PENYUSUN
RAPID MENTAL HEALTH ASSESMENT
ERUPSI SEMERU DI LUMAJANG
dr. Era Catur Prasetya, SpKJ
dr. Kusufia Mirantri, SpKJ
dr. Effendy Rimba
Muhammad Fath Mashuri, S.Psi., M.A
Dewi Asnawati, S.Psi, M.Psi
Iswahyuni
Septi Subandiono
1
PENILAIAN DAN KAJI CEPAT DUKUNGAN KESEHATAN JIWA
DAN PSIKOSOSIAL :
PENYUSUN
RAPID MENTAL HEALTH ASSESMENT
dr. Era Catur Prasetya, SpKJ
dr. Kusufia Mirantri, SpKJ
dr. Effendy Rimba
Muhammad Fath Mashuri, S.Psi., M.A
Dewi Asnawati, S.Psi, M.Psi
Iswahyuni
Septi Subandiono
Kontributor :
Muhammad Ramzi
Muhammad Tegar Nugraha
Delfia Savitri
Khoiriya Ardiani
Wichda Shirosa Nerly
Ayu Rahajeng Dianing Negari
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
METODOLOGI ............................................................................................................... 1
KRONOLOGI KEJADIAN.............................................................................................. 2
SEBARAN PENGUNGSIAN .......................................................................................... 3
PEMINDAHAN GANDA & KETIDAKJELASAN NASIB........................................... 3
KONDISI SULIT DI PENGUNGSIAN ........................................................................... 4
MASALAH DAN STRES SAAT INI DI ANTARA PENDUDUK YANG
TERKENA DAMPAK ..................................................................................................... 4
TANDA & GEJALA AKUT ............................................................................................ 4
MASALAH & STRES YANG BERKELANJUTAN PADA PENYINTAS: ................. 5
MENGATASI KESULITAN ........................................................................................... 8
HASIL SRQ 29............................................................................................................... 10
KOORDINASI CLUSTER KESWA ............................................................................. 12
PELAKU DUKUNGAN KESEHATAN MENTAL DAN PSIKOSOSIAL ................. 16
RINGKASAN DAN REKOMENDASI ......................................................................... 18
DOKUMENTASI ........................................................................................................... 21
3
PENILAIAN DAN KAJI CEPAT DUKUNGAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL :
Kebutuhan, Layanan, dan Rekomendasi dukungan pada Individu yang
terdampak Erupsi Gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur
PENDAHULUAN
Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial memahami bahwa kita tidak
berasumsi semua individu akan mengalami gangguan kesehatan jiwa yang parah atau
kesulitan jangka panjang setelah melalui trauma atau peristiwa katastrofik yang berat
seperti bencana. Akan tetapi, dukungan yang diberikan didasarkan pada pemahaman
bahwa para penyintas dan orang lain yang terkena dampak tersebut akan mengalami
berbagai reaksi awal (fisik, psikologis, perilaku, dan spiritual) yang akan menyebabkan
tekanan yang cukup dan mengganggu koping adaptif.
Dukungan DKJPS bertujuan untuk 1) melindungi dan meningkatkan
kesejahteraan psikososial, mencegah gangguan kesehatan jiwa dan mengobati gangguan
tersebut ketika terjadi; 2) Untuk memahami kebutuhan yang dirasakan dan diidentifikasi
di antara anggota masyarakat yang terdampak erupsi Gunung Semeru; 3) Untuk
menentukan pelaku DKJPS yang memberikan layanan untuk populasi ini; 4) Untuk
berbagi rekomendasi dalam upaya memperkuat respon DKJPS sebagai bagian dari upaya
pemberian bantuan kemanusiaan secara keseluruhan
METODOLOGI
Analisis situasi cepat DKJPS dilakukan oleh Tim Kaji Cepat PDSKJI Surabaya
dengan dukungan dari RSUD dr. Haryoto dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang
pada tanggal 9 – 10 Desember 2021. Alat penilaian yang digunakan diadaptasi dari
Panduan Penilaian MHPSS WHO/UNHCR (2012) dan menggunakan SRQ 29 dengan
sampel 10 orang per shelter pengungsian.
1
Tempeh Tengah.. Wawancara dan diskusi umum juga diadakan dengan informan kunci
dan perwakilan dari berbagai lembaga dan LSM misal Dinas Kesehatan, kluster Keswa,
ACT, MDMC dsb.
KRONOLOGI KEJADIAN
Pada hari Sabtu, 04 Desember 2021 pukul 15.20 WIB, telah terjadi guguran awan
panas Gunung Api Semeru yang mengarah ke Curah Kobokan, Ds. Supiturang, Kec.
Pronojiwo. Sampai dengan saat ini visual Gunung Api Semeru masih tertutupi kabut
disertai hujan intensitas sedang dan aktivitas APG masih terus berlangsung. BPBD Kab.
Lumajang tetap memonitor dan melakukan koordinasi dengan BPBD Jawa Timur
tentang perkembangan guguran awan panas Gunung Semeru. Pada Pukul 16.40 WIB,
getaran pada seismograf sudah mengecil. Hingga saat ini masih melakukan pendataan
korban dan dampak yang ditimbulkan akibat erupsi gunung tersebut.
Bupati Kab. Lumajang menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Dampak
Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru, selama 30 Hari TMT 04 Desember 2021 s.d
03 Januari 2022, dengan Nomor SK : 188.45/525/427.12/2021. Bupati Kab. Lumajang
menetapkan Komando Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran
Gunung Semeru, yang di Komandoi oleh Komandan Distrik Militer 0821 Lumajang,
Wakil Komandan I : Komandan Bataliyon Infantri 527, Wakil Komandan II : Kepala
Kepolisian Resor Lumajang, Sekretaris : Kalaksa BPBD Kab. Lumajang, dengan nomor
: 188.45/526/427.12/2021.
Pertama, masyarakat tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari kawah atau puncak
Gunung Semeru dan jarak 5 km arah bukaan kawah di sektor tenggara - selatan, serta
mewaspadai awan panas guguran, guguran lava dan lahar di sepanjang aliran sungai atau
lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru. Selanjutnya, radius dan jarak
rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk antisipasi jika terjadi gejala perubahan
ancaman bahaya. Kedua, masyarakat agar menjauhi atau tidak beraktivitas di area
terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi. Ketiga, masyarakat
perlu mewaspadai potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk
Kobokan. Keempat, masyarakat perlu mewaspadai ancaman lahar di alur sungai atau
lembah yang berhulu di Gunung Semeru. Hal tersebut mengingat banyaknya material
vulkanik yang sudah terbentuk.
2
SEBARAN PENGUNGSIAN
3
KONDISI SULIT DI PENGUNGSIAN
Sebagian besar penyintas yang telah mengungsi karena erupsi semeru tinggal di
kantor dan lokasi pengungsian, rumah warga, dan beberapa di pondok pesantren. Pada
saat penilaian, pengungsian tidak cukup siap untuk melindungi individu dari kondisi
musim hujan, termasuk distribusi terbatas pakaian layak pakai dan selimut hangat, dan
air hangat yang memadai. Selanjutnya, penilaian SRQ 29 yang dilakukan di Pengungsian
Penanggal, Pasrujambe, Sumbermujur, dan Pesantren Ulul Albab Sumberwuluh
menunjukkan tingkat gangguan tidur tinggi (rata rata lebih dari 70% dari penyintas yang
diwawancarai) serta kesulitan yang signifikan dalam mempraktekkan sistem koping
adaptif. Untuk Pengambilan data di daerah Pronojiwo dilakukan oleh tim MDMC dan
Psikososial Universitas Muhammadiyah Malang.
4
MASALAH & STRES YANG BERKELANJUTAN PADA PENYINTAS:
Masalah Umum
Perpisahan keluarga: mayoritas penyintas berpisah dengan anggota keluarga besar
mereka pada saat terjadi letusan pertama dan berlari tanpa memperhatikan apapun dan
dengan beberapa anggota keluarga yang harus dirujuk ke puskesmas terdekat atau RS
membutuhkan perawatan medis, terutama luka bakar.
Kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar: logistik yang tersedia di posko pusat
tersedia melimpah akan tetapi membutuhkan pelaporan yang baik. Tata Kelola tradisional
yang dilakukaan pada beberapa posko pengungsian menyebabkan akses menjadi terbatas
atau tidak ada ketersediaan air minum bersih karena terputusnya beberapa saluran air dari
sumber akibat pecahnya beberapa sambungan dari sumber puncak, sarana untuk
menghangatkan tubuh di musim hujan (misalnya pakaian hangat; selimut; air panas yang
cukup untuk mandi).
Kesulitan finansial: sumber keuangan yang sangat terbatas dan berkurang;
ketidakmampuan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan.
Tegangan beberapa perpindahan: banyak individu dan keluarga telah mengungsi
beberapa kali; akibatnya, banyak kerugian dan stresor.
Hambatan untuk berduka dengan benar ketika orang yang dicintai meninggal:
sering kali, perpisahan keluarga mencegah individu dari memiliki kesempatan untuk
memastikan ritual tradisional dilakukan atau untuk bersama orang yang dicintai selama
masa berkabung.
Perhatian pada keamanan: perasaan tidak nyaman dengan pengaturan pengungsian dan
isu isu bahwa gunung semeru akan Meletus Kembali. Sehingga menyebabkan banyak
orang masih menyesuaikan diri dengan respon ketakutannya
Kurangnya martabat: merasa kondisi pengungsiaan tidak dapat diterima dan kadang
merasa memalukan; terutama jika sebelum bencana merupakan tokoh atau orang
terpandang
Kurangnya kenyamanan: tenda berbagi yang tidak nyaman, WC, dan area MCK dengan
privasi terbatas.
Rasa frustrasi dan keputusasaan yang berkelanjutan: merasa bahwa mereka
meninggalkan satu bentuk kesulitan untuk yang lain; keinginan untuk pulang tapi tidak
jelas akan pulang kemana
5
Rasa ditinggalkan: merasa seperti telah ditinggalkan oleh pemerintah apalagi
ketidakjelasan pemukiman mereka yang tidak ditinggali; sampai saat ini bahkan belum
ada janji terkait harta benda mereka yang hilang
Ketidakpastian tentang masa depan: perasaan terjebak/tertahan tanpa kejelasan tentang
kapan atau ke mana mereka akan pergi selanjutnya, atau bagaimana memiliki sarana yang
diperlukan untuk bergerak maju.
Beban merawat banyak anggota keluarga: banyak yang bepergian dengan keluarga
besar, terutama dalam kasus di mana anggota keluarga kunci tertinggal dan mereka
membawa anak-anak dan harus menjaga mereka juga dalam kondisi yang sulit.
Kebosanan: merasa tidak ada yang bisa dilakukan; di beberapa posko pengungsian listrik
hanya ada di titik titik tertentu, tidak ada aktivitas untuk mengisi waktu, misalnya bekerja,
pendidikan, pelatihan kejuruan, hiburan, dll.
Rasa distribusi barang non-makanan yang tidak adil dan tidak terduga: stres yang
disebabkan oleh persepsi yang terus-menerus bahwa distribusi dilakukan dengan cara
yang tidak adil atau tidak memadai, dan bahwa tidak ada cukup pasokan untuk distribusi
yang merata. Kekhawatiran tentang potensi korupsi dengan distribusi; kekhawatiran
bahwa manajemen posko tidak mengatur lebih baik.
6
Perempuan Laki-laki
• Masalah keamanan dan martabat: • Stresor keuangan: kebutuhan akan
kebutuhan MCK untuk memiliki pekerjaan/ peluang yang menghasilkan
pencahayaan yang tepat untuk keamanan pendapatan
serta partisi untuk privasi dan martabat; • Beban karena tidak mampu menafkahi
kebutuhan orang lain untuk menemani ke keluarga:
jamban rasa tidak berdaya dan frustasi karena tidak
• Pertimbangan khusus untuk dapat menghidupi keluarga dan belum
perempuan yang tidak lagi memiliki memenuhi perannya sebagai kepala rumah
suami untuk dukungan: kebutuhan tangga
bagi mereka yang terpisah dari
Kambing 26, Sapi 4, gelang-
suaminya, yang mereka andalkan untuk
gelangan itu berapa kekubur semua,
dukungan, perlindungan, dan
sudah nggak tahu pak nanti saya
pendapatan, serta para janda
gimana, bingung, budeg rasanya
• Tantangan mendukung anggota
kepala mau pecah tiap hari
keluarga yang lemah terutama anak
anak
selama keadaan sulit ini, dan khawatir
untuk kesejahteraan anak-anak
“Jika Anda melihat anak-anak Anda yang Tanda Tambahan Gangguan Kesehatan
tidak bahagia .. nangis terus, Anda juga Mental &
akan tidak bahagia,” kata seorang di Psikososial
Pesantren Ulul Albab. • Frustrasi: sangat mengekspresikan
kekesalan dan ketidakpuasan
Tanda Tambahan Gangguan Kesehatan
• Agresif: perilaku kekerasan; mudah tersulut
Mental & Psikososial
emosi
• Menangis • Perubahan kebiasaan tidur: sulit tidur,
• Upaya untuk menyembunyikan depresi atau tidur lebih lama dari biasanya
apalagi dengan kultur Madura yang kuat • Sulit berkonsentrasi: kurang fokus dalam
diskusi; melamun
7
Kekhawatiran untuk anak-anak
• Kekhawatiran terkait pendidikan: mayoritas anak tidak bersekolah offline selama 1,5
tahun ditambah kondisi erupsi semakin mengkhawatirkan;
• Anak di bawah umur tanpa pendamping dan anak yatim piatu: tidak ada dukungan
yang diketahui untuk anak-anak ini.
Tanda-tanda Gangguan Kesehatan Mental dan Psikososial yang Diidentifikasi
• Acting Out: tidak patuh dan tidak mendengarkan orang tua
• Frustrasi: menunjukkan ketidakpuasan yang kuat dengan situasi dan tantangan saat ini
• Perilaku agresif: sering berkelahi dengan orang lain (tetangga, teman); terutama di
kalangan anak laki-laki
• Perilaku hiperaktif: sulit untuk duduk diam
• Perilaku internalisasi: pendiam, sedikit bicara; penarikan sosial
• Takut & menangis: terutama terkait dengan suara keras dan banyak orang
MENGATASI KESULITAN
Peserta dalam FGD terdiri dari kader posyandu dan PKK yang berada di
pengungsian diminta untuk mengidentifikasi berbagai cara mereka mengatasi kesulitan
yang dihadapi, serta kemampuan mereka saat ini untuk mempraktikkan strategi koping
ini dan tantangan apa pun yang dihadapi. Peserta juga ditanya apa yang mungkin
membantu untuk mendukung kemampuan koping mereka.
8
Agama / Ibadah Mungkin, tetapi beberapa tempat Ada 1 ruangan yang
terasa tidak nyaman dan najis difungsikan sebagai
karena berseliweran orang. Banyak Mushola
yang keliru arah sholat
Kegiatan untuk Tidak ada; listrik terbatas Memiliki genset,
mengisi waktu, misal terutama saat malam; pengajuan
menonton TV / WiFi; tidak ada perangkat pemasangan Wifi
youtube, memasak, hiburan jika sesuatu
karaoke berbahaya terjadi
Memelihara dan Mungkin; lebih sulit untuk Penjadwalan
berbagi harapan; beberapa daripada yang lain psikolog?
mencoba untuk
menempatkan hal-hal
dalam perspektif
positif
Peluang pendidikan Terbatas; ada kesempatan Usulkan ke kluster
& ketrampilan pendidikan untuk anak-anak TK, pendidikan
tetapi tidak untuk anak SD atau
lanjutan;
Tugas keluarga dan Sulit mengingat batasan antar
rumah tangga keluarga yang tidak jelas dan
Masalah – mengasuh anak dan pengaturan pengungsian
Perempuan suami
Kegiatan misalnya Tidak memungkinkan; tidak ada
memasak, menjahit ruang atau sumber daya
Bekerja; melakukan Tidak memungkinkan; tidak ada Meminta
sesuatu yang peluang menghasilkan pendapatan; ketenagakerjaan dan/
Masalah menghasilkan belum ada bantuan tunai atau bantuan tunai
laki-laki Memiliki rasa hak Tidak ada perwakilan di Membuat
pilihan untuk pengungsian Kepengurusan
membuat perbedaan Pengungsian
9
Pergi ke sekolah Secara informal di pengungsian; Sampaikan pada
(pendidikan, struktur, tidak ada masuk kembali formal ke cluster pendidikan
aturan, dan nilai) sistem sekolah
Bermain; aktivitas Ya, dalam kondisi suboptimal; Ada penjadwalan
rekreasi dari pengurus
Masalah ruang aman atau bersih terbatas
Anak-anak Pergi jalan-jalan atau Tidak memungkinkan
piknik
Menikmati suguhan Banyak di awal awal bencana Mendisiplinkan
istimewa (misalnya bantuan sehingga
hadiah, permen) bisa teregulasi
kedatangannya
HASIL SRQ 29
Self Reporting Quetionnaire 29 (SRQ 29) merupakan kuesioner yang
dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai alat ukur adanya
masalah/gangguan jiwa. SRQ 29 berisi 29 pertanyaan yang berhubungan dengan masalah
yang mungkin mengganggu selama 30 hari terakhir. Setiap gangguan yang ditemukan
sebaiknya segera dilakukan intervensi untuk mengatasinya. Pada penilaian Kaji Cepat ini
kami lakukan penilaian di 5 lokasi pengungsian dengan jumlah sampel 14 orang di
Penanggal, 13 orang di Pasrujambe dan 7 orang di pasru jambe.
Sb.Mujur P.jambe Penanggal U.Albab Tempeh
(%) (%) (%) (%) (%)
1. Sering merasa sakit kepala 28,6 53,8 71,4 20 0
2 Kehilangan nafsu makan 71 15,3 42,8 40 25
3 Tidur tidak nyenyak 85,7 69,2 85,7 100 100
4 Mudah merasa takut 100 61,5 85,7 60 50
5 Merasa cemas, tegang, atau 100 53,8 64,3 80 50
khawatir
6 Tangan gemetar 14 15,3 42,8 0 0
7 Mengalami gangguan 57 7,6 14,3 20 0
pencernaan
8 Merasa sulit berpikir jernih 28,6 46,1 14,3 0 0
9 Merasa tidak bahagia 71 38,4 71,4 100 50
10 Lebih sering menangis 57 15,3 14,3 0 0
11 Sulit untuk menikmati 57 15,3 71,4 40 25
aktivitas sehari-hari
10
12 Kesulitan untuk mengambil 42,8 38,4 28,5 40 0
keputusan
13 Aktivitas/tugas sehari-hari 42,8 76,9 78,5 40 25
terbengkalai
14 Tidak mampu berperan 42,8 23 30 60 0
dalam kehidupan ini
15 Kehilangan minat terhadap 42,8 0 57,1 80 25
banyak hal
16 Merasa tidak berharga 0 0 7,1 20 0
17 Mempunyai pikiran untuk 0 0 7,1 0 0
mengakhiri hidup Anda
18 Lelah sepanjang waktu 42,8 38,4 28,6 20 25
19 Tidak enak di perut 42,8 46,1 57,1 40 0
20 Mudah lelah 28,6 84,6 21,4 60 25
21 Minum alkohol lebih 0 0 0 0 0
banyak dari biasanya atau
menggunakan narkoba
22 Yakin bahwa seseorang 0 0 0 0 0
mencoba mencelakai
dengan cara tertentu
23 Ada yang mengganggu atau 0 53,8 0 0 0
hal yang tidak biasa dalam
pikiran
24 Mendengar suara tanpa tahu 0 15,3 0 0 0
sumbernya atau yang orang
lain tidak dapat mendengar
25 Mimpi yang mengganggu 14 61,5 35,7 25% 15%
tentang suatu
bencana/musibah atau saat-
saat seolah mengalami
kembali kejadian bencana
itu
26 Menghindari kegiatan, 0 46,1 42,8 50% 20%
tempat, orang atau pikiran
yang mengingatkan akan
bencana tersebut
27 Minat terhadap teman dan 0 7,6 50 10% 5%
kegiatan yang biasa
dilakukan berkurang
28 Sangat terganggu jika 28,6 61,5 28,6 35% 25%
berada dalam situasi yang
mengingatkan akan
bencana atau jika berpikir
tentang bencana itu
29 Kesulitan memahami atau 0 53,8 7,1 60% 30%
mengekspresikan perasaan
11
PENILAIAN AREA PRONOJIWO
Tim LPT Psikososial UMM melakukan asesmen dengan pendekatan mix
methods, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pada metode kuantitatif tim melakukan rapid
assessment melalui instrumen general health questionnaire (GHQ-12) yang
mengungkap tiga aspek, yakni tingkat kecemasan, keberfungsian sosial, dan kepercayaan
diri untuk bangkit dari masalah yang sedang dihadapi. Sementara pada pendekatan
kualitatif, tim menggunakan metode wawancara dan observasi langsung terhadap para
penyintas serta significant others untuk mendapat data yang lebih komprehensif.
Asesmen hari pertama difokuskan pada penyintas dengan kategori rentan, yaitu anak-
anak dan lansia.
HASIL ASESMEN
Kuantitatif
Descriptive Statistics
Kecemasan Keberfungsian Sosial Kepecayaan Diri untuk Bangkit
Valid 31 31 31
Mean 10.032 10.645 10.419
Std. Deviation 2.549 2.074 2.292
Minimum 4.000 7.000 7.000
Maximum 15.000 14.000 15.000
Klasifikasi Kecemasan, Keberfungsian Sosial, dan Kepercayaan Diri untuk
Bangkit
Tinggi : 9 – 16
Rendah :1–8
12
Berdasarkan distribution plots diketahui bahwa sebaran perolehan skor untuk setiap
aspek (kecemasan, keberfungsian sosial, dan kepercayaan diri untuk bangkit) pada para
penyintas berada pada nilai yang cukup baik. Meski demikian, data di atas juga menunjukkan
bahwa terdapat beberapa penyintas yang berada pada sebaran tingkat kecemasan yang sangat
tinggi, serta keberfungsian sosial dan kepercayaan diri yang rendah. Penyintas tersebut
memungkinkan untuk diberikan pendampingan psikologis secara individual. Berkaitan hal
tersebut akan dijabarkan lebih rinci pada data kualitatif
Group Descriptives
Group N Mean SD SE
Kecemasan L 7 11.571 2.440 0.922
P 24 9.583 2.448 0.500
Keberfungsian Sosial L 7 9.143 1.864 0.705
P 24 11.083 1.954 0.399
13
Independent Samples T-Test
t df p
Kepecayaan Diri untuk Bangkit L 7 8.286 0.951 0.360
P 24 11.042 2.196 0.448
Hasil uji beda berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa:
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat kecemasan dan keberfungsian
sosial antara laki-laki dan perempuan. Meski demikian pada data deskriptif diketahui
bahwa rerata tingkat kecemasan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
2. Pada aspek keberfungsian sosial dapat dilihat rerata perempuan lebih baik fungsi
sosialnya dibandingkan laki-laki.
3. Sementara pada aspek kepercayaan diri untuk bangkit ditemukan perbedaan yang
signifikan antara laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat bahwa perempuan lebih memiliki
kepercayaan diri yang mumpuni untuk bangkit jika dibandingkan laki-laki.
Group Descriptives
Group N Mean SD SE
Kecemasan Oro2 Ombo 16 9.813 2.713 0.678
SMP 2
Pronojiwo/Masjid 15 10.267 2.434 0.628
Nurul Jadid
Keberfungsian Sosial Oro2 Ombo 16 11.063 1.692 0.423
SMP 2
Pronojiwo/Masjid 15 10.200 2.396 0.619
Nurul Jadid
Kepecayaan Diri untuk Bangkit Oro2 Ombo 16 10.375 2.473 0.618
SMP 2
Pronojiwo/Masjid 15 10.467 2.167 0.559
Nurul Jadid
14
Hasil uji beda berdasarkan lokasi pengungsian menunjukkan bahwa:
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada berbagai aspek psikologis (kecemasan,
keberfungsian sosial, dan kepercayaan diri untuk bangkit) jika dilihat dari kedua lokasi
pengungsian, yaitu Oro-Oro Ombo dan SMP 2 Pronojiwo/Masjid Nurul Jadid.
2. Data deskriptif menunjukkan bahwa rerata nilai di lokasi pengungsian SMP 2
Pronojiwo/Masjid Nurul Jadid dinilai lebih membutuhkan pendampingan psikologis.
Group Descriptives
Group N Mean SD SE
Kecemasan Anak2 8 8.500 2.726 0.964
Lansia 23 10.565 2.313 0.482
Keberfungsian Sosial Anak2 8 11.125 2.031 0.718
Lansia 23 10.478 2.108 0.440
Kepecayaan Diri untuk Bangkit Anak2 8 10.875 2.295 0.811
Lansia 23 10.261 2.320 0.484
Hasil uji beda berdasarkan kelompok usia (Anak-Anak dan Lansia) menunjukkan bahwa:
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada berbagai aspek psikologis (kecemasan,
keberfungsian sosial, dan kepercayaan diri untuk bangkit) jika dilihat berdasarkan
kelompok usia anak-anak dan lansia.
2. Data deskriptif menunjukkan bahwa rerata kelompok usia lansia dinilai membutuhkan
pendampingan psikologis lebih intens.
KUALITATIF
Secara keseluruhan salah satu sumber kecemasan warga adalah kehilangan sasaran distribusi
sumber daya alam sebagai penghasilan ekonomi utama warga, seperti hasil-hasil perkebunan,
tempat jualan yang hilang, sehingga takut akan kehidupan di masa yang akan datang.
Beberapa warga diidentifikasi mengalami kecemasan yang cukup tinggi dan disertai dengan
fungsi sosial serta kepercayaan diri yang sangat rendah. Kutipan wawancara beberapa
penyintas tersebut:
Suliati, 60 tahun
Kecemasannya tinggi karena mengungsi dan jauh dari sumber penghasilannya, yaitu
ternak. Setiap hari Ia harus bolak – balik melihat ternaknya. Kondisi tersebut diperparah
dengan terpisahnya Ia dengan anaknya yang berada di tempat pengungsian lain.
15
Paini, 60
Rumahnya habis. Antusias dengan kedatangan relawan namun mengalami keterbatasan
pemahaman bahasa indonesia ketika berkomunikasi dengan relawan. Ketika didatangi Ia
serta-merta menangis karena bingung rumahnya sudah tidak ada. Ia bingung setelah ini
mau harus kemana. Kondisi tersebut selalu disertai dengan kesedihan yang amat dalam.
Madmadi, 50
Kecemasan tinggi karena trauma melihat 5 orang temannya meninggal di depan mata
ketika erupsi. Pada saat itu ia sesak nafas dan tidak bisa melihat apa – apa. Akibat dari
kejadian tersebut, Ia merasa takut ketika melihat mendung dan awan gelap di daerah
gunung semeru. Sulit tidur saat mendengar gemuruh dan ia langsung bangun saat itu
juga. Matanya merah karena kurang tidur. Ia bingung harus bagaimana kedepannya
karena rumahnya habis dan kambingnya habis. Ia terpisah dengan istri dan anak di
pengungsian sumbersari sedangkan ia ada di SMP N 2 Pronojiwo.
Purwati, 52
Ia tinggal di rumahnya sendiri bersama suaminya. Sebelumnya aktivitas – aktivitas
kesehariannya adalah mencari kayu di daerah atas, namun setelah ada erupsi ia tidak
berani keluar jauh kemana – mana. Ia juga merasa sulit tidur karena masih kepikiran
dengan adanya erupsi. Ia mendengar suara gunung saat sedang erupsi dan itu
membuatnya ketakutan sampai sekarang. Beberapa kali ia masih merasa cemas. Ia sulit
tidur disertai dengan tatapan sayu dan mata memerah.
16
beberapa posko bahkan didapatkan acara roleplay yang sampai 2-3 kali dalam 1 hari.
Cakupan terkini dari pengungsian ( yang hanya terdaftar di P2 Dinas Kesehatan Daerah)
17
RINGKASAN DAN REKOMENDASI
⇒ Advokasi manajemen posko untuk melakukan skrining Kesehatan jiwa pada semua
petugas kemanusiaan minimal 2x dalam sepekan dengan perhatian pada jam dan beban
kerja.
18
⇒ mendorong semua puskesmas untuk melakukan pelatihan psychological first aid
untuk kader posyandu dan puskesmas, serta menerjunkannya secara bergiliran di posko
posko pengungsian. Dan mendorong aktivitas PFA sebagai aktivitas rutin yang dapat
dikerjakan secara individual berkeliling di area pengungsian. Kami telah melakukan
pelatihan PFA di Puskesmas Pasru Jambe dan Puskesmas Penanggal
⇒Advokasi manajemen posko untuk melakukan skrining Kesehatan jiwa pada
sampling 1/ 10 dari jumlah pengungsi di setiap posko pengungsian minimal 2x dalam
sepekan dengan melibatkan pengurus pengungsian dan petugas PFA terlatih dari
Puskesmas setempat.
⇒ menempatkan psikolog klinis atau psikiater yang secara aktif menjadi koordinator
psikososial posko sehingga dapat melakukan pengaturan, penyuluhan, penjangkauan
dan intervensi konseling dasar di posko-posko pengungsian dengan melibatkan
pengurus pengungsian. Psikolog / Psikiater ditempatkan atau bertugas berpindah tempat
pada 3 posko besar yaitu Pasirian, Penanggal – Candipuro, dan Pronojiwo
19
⇒ Mengatur pelatihan, pengawasan, dan inisiatif peningkatan kapasitas yang
berkelanjutan untuk penyedia layanan DKJPS untuk mempromosikan praktik terbaik
untuk pemberian dukungan kepada penduduk yang terkena dampak konflik yang
mungkin telah mengalami peristiwa traumatis, kehilangan, dan tekanan psikologis yang
signifikan. Para pelaku DKJPS dapat mempertimbangkan kerjasama untuk pelatihan
bersama dan inisiatif pengembangan kapasitas.
⇒ Membangun dan memperkuat jalur rujukan antara pekerja kemanusiaan untuk
mempromosikan akses masyarakat ke layanan komprehensif yang mencakup kesehatan
mental dan dukungan psikososial, kesehatan, perlindungan, dan layanan sosial.
Memastikan keterwakilan DKJPS yang berkelanjutan pada pertemuan Kelompok
Koordinasi Kesehatan dan Perlindungan serta berbagi kebijakan dan prosedur pemetaan
dan rujukan.
⇒ Melakukan beberapa distract activity dan PFA, khususnya pada lansia yang berada di
pengungsian SMP 2 Pronojiwo dan Nurul Jadid. Distract activity terhadap anak-anak
juga akan dilakukan di Desa Oro-Oro Ombo.
⇒ Mengingat aktivitas sekolah pada jenjang SD dan SMP tidak berjalan, segera mungkin
mendirikan dukungan proses pembelajaran di lokasi pengungsian SMP 2 Pronojiwo,
Nurul Jadid, dan Desa Oro-Oro Ombo Kecamatan Pronojiwo
20
DOKUMENTASI
21
PELATIHAN PFA
22
CONTOH EDUKASI
23