Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis Pre-eklampsia

Penegakkan Proteinuria

Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik > positif 1.3 Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada
beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik
positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin
dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat
positif palsu 67-83%.13 Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan
urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy
(ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining
dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein
urin tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin. 1

Penegakkan Diagnosis Preeklampsia

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang
baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia,
harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia,
yaitu:3

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter

2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan

kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau

adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

4. Edema Paru

5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau

didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Penegakkan Diagnosis Preeklampsia dengan gambaran Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia, dan jika gejala
tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut
dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini : 3

1
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama

2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter

3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan

kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau

adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

5. Edema Paru

6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:

Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or reversed end diastolic
velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas protein urin
terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif (lebih dari 5 g) telah dieleminasi
dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi
yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan
dalam waktu singkat.5

Komplikasi Pre-eklampsia

Komplikasi maternal dari preeklamsia berat bisa serius, menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu,
janin, dan neonatal. Ini termasuk sindrom HELLP, 17,18 koagulopati intravaskular diseminata dan gagal
ginjal akut. Komplikasi maternal tersering adalah sindrom HELLP sebesar 9,1% dan tidak ada pasien
yang meninggal karenanya.5

Komplikasi Maternal

a. HELLP Syndrome

Telah diketahui sejak lama bahwa preeklamsia dapat dikaitkan dengan hemolisis, peningkatan enzim
hati dan trombositopenia. Weinstein menganggap tanda dan gejala merupakan suatu entitas yang
terpisah dari preeklamsia berat dan pada tahun 1982 menamai kondisi sindrom HELLP (H =
Hemolysis, EL =Elevated Liver Enzyme, LP = Low Platelet Counts). HELLP saat ini dianggap sebagai
varian dari preeklamsia berat atau bagian dari komplikasi. Diagnosis bentuk lengkap dari sindrom
HELLP membutuhkan kehadiran semua 3 komponen utama, sedangkan sindrom HELLP parsial atau
tidak lengkap hanya terdiri dari 1 atau 2 elemen dari triad (H atau EL atau LP) .6

b. Eklampsia

Eklampsia didefinisikan sebagai preeklamsia dengan komplikasi kejang tonik-klonik umum.


Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia dan eklampsia selalu didahului
dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan dengan preeklampsia yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain disebut eklamsia. 7

2
c. Ablasi Retina

Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina. Gangguan
penglihatan pada wanita dengan preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan
kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
akibat penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan. 8

d. Gagal ginjal

Selama preeklamsia, perubahan fungsional pada hemodinamik ginjal sangat berbeda. GFR pada
wanita dengan preeklamsia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang sehat.
Ini terkait dengan perubahan histopatologi yang khas termasuk deposisi fibrin, pembengkakan
endotel, dan hilangnya ruang kapiler. Perubahan ini, yang disebut "endoteliosis glomerulus" (istilah
yang diperkenalkan oleh Spargo pada tahun 1976), merupakan patognomonik untuk preeklamsia,
yang dianggap sebagai penyakit glomerulus paling umum di seluruh dunia. Namun demikian, pada
sebagian besar pasien dengan perubahan glomerulus preeklamsia menghilang dalam delapan
minggu setelah melahirkan. Dalam kasus yang jarang terjadi, preeklamsia juga dapat menyebabkan
nekrosis kortikal ginjal atau nekrosis tubular akut dan merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal akut pada kehamilan.8

e. Kerusakan Hati

Disfungsi hati selama preeklamsia berhubungan (seperti pada keterlibatan organ lain) dengan
disfungsi endotel, yang menyebabkan kerusakan mikrosirkulasi hati dan nekrosis hepatoseluler.
Biopsi hati pada wanita dengan sindrom HELLP telah menunjukkan mikroangiopati trombotik. 8

Komplikasi Neonatal

Komplikasi janin / neonatal termasuk lahir mati, prematuritas iatrogenik dan komplikasinya, dan
berat lahir sangat rendah / rendah. Sekitar 22% bayi lahir mati menunjukkan bahaya serius yang
dapat ditimbulkan oleh gangguan hipertensi ini pada kesehatan janin. Lebih dari separuh (54,5%)
dari bayi yang masih hidup dirawat di NICU yang menunjukkan bahwa adanya tekanan pada
Kesehatan neonatal. Kematian neonatal dini disebabkan oleh prematuritas yang parah, berat badan
lahir sangat rendah / rendah, dan sindrom gangguan pernapasan. Pada kondisi preeklamsia yang
berat atau bahkan eklamsia, pasien biasanya datang terlambat dalam kondisi yang sudah sangat
buruk, sehingga tidak dapat memberikan waktu untuk intervensi seperti kortikosteroid untuk
pematangan paru janin yang akan diberikan. Dalam kelainan hipertensi kehamilan ini, keadaan bayi
tampak lebih buruk dibandingkan dengan ibunya. Idealnya adalah memberikan hasil yang baik bagi
ibu dan bayinya.9

Tatalaksana Pre-eklampsia

Penatalaksanaan preeklampsia bergantung dari usia gestasi dan tingkat keparahan penyakit. Tujuan
dari penatalaksanaan preeklampsia adalah untuk mengontrol tekanan darah, meminimalisir trauma
pada saat terminasi kehamilan bagi ibu dan bayi, melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan
luar kandungan, dan juga untuk melakukan asuhan yang baik terhadap ibu. Tujuan ini dapat dicapai
dengan merumuskan rencana manajemen yang mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
kehamilan janin, status ibu dan janin pada saat penilaian awal, adanya persalinan, atau pecahnya
membrane janin.10

3
Preeklampsia berat pada ibu hamil harus segera dirawat inap. Tirah baring total sudah tidak
direkomendasikan lagi pada pasien dengan preeklampsia. Selain karena efektivitasnya yang rendah,
tirah baring justru menjadi faktor risiko terjadinya tromboemboli. Sebaiknyalebih dianjurkan untuk
melakukan tirah baring dengan posisi miring ke kiri ketika pasien sedang tidur guna menghilangkan
tekanan pada vena kava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik ke jantung. Selain
pemantauan tekanan darah dan protein urin secara berkala, pemeriksaan nostress test (NST dengan
menggunakan CTG cardiotocography) direkomendasikan untuk dilakukan dua kali seminggu sampai
waktu persalinan.23 Pada saat rawat inap, diberikan infus ringerlaktat atau ringer dekstrose 5%.
Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan pada pasien preeklampsia tanpa gejala berat
dengan tekanan darah sistolik ≤ 160 mmHg atau diastolik ≤ 110 mmHg. Pemberian MgSO4 hanya
direkomendasikan pada preeklampsia berat atau dengan keluhan sakit kepala, penurunan visus,
nyeri pada kuadran atas kanan perut dan tanda kejang. Hal ini dikarenakan tekanan darah pada
pasien preeklampsia akan mudah berubah selama kehamilan, sehingga butuh pengawasan terhadap
tekanan darah pasien. Jika tekanan darah meningkat dan mengarah ke perburukan keadaan pasien
maka pemberian magnesium sulfat direkomendasikan pada saat tersebut. 11

Cara Pemberian Magnesium Sulfat (MgSO4) :

1. Dosis Inisial

4 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan MgSO4 dalam 10ml aquades,
diberikan bolus (IV) selama 10-15 menit. Segera dilanjutkan dengan 6 g MgSO4 40% dibuat dengan
cara melarutkan 15ml larutan MgSO4 ke dalam 500 ml RL, habis dalam 6 jam. Jika kejang berulang
setelah 15 menit, berikan 2 g MgSO4 40% dibuat dengan cara mengencerkan 5 ml larutan MgSO4
dalam 5 ml aquades, diberikan bolus (IV) selama 5 menit.

2. Dosis Rumatan

Larutan MgSO4 40% 1 g/jam dimasukkan melalui cairan infus Ringer Laktat (RL)/Ringer Asetat (RA)
yang diberikan sampai 24 jam pasca persalinan. Pemberian MgSO4 memiliki syarat-syarat pemberian
yang harusterpenuhi, yaitu:

1. Harus tersedia antidotum MgSO4 yakni Ca Gluconas 10%.

2. Refleks pattela pasien normal

3. Frekuensi pernapasan ≥16 kali/menit dan tidak ada tanda-tanda distress

pernapasan.

Pemberian magnesium sulfat harus dihentikan jika ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan
otot, hipotensi, reflex fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan.
Magnesium sulfat dihentikan 24 jam pasca persalinan atau 24 jam pasca kejang terakhir. 25

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam
10 cc I.V. pelan dalam 3 menit. Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan, dapat
diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Dan apabila tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4) dapat
diberikan salah satu regimen dibawah ini : 10

1. 100 mg IV sodiumthiopental

2. 10 mg IV diazepam

3. 250 mg IV sodiumamobarbital

4
Manajemen Antihipertensi

Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Dari hasil metaanalisis menunjukkan pemberian anti
hipertensi meningkatkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebanding dengan
penurunan tekanan arteri rata-rata. Hal ini menunjukkan pemberian antihipertensi untuk
menurunkan tekanan darah memberikan efek negatif pada perfusi uteroplasenta. Oleh karena itu,
indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam
mencegah penyakit serebrovaskular. Meskipun demikian, penurunan tekanan darah dilakukan
secara bertahap tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah
terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenta. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik <
160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi lini pertama pada preeklampsia adalah
nifedipine oral, hydralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pilihan antihipertensi lainnya adalah
nitrogliserin, metildopa dan labetaloloral.11

- Nifedipine: 10-20 mg per oral, dapat diulangi setelah 30 menit. Maksimum

120 mg dalam 24 jam

- Hydralazine: 5-10mg IV/IM setiap 30 menit

- Labetalol parenteral: 5-20mg IV setiap 30 menit

- Metildopa: 500-3000mg dibagi dalam 2-4 dosis per hari.

- Labetalol oral: dosis awal 2x100mg dapatdinaikkan setiap minggu hingga

maksimal 2400mg sehari.

Daftar Pustaka

1. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,

Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:

Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5);

416-438

2. Wibowo N, dkk. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis

dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. POGI Himpunan Kedokteran Fetomaternal.

Hal: 35- 41.

3. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians

and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013.

4. LeFevre ML. Low-Dose Aspirin Use for the Prevention of Morbidity and

Mortality from Preeclampsia: U.S. Preventive Services Task Force.

Recommendation Statement. Ann Intern Med. 2014; 161:819-826

5. Haram K, Svendsen E, Abildgaard U. The HELLP syndrome: clinical issues

5
and management. A Review. BMC Pregnancy Childbirth. 2009; 9:8.

doi:10.1186/1471-2393-9-8

6. Magley M, Hinson MR. Eclampsia. [Updated 2021 June 22]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.

7. Pankiewicz K, Szczerba E, Maciejewski T, Fijałkowska A. Non-obstetric

complications in preeclampsia. Prz Menopauzalny. 2019;18(2):99-109.

doi:10.5114/pm.2019.85785

8. Ngwenya S. Severe preeclampsia and eclampsia: incidence, complications, and

perinatal outcomes at a low-resource setting, Mpilo Central Hospital,

Bulawayo, Zimbabwe. Int J Womens Health. 2017; 9:353-357.

doi:10.2147/IJWH.S131934

9. Cunningham FG et al. 2018. Hypertensive Disorders. Dalam C. F. al, William

Obstetrics 25rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

10. Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

11. Brown CM, Garovic VD. Drug treatment of hypertension in pregnancy. Drugs,

2014, 74.3: 283-296

Anda mungkin juga menyukai