Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Pemberian Ampas Kelapa Fermentasi terhadap

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Effect of Giving Fermented Coconut Dregs on


Dry Digestion and Organic Ingredients

Moh. Dermawan Putra

Balai Riset Peternakan Ayam Petelur, Palu, Indonesia.


Peternakan, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia.
E-mail: haduwawan2@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian selenium pada
ramsum ayam petelur terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penelitian ini
bersifat eksperimental menggunakan RAL dengan 5 perlakuan konsentrasi selenium
( kontrol, kontrol + selplex, kontrol + 0,5% ampas kelapa fermentasi 7 hari, kontrol + 0,5%
ampas kelapa sodium selenite 6g fermentasi 7 hari, kontrol + 0,5% ampas kelapa sodium
selenite 12g fermentasi 7 hari ) dan tiga ulangan. Analisis regresi menunjukan bahwa
penggunaan 0,5% ampas kelapa yang difermentasi selama 7 hari ditambah 0,2% dan 0,4%
selenium dalam ransum tidak mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik dari ayam petelur.

Kata Kunci : Ampas kelapa, Ayam petelur, Bahan Kering, Bahan Organik, Fermentasi,
Kecernaan, Selenium.

ABSTRACT
This study aims to determine the effect of selenium administration on laying chicken rams
on the digestibility of dry matter and organic matter. This research is experimental using
RAL with 5 selenium concentration treatments (control, control + selplex, control + 0.5%
fermented coconut pulp 7 days, control + 0.5% sodium selenite coconut pulp 6g
fermentation 7 days, control + 0.5 % coconut pulp sodium selenite 12g fermentation 7
days) and three replications. Regression analysis showed that the use of 0.5% fermented
coconut pulp for 7 days plus 0.2% and 0.4% selenium in the ration did not affect the
digestibility of dry matter and organic matter from laying hens.

Keywords: Coconut pulp, laying hens. Dry Ingredients, Organic Ingredients, Fermentation.

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 1


PENDAHULUAN

Selenium dikenal dalam perannya sebagai antioksidan. Cancer (2009) menyatakan


bahwa selenium membantu mencegah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal
bebas. Selenium bertindak sebagai antioksidan dan membantu melindungi tubuh terhadap
efek merusak dari radikal bebas. Lebih lanjut dinyatakan selenium sangat penting untuk
aktivitas glutation peroksidase, enzim yang melindungi kerusakan terhadap membrane sel.
Selenium ditemukan dalam sereal, daging, telur, seafood dan ikan (Cancer, 2009).
Bahan ransum yang mengandung selenium terbatas dan harganya relatif mahal,
sehingga perlu upaya untuk memproduksi bahan ransum sumber selenuim yang lebih
ekonomis. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah karena yang dapat
merubah selenium anorganik menjadi organik hanya tanaman dan mikroba. Fermentasi
menggunakan mikroba Saccharomyces cereviseae diharapkan dapat merubah selenium
anorganik menjadi selenium organik. Pemberian ransum kaya selenium dari fermentasi
ampas kelapa diharapkan dapat meningkatkan kualitas ransum ayam petelur, sehingga
dapat diproduksi telur kaya selenium dan menaikkan nilai kecernaan pada ayam petelur
karena mengingat ayam petelur sebagai salah satu ternak unggas yang cukup potensial di
Indonesia yang sudah lama dikenal dimasyarakat dan diusahakan sebagai usaha sampingan
maupun usaha peternakan. Produk telur sektor peternakan yang memberikan sumbangan
besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Ayam petelur dapat
memproduksi telur sekitar 250 - 300 butir per tahun, peminat telur ayam ras cukup besar
dikota palu yakni 94,5% lebih besar dibanding ayam kampung 3,6% dan itik 1,8%. (BPS,
2018).
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian dalam ransum ayam petelur
tentang kecernaan bahan kering dan bahan organik. Pemanfaatan selenium dalam penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik, mengingat
selenium adalah mikro mineral yang bermanfaat sebagai antioksidan sehingga dapat
meningkatkan kesehatan bagi ternak pada umumnya dan kesehatan pencernaan pada
khususnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian ampas kelapa fermentasi
menggunakan jamur Saccharomyces cereviseae yang diperkaya selenium terhadap
kecernaan ayam petelur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi mengenai pengaruh ampas kelapa fermentasi menggunakan jamur
Saccharomyces cereviseae yang diperkaya selenium terhadap kecernaan ayam petelur.
Penggunaan ransum ampas kelapa fermentasi yang mengandung selenium dalam ransum
akan menigkatkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik ayam petelur.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada kandang percobaan Fakultas Peternakan dan
Perikanan Universitas Tadulako yang bertempat di Desa Sibalaya Selatan, Kecamatan
Tanambulava, Kabupaten Sigi, dan Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu.
Materi penelitian terdiri atas 15 ekor ternak yang berumur 6 bulan dan dipelihara
selama 8 minggu. Kandang yang digunakan adalah kandang battery sebanyak 18 petak.
Setiap petak masing-masing berisi 1 ternak. Setiap petak dilengkapi satu buah tempat
ransum dan satu buah tempat minum. Timbangan yang digunakan adalah timbangan
analitik kapasitas 5000g dengan skala ketelitian 1g yang digunakan untuk minimbang

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 2


ransum, serta timbangan digital kapasitas 5000g dengan ketelitian 0,01g untuk menimbang
ekskreta.
Bahan ransum dan komposisi ransum basal yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.1 Komposisi Ransum Percobaan, Tabel 3.2 Kandungan Nutrien
Ransum Percobaan dan Tabel 3.3 Ramsum Percobaan yang diujikan pada ternak
percobaan. Ransum perlakuan yang digunakan yakni ampas kelapa fermentasi
menggunakan jamur Saccharomyces cereviseae. Jamur tersebut diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako. Metode (Gandjar,
2006) digunakan dalam proses fermentasi pada media padat.

Tabel 3.1 Komposisi Ransum Percobaan

NO Bahan Jumlah %
1 Jagung 51,60
2 Kedelai 18,50
3 Dedak Padi 15,00
4 Tepung Ikan 8,00
5 DCP 6,30
6 Premix 0,20
7 Lysin 0,10
8 Metionin 0,10
9 Garam 0,20
Total 100

Tabel 3.2 Ransum Percobaan yang diujikan pada Ternak Percobaan

R1 = Kontrol

R2 = Kontrol + Selplex

R3 = Kontrol + 0,5% Ampas kelapa fermentasi 7 hari

R4 = Kontrol + 0,5% Ampas kelapa Sodium selenite 6g fermentasi 7 hari

R5 = Kontrol + 0,5% Ampas kelapa Sodium selenite 12g fermentasi 7 hari

Tabel 3.3 Kandungan Nutrien Ransum Percobaan

NO Nutrien Kandungan Nutrisi


1 Energi Metabolis (Cal/Kg) 3011
2 Protein (%) 17,9
3 Serat Kasar (%) 3,9
4 Ca (%) 0,47
5 P (%) 0,70
6 Se (%) 0,26
7 Lisisn (%) 0,96
8 Metionin (%) 0,43

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 3


Penelitian ini didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan 3 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan dan faktor yang diamati adalah
penggunaan Selenium. Pengambilan dan penampungan ekskreta data kecernaan dilakukan
pada masing-masing ternak. Sampel diambil dari semua ternak percobaan secara acak yang
perjumlah 15 ternak, pengambilan sampel ekskreta dilakukan 3 hari untuk kecernaan bahan
kering dan bahan organik. Kandang dilengkapi wadah penampung ekskreta dari nampan
plastik. Pengumpulan ekskreta dilakukan 1 x 24 jam dan ditimbang (bobot segar), setelah
itu ekskreta dikeringkan dengan menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 60o C ,
selanjutnya sampel ekskreta dihaluskan dan ditimbang kembali (bobot kering). Ekskreta
digiling (dihaluskan) untuk dianalisis Bahan Kering dan (BK) Bahan Organik (BO).
Peubah yang diamati dalam penelitian yaitu :
1. Kecernaan Bahan Kering
a. Konsumsi bahan kering (ekor/hari), dihitung dengan melihat konsumsi ransum dikali
dengan bahan kering pada ransum seperti pada rumus sebagai berikut :
KBK = Konsumsi ransum x BK ransum
b. Kecernaan bahan kering (%), dihitung dengan melihat konsumsi bahan kering
dikurangi bahan kering pada eskreta lalu dibagi konsumsi bahan kering dan dikali
100% seperti pada rumus sebagai berikut :

KcBK = ( Konsumsi BK ( g ) ) – ¿ ¿

Keterangan :
BK = Bahan Kering
KBK = Konsumsi Bahan Kering
KcBK = Kecernaan Bahan Kering
2. Kecernaan Bahan Organik
a. Konsumsi bahan organik (ekor/hari), dihitung dengan melihat konsumsi ransum dikali
dengan bahan organik pada ransum seperti pada rumus sebagai berikut :
KBO = Konsumsi ransum x BO ransum
b. Kecernaan bahan organik (%), dihitung dengan melihat konsumsi bahan organik
dikurangi bahan organik pada eskreta lalu dibagi konsumsi bahan organik dan dikali
100% seperti pada rumus sebagai berikut :

KcBO = ( Konsumsi BO( g) ) – ¿ ¿

Keterangan :
BO = Bahan Organik
KBO = Konsumsi Bahan Organik
KcBO = Kecernaan Bahan Organik

Data yang dikumpulkan dari semua peubah yang diamati dihitung dengan
menggunakan analisis ragam menurut petunjuk (Steel dan Torrie 1993) sesuai rancangan
yang digunakan. Adapun model matematikanya sebagai berikut :
Yij = µ + αi + €ij
Keterangan :
Yij = nilai perbandingan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rata-rata umum pengamatan
αi = pengamatan perlakuan ke-i

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 4


ij = galat percobaan
i = perlakuan (R1, R2, R3, R4, R5)
j = ulangan (1, 2 dan 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Data rataan dan perhitungan analisis keragaman kecernaan bahan kering da bahan
organik ransum ayam petelur yang ditambahkan fermentasi ampas kelapa dan selenium
disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
abel 4.1 Rataan Nilai Kecernaan ransum (%)
Perlakuan
Parameter
R1 R2 R3 R4 R5
Kecernaan bahan kering 86, 84,0
Kecernaan bahan organik 86 86,11 84,62 86,12 5
85, 78,1
46 83,63 82,71 83,46 3

4.2 Pembahasan
4.2.1 Kecernaan Bahan Kering
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) memperlihatkan bahwa penggunaan ampas
kelapa fermentasi yang mengandung selenium dalam ransum memberikan pengaruh tidak
nyata (P>0,05) terhadap tingkat kecernaan bahan kering. Hal ini disebabkan karena
selenium tidak berpengaruh langsung terhadap kecernaan bahan kering, selenium lebih
berperan sebagai antioksidan (daya tahan tubuh) sesuai dengan pernyataan (Surai, 2006)
yang melaporkan bahwa selenium berperan dalam pertahanan antioksidan dan merupakan
bagian penting dari GSH-Px, serta ketersediaan selenium merupakan kunci efektif sintesis
GSH-Px. Selenium mengindikasikan peranannya dalam enzim GSH-Px yang melindungi
membran sel dari kerusakan akibat peroksida lipid dan mengurangi efek negatif dari stres
oksidatif yang disebabkan oleh heat stress (Sahin dan Kucuk, 2003). Selenium dianggap
residu selenocysteine dalam sintesis protein untuk menghasilkan enzim antioksidan seperti
glutation peroksidase (GPX), thioredoxin reduktase, dan selenoprotein P. Enzim glutation
peroksidase yang dijumpai pada selenium membantu mencegah kerusakan sel yang
disebabkan oleh radikal bebas. Selenium dianggap residu selenocysteine dalam sintesis
protein untuk menghasilkan enzim antioksidan seperti glutation peroksidase (GPX),
thioredoxin reduktase, dan selenoprotein P. Enzim glutation peroksidase yang dijumpai
pada selenium membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas
(Lloyd dan Robson, 1989) dan (Yamashita dkk, 2010).
Ransum perlakuan menghasilkan rataan kecernaan bahan kering yang tertinggi
dicapai oleh ternak yang diberi ransum kontrol tanpa perlakuan apapun (R1), kemudian
diikuti oleh ransum kontrol yang ditambah ampas kelapa fermentasi selenium 0,2% (R4),
ransum kontrol dengan penambahan selplex 0,5% (R2), ransum kontrol tambah ampas
kelapa fermentasi non selenium (R3) dan ransum kontrol dengan penambahan ampas
kelapa fermentasi selenium 0,4% (R5).
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan ampas kelapa fermentasi yang
mengandung selenium dalam ransum memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap
nilai kecernaan bahan kering dengan ransum tanpa perlakuan. Bahan ransum dengan

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 5


kandungan zat-zat ransum yang dapat dicerna tinggi pada umumnya tinggi pula nilai
nutriennya (Lubis, 1992).
4.2.2 Kecernaan Bahan Organik
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa penggunaan ampas
kelapa fermentasi yang mengandung selenium dalam ransum memberikan pengaruh yang
tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik ransum. Ransum perlakuan
menghasilkan rataan kecernaan bahan organik yang tertinggi dicapai oleh ternak yang
diberi ransum kontrol tanpa perlakuan apapun (R1), kemudian diikuti oleh ransum kontrol
ditambahkan selplex 0,5% (R2), ransum kontrol tambah ampas kelapa fermentasi selenium
0,2% (R4), ransum kontrol tambah ampas kelapa fermentasi non selenium (R3) dan ransum
kontrol dengan penambahan ampas kelapa fermentasi selenium 0,4%(R5). Hal ini
disebabkan karena rendahnya kecernaan bahan kering pada perlakuan tersebut, pendapat ini
sejalan dengan prinsip perhitungan bahan organik dari analisis proksimat, dimana semakin
rendah persentase bahan kering maka akan diikuti pula oleh penurunan persentase bahan
organik begitu pula sebaliknya (Bautrif, 1990).
Nilai kecernaan bahan organik ransum pada penelitian ini diperoleh pada kisaran
78.13% - 85.46%. Nilai kisaran tersebut menunjukkan bahwa ransum yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki daya cerna yang baik hal ini sesuai dengan peryataan
(Anggrodi, 1994) bahwa ada 3 kategori kualitas bahan ransum berdasarkan tingkat daya
cernanya, yaitu: nilai kecernaan pada kisaran 50-60% adalah berkualitas rendah, antara 60-
70% berkualitas sedang dan di atas 70% berkualitas tinggi. Keadaan ini membuktikan
bahwa penggunaan ampas kelapa fermentasi yang mengandung selenium dalam ransum
memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan ransum tanpa perlakuan.
Tillman dkk, (1998) mengemukakan bahwa, faktor yang mempengaruhi kecernaan
ransum adalah komposisi ransum, penyiapan ransum, faktor hewan, dan jumlah ransum.
Pada penelitian ini bahan organik ransum perlakuan menunjukan nilai yang relatif sama
dengan ransum tanpa perlakuan (lampiran 3) sehingga menghasilkan nilai kecernaan
bahan organik yang tidak berbeda nyata.
Fenomena yang nampak pada kecernaan bahan organik juga disebabkan karena
selenium tidak berpengaruh langsung terhadap kecernaan bahan organik tetapi lebih
berperan sebagai antioksidan. Selenium berfungsi sebagai antioksidan yang meredam
aktivitas radikal bebas (Beck dkk, 2003) . Sifat antioksidan dari selenium memainkan peran
protektif dalam penyakit manusia, termasuk prostat, paru-paru, dan usus / kanker usus
besar, imunodefisiensi, dan penyakit jantung (Bhardwaj, 2008).

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 0,5% ampas


kelapa yang difermentasi selama 7 hari ditambah 0,2% dan 0,4% selenium dalam ransum
tidak mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik dari ayam petelur.
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya penggunaan ampas kelapa, mikroba dan
selenium sebagai bahan penyusun ransum lebih ditingkatkan lagi untuk melihat
pengaruhnya terhadap kecernaan ayam petelur.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta


Cancer, C. 2009. Selenium. Public Health Comitee. Cancer Councill Australia 

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 6


Badan Pusat Statistik, Sulawesi Tengah, Kota Palu. 2018
Bautrif, E. 1990. Recent Development in Quality Evaluation. Food Policy and
Nutrition Division, FAO, Rome.
Beck M, Levander O , Handy J. Selenium deficiency and viral infection. Oxidative stress
mediated by trace flement. J Nutr. 2003;133:1465-75.
Bhardwaj P. Oxidative stress and antioxidants in gastro-intestinal disease. Tropical
Gastroenterology. 2008;3:129- 35.
Gandjar I, (2006) Mikologi Dasar dan Terapan.Yayasan Obor Jakarta,Indonesia.
Lloyd B, Robson E. Blood selenium concentrations and glutathione peroxidase activity.
Archives of disease in Childhood. 1989;64:352-56.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Ulang. PT Pembangunan, Jakarta.
Sahin, K. and O. Kucuk. 2003. Zinc supplementation alleviates heat stress in laying
Japanese quail. J.Nutr, 133:2808-2811.
Sudaryani, T. 2003.KualitasTelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surai. 2006. Selenium in Nutrition and Health. Nottingham University Press; Nottingham,
UK:
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan Bambang
Sumantri. Gramedia. Jakarta
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Yamashita Y, Takhesi Y, Yamashita M. Discovery of the strong antioxidant selenoneine in
tuna and selenium redox metabolism. World J Biol Chem. 2010;1:144-50.

Moh. Dermawan Putra / J. Peternakan 19, 1 (2020) : 1-7 7

Anda mungkin juga menyukai