Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS MAYOR

MANIFESTASI ORAL PENDERITA EVAN’S SYNDROME

Oleh:
Diatri Nariratih 160112100507
Alda Arifialda 160112100509
Farah Aslamiyah 160112100513
Irma Fitriasari 160112100515
Printzdhan W.R 160112100516
M. Adri Nurrahim 160110070071
Marsya Ayu. O 160110070076
Marini Sundari 160110070081

Pembimbing:
Tenni Setiani, drg., Sp. PM., M. Kes

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 DATA PASIEN


Tanggal Pemeriksaan : 3 Januari 2012
No. Medrek : 000115XXXX
Nama Lengkap : Nn. IY
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dsn Cilongok
Masuk RSHS : 26 Desember 2012

ANAMNESIS
Keluhan utama : Panas badan
Anamnesa khusus :
Sejak 4 bulan SMRS penderita mengeluh panas badan yang dirasakan terus menerus
tidak terlalu tinggi. Keluhan disertai dengan mual-mual kadang di sertai muntah berupa sisa
makanan tidak disertai darah dan tidak berwarna. Ada keluhan nyeri ulu hati yang tidak
menjalar. Ada penurunan nafsu makan. Ada penurunan berat badan yang lebih dari 10 kg
dalam 4 bulan. Ada keluhan keringat malam. Ada keluhan rambut rontok, pipi kemerahan
bila terkena sinar matahari. Ada keluhan nyeri-nyeri sendi dan riwayat bengkak di sendi
tangan. Ada keluhan perdarahan gusi dan hidung dalam 20 tahun terakhir dan karena keluhan
tersebut pasien dibawa ke rumah sakit Ciamis dan didiagnosa memiliki kelainan darah serta
mendapatkan transfusi darah 6 labu. Ada keluhan timbulnya bercak putih dimulut yang
makin bertambah banyak dikatakan jamur dimana penderita sudah mengobatinya dengan
nistatin. Penderita dirujuk dari RS Ciamis dengan diagnosis ITP dan leukemia.

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


Trauma akibat tertabrak motor menimbulkan oedem sebesar kepalan tangan di regio posterior
kepala
RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA / KERABAT
Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mm Hg
Nadi : 112x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit
Suhu : 36,4 0C
Keadaan Gizi : Cukup

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Konjungtiva anemis, skelera tidak ikterik, pernapasan cuping hidung (-),
sianosis perioral (-), oral candisiasis (+)
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tidak teraba
Thorax : Bentuk dan gerak simetris, Retraksi (-), BPH ICS V kanan, peranjakan 2cm.
Cor : Letus cordis tidak terlihat, teraba di ICS V 1 cm lateral LMCS tidak kuat
angkat, batas kanan linea sternalis dekstra, kiri ICS V 2 cm lateral linea
midklavikularis sinistra. batas atas intercostal space III kiri. Bunyi jantung
S1 S2 normal, S3, S4 normal, murmur (-).
Pulmo : Vokal premitus kiri-kanan, sonor, vesikular breath sound kiri-kanan, Ronki
-/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, venektasi (-), lembut, hepar tak teraba, lien tak teraba, ruang traube
kosong, nyeri tekan epigastrum (-), pekak samping (+), pekak pindah (+),
bising usus (+) normal
Ekstrimitas : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-, D-, O- P+, A+, M-, I-, N-, R-, A?, S+,
H+
Gambar 1.1 Pasien tampak lemah, mata dan bibir berwarna gelap

PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Kebersihan Mulut : Baik/sedang/buruk plak +/- at all regio
Kalkulus +/- RA dan RB stain +/- ant RB
Gingiva : Oedematus
Mukosa Bukal : Terdapat lesi putih yang dapat diangkat
Mukosa Labial : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Palatum Durum : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Palatum mole : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Frenulum : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Lidah : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Dasar Mulut : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Bibir : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Esofagus : Terdapat lesi putih yang dapat di angkat
Gambar 1.1 Adanya lesi putih pada membran bukal dan sisa akar di regio 16, 17, dan 18,
menunjukkan bahwa OH pasien buruk

Gambar 1.3 Gambaran lidah pasien

Diagnosis Kerja :
 Susp SLE dengan keterlibatan hematologi dan serositis (Ascites)
 Candidiasis oral et esofageal
 Susp Miokarditis
 Hipokalemia et causa GI Loss
 Susp B20
Diagnosis Intra Oral:
- Candidiasis oral dan esofagus
- Gingivitis marginalis kronis generalisata

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

HEMATOLOGI
Pemeriksaan Darah
Hemoglobin 9,9 P: 12 ̴ 14 g/dl
Hematokrit 29 P: 35 ̴ 47 %
Eritrosit 3.47 P: 3.6 ̴ 5.8 Juta/uL
Leukosit 6.500 4400 ̴ 11300 /mm3
Trombosit 72.000 150000 ̴ 450000 /mm3

Indeks Eritrosit
MCV 83.0 80 – 100 fL
MCH 28.5 26 – 34 pg
MCHC 34.4 32 - 36 %

Hitung jenis Leukosit


Basofil 0 %
0 ̴1
Eosinofil 0 %
1 ̴6
Batang 2 %
3 ̴5
Segmen 70 %
40 ̴ 70
Limfosit 25 %
30 ̴ 40
Monosit 1 %
2 ̴ 10
Metamielosit 2 %

Morfologi Darah Tepi


Eritrosit : Polikromasi pada populasi normokrom anisositosis, ditemukan normoblast 6/100
leukosit
Leukosit : Hipersegmentasi (+), shift to the left sampai dengan mielosit
Trombosit : Jumlah kurang, giant thrombocyte (+)

Kimia Klinik
Ureum 20 15 ̴ 50 Mg/dL
Kreatinin 0.41 P: 0.5 ̴ 0.9 Mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu 298 < 140 Mg/dL
Natrium 135 135 ̴ 145 Mg/dL
Kalium 2.6 3.6 ̴ 5.5 Mg/dL
Kalsium 3. 4.7 ̴ 5.2 Mg/dL

URINE/FESES
Urine rutin
Makroskopis
Warna urine Kuning Kuning
Kejernihan urine Jernih Jernih
Kimia urine
Blood urine 25/uI Negatif /uL
Berat jenis urine 1.010 1.003 ̴ 1.039
pH urine 8.0 5 ̴8
Nitrit urine Negatif Negatif Mg/dL
Protein urine Negatif Negatif Mg/dL
Glukosa urine 100/++ Negatif Mg/dL
Keton urine Negatif Negatif Mg/dL
Urobilinogen urine <1 <1 Mg/dL
Bilirubin urine Negatif Negatif Mg/dL
Mikroskopis
Eritrosit 1 <1 /lpb
Leukosit 2 <6 /lpb
Sel epitel 2 /lpk
Bakteri Negatif Negatif /lpk
Kristal Negatif Negatif /lpk
Silinder Negatif Negatif /lpk

Diagnosa Klinis
 Evan’s Syndrome
 Oral candisiasis
 Hipokalemia et causa GI Loss
 DM Tipe lain

Diferential Diagnosa
 SLE
 TB
 B20

Terapi
 BR
 Infus RL 1500 cc/24 jam
 Diet lunak 1500 kkal/hr
 Insulin R 4.4.4.U → daag curve
 Omeprazole 1X20 mg
 Fluconazole 400 mg pada hari 1→ 200 mg selama 14 hr
 KSR 1X1200 mg
 Monitor kadar kalsium
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Evan’s syndrome adalah kelainan autoimun langka dimana tubuh menghasilkan antibodi
yang menghancurkan sel darah merah, platelet dan sel darah putih. Pasien didiagnosa dengan
thrombositopenia dan anemia hemolisis Coomb’s positif dan yang tidak diketahui
penyebabnya. Pasien mungkin menderita kekurangan jumlah tiga tipe darah dalam satu waktu
atau hanya satu atau dua dari ketiga tipe darah tersebut. Penyebab spesifik pada Evans
syndrome belum diketahui dan dispekulasikan bahwa setiap kasus, penyebabnya bisa
berbeda. Pada kasus ini, tidak ditemukan pula hubungannya dengan faktor genetik.

2.2 Epidemiologi
Evans syndrome pertama kali dideskripsikan pada tahun 1951 ketika Robert Evans
mendapatkan bukti berupa hubungan berupa spektrum antara anemia hemolitik dapatan dan
purpura thrombositopeni primer. Evans syndrome adalah diagnosis penyakit yang langka
bahkan frekuensi pastinya tidak diketahui. Sebuah review pada pasien-pasien dewasa dengan
immunocytopenia sejak 1950 hingga 1958, terdapat 399 kasus AIHA dan 367 kasus
thrombositopenia; hanya enam dari 766 kasus tersebut yang terdapat evans syndrome
(Silverstein&Heck, 1962). Gambaran pertama yang didapatkan mengenai rangkaian evans
syndrome pada anak-anak, dilaporkan 7 kasus dengan evans syndrome pada 164 kasus ITP
dan 15 kasus AIHA ( Pui et al, 1980). Predileksi; tidak terdapat keterlibatan gender, ras
maupun usia.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Evan’s syndrome merupakan kelainan regulasi imun, patofisiologi penyakit tersebut belum
jelas diketahui. Beberapa studi menunjukkan kasus Evan’s syndrome berkaitan dengan
sindroma autoimun limfoproliferatif (ALPS) dan proses autoimun sitopenia. Tetapi terdapat
bukti kuat yang menunjukkan abnormalitas imunitas seluler dan humoral pada Evan’s
syndrome.
Pada studi yang dilakukan pada 6 anak, Wang dkk. (1983) menemukan penurunan persentase
sel T4 (T-helper), peningkatan persentase sel T8 (T-supresor), dan penurunan rasio T4:T8
bila dibandingkan dengan individu normal dan pasien idiopatik trombositopenia purpura
(ITP). Karakantza dkk. (2000) menemukan penurunan rasio CD4:CD8 pada penderita Evan’s
syndrome yang berusia 12 tahun, disebutkan bahwa terjadi penurunan jumlah limfosit CD4
dan CD8 post splenektomi. Mereka juga menemukan produksi utama interleukin-10 dan
interferon-γ yang mengaktivasi sel B yang memproduksi antibodi (auto-reaktif). Tetapi
abnormalitas imun seluler ini masih belum jelas karena mekanisme tersebut terjadi pada
penyakit autoimun yang lain dan terdapat hubungan dengan infeksi virus, dan tidak spesifik
dengan Evan’s syndrome.
Peningkatan serum imunoglobulin pada Evan’s syndrome masih belum jelas dan spesifik, dan
jumlah sel B yang berperan masih dalam batas normal (Norton and Roberts, 2005).

2.3.1 Autoimmune Hemolytic Anemia


Masa hidup eritrosit dalam sirkulasi adalah 90-120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila
sumsum tulang tidak dapat memproduksi eritrosit yang telah dihancurkan secara adekuat.
Pada Evan’s syndrome terjadi proses autoimun pada hemolisis eritrosit (Greenberg dan Glick,
2003).
Pada kelainan ini antibodi IgG atau IgM berikatan dengan permukaan antigen eritrosit, dan
memulai destruksi eritrosit melalui sistem komplemen dan retikuloendotel. Karakteristik
utamanya adalah adanya produksi antibodi melawan eritrosit tubuh itu sendiri. Autoantibodi
biasanya bekerja melawan antigen, tapi dalam kasus ini antibodi reaktif terhadap eritrosit
allogenik. Hal yang menyebabkan proses autoimun ini belum jelas, kemungkinan akibat
ketidakmampuan imun mengendalikan keseimbangan mekanisme antara membiarkan antigen
tubuh dengan reaktif terhadap antigen asing.
Patogenesisnya terdiri dari 3 tahap. Derajat hemolisis bergantung pada karakteristik antibodi
(kuantitas, spesifisitas, amplitudo termal, kemampuan untuk memperbaiki komplemen,
kemampuan untuk berikatan dengan makrofag jaringan) dan antigen target (densitas,
ekspresi, umur pasien). Antibodi IgG merupakan aktivator lemah pada jalur komplemen,
tetapi dapat mudah dikenali oleh Fc reseptor pada sel fagosit. Eritrosit yang sensitif terhadap
IgG difagosit melalui sistem retikuloendotel. Sel retikuloendotel memiliki reseptor untuk
faktor komplemen C3b dan iCC3b yang dapat mengakibatkan hemolisis ekstravaskular.
Eritrosit yang sensitif terhadap IgM berhubungan dengan hemolisis intra dan ekstravaskular.
Hemolisis intravaskular terjadi karena IgM telah aktif dan memproduksi sitolisis. Adanya
protein eritrosit seperti Decay Accelerating Factor (DAF) dan CD55 serta membran inhibitor
seperti MIRL dan CD59 juga menyebabkan hemolisis intravaskular. Spleen merupakan organ
utama yang yang meghasilkan IgG hemolisis ekstravaskular, sedangkan sel Kupffer pada
hepar menghasilkan IgM hemolisis ekstravaskular. (Gehrs and Friedberg, 2002).
2.3.2 Idiopatik Trombositopenia Purpura
Idiopatik trombositopenia purpura merupakan proses autoantibodi. Telah diketahui
bahwa antibodi bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, Iia/Iib, IV, dan V pada trombosit.
Trombosit berperan sebagai antigen, sehingga akan terjadi destruksi trombosit oleh antibodi,
proses ini menghasilkan neoantigen yang terus-menerus sehingga menyebabkan
trombositopenia pada pada penderita Evan’s syndrome.
Peningkatan jumlah sel T HLA-DR+, reseptor interleukin-2, dan sitokin pada
penderita menstimulasi aktivasi prekursor sel T helper dan sel T helper tipe 1. Sel T akan
menstimulasi sintesis antibodi setelah berikatan dengan fragmen glikoprotein IIa/IIIb.
Trombosit yang berikatan dengan autoantibodi IgG akan didestruksi oleh makrofag yang
berikatan melalui Fcγ reseptor atau akibat inhibisi megakariositopoiesis (Cines et al., 2002).

2.4 Gambaran Klinis


Penderita Evan’s syndrome menunjukkan gejala klinis yang merupakan kombinasi
antara autoimun hemolitik anemia dengan idiopatik trombositopenia purpura. Pada beberapa
kasus dapat diikuti dengan neutropenia (insidensi mencapai 55%) atau pancytopenia.
Gejala klinisnya meliputi gejala klinis yang biasa terjadi pada pasien anemia
hemolitik dan trombositopenia, antara lain adalah pucat, letargi, jaundice, gagal jantung pada
kasus yang parah, adanya petechiae, memar, dan perdarahan mukokutan. Pemeriksaan klinis
juga menunjukkan adanya limfadenopati, hepatomegali, dan splenomegali (Norton and
Roberts, 2005).

2.4.1 Autoimmune Hemolytic Anemia


Gejala klinis yang timbul pada penderita tergantung berdasarkan mekanisme destruksi
eritrosit. Pelepasan hemoglobin bebas pada hemolisis intravaskular dapat menimbulkan nyeri
tulang belakang, adanya hemoglobin bebas pada plasma dan urine, serta gagal ginjal. Pada
pasien dengan anemia kronis atau progresif, gejala yang timbul berdasarkan umur pasien dan
suplai darah ke organ. Gejala klinis yang terlihat meliputi fatigue, lemas, kurangnya stamina,
sulit bernapas, takikardia, jaundice, splenomegali, dan hemoglobulinuria. Jaundice terlihat
pada kulit dan mukosa (Greenberg dan Glick, 2003).
2.4.2 Idiopatik Trombositopenia Purpura
Gejala klinis yang timbul berupa gangguan pembekuan darah akibat destruksi
trombosit. Adanya tanda-tanda perdarahan kulit seperti petechiae, ekimosis, epistaksis, atau
gusi berdarah. Anemia dapat diperparah bila waktu perdarahan lama. Hasil tes Rumple Leede
positif.

2.5 Diagnosis
1. Fisik:
a. Tanda trombositopenia seperti purpura, petekie dan ekimosis.
b. Tanda anemia seperti pucat, lesu dan sakit kepala ringan.
c. Ikterus merupakan tanda adanya hemolisis.
2. Laboratorium:
a. Anemia, trombositopenia, neutropenia atau sitopenia.
b. Peningkatan jumlah retikulosit, bilirubin tidak terkonjugasi dan penurunan
hepatoglobin sebagai tanda hemolisis
c. Coombs test biasanya positif untuk IgG, komplemen atau keduanya.
d. Ditemukannya bermacam antibody terhadap eritrosit dan trombosit, seperti
antibody antieritrosit, antineutrofil dan antiplatelet.
e. Tes lain untuk mengetahui diagnosis banding:
- Lupus antibody (Lupuslike inhibitor) dan antinuclear antibody test untuk SLE.
- Aspirasi sumsum tulang untuk anemia aplastik atau kelainan infiltrative.
3. Histologi
a. Ditemukan hyperplasia eritroid dan hipoplasia jika AIHA merupakan temuan
yang dominan.
b. Jumlah megakariosit normal atau meningkat, menunjukkan trombositopenia
disebabkan oleh peningkatan dsetruksi dalam darah.

2.6 Manifestasi Oral


Manifestasi oral Evans syndrome yang disebabkan Anemia hemolitik
1. Purpura, Ptechie dan echimosis
2. Eritema lidah dan atrofi papilla filiform disertai angular cheilitis

Angular cheilitis
(Laskaris, Pocket Atlas of Oral Diseases © 2006 Thieme)

3. Candidiasis

4. Xerostomia
5. Mukosa oral pucat
6. Gangguan erupsi dan hipoplasia gigi
7. Demineralisasi tulang

Manifestasi oral Evans syndrome yang disebabkan efek obat immunosupresan


Gingival Enlargement

Manifestasi Oral Evan’s Syndrome yang disebabkan Trombositopenia

A B

C
A. Ekimosis labial dan lidah
B. Ekimosis palatal
C. Ekimosis bukal dengan adanya bekuan fbrin

2.7 Terapi
1. Diet: tidak diperlukan pembatasan makanan. Dianjurkan pembatasan garam, gula dan
cairan pada pasien yang diobati dengan steroid.
2. Aktivitas. Pembatasan aktivitas sesuai dengan toleransi pasien dan beratnya anemia.
3. Medikamentosa
a. Prednison. Paling sering dipakai sebagai terapi pada fase akut. Dosis: 1-2
mg/kg/hari dibagi dua/tiga kali.
b. Intravenous immunoglobulin ( IVIg). Diberikan pada pasien yang sangat
tergantung pada steroid. Dosis: 1-2 g/kg/hari IV selama 1-2 hari.
c. Terapi lain dengan Danazol, Cyclosporin, Azathioprin, Cyclophosphamide, dan
Vincristin.
d. Pada fase akut dapat diberikan transfusi darah dan/atau trombosit untuk
mengurangi gejala
4. Pembedahan: splenektomi

2.8 Komplikasi
1. Perdarahan dengan trombositopenia berat
2. Infeksi akibat neutropenia, meliputi pneumonia, sepsis, osteomielitis dan meningitis
karena Streptococcus pneumoniae.
BAB 1V
PEMBAHASAN

Saat visite terakhir oleh dokter spesialis penyakit dalam di RSHS, didapatkan
diagnosa klinis pasien Nn. IY yaitu Evan’s Syndrome, dilihat dari hasil anamnesis yang
didukung serta oleh pemeriksaan penunjang. Evans syndrome adalah diagnosis penyakit yang
langka bahkan frekuensi pastinya tidak diketahui dimana terdapat hubungan berupa spektrum
antara anemia hemolitik dapatan dan purpura thrombositopeni primer dengan karakteristik
tubuh menghasilkan antibodi yang menghancurkan sel darah merah, platelet dan sel darah
putih. Menurut Jurnal The Spectrum of Evan’s Syndrom in Adults: New Insight into The
Disease Based on Analysis of 68 cases pada tahun 2009 Evan Syndrom dikarakterisasi oleh
adanya perkembangan dan kelanjutan dari penyakit anemia hemolitik autoimun (AIHA) dan
idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) serta neutropenia dimana dalam kasus ini beberapa
gejala dan tanda klinis yang ditemukan kemungkinan mengkerucut kepada diagnosa klinis.
Dari pemeriksaan penunjang didapat keterangan level hemoglobin yang sangat rendah yaitu
9,9 g/dL dimana sangat menurun dibandingkan kadar hemoglobin normal perempuan yaitu
12-14 g/dL. Hal ini terkait dengan keadaan anemi yang disebabkan oleh adanya peningkatan
penghancuran sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan sumsum tulang dalam
mengkompensasi produksi eritrosit yang sangat berkurang (anemia hemolitik). Dari
keterangan keluarga pasien didapatkan data bahwa pasien pernah mengalami lemas tidak
mampu bergerak dimana kadar Hb sampai 3,0 dan kemudian ditranfusi darah di RS. Ciamis
sebanyak 6 labu. Terjadinya anemia hemolitik ini disebabkan oleh karena dua faktor yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Pada faktor intrinsik kelainannya bersifat
intrakorpuskuler, dimana kelainan tersebut merupakan bawaan lahir misalnya kelainan enzim
yang berperan dalam memetabolisme sel eritrosit. Kemudian faktor kedua adalah
ekstrakorpuskuler dimana kelainannya terjadi pada komponen utama struktur anatomi yang
diperoleh secara dapatan (acquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor imun dan non imun
(Aman, A.K, 2003). Dalam kasus ini faktor penyebab terjadinya anemia hemolitik adalah
faktor kedua yaitu ekstrakorpuskuler sejalan dengan anamnesis yang didapat bahwa pasien
pernah mengalami trauma akibat tertabrak motor dan menimbulkan oedem sebesar kepalan
tangan di regio posterior kepala, namun pasien lupa kapan terjadinya. Sampai saat ini masih
dilakukan visite dimana belum mencapai final dan belum diketahui jenis trauma dan
dampaknya pada kepala yang dialami pasien tersebut. Saat kunjungan juga terlihat keadaan
klinis pasien yang sangat lemah dengan bibir hitam serta konjungtiva anemis terkait dengan
sangat berkurangnya kadar protein hemoglobin dalam darahnya dimana dalam protein
hemoglobin tersebut terkandung zat besi yang menyokong sistem kekebalan tubuh juga
merupakan transportasi utama dalam distribusi oksigen ke seluruh tubuh. Asupan zat besi
setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang dikeluarkan melalui tinja, air
kencing dan kulit. Kebutuhan zat besi wanita per harinya yaitu 26 mg/hari. Penurunan zat
besi tersebut menyebabkan tanda-tanda pucat yang dapat dikenali dari bibir, jari, kuku,
telapak tangan, konjuntiva dan bibir. Selain itu juga terdapat gejala mudah lelah (kurang
tenaga), mudah mengantuk, pusing dan denyut jantung yang cepat. Penurunan zat besi dalam
hal lainnya sangat berkaitan dengan rentannya tubuh terhadap penyakit dimana dalam kasus
ini pasien mengalami candidiasis tipe pseudomembran (trush) yang menyeluruh karena
infeksi candida albicans, sp yang bersifat oportunistik, yaitu menjadi patogen sejalan dengan
penurunan daya tahan tubuh host.
Dari anamnesa didapat keterangan bahwa pasien dalam 20 tahun terakhir sering mengeluhkan
perdarahan dari gusi dan hidung yang hilang timbul. Kemudian, pada pemeriksaan penunjang
didapat nilai trombosit Nn. IY yang turun secara signifikan sampai 50% dengan nilai
72.000/mm3 dimana nilai normal trombosit seharusnya adalah 150.000-450.000/mm 3. Secara
luas dapat diketahui bahwa angka hitung platelet ini merupakan parameter utama dalam
memprediksi stadium keganasan pada kasus penyakit Idiopathic Trombocytopenic Purpura
(ITP) serta melihat tingkat perdarahan yang diderita. ITP adalah suatu kondisi perdarahan
dimana darah sulit membeku seperti seharusnya karena sel platelet yang sedikit dalam
jaringan. Normalnya sistem imun membuat antibodi untuk melawan antigen atau benda asing
yang masuk ke dalam tubuh, tetapi dalam kasus ini sistem imun mengenali platelet sebagai
antigen yang kemudian melawan dan menghancurkannya. Dari pemeriksaan klinis terlihat
adanya ekimosis ekstremitas serta ptechiae rongga mulut sesuai dengan tanda-tanda ITP
bahwa adanya perdarahan di bawah kulit karena gangguan pembekuan darah. Tanda lain ITP
adalah adanya perdarahan melalui telinga dan hidung yang sulit berhenti. Menurut Jurnal
Idiopathic Thrombocitopenic Purpura: Pathophysiology and Management pada tahun 2002,
ITP adalah penyakit autoimun darah yang paling banyak terjadi. Pada kasus ini autoantibodi
bereaksi dengan platelet sehingga dalam sirkulasi darah platelet lebih banyak dihancurkan.
Thrombositopenia pada ITP disebabkan oleh adanya destruksi perifer pada platelet. Dalam
makalahnya pada tahun 1951, William J. Harrington menyimpulkan bahwa beberapa faktor
dalam plasma pasien ITP menghancurkan platelet dengan antibodi yang melawan platelet.
Pasien diberikan terapi prednison berkaitan dengan adanya autoimun kemudian juga
dilakukan transfusi darah karena jumlah eritrosit yang sangat rendah. Untuk perawatan
selanjutnya akan bisa dilakukan splenomegaly karena pada saat kunjungan terlihat perut
pasien yang membesar.
DAFTAR PUSTAKA

Cawson, RA and EW Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7th ed.
Edinburg : Churchill Livingstone.

Eroschenko, Victor. 2003. Atlas Histologi. Ed.9. Jakarta :EGC

Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed.
Hamilton: BC Decker Inc.

Langlais and Miller. 1994. Color Atlas of Common Oral Disease.

Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta:
Hipokrates.

Laskaris, George. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2nd Ed. New York : Thieme.

Neville, Brad W, et al. 2003. Oral and Maxillofacial Patology. 2nd Ed. Philadelphia: WB.
Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai