil Perubahan Pertama].
Pasal 11
Sebelum diubah, ketentuan mengenai kekuasaan Presiden membuat perjanjian
internasional tercantum Pasal 11 tanpa ayat, setelah perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi satu pasal, yaitu Pasal 11 dengan tiga
ayat, yaitu ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pada Perubahan Ketiga (tahun 2001)
diputuskan ayat (2) dan (3), sedangkan ayat (1) yang merupakan Pasal 11 (lama)
diputuskan pada Perubahan Keempat (tahun 2002) dengan mengubah penomoran, yakni,
semula Pasal 11 menjadi Pasal 11 ayat (1). Rumusan perubahan sebagai berikut.
Pasal 20
Kekuasaan DPR membentuk undang-undang. Sebelum diubah, ketentuan yang mengatur
kekuasaan DPR dalam membentuk undang-undang terdiri dari 1 (satu) pasal, yaitu Pasal
20 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2). Setelah diubah, ketentuan itu tetap diatur
dalam satu pasal tetapi dengan lima ayat, yaitu Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5). Pada Perubahan Pertama (tahun 1999) diputuskan ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4). Adapun ayat (5) diputuskan pada Perubahan Kedua (tahun 2000),
dengan rumusan perubahan sebagai berikut.
Pasal 28B
Penambahan rumusan HAM serta jaminan peng-hormatan, perlindungan, pelaksanaan,
dan pemajuannya ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Indonesia bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi
perkembangan pandangan mengenai HAM yang makin menganggap penting HAM
sebagai isu global, melainkan karena hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum.
HAM sering dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat peradaban,
tingkat demokrasi, dan tingkat kema-juan suatu negara. Rumusan HAM yang telah ada
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilengkapi
dengan memasukkan pandangan mengenai HAM yang berkembang sampai saat ini.

2. NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL


COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL
TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)
Pasal 27 ayat 1
Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Kesimpulan dari
isi Pasal 27 UUD 1945 pada ayat 1  menjelaskan bahwa warga negara yang tinggal
diwilayah negara Indonesia wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku dan tidak
menghakimi suatu permasalahan sendiri.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menge-luarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.(2) Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesem-patan yang sama dalam
pemerintahan.(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keper-cayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.(2) Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.

Kesimpulan
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16
Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Instrumen internasional pada
dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang menjamin
persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa
Indonesia untuk secara terus-menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005
TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC,
SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG
HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Pasal 1
menyatakan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negaranegara yang bertanggung jawab
atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian,
untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting
pada waktu disahkannya Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak
wilayah jajahan.
Pasal 4
menetapkan bahwa negara pihak hanya boleh mengenakan pembatasan atas hak-hak
melalui penetapan dalam hukum, sejauh hal itu sesuai dengan sifat hak-hak tersebut dan
semata-mata untuk maksud memajukan kesejahteraan umum dalam masyarakat
demokratis.
Pasal 5
menyatakan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat
ditafsirkan sebagai memberi hak kepada negara, kelompok, atau seseorang untuk
melibatkan diri dalam kegiatan atau melakukan tindakan yang bertujuan menghancurkan
hak atau kebebasan mana pun yang diakui dalam Kovenan ini atau membatasinya lebih
daripada yang ditetapkan dalam Kovenan ini. Pasal ini juga melarang dilakukannya
pembatasan atau penyimpangan HAM mendasar yang diakui atau yang berlaku di negara
pihak berdasarkan hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan dalih bahwa
Kovenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi secara lebih sempit.

Pasal 6 sampai dengan pasal 15 mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi,
sosial, dan budaya, yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja
yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh
(Pasal 8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas
perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda
(Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati
standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas
9 pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya
(PasaI1).
Kesimpulan
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati, menghargai, dan
menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi
Universal Hak-hak Asasi Manusia.  Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam
sidangnya tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya) bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c
pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat Negara Republik Indonesia sebagai
negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin
persamaan kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa
Indonesia untuk secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Anda mungkin juga menyukai