Makalah Mayor Evan S Syndrome
Makalah Mayor Evan S Syndrome
Oleh:
Diatri Nariratih 160112100507
Alda Arifialda 160112100509
Farah Aslamiyah 160112100513
Irma Fitriasari 160112100515
Printzdhan W.R 160112100516
M. Adri Nurrahim 160110070071
Marsya Ayu. O 160110070076
Marini Sundari 160110070081
Pembimbing:
Tenni Setiani, drg., Sp. PM., M. Kes
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
ANAMNESIS
Keluhan utama : Panas badan
Anamnesa khusus :
Sejak 4 bulan SMRS penderita mengeluh panas badan yang dirasakan terus menerus
tidak terlalu tinggi. Keluhan disertai dengan mual-mual kadang di sertai muntah berupa sisa
makanan tidak disertai darah dan tidak berwarna. Ada keluhan nyeri ulu hati yang tidak
menjalar. Ada penurunan nafsu makan. Ada penurunan berat badan yang lebih dari 10 kg
dalam 4 bulan. Ada keluhan keringat malam. Ada keluhan rambut rontok, pipi kemerahan
bila terkena sinar matahari. Ada keluhan nyeri-nyeri sendi dan riwayat bengkak di sendi
tangan. Ada keluhan perdarahan gusi dan hidung dalam 20 tahun terakhir dan karena keluhan
tersebut pasien dibawa ke rumah sakit Ciamis dan didiagnosa memiliki kelainan darah serta
mendapatkan transfusi darah 6 labu. Ada keluhan timbulnya bercak putih dimulut yang
makin bertambah banyak dikatakan jamur dimana penderita sudah mengobatinya dengan
nistatin. Penderita dirujuk dari RS Ciamis dengan diagnosis ITP dan leukemia.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mm Hg
Nadi : 112x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit
Suhu : 36,4 0C
Keadaan Gizi : Cukup
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Konjungtiva anemis, skelera tidak ikterik, pernapasan cuping hidung (-),
sianosis perioral (-), oral candisiasis (+)
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak teraba
Thorax : Bentuk dan gerak simetris, Retraksi (-), BPH ICS V kanan, peranjakan 2cm.
Cor : Letus cordis tidak terlihat, teraba di ICS V 1 cm lateral LMCS tidak kuat
angkat, batas kanan linea sternalis dekstra, kiri ICS V 2 cm lateral linea
midklavikularis sinistra. batas atas intercostal space III kiri. Bunyi jantung
S1 S2 normal, S3, S4 normal, murmur (-).
Pulmo : Vokal premitus kiri-kanan, sonor, vesikular breath sound kiri-kanan, Ronki
-/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, venektasi (-), lembut, hepar tak teraba, lien tak teraba, ruang traube
kosong, nyeri tekan epigastrum (-), pekak samping (+), pekak pindah (+),
bising usus (+) normal
Ekstrimitas : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-, D-, O- P+, A+, M-, I-, N-, R-, A?, S+,
H+
Gambar 1.1 Pasien tampak lemah, mata dan bibir berwarna gelap
Diagnosis Kerja :
Susp SLE dengan keterlibatan hematologi dan serositis (Ascites)
Candidiasis oral et esofageal
Susp Miokarditis
Hipokalemia et causa GI Loss
Susp B20
Diagnosis Intra Oral:
- Candidiasis oral dan esofagus
- Gingivitis marginalis kronis generalisata
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Darah
Hemoglobin 9,9 P: 12 ̴ 14 g/dl
Hematokrit 29 P: 35 ̴ 47 %
Eritrosit 3.47 P: 3.6 ̴ 5.8 Juta/uL
Leukosit 6.500 4400 ̴ 11300 /mm3
Trombosit 72.000 150000 ̴ 450000 /mm3
Indeks Eritrosit
MCV 83.0 80 – 100 fL
MCH 28.5 26 – 34 pg
MCHC 34.4 32 - 36 %
Kimia Klinik
Ureum 20 15 ̴ 50 Mg/dL
Kreatinin 0.41 P: 0.5 ̴ 0.9 Mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu 298 < 140 Mg/dL
Natrium 135 135 ̴ 145 Mg/dL
Kalium 2.6 3.6 ̴ 5.5 Mg/dL
Kalsium 3. 4.7 ̴ 5.2 Mg/dL
URINE/FESES
Urine rutin
Makroskopis
Warna urine Kuning Kuning
Kejernihan urine Jernih Jernih
Kimia urine
Blood urine 25/uI Negatif /uL
Berat jenis urine 1.010 1.003 ̴ 1.039
pH urine 8.0 5 ̴8
Nitrit urine Negatif Negatif Mg/dL
Protein urine Negatif Negatif Mg/dL
Glukosa urine 100/++ Negatif Mg/dL
Keton urine Negatif Negatif Mg/dL
Urobilinogen urine <1 <1 Mg/dL
Bilirubin urine Negatif Negatif Mg/dL
Mikroskopis
Eritrosit 1 <1 /lpb
Leukosit 2 <6 /lpb
Sel epitel 2 /lpk
Bakteri Negatif Negatif /lpk
Kristal Negatif Negatif /lpk
Silinder Negatif Negatif /lpk
Diagnosa Klinis
Evan’s Syndrome
Oral candisiasis
Hipokalemia et causa GI Loss
DM Tipe lain
Diferential Diagnosa
SLE
TB
B20
Terapi
BR
Infus RL 1500 cc/24 jam
Diet lunak 1500 kkal/hr
Insulin R 4.4.4.U → daag curve
Omeprazole 1X20 mg
Fluconazole 400 mg pada hari 1→ 200 mg selama 14 hr
KSR 1X1200 mg
Monitor kadar kalsium
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Evan’s syndrome adalah kelainan autoimun langka dimana tubuh menghasilkan antibodi
yang menghancurkan sel darah merah, platelet dan sel darah putih. Pasien didiagnosa dengan
thrombositopenia dan anemia hemolisis Coomb’s positif dan yang tidak diketahui
penyebabnya. Pasien mungkin menderita kekurangan jumlah tiga tipe darah dalam satu waktu
atau hanya satu atau dua dari ketiga tipe darah tersebut. Penyebab spesifik pada Evans
syndrome belum diketahui dan dispekulasikan bahwa setiap kasus, penyebabnya bisa
berbeda. Pada kasus ini, tidak ditemukan pula hubungannya dengan faktor genetik.
2.2 Epidemiologi
Evans syndrome pertama kali dideskripsikan pada tahun 1951 ketika Robert Evans
mendapatkan bukti berupa hubungan berupa spektrum antara anemia hemolitik dapatan dan
purpura thrombositopeni primer. Evans syndrome adalah diagnosis penyakit yang langka
bahkan frekuensi pastinya tidak diketahui. Sebuah review pada pasien-pasien dewasa dengan
immunocytopenia sejak 1950 hingga 1958, terdapat 399 kasus AIHA dan 367 kasus
thrombositopenia; hanya enam dari 766 kasus tersebut yang terdapat evans syndrome
(Silverstein&Heck, 1962). Gambaran pertama yang didapatkan mengenai rangkaian evans
syndrome pada anak-anak, dilaporkan 7 kasus dengan evans syndrome pada 164 kasus ITP
dan 15 kasus AIHA ( Pui et al, 1980). Predileksi; tidak terdapat keterlibatan gender, ras
maupun usia.
2.5 Diagnosis
1. Fisik:
a. Tanda trombositopenia seperti purpura, petekie dan ekimosis.
b. Tanda anemia seperti pucat, lesu dan sakit kepala ringan.
c. Ikterus merupakan tanda adanya hemolisis.
2. Laboratorium:
a. Anemia, trombositopenia, neutropenia atau sitopenia.
b. Peningkatan jumlah retikulosit, bilirubin tidak terkonjugasi dan penurunan
hepatoglobin sebagai tanda hemolisis
c. Coombs test biasanya positif untuk IgG, komplemen atau keduanya.
d. Ditemukannya bermacam antibody terhadap eritrosit dan trombosit, seperti
antibody antieritrosit, antineutrofil dan antiplatelet.
e. Tes lain untuk mengetahui diagnosis banding:
- Lupus antibody (Lupuslike inhibitor) dan antinuclear antibody test untuk SLE.
- Aspirasi sumsum tulang untuk anemia aplastik atau kelainan infiltrative.
3. Histologi
a. Ditemukan hyperplasia eritroid dan hipoplasia jika AIHA merupakan temuan
yang dominan.
b. Jumlah megakariosit normal atau meningkat, menunjukkan trombositopenia
disebabkan oleh peningkatan dsetruksi dalam darah.
Angular cheilitis
(Laskaris, Pocket Atlas of Oral Diseases © 2006 Thieme)
3. Candidiasis
4. Xerostomia
5. Mukosa oral pucat
6. Gangguan erupsi dan hipoplasia gigi
7. Demineralisasi tulang
A B
C
A. Ekimosis labial dan lidah
B. Ekimosis palatal
C. Ekimosis bukal dengan adanya bekuan fbrin
2.7 Terapi
1. Diet: tidak diperlukan pembatasan makanan. Dianjurkan pembatasan garam, gula dan
cairan pada pasien yang diobati dengan steroid.
2. Aktivitas. Pembatasan aktivitas sesuai dengan toleransi pasien dan beratnya anemia.
3. Medikamentosa
a. Prednison. Paling sering dipakai sebagai terapi pada fase akut. Dosis: 1-2
mg/kg/hari dibagi dua/tiga kali.
b. Intravenous immunoglobulin ( IVIg). Diberikan pada pasien yang sangat
tergantung pada steroid. Dosis: 1-2 g/kg/hari IV selama 1-2 hari.
c. Terapi lain dengan Danazol, Cyclosporin, Azathioprin, Cyclophosphamide, dan
Vincristin.
d. Pada fase akut dapat diberikan transfusi darah dan/atau trombosit untuk
mengurangi gejala
4. Pembedahan: splenektomi
2.8 Komplikasi
1. Perdarahan dengan trombositopenia berat
2. Infeksi akibat neutropenia, meliputi pneumonia, sepsis, osteomielitis dan meningitis
karena Streptococcus pneumoniae.
BAB 1V
PEMBAHASAN
Saat visite terakhir oleh dokter spesialis penyakit dalam di RSHS, didapatkan
diagnosa klinis pasien Nn. IY yaitu Evan’s Syndrome, dilihat dari hasil anamnesis yang
didukung serta oleh pemeriksaan penunjang. Evans syndrome adalah diagnosis penyakit yang
langka bahkan frekuensi pastinya tidak diketahui dimana terdapat hubungan berupa spektrum
antara anemia hemolitik dapatan dan purpura thrombositopeni primer dengan karakteristik
tubuh menghasilkan antibodi yang menghancurkan sel darah merah, platelet dan sel darah
putih. Menurut Jurnal The Spectrum of Evan’s Syndrom in Adults: New Insight into The
Disease Based on Analysis of 68 cases pada tahun 2009 Evan Syndrom dikarakterisasi oleh
adanya perkembangan dan kelanjutan dari penyakit anemia hemolitik autoimun (AIHA) dan
idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) serta neutropenia dimana dalam kasus ini beberapa
gejala dan tanda klinis yang ditemukan kemungkinan mengkerucut kepada diagnosa klinis.
Dari pemeriksaan penunjang didapat keterangan level hemoglobin yang sangat rendah yaitu
9,9 g/dL dimana sangat menurun dibandingkan kadar hemoglobin normal perempuan yaitu
12-14 g/dL. Hal ini terkait dengan keadaan anemi yang disebabkan oleh adanya peningkatan
penghancuran sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan sumsum tulang dalam
mengkompensasi produksi eritrosit yang sangat berkurang (anemia hemolitik). Dari
keterangan keluarga pasien didapatkan data bahwa pasien pernah mengalami lemas tidak
mampu bergerak dimana kadar Hb sampai 3,0 dan kemudian ditranfusi darah di RS. Ciamis
sebanyak 6 labu. Terjadinya anemia hemolitik ini disebabkan oleh karena dua faktor yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Pada faktor intrinsik kelainannya bersifat
intrakorpuskuler, dimana kelainan tersebut merupakan bawaan lahir misalnya kelainan enzim
yang berperan dalam memetabolisme sel eritrosit. Kemudian faktor kedua adalah
ekstrakorpuskuler dimana kelainannya terjadi pada komponen utama struktur anatomi yang
diperoleh secara dapatan (acquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor imun dan non imun
(Aman, A.K, 2003). Dalam kasus ini faktor penyebab terjadinya anemia hemolitik adalah
faktor kedua yaitu ekstrakorpuskuler sejalan dengan anamnesis yang didapat bahwa pasien
pernah mengalami trauma akibat tertabrak motor dan menimbulkan oedem sebesar kepalan
tangan di regio posterior kepala, namun pasien lupa kapan terjadinya. Sampai saat ini masih
dilakukan visite dimana belum mencapai final dan belum diketahui jenis trauma dan
dampaknya pada kepala yang dialami pasien tersebut. Saat kunjungan juga terlihat keadaan
klinis pasien yang sangat lemah dengan bibir hitam serta konjungtiva anemis terkait dengan
sangat berkurangnya kadar protein hemoglobin dalam darahnya dimana dalam protein
hemoglobin tersebut terkandung zat besi yang menyokong sistem kekebalan tubuh juga
merupakan transportasi utama dalam distribusi oksigen ke seluruh tubuh. Asupan zat besi
setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang dikeluarkan melalui tinja, air
kencing dan kulit. Kebutuhan zat besi wanita per harinya yaitu 26 mg/hari. Penurunan zat
besi tersebut menyebabkan tanda-tanda pucat yang dapat dikenali dari bibir, jari, kuku,
telapak tangan, konjuntiva dan bibir. Selain itu juga terdapat gejala mudah lelah (kurang
tenaga), mudah mengantuk, pusing dan denyut jantung yang cepat. Penurunan zat besi dalam
hal lainnya sangat berkaitan dengan rentannya tubuh terhadap penyakit dimana dalam kasus
ini pasien mengalami candidiasis tipe pseudomembran (trush) yang menyeluruh karena
infeksi candida albicans, sp yang bersifat oportunistik, yaitu menjadi patogen sejalan dengan
penurunan daya tahan tubuh host.
Dari anamnesa didapat keterangan bahwa pasien dalam 20 tahun terakhir sering mengeluhkan
perdarahan dari gusi dan hidung yang hilang timbul. Kemudian, pada pemeriksaan penunjang
didapat nilai trombosit Nn. IY yang turun secara signifikan sampai 50% dengan nilai
72.000/mm3 dimana nilai normal trombosit seharusnya adalah 150.000-450.000/mm 3. Secara
luas dapat diketahui bahwa angka hitung platelet ini merupakan parameter utama dalam
memprediksi stadium keganasan pada kasus penyakit Idiopathic Trombocytopenic Purpura
(ITP) serta melihat tingkat perdarahan yang diderita. ITP adalah suatu kondisi perdarahan
dimana darah sulit membeku seperti seharusnya karena sel platelet yang sedikit dalam
jaringan. Normalnya sistem imun membuat antibodi untuk melawan antigen atau benda asing
yang masuk ke dalam tubuh, tetapi dalam kasus ini sistem imun mengenali platelet sebagai
antigen yang kemudian melawan dan menghancurkannya. Dari pemeriksaan klinis terlihat
adanya ekimosis ekstremitas serta ptechiae rongga mulut sesuai dengan tanda-tanda ITP
bahwa adanya perdarahan di bawah kulit karena gangguan pembekuan darah. Tanda lain ITP
adalah adanya perdarahan melalui telinga dan hidung yang sulit berhenti. Menurut Jurnal
Idiopathic Thrombocitopenic Purpura: Pathophysiology and Management pada tahun 2002,
ITP adalah penyakit autoimun darah yang paling banyak terjadi. Pada kasus ini autoantibodi
bereaksi dengan platelet sehingga dalam sirkulasi darah platelet lebih banyak dihancurkan.
Thrombositopenia pada ITP disebabkan oleh adanya destruksi perifer pada platelet. Dalam
makalahnya pada tahun 1951, William J. Harrington menyimpulkan bahwa beberapa faktor
dalam plasma pasien ITP menghancurkan platelet dengan antibodi yang melawan platelet.
Pasien diberikan terapi prednison berkaitan dengan adanya autoimun kemudian juga
dilakukan transfusi darah karena jumlah eritrosit yang sangat rendah. Untuk perawatan
selanjutnya akan bisa dilakukan splenomegaly karena pada saat kunjungan terlihat perut
pasien yang membesar.
DAFTAR PUSTAKA
Cawson, RA and EW Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7th ed.
Edinburg : Churchill Livingstone.
Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed.
Hamilton: BC Decker Inc.
Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta:
Hipokrates.
Laskaris, George. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2nd Ed. New York : Thieme.
Neville, Brad W, et al. 2003. Oral and Maxillofacial Patology. 2nd Ed. Philadelphia: WB.
Saunders Company.