Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia yang melimpah dan didukung oleh sumber daya

alam yang juga melimpah merupakan modal yang sangat besar bagi bangsa

Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari Negara lain yang lebih maju dan

makmur. Hal ini bisa terwujud jika pengelolaan sumber daya manusia dan

sumber daya alam tersebut terlaksana dengan baik, terjadi perimbangan antara

pendidikan atau skill yang dimiliki oleh tenaga kerja dan ketersediaan lapangan

pekerjaan, apabila terdapat kesenjangan antara jumlah tenaga kerja dengan

minimnya ketersediaan lapangan kerja yang ada akan mengakibatkan tingginya

angka pengangguran. Masalah tersebut merupakan salah satu penghambat

pembangunan.

Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha

kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,

memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan

secara merata. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, kesempatan kerja

masih menjadi masalah utama. Hal ini timbul karena adanya kesenjangan atau

ketimpangan untuk mendapatkannya.

Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan

teknologi, inovasi, spesialisasi dalam produksi dan perdagangan antar Negara

yang pada akhirnya sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang

mendorong perubahan struktur ekonomi. Oleh karena itu, proses industrialisai

didalam perekonomian sering juga diartikan sebagai proses perubahan struktus

ekonomi (Tambunan,2001).
2

Proses pembangunan sering kali dikaitkan dengan proses

industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya

merupakan salah satu jalur untuk kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup

yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain

pembanguan industri merupakan satu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan

rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai

pemabagunan saja (Sukirno,2000).

Sejalan dengan hal tersebut maka peran sektor industri semakin

penting, sehingga sektor industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin

atau leading sektor, peranan sektor industri dalam perekonomian suatu wilayah

terlihat dalam kontribusi atau sumbangan sektor industri dalam perhitungan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah tersebut (Dumairy, 1997).

Berdasarkan data BPS penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun

terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota

Samarinda sebanyak 830.676 jiwa. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Samarinda adalah

781.184 jiwa dan pada tahun 2013 sebnayak 805.683 jiwa, atau dengan kata lain

jumlah kurun waktu 3 tahun terakhir pertumbuhan penduduk Kota Samarinda

rata-rata adalah 3,12 persen pertahun.

Penduduk 15 tahun keatas yang di kenal sebagai penduduk usia kerja.

Pada tahun 2014 mencapai 603 ribu jiwa, dari jumlah tersebut yang termasuk

angkatan kerja sebanyak 357 ribu jiwa. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) yaitu persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang termasuk

angakatan kerja di tahun 2014 ini sebesar 59,19 persen. TPAK Kota Samarinda

relatif rendah jika dibandingkan dengan kabupaten atau kota lain yang ada di

Kalimantan Timur. Rendahnya TPAK tersebut menngindikasikan penyerapan

tenaga kerja yang belum maksimal.


3

Sektor industri merupakan salah satu dari 3 sektor yang mendomininasi

pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda selain sektor pertambangan dan sektor

perdagangan/hotel/restoran. Kota Samarinda menuju kota metropolis, dan

sebagai kota industri, perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan,

peningkatan sektor industri termasuk dalam kategori yang pesat

pertumbuhannya, pertumbuhan sektor di Kota Samarinda di dominasi oleh

Usaha Kecil Menengah yang lebih banyak berperan dalam memproduksi barang

jadi, mengingat keterbatasan daerah dalam penyedian bahan baku. Kebijakan

pembangunan secara sektoral yang strategis adalah pembangunan sektor

industri. Sektor industri dipandang sebagai sektor yang memiliki tingkat

produktivitas yang tinggi, sehingga dengan keunggulan sektor industri akan

didapat nilai tambah yang tinggi, yang pada akhirnya dapat mewujudkan

kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi kota samarinda memasuki tahun 2014

memperlihatkan iklim yang sangat positif. Selama periode 2012-2014,

perekonomian Kota Samarinda terus mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukan

oleh peningkatan besaran PDRB dari tahun ke tahun. PDRB Kota Samarinda

atas dasar harga berlaku pada tahun 2014 sebesar Rp. 46,98 trilyun. Pada tahun

2014, tercatat pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda sebesar 4,59 persen.

Kota Samarinda perlahan mengembangakan sektor industri kecil dan

menengah. Selain berpegangan pada sumber daya alam di Kabupaten atau Kota

lainnya, sektor IKM juga berpegang pada iklim perdagangan di Kota Samarinda.

Dapat dikatakan bahwa Kota Samarinda melaksanakan peran sebagai kota

pusat produksi dalam pengembangan IKM. Artinya, IKM di Kota Samarinda

bergerak untuk memproduksi barang mentah dan barang jadi. Hingga tahun

2014, IKM di Kota Samarinda bergerak pada industri logam mesin dan
4

perekayasaan, industri hasil hutan, kimia,pulp dan kertas, serta industri agro

industri dan aneka.

Table 1.1 Perkembangan Industri Kecil (IK) di Kota Samarinda Tahun 2009-

2014.

INDUSTRI KECIL JUMLAH


INVESTASI (MILYAR
TAHUN DAN MENENGAH TENAGA
RUPIAH)
(UNIT) KERJA (JIWA)
2009 180 11.557.875.177 1.343

2010 193 12.030.566.204 1.425

2011 194 12,025,418,204 1.384

2012 199 11.970.579.722 1.445

2013 206 16.871.801.825 1.640

2014 205 21.278.778.016 1.574


Sumber : Badan Pusat Statistik

Sampai tahun 2014, jumlah Iindustri Kecil (IK) Industri Menengah (IM) di

Kota Samarinda berjumlah 205 unit usaha,. industri kecil dan menengah mampu

menyerap tenaga kerja sebanyak 1.574 orang dengan investasi mencapai Rp.

21,3 milyar.

Bila mengacu pada sasaran nasional yang dicapai oleh sektor IKM 2010-

2014, pertumbuhan IKM di Kota Samarinda berada di atas rata-rata, terhitung

dari tahun 2010 sampai dengan 2014 mengalami peningkatan yang cukup

signifikan baik unit usaha, penyerapan tenaga kerja, maupun investasi.

Pertumbuhan IKM berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan nilai

investasi di Kota Samarinda. Dalam kurun waktu 6 tahun jumlah unit usaha IKM

di Kota Samarinda adalah 25 unit dengan serapan tenaga kerja bejumlah 231

orang dan investasi yang di peroleh mencapai 9,8 milyar. Keadaan tersebut

merupakan suatu pertimbangan kuat untuk menjadikan IKM sebagai leading

industry di Kota samarinda.


5

Usaha memperluas kegiatan industri untuk meningkatkan permintaan

tenaga kerja tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengruhinya, seperti

jumlah unit usaha, nilai investasi dan upah. Salah satu cara memperluas

kegiatan industri melalui pengembangan industri terutama industri yang berisifat

padat karya yaitu industri kecil menengah. Pertumbuhan unit usaha suatu sektor

dalam hal ini industri kecil dan menengah pada suatu daerah akan menambah

jumlah lapangan pekerjaan. Hal ini berarti permintaan tenaga kerja juga

bertambah. Jika unit usaha suatu industri ditambah maka permintaan tenaga

kerja juga bertambah (Azis Prabowo,1997)

Dengan terciptanya kesempatan kerja dan adanya peningkatan

produktivitas sektor-sektor kegiatan yang semakin meluas akan menambah

pendapatan, mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatakan

kesejahteraan bagi banyak penduduk. Hal tersebut mencerminkan bahwa

persoalan perluasan kesempatan kerja merupakan isu penting dalam

pembangunan ekonomi di Indonesia termasuk Kota Samarinda sehingga perlu

diungkapkan banyaknya tenaga kerja yang mampu terserap dalam kegiatan-

kegiatan ekonomi. Hal ini berarti pula tergantung pada tersedianya kesempatan

kerja yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi serta penanaman modal baik

yang dilakukan swasta maupun pemerindah (Sudarsono, 1998). Pengembangan

kesempatan kerja merupakan implikasi dari meningkatanya jumlah penduduk

dan angkatan kerja dari tahun ke tahun. Kesempatan kerja sendiri merupakan

kesediaan usaha produksi dalam mempekerjakan tenaga kerja yang dibutuhkan

dalam proses produksi dengan demikian mencerminkan daya serap usaha

produksi tersebut. Jadi kesempatan kerja merupakan tempat bagi penduduk

dalam mendapatkan pekerjaan. Dengan melihat latar belakang tersebut, maka

penelitian ini menekankan pada pergaruh jumlah unit usaha, nilai investasi, dan
6

upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil dan

menengah di Kota Samarinda.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah

pokok dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah Jumlah Unit Usaha berpengaruh terhadap penyerapan tenaga

kerja pada Industri Kecil dan Menengah di Kota Samarinda?

2. Apakah Nilai Investasi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja

pada Industri Kecil dan Menengah di Kota Samarinda?

3. Apakah Upah Minimum berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja

pada Industri Kecil dan Menengah di Kota Samarinda?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Jumlah Unit Usaha terhadap

penyerapan tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan Menengah di Kota

Samarinda.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Nilai Investasi terhadap penyerapan

tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan Menengah di Kota Samarinda.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Upah Minimum terhadap penyerapan

tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan Menengah di Kota Samarinda.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diarapakan memberi manfaat bagi semua pihak,

diantaranya :
7

1. Penelitian ini diharapkan menambah penegtahuan, wawasan, dan

informasi kepada masyarakat pada umumnya dan pekerja sektor industri

kecil dan menengah, mengenai gambaran tentang industri kecil dan

menengah.

2. Penelitian ini diharapakan menjadi bahan masukan atau informasi kepada

para pegusaha atau pemilik industri dalam mengambil langkah-langkah

strategis untuk meningkatkan pertumbuhan industri kecil dan menengah

dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota samarinda.

3. Penelitian ini juga diharapakan menjadi referensi bagi para peneliti yang

ingin meneliti masalah ini dengan memperkenalkan variabel lain yang turut

mempengaruhi kajian tentang industri kecil dan menengah di Kota

samarinda.

4. Memberikan gambaran seberapa besar kontribusi jumlah unit usaha, nilai

investasi, dan upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota

Samarinda.
8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Widho (1998) tenaga kerja adalah seluruh penduduk suatu

negara yang dapat memproduksi barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap

tenaga kerja dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas sebagai

tersebut. Berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 pasal 1, tenaga kerja

adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun

diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja adalah sebagian dari seluruhan penduduk

yang secara potensial dapat menghasilkan barang dan jasa dari penduduk

(Ananta, 1986) Menurut Simanjuntak (2001) tenaga kerja (man power) adalah

penduduk yang sudah bekerja dan sedang bekerja, yang sedang mencari

pekerjaan, dan sedang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan

mengurus rumah tangga. Orang tersebut dapat dikatakan sebagai angkatan

kerja kecuali mereka yang tidak melakukan aktivitas kerja.

2.2 Pengertian Industri Kecil dan Menengah

Indutri di kelompokan kedalam 4 golongan berdasarkan banyaknya

pekerja, yaitu :

1. Industry besar memiliki pekerja 100 orang atau lebih

2. Industry sedang/menengah memiliki pekerja 20-99 orang

3. Industry kecil memiliki pekerja 5-19 orang

4. Indusrti mikro memiliki pekerja 1-4 orang.(BPS 2016)

Menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia yang dimaksud

dengan Industri Kecil, yaitu industri dengan nilai investasi paling banyak Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan
9

tempat usaha;dan Industri Menengah yaitu industri dengan nilai investasinya

lebih dari Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau paling banyak

Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha.

2.3 Konsep Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja

Teori klasik Adam Smith (1729-1790) menganggap bahwa manusialah

sebagai factor produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa.

Alasannya, alam (tanah) tidak artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang

pandai menngolanya sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Adam Smith juga

melihat alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan

ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai

dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi

sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition)

bagi pertumbuhan ekonomi (mulyadi, 2003).

Kaum klasik percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya,

termasuk tenaga kerja akan digunakan secara penuh (full-employed). Dengan

demikian di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada

pengangguran, kalau tidak ada yang bekerja, dari pada tidak memperoleh

pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah

yang lebih rendah. Kesedian untuk bekerja dengan tingkat upah yang lebih

rendah ini akan menarik perusahaan untuk memperkerjakan mereka lebih

banyak.

Menurut pandangan pandangan Keynes, dalam kenyataan pasar tenaga

kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik diatas. Dimanapun pekerja

mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha

memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Dari sisi


10

Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan pada pengandaian-

pengandaian yang keliru dengan kenyataan hidup sehari-hari (Mulyadi, 2008).

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan

dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja

memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya

yakni upah. Maka pengertian tenaga kerja adalah tenaga kerja yang diminta oleh

pengusaha pada berbagai tingkat upah (Boediono, 1992).

Sumber daya manusia (SDM) atau human Resources mengandung dua

pengertian. Pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja

atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini sumber

daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang

dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, sumber daya

manusia menyangkut manusia yang mampu melakukan kegiatan yang

mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang

dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan

bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia kerja dianggap

mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan

tenaga kerja atau man power. Secara singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai

penduduk dalam usia kerja. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja atau labour

force dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang

bekerja, golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang

bukan termasuk angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan

yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan

lainnya (Simanjuntak, 2002).

Menurut Badan Pusat Statistik (2003), yang dimaksud angkatan kerja

adalah penduduk usia kerja yang selama seminggu yang lalu mempunyai

pekerjaan baik yang bekerja maupun sementara tidak bekerja karena suatu
11

sebab seperti menunggu panen, pegawai yang sedang cuti dan sejenisnya.

Disamping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaaan tetapi sedang mencari

atau mengharap pekerjaan juga termasuk dalam angkatan kerja. Kesempatan

kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu

perusahaan atau suatu instansi kesempatan kerja ini akan menampung semua

tenaga kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi

atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia (Tambunan,2001).

Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja berarti pula

timbulnya masalah kesempatan kerja, karena kesempatan kerja yang ada

penting menyangkut bebagai aspek baik ekonomi maupun non ekonomi,

disamping itu usaha perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu usaha

meningkatkan taraf hidup. Kesenjangan yang terjadi diantara pertumbuhan

kesempatan kerja yang tersedia berdampak makin terasa mendesaknya

keputusan perluasan kesempatan kerja.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimaksud dengan

kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja

pada suatu perusahaan atau instansi. Kesempatan kerja ini akan menampung

semua tenaga kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia.

Adapun yang dimaksud lapangan kerja adalah bidang kegiatan dari usaha atau

pekerja atau instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja.

Kesempatan kerja menurut Soedarsono (1996), mengandung

pengertian besarnya kesediaaan usaha produksi dalam mempekerjakan tenaga

kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi, yang dapat berarti lapangan

pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja yang ada dari suatu

kegiatan ekonomi (produksi), termasuk semua lapangan pekerjaan yang sudah

diduduki dan semua pekerjaan yang masih lowong. Kesempatan kerja dapat

diukur dari jumlah orang yang bekerja pada suatu saat dari suatu kegiatan
12

ekonomi. Kesempatan kerja dapat tercipta jika terjadi permintaan akan tenaga

kerja di pasar kerja, sehingga dengan kata lain kesempatan kerja juga

menunjukan permintaan tenaga kerja.

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja

yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain

penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu

unit usaha (Badan Pusat statistik 2007).

Permintaan tenaga kerja memiliki hubungan antara tingkat upah dan

kuantitas tenaga kerja yang di kehendaki oleh pengusaha untuk dipekekerjakan.

Permintaan perusahaan atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan

konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu

memberikan kepuasan atau “utility” kepada si pembeli. Akan tetapi pengusaha

mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksikan

barang dan jasa untuk di jual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan

permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari penambahan

masyarakat terhadap barang yang diproduksikan (Simanjuntak,2002).

2.4 Konsep Jumlah Unit Usaha

Badan Pusat Statistik mendefinisikan unit usaha adalah unit yang

melakukan kegiatan yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga

maupun suatu badan dan mepunyai kewenagan yang ditentukan berdasarkan

kebenaran lokasi bangunan fisik, dan wilayah operasinya. Secara umum,

pertumbuhan unit usaha suatu sektor dalam hal ini industri kecil dan menengah

pada suatu daerah akan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Hal ini berarti

permintaan tenaga kerja juga bertambah.

Jumlah unit usaha mempunyai pengaruh yang positif terhadap

pemintaan tenaga kerja, artinya jika unit usaha ditamabah maka permintaan

tenaga kerja juga bertambah. Semakin banyak jumlah perusahaan atau unit
13

usaha yang berdiri maka akan semakin banyak untuk terjadi penambahan

tenaga kerja.

2.5 Konsep Investasi

Menurut teori Harrod-Domar investasi tidak hanya menciptakan

permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Peran model fisik

didalam model pertumbuhan sangat penting, akan tetapi kapasitas produksi

hanya dapat meningkat bila sumber daya lain (modal fisik) membesar (Mulyadi,

2003).

Investasi memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus

meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatan

pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Dalam

perekonomian makro kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat

dan pendapatan masional. Peningkatan dalam permintaan agregat tersebut akan

membawa peningkatan pada kapasitas produksi suatu perekonomian yang

kemudian akan diikuti oleh pertambahan dalam kebutuhan akan tenaga kerja

untuk proses produksi, yang berarti peningkatan dalam kesempatan kerja.

Investasi digolongkan kepada komponen pembelanjaan agregat yang

bersifat otonomi, yaitu investasi yang berlaku tidak dipengaruhi oleh pendapatan

nasional. Hal ini berarti pendapatan nasional bukan penentu utama dari tingkat

investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan. Dalam analisisnya Keynes

menunjukan dua faktor penting yang menentukan investasi yaitu suku bunga dan

ekspektasi masa depan mengenai keadaan kegiatan ekonomi.

Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk menambah atau

mempertahankan persediaan modal (Capital Stock). Persediaan modal ini terdiri

dari pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan persediaan bahan baku yang dipakai

dalam proses produksi. Yang termasuk dalam persediaan capital adalah rumah,
14

dan persediaan barang yang belum terjual atau belum terpakai pada tahun yang

bersangkutan. Jadi investasi adalah pengeluaran yang menambah modal

(Suparmoko, 1994).

Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian

tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa akan datang.

Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang

modal yang lama yang telah harus dan perlu didepresiasikan. Yang digolongkan

sebagai investasi meliputi pengeluaran: pembelian berbagai jenis barang modal,

yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainya untuk mendirikan berbagai jenis

industri dan perusahaan. Pengeluaran untuk membangun rumah tempat tinggal,

bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan

barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan

pendapatan nasional (Sukirno, 2003).

2.6 Konsep Upah dan Upah Minumum

Menurut golongan keynesan baru, upah didalam pasaran ditentukan

secara kotrak diantara pekerja dan majikan atau pihak perusahaan, dan tidak

akan dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran tenaga

kerja yang berlaku. Dengan perkataan lain, upah cenderung untuk bertahan pada

tingkat yang sudah disetujui oleh perjanjiaan diantara tenaga kerja dan majikan

atau perusahaan. Pengurangan permintaan tenaga kerja dan majikan atau

perusahaan. Sebaliknya pertambahan permintaan teanga kerja tidak akan

secara cepat menaikan upah nominal. Sepanjang kotrak kerja diantara tenaga

kerja dan majikan adalah tetap atau konstan walaupun dalam pasaran tidak

terdapat keseimbangan diantara permintaan dan penawaran tenaga kerja

(Sukirno, 2003).
15

Kenaikan tingkat upah akan diikuti oleh turunnya tenaga kerja yang

diminta, yang berarti akan menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran.

Demikian pula sebaliknya, dengan turunnya tingkat upah maka akan diikuti oleh

meningkatnya kesempatan kerja, sehingga akan dikatakan bahwa kesempatan

kerja mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat upah. Kenaikan tingkat upah

yang di sertai oleh penambahan tenaga kerja hanya akan terjadi bila suatu

perusahaan mampu meningkatkan harga jual barang (Simanjuntak, 2002).

Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah

ketenagakerjaan di beberpa Negara baik maju maupun bekembangan. Sasaran

dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup

minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah

minimum adalah untuk menjamin pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu

tingkat tertentu, meningkatkan produktivitas pekerja, mengembangakan dan

meningkatkan perusahaan denga cara-cara produksi yang lebih efisien

(sumarsono, 2003).

Menurut UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengertian upah

adalah suatu standar minimum yang digunakan para pengusaha atau pelaku

industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau

kerjanya, atau dapat juga diartikan sebagai suatu penerimaan bulanan minimum

(terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai

dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan

perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara

pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri

maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No.

8/1981 upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral

regional maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional
16

yang dimiliki oleh setiap daerah (Pratomo dan Saputra, 2011).Menurut

Keputusan Menteri No.1 Th. 1998 Pasal 1 ayat 1, Upah Minimum adalah upah

bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah

ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun,

berfungsi sebagai jarring pengaman, ditepakan melalau Keputusan Gubernur

berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun

berjalan.

2.7 Hubungan antar variabel

Dalam bagian ini dijelaskan pengaruh variabel independen (jumlah unit

usaha, nilai investasi dan Upah Minimum) dengan variabel dependen

(penyerapan tenaga kerja) pada sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM)

1. Pengaruh antara peningkatan investasi pada suatu industri, juga akan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan oleh dengan

adanya peningkatan investasi maka akan meningkatkan jumlah

perusahaan yang ada pada industri tersebut. Peningkatan jumlah

perusahaan maka akan meningkatkan jumlah output yang akan dihasilkan

sehingga lapangan pekerjaan meningkat dan akan mengurangi

pengangguran atau dengan kata lain akan meningkatkan penyerapan

tenaga kerja (Matz, 2003).

2. Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal pada

perusahaan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang modal dan

perlengkapan lain yang dapat membantu proses produksi dan bertujuan

untuk meningkatkan kapasitas faktor-faktor produksi. Tingkat suku bunga

sangat mempengaruhi investasi. Jika tingkat suku bunga lebih tinggi dari

pengembalian modal maka investasi yang dilakaukan tidak

menguntungkan sehingga perusahaan akan membatalkan investasi

tersebut. Barang modal sendiri dari pabrik, kantor, mesin dan produk tahan
17

lama lain yang digunakan dalam proses produksi. Peningkatan output yang

terjadi signifikan akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Investasi

semacam ini dinamakan investasi modal kerja, walaupun masih ada jenis

investasi lainnya : yaitu investasi konsumsi dan investasi produksi.

(Sukirno, 2004).

3. Upah juga mempunyai pengaruh terhadap kesempatan kerja. Jika semakin

tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka berpengaruh pada meningkatnya

biaya produksi, akibatnya untuk melakukan efisiensi, perusahaan

terpakasa melak ukan pengurangan tenaga kerja, yang berakibat pada

rendahnya kesempatan kerja. Sehingga diduga tingkat upah mempunyai

pengaruh yang negative terhadap kesempatan kerja (Simanjuntak, 2002).

Upah tenaga kerja, bagi perusahaan merupakan biaya produksi sehingga

dengan meningkatnya upah tenaga kerja akan mengurangi keuntungan

perusahaan. Pada umumnya, untuk memaksimalkan keuntungan

perusahaan disamping dengan cara meminimalkan biaya juga

mengoptimalkan input produksi.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Haryo (2001), dimana kuantitas

tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan

upah. Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti

harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong

pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal

dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna

mempertahankan keuntungan yang maksimum.

Malthus (1766 – 1834), salah satu tokoh mazhab klasik ini meninjau upah

berkaitan dengan perubahan penduduk. Upah adalah harga penggunaan

tenaga kerja. Oleh karena itu, tingkat upah yang terjadi adalah karena hasil

bekerjanya permintaan dan penawaran. Sudut pandang kaum klasik betitik


18

tolak dari sisi penawaran (supply side economies). Tingkat upah, sebagai

harga penggunaan tenaga kerja, ditentukan perbedaan Upah dan

Penggunaan Tenaga Kerja.

2.8 Penelitian Terdahulu

Dalam mendukung penelitian yang dilakukan pada sektor usaha kecil

dan menengah, maka ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini. Penelitian terdahulu bertujuan untuk membandingkan dan

memperkuat atas hasil analisis yang dilakukan. Ringkasan tentang penelitian

terdahulu dapat di lihat berikut ini:

Alin Seftina Maulida (2014) dengan judul “pengaruh nilai investasi dan

jumlah unit usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industry kecil

dan menengah di kota samarinda”. Pada peneliatian ini menemukan bahwa

investasi memiliki pengaaruh yang signifikan terhadap pekerjaan di sektor

industry. Hasil kolerasi parsial antara investasi dan lapangan kerja adalah 0.5333

dalam kategori cukup. Kolerasi jumlah indutri dan lapangan kerja pada unit

usaha sektor adalah investasi.

Luthfian Noor (2011) dengan judul “Pertumbuhan Produksi Industri kecil

dan menengah (IKM) di sektor Informal terhadap penyerapan tenaga kerja di

Provinsi Kalimantan Timur”. Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika terjadi

kenaikan produksi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor

informal. Dengan ini menunjukan bahwa hubungan antara produksi sektor

informal dengan penyerpan tenaga kerja bersifat inelastis, artinya penyerpan

tenaga keja kurang responsive atas perubahan produksi. Dengan arti kata bahwa

penyerpan tenaga keja bereaksi kecil saja dalam menanggapi perubahan

produksi. Atau penyerpan tenaga kerja kurang peduli atau kurang peka atas

perubahan produksi.
19

Fazar Irawan (2011) dengan judul “pengaruh investasi terhadap

penyerapan tenaga kerja pada Industri kecil di Kabupaten Kutai Kertenegara.

Dengan menggunakan alat analisis regresi linear sederhana. Pada penelitian ini

menemukan bawha kenaikan jumlah investasi yang ditanam memberikan

pengaruh yang positif dan cukup berarti terhadap penyerapan tenaga kerja pada

industry kecill.

Yuliana. B (2011) dengan judul “Modal dan Kredit terhadap output dan

penyerapan tenaga kerja sektor industry kecil di Kota Samarinda”. Pada

penelitian ini menemukan bahwa kredit ada pengaruh langsung secara positif

dan signifikan antara modal terhadap penyerapan tenaga kerja, kredit ada

pengaruh langsung secara positif dan tidak signifikan antara kredit terhadap

penyerapan tenaga kerja, output ada pengaruh langsung secara positif dan tidak

signifikan antara output terhadap penyerpan tenaga kerja, modal dan kredit

melalui output ada hubungan positif dan tidak signifikan output terhadap

penyerapan tenaga kerja.

Muhammad Rafsanjani (2016) dengan judul “pengaruh jumlah unit

usaha dan nilai investasi serta nilai produksi terhadap penyerapan tenaga kerja

pada usaha mikro kecil dan menengah di Kabupaten Kutai Kartanegara”, dengan

menggunakan alat analisis regresi linear berganda dan alat analisis uji asumsi

klasik. Pada penelitian ini menemukan bahwa jumlah unit usahaberpengaruh

signifikan dan mempunyai hubungan positif terhadap penyerpan tenaga kerja,

nilai investasi tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negative

terhadap penyerapan tenaga kerja. Dan nilai produksi tidak berpengarh signifikan

terhadap penyerpan tenaga kerja.

Ayu Wafi Lestari (2011) dengan judul “Pengaruh Jumlah Usaha, Nilai

Investasi, dan Upah Minimum Pada Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten

Semarang”, Dengan menggunakan alat analisis regresi berganda. Pada


20

penelitian ini diambil kesimpulan bahwa variabel jumlah unit kecil dan menengah

pada IKM di Kabupaten Semarang, nilai investasi pada IKM di Kabupaten

Semarang, dan nilai Upah Minimum Kabupaten berpengaruh signifikan terhadap

variabel permintaan tenaga kerja pada Industri Kecil dan Menengah di

Kabupaten Semarang pada taraf 95 persen (α = 5 persen).

2.9 Definisi Konsepsional

1. Penyerapan Tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah

terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk

yang terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya

penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja.

Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai

permintaa tenaga kerja (Kuncoro, 2002)

2. Unit Usaha adalah unit yang pelaksaan kegiatan yang di lakukan oleh

peorangan atau rumah tangga maupun suatu badan usaha dan

mempunyai kewenangan yang di tentukan berdasarkan kebenaran lokasi,

bangunan fisik, dan wilayah operasinya (BPS 2014).

3. Investasi dapat di artikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan

penanaman-penanaman modal atau perusahaan- perusahaan untuk

membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi

untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa

yang tersedia dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 1997).

4. Menurut golongan keynesan baru, upah didalam pasaran ditentukan

secara kotrak diantara pekerja dan majikan atau pihak perusahaan, dan

tidak akan dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran

tenaga kerja yang berlaku. Dengan perkataan lain, upah cenderung untuk

bertahan pada tingkat yang sudah disetujui oleh perjanjiaan diantara

tenaga kerja dan majikan atau perusahaan. Pengurangan permintaan


21

tenaga kerja dan majikan atu perusahaan. Sebaliknya pertambahan

permintaan teanga kerja tidak akan secara cepat menaikan upah nominal.

Sepanjang kotrak kerja diantara tenaga kerja dan majikan adalah tetap

atau konstan walaupun dalam pasaran tidak terdapat keseimbangan

diantara permintaan dan penawaran tenaga kerja (Sukirno, 2003).

2.10 Kerangka Konsep

Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan

usaha yang bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menegah atau Usaha

Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Ini.

Berdasarkan kajian studi pustaka dan penelitian terdahulu, maka dapat

disusun kerangka konsep yaitu variabel independen antara lain jumlah unit

usaha, nilai investasi dan upah minimum yang berpengaruh terhadap permintaan

tenaga kerja sebagai variabel dependen. Untuk memperjelas penelitian ini, dapat

dilihat dalam bentuk skema berikut ini :

Jumlah Unit Usaha ( X 1 )

Penyerapan Tenaga
Nilai Investasi ( X 2 ) Kerja
(Y)

Upah Minimum ( X 3 )

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


22

2.11 Hipotesis

Berdasarkan dari rumusan diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan

hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian.

Hipoteis dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel jumlah unit usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan Menengah di Kota

Samarinda.

2. Variabel Nilai Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan menengah di Kota

Samarinda.

3. Variabel Upah Minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada Sektor Industri Kecil dan menengah di Kota

Samarinda.

4. Variabel penyerapan tenaga kerja pada Industri Kecil dan Industri

Menengah memiliki perbedaan di Kota Samarinda.


23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional untuk masing-masing variabel yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi :

1. Penyerapan tenaga kerja yang dimaksud merupakan jumlah tenaga kerja

yang bekerja pada sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Kota

Samarinda,(dalam jiwa).

2. Jumlah Unit Usaha yang dimaksud adalah unit kesatuan usaha yang

melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa

(dalam unit).

3. Nilai Investasi yang di maksud adalah nilai seluruh modal yang di

tanamkan, baik yang bersumber dari penenaman modal dalam negeri

(PMDN) maupun yang bersumber dari luar negeri (PMA) (dalam satuan

rupiah).

4. Upah minimum yang di maksud adalah suatu standar minimum yang

digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan

upah kepada pegawai, karyawan atau buruk di dalam lingkungan usaha

atau kerjanya pada suatu kota pada suatu tahun tertentu (dalam satuan

rupiah).

3.2 Rincian Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, seperti

mengutip dari buku-buku, leteratur, bacaan ilmiah dan sebagainya yang

mempunyai relevansi dengan tema penelitian (hadi, 2000). Data sekunder ini
24

berbentuk data runtut waktu (time series). Data yang digunakan pada kurun

waktu 2005 sampai 2014 dalam bentuk tahunan. Dalam peneliatian ini data

diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) dan Badan Pusat Statistik Kota

Samarinda.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah Studi Pustaka,

yaitu merupakan metode pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-

buku literature. Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksud untuk

mendapatkan bahan-bahan yang relevan dan akurat dan penerbit seperti koran,

buku-buku, majalah dan internet.

3.4 Analisis dan Pengujian Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan dalam landasan teoritis

sebelumnya. Maka untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja pada sektor

Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Kota Samarinda dapat di gunakan faktor-

faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja tersebut diantaranya adalah

Unit usaha, Investasi, dan Upah Minimum pada sektor Industri kecil dan

menegah (IKM).

Pengujian hipotesis yang telah diajukan, digunakan alat uji model

statistik yaitu menggunakan analisis regresi linear berganda (multiple

regression).

Model regresi berganda yang dipergunakan untuk menjelaskan

hubungan antara variabel dependen dan variabel independen didasarkan pada

fungsi produksi Cobb-Douglas yang dapat di notasikan sebagai berikut (Damodar

Gujarati, 1997):

Y= a + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3
25

Keterangan :

Y = jumlah tenaga kerja pada sektor IKM

A = Konstanta

b1 = nilai koefisien regresi pada x1

x1 = Jumlah unit usaha pada sektor IKM

x2 = Nilai investasi pada sektor IKM

x3 = Upah minimum pada sektor IKM

3.4.1 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2004), sebuah model penelitian secara teoritis akan

menghasilkan nilai parameter penduga yang tepat bila memenuhi uji asumsi

klasik dalam regresi, yaitu meliputi uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan

uji autokolerasi.

1. Uji Normlitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dala model regresi, variabel

dependen dan independen memiliki distribusi normal ataukah tidak. Model

regresi yang baik adalah memiliki distribusi data ormal. Seperti di ketahui

uji t dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distrubusi normal.

Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi tidak berlaku

(suliyanto, 2005: 63). Uji normalitas dideteksi dengan melihat histogram

dari residual. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti

arah garis diagonal atau grafik histogramnya maka data menunjukan pola

distribusi normal, sehingga model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Selain dari grafik dan histogram yang tersaji, normalitas dapat dideteksi

dengan uji Kolmogorov-Smirnov.

Data berdistribusi normal, jika nilai sig (signifikan) > 0,50

Data berdistribusi tidak normal, jika nilai sig (signifikan) < 0,50
26

2. Uji Multikolinearitas

Uji multkolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan yang sempurna diantara variabel antara atas semua variabel yang

dijelaskan dalam suatu model regresi adanya kemungkinan terdapat

multikolinearitas apabila F hitung dan R2 signifikan, sedangkan sebagian atau

seluruhnya apabila koefisien regresi tidak signifikan. Pengujian dilakukan pada

variabel bebas. Secar parsial yakni dengan melakukan regresi antara variabel

bebas dengan menjadikan salah satu variabel terikat.(Gujarati,2004:438) untuk

mendeteksi adanya masalah ini dapat dilihat:

a. Bersaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance.

Pedoaman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah :

1) Mempunyai nilai FIV dibawah 10

2) Mempunyai angka Tolerance diatas 0,10

3. Uji Autoklerasi

Uji autokolerasi diguanakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yang terjadi antara residual pada suatu

pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Metode dalam uji

autokorelasi yang digunakan adalah dengan uji Durbin Watson (uji DW) yang

bergantung banyaknya variabel yang menjelaskan.

Menurut Singgih Santoso (2000), jika angaka DW berkisar antara -2

sampai +2 maka koefisien regresi bebas dari gangguan autokolerasi. Sedangkan

jika DW di bawah -2 berarti terdapat autokolerasi positif dan jika angka DW di

bawah +2 berarti terdapat autokolerasi.

4. Uji Heteroksidasdisitas

Uji heterokdastisitas digunakan untuk menegtahui apakah kesalahan

pengganggu mempunyai varian yang sama. Untuk menguji ada tidaknya


27

heterokdastisitas dalam model regresi digunakan uji Glester dengan langkah-

langkah sebagai berikut (Gujarati,2000;177)

a. Melakukan regresi variabel terikat Y terhadap variabel penjelas xi

dan memperoleh residual.

b. Melakukan regresi dari nilai absolute residual terhadap xi yang

mempunyai hubungan erat.

c. Menentukan ada tidaknya heterokdastisitas dengan uji statistik, untuk

menguji hipotesis.

Kriteria pengambilan keputusan:

1) Apabila probabilitas t hitung> α (0,05), maka dalam model tidak

terjadi hetorokedastisitas.

2) Apabila probabilitas t hitung< α (0,05), maka dalam model

terjadi hetorokedastisitas.

3.4.2 Pengujian Hipotesis

1. Uji Statistik

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji koefisien (R), uji

koefisien determinasi (uji R2), uji serentak (uji F), dan uji koefisien parsial (uji t).

2. Uji F (Uji Serentak)

Uji F adalah pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah variabel

independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen. Menurut Gujarati (2006 : 195) menyatakan bahwa

uji f dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

F R2 /(k−1)
n=¿ ¿
(1− R2) /(n−k)

Dimana :

R2 = koefisien determinasi

n = banyaknya observasi (sampel)


28

k = banyaknya variabel bebas (undependen)

k −1 = derajat bebas pembilang

n−k = derajat bebas penyebut

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

H0 = Tidak ada hubungan

H1 = Ada hubungan

a. Hipotesis ditolak, apabila:

H 0 : b 1 , b 2, b3 ≠ 0, artinya variabel jumlah unit usaha dan nilai investasi

serta upah minimum secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap

penyerpan tenaga kerja pada industri kecil dan

menegah di Kota Samarinda.

Hal ini berarti H 0 diterima dan menolak H a dengan syarat F hitung ≤ F tabel

(α = 0,05)

b. Hipotesis diterima, apabila:

H 0 : b 1 , b 2, b3 = 0, artinya variabel jumlah unit usaha dan nilai investasi

serta upah minimum secara bersama-sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

penyerpan tenaga kerja pada industri kecil dan

menegah di Kota Samarinda.

Hal ini berarti H 0 ditolak dan menerima H a dengan syarat F hitung ≥ F tabel (α

= 0,05)

3. Uji t (Uji Parsial)

Pengujian secara parsial digunakan untuk menguji apakah setiap

variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak signifikan

terhadap variabel dependenya.


29

Sebagai acuan untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah di

kemukakan, maka menurut (Gujarati, 2006:190) digunakan uji – t adalah sebagai

berikut:

t bi
h=¿ ¿
sbi

Dimana:

bi = koefisien regresi berganda

sbi = standar eror

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

a. Hipotesis ditolak, apabila:

H 0 : b i≠ 0, artinya jumalah Unit Usaha, Nilai Investasi dan Upah minimum

secara bersama-sama mempunyai pengaruh tidak signifikan

terhadap penyerapan tanaga kerja pada industri kecil dan

menengah di Kota Samarinda.

Hal ini berarti H 0 ditolak dan menerima H a dengan syarat t hitung ≤ t tabel (α

=0,05).

b. Hipotesis diterima, apabila:

H 0 : b i= 0, artinya jumalah Unit Usaha, Nilai Investasi dan Upah minimum

secara bersama-sama mempunyai pengaruh tidak signifikan

terhadap penyerapan tanaga kerja pada industri kecil dan

menengah di Kota Samarinda.

Hal ini berarti H 0 diterima dan menolak H a dengan syarat t hitung ≥ t tabel (α

=0,05).

4. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi ( R2) digunakan untuk mengetahui sampai

seberapa besar persentase variasi dalam variabel terikat pada model dapat di
30

terangkan oleh variabel bebasnya (gujarati, 2004). R2 menjelaskan seberapa

besar peranan variabel independen terhadap variabel dependen, semakin besar

R2 semakin besar peranan variabel dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai

R2berkisar antara 0 sampai 1.


31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Wilayah Kota Samarinda

Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur, yang

Wilayahnya Dikelilingi langsung dengan Kabupaten Kutai Kartenegara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1987, Kota Samarinda

memiliki wilayah seluas 718 km². Kota ini dilalui oleh Sungai Mahakam, yang

merupakan sungai terbesar di Kalimantan Timur. Secara astronomis Kota

Samarinda be- rada diantara 117°03'00" sampai dengan 117°18'14" Bujur Timur

dan 00° 19'02" sampai dengan 00°42'34" Lintang Selatan. Topografi Samarinda

meliputi tanah datar dan berbukit di ketinggian antara 10 s.d. 200 m di atas

permukaan laut. Fisiografi wilayah Kota Samarinda merupakandaerah bukan

pesipir. Hampr separuh wilayah Kota Samarinda atau sekitar 41,12 persen,

merupaka daerah patahan. Wilayah yang paling kecil, atau sekitar 0,03 persen,

merupakan daerah rawa.

4.1.1. Batas-batas wilayah

Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di

wilayah khatulistiwa dengan koordinat di antara 0°21'81"–1°09'16" LU dan

116°15'16"–117°24'16" BT. Kota Samarinda memiliki batas-batas wilayah

sebagai berikut:

Utara Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara

Selatan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara

Barat Kecamatan Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kabupaten


Kutai Kartanegara.
Timur Kecamatan Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kabupaten
Kutai Kartanegara.
32

4.1.2. Pembagian administrative

Berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara No.

97 Tahun 1953 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II

Kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur.

Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu

Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Ilir dan Samarinda Seberang.

Kemudian dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan

Timur No. 18/SK/TH-Pem/1969 dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung

sejak tanggal 1 Maret 1969, wilayah administratif Kodya Dati II Samarinda

ditambah dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Sanga-

Sanga, Muara Jawa dan Samboja (luas sekitar 2.727 km²).

Saat ini pembagian kecamatan di Samarinda tidak termasuk Sanga-

Sanga, Muara Jawa dan Samboja, ketiganya masuk dalam Kabupaten Kutai

Kartanegara.

Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah administrasi Kodya

Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari

4 kecamatan menjadi 6 kecamatan, yaitu:

 Kecamatan Sungai Kunjang

 Kecamatan Samarinda Ulu

 Kecamatan Samarinda Utara

 Kecamatan Samarinda Ilir

 Kecamatan Samarinda Seberang

 Kecamatan Palaran

Pemekaran kecamatan kembali dilakukan seiring dengan

pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan pelayanan masyarakat yang

semakin meningkat. Kecamatan-kecamatan di Samarinda yang semula


33

berjumlah 6, kini dimekarkan menjadi 10 kecamatan. 4 kecamatan hasil

pemekaran tersebut antara lain:

 Kecamatan Samarinda Kota

 Kecamatan Loa Janan Ilir

 Kecamatan Sambutan

 Kecamatan Sungai Pinang

4.2. Industri kecil dan menengah

Sektor industry merupakan salah satu dari 3 sektor yang mmendominasi

pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda selain sektor pertambangan dan sektor

perdagangan/hotel/restoran. Pertumbuhan sektor industry di Kota Samarinda di

dominasi oleh Industri Kecil Menengah (IKM) yang lebih banyak berperan dalam

memproduksi barang jadi, mengingat keterbatasan daerah penyediaan bahan

baku. Industri di Kota samarinda di kelompokan berdasarkan jenisnya sebagai

berikut :

No Kelompok Industri
1 Industri hasil Hutan, Kimia, dan Percetakan
2 Industri Elektonika dan Aneka Usaha
3 Industri Logam, Mesin, dan Perekayasaan
4 Industri Agro

Industry di Kota samarinda didominasi oleh industry logam/logam mulia

kemidian pada industry kayu dan penerbitan/percetakan/reproduksi media

rekaman. Industry logam yang paling berkembang di Kota Samarinda adalah

bengkel ( reparasi kendaraan bermotor roda empat dan roda dua ), sedangkan

industry penerbitan didominasi oleh percetakan dan foto kopi.

4.3. Penyajian Data Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian di Kota Samarinda, diperoleh data gambaran umum

dan jawaban atas masing-masing variabel penelitian. Data-data tersebut


34

diperlukan untuk mengetahui jumlah unit usaha,nilai investasi dan upah minimum

terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry kecil dam menengah di Kota

Samarinda. Untuk lebih jelasnya mengenai data-data tersebut , akan disajikan

sebagai berikut:

1. Tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja pada industry kecil dan menengah di Kota

Samarinda dapat dilihat pada table x.x sebagai berikut:

Tabel x.x Jumlah Tenaga Kerja


Tahun Tenaga keja (Jiwa)
2004 1.046
2005 1.104
2006 1.173
2007 1.193
2008 1.188
2009 1.343
2010 1.425
2011 1384
2012 1.445
2013 1.640
2014 1.574

Pada table x.x terlihat penyerapan tenaga kerja pada sektor

industry kecil dan menengah di Kota Samarinda tahun 2004-2014. Pada

tahun 2005 tenaga kerja pada industry kecil dan menengah sebesar 1.104

jiwa mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 1.384 jiwa dan pada

tahun 2012 mengalami peningaktan hingga tahun 2013, kemudian

mengalami penurunan di tahun 2014 sebesar 1.574 jiwa. Di tahun-tahun

tertentu penyerapan tenaga kerja pada sektor industry kecil dan menengah

di Kota samarinda ini mengalami kenaikan dan penurunan.

2. Jumlah unit usaha

Tahun Jumlah unit usaha (Unit)


2004 143
2005 147
2006 153
35

2007 160
2008 164
2009 180
2010 193
2011 194
2012 199
2013 206
2014 205

Pada table x.x dapat dilihat bawa jumlah unit usaha pada sektor

industry kecil dan menengah di Kota Samarinda mengalami kenaikan, pada

tahun 2005 berjumlah sebesar 147 unit, mengalami kenaikan hingga pada

tahun 2013 sebesar 206 unit dan mengalami penurunan pada tahun 2014

sebesar 205 unit.

3. Nilai Investasi

Tahun Invetasi (Rupiah)


2004 1,687,173,963.00
2005 5,449,823,521.00
2006 7,998,883,477.00
2007 8,131,638,164.00
2008 8,270,875,177.00
2009 11,557,875,177.00
2010 12,030,566,204.00
2011 12,025,418,204.00
2012 11,970,579,722.00
2013 16,871,801,825.00
2014 21,278,778,016.00

Pada table x.x dapat dilihat bahwa investasi pada sektor industry

kecil dan menengah di Kota samarinda dari tahun ke tahun selalu

mengalami kenaikan secara terus menerus. Pada tahun 2005 investasi

sebesar Rp 15,222,637,067,00 dan terus mengalami kenaikan sampai

pada tahun 2014 sebesar Rp 95,785,992,192,00.

4. Upah Minimum

Tahun Upah (Rupiah)


2004 5
36

31,640
2005 600,000
2006 701,640
2007 770,000
2008 825,000
2009 966,652
2010 1,047,500
2011 1,131,300
2012 1,250,000
2013 1,752,000
2014 1,995,000

Pada table x.x dapat dilihat bahwa upah minimum Kota samarinda

dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan secara terus menerus.

Pada tahun 2005 upah minimum Kota samarinda investasi sebesar Rp

600,000,00 dan terus mengalami kenaikan sampai pada tahun 2014

sebesar Rp 1,995,000,00.

4.4. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis

Sesuai dengan masalah dan hopotesis yang telah dikemukakan pada

sebelumnya, maka akan dianalisis variabel-variabel yang di duga berpengaruh

terhadap penyerapan tenaga kerjapada sektor industry kecil dan menengah di

Kota Samarinda. Dalam penelitian ini variabel bebas yang diduga berpengaruh

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industry kecil dan

menengah adalah jumlah x 1 (unit usaha), x 2 (investasi) dan x 3(upah minimum),,

sedangkan variabel terikat disimbolkan dengan Y (penyerapan tenaga kerja pada

sektor industry kecil dan menengah).

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda dengan menggunakan pengujian statistic software SPSS.

4.4.1 Analisis Uji Asumsi Klasik


37

Sebelum dilakukan pengujian regresi linear berganda terhadap hipotesis

penilitian, maka terlebih dahulu perlu dilakukan suatu pengujian untuk

mengetahui ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik. Hasil

pengujian hipotesi yang terbaik adalah pengujian yang tidak melanggar asumsi-

asumsi klasik yang mendasari model regresi linear berganda.

1. Uji Normalitas

Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal atau

paling tidak mendekati distribusi normal. Model regresi yang paling baik adalah

memiliki distribusi data normal atau mendekati normal dan metode untuk

menegetahui normal atau tidaknya adalah dengan menggunakan metode

analisis grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara normal

probability plot. Normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data (titk) pada

sumbu diagonal pada grafil normal P-Plot atau dengan melihat histogram dari

residualnya, dan mengikuti saru garis diagonal jika terdistribusi normal.


38

Dari gambar x.x terlihat bahwa pada distribusi mendeteksi normal karena data di

searah garis grafik histogramnya.

Dari gambar x.x Normal Probability Plot di atas menunjukan bahwa data

menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal dan

menunjukan pola distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi

normalitas telah terpenuhi.

2. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahuiapakah dalam model regresi ditemukan

adanya kolerasi antara variabel bebas. Model yang seharusnya tidak terjadi

korelasi antara yang tinggi diantara variabel bebas. Tolerance mengukur bariabel

bebas yang terpilih yang terpilih yang tidak dapat di jelaskan oleh variabel bebas

lainnya. Jadi nilai teleransi rendah sama dengan nilai VIF tinggi ( karena VIF =

1/Tolerance) dan menunjukan adanya kolinearitas yang tinggi. Berdasarkan


39

aturan variance inflation factor (VIF) dan tolerance, jika nilai VIF kurang dari 10

atau Tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala

multikolinearitas.

Coefficientsa

Standardize
Unstandardized Collinearity
d
Model Coefficients t Sig. Statistics
Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) .886 .129 6.865 .000

Jumlah
.457 .162 .443 2.820 .026 .121 8.249
1 Unit

Investasi .009 .025 .040 .345 .740 .221 4.535

Upah .186 .059 .527 3.140 .016 .106 9.397

a. Dependent Variable: Penyerapan Tenaga kerja

Berdasarkan pada table x.x maka dapat diketahui untuk masing-masing

variabel Jumlah unit usaha, investasi dan upah minimum nilai tolerance di atas

0,10 dan VIF di bawah 10. Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor (VIF)

dan tolerance, jika nilai VIF kurang dari 10 atau Tolerance lebih dari 0,10 maka

dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa berdasarkan nilai tolerance dan VIF dari masing-masing

variabel maka model regresi ini layak dipakai dalam pengujian.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan yang lain untuk melihat

penyebaran data. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak

terjadi heterokedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dalam

penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik, yaitu melihat grafik scatter plot

antara lain prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dan residualnya SRESID,

dimana sumbu y adalah y yang telah diprediksi, sumbu x adalah residual y (y


40

prediksi – y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Uji ada tidaknya

heterokedastisitas dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur, maka mengidentifikasi telah terjadi heterokedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas , serta titik-titik menyebar di atas da di

bawah angka 0 pada sumbu, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Adapun hasil grafik pengujian heterokedastisitas menggunakan SPSS 23

dapat dilihat sebagai berikut :

Dari grafik scatterplot tersebut, terlihat terlihat titik-titik menyebar secara

acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di

atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi
41

heterokedasitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk

memprediksi pengaruh variabel berdasarkan masukan variabel independennya.

4. Uji Autokolerasi

Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi antara anggota-anggota dari

serangkaian observasi yang berderetan. Uji atukorelasi digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya penyimpangan sumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi

antara residual suatu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.

Pengujian ini menggunakan Durbin Watson. Hasil dari uji autokorelasi untuk

penilitian ini dapat dilihat pada tabel uji Durbin Watson sebagai berikut :

Model Summaryb

Std. Change Statistics

R Adjusted Error of R F
Mo Squar R the Square Chang Sig. F Durbin-
del R e Square Estimate Change e df1 df2 Change Watson

1 108.9
.989a .979 .970 .01098 .979 3 7 .000 2.605
96

4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam penilitian ini menggunakan 4 variabel bebas, jumlah unit usaha (

X 1 ), investasi ( X 2 ) dan upah minimum kota ( X 3 ) serta satu variabel terikat yaitu

penyerapan tenaga kerja (Y). Selanjutnya untuk memecahkan permasalahan

yang telah dikemukakan pada bab terdahulu dan sekaligus membuktikan

kebenaran hipotesis maka dilakukan analisis dengan menggunakan program

SPSS 23 sehingga dapat persamaan regresi linear.

1. Uji F ( Serentak)

Uji simultan ini dilakukan untuk menguji pengaruh secara bersama–sama

variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan analisis varian


42

(ANOVA). Dimana dengan analisis ini akan dapat diperoleh pengertian tentang

bagaimana pengaruh variabel bebas yaitu jumlah unit usaha ( X 1 ), investasi ( X 2 )

dan upah minimum kota ( X 3 ) terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga

kerja pada industry kecil dan menengah (Y). Perhitungan tersebut dapat dilihat

pada table sebagai berikut :

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .039 3 .013 108.996 .000b

Residual .001 7 .000

Total .040 10

a. Dependent Variable: Penyerapan Tenaga kerja


b. Predictors: (Constant), Upah, Investasi, Jumlah Unit

Berdasarkan table ANOVA di atas, maka diperoleh nilai F hitung =

108,996 sedangkan F table = 4.35 pada table distribusi F dengan taraf signifikan

0,05. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa F hitung > F table.

Kesimpulan, kerena F hitung > F table (108,996 > 4.35) maka H 0 ditolah,

artinya semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan variabel yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

2. Uji T (uji parsial)

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen dilakukan pengujian secara parsial

terhadap masing-masing variabel bebas dapat dilihat pada table sebagai berikut :

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardize t Sig. Collinearity


Coefficients d Statistics
Coefficients
43

Toleranc
B Std. Error Beta e VIF

1 (Constant) .886 .129 6.865 .000

Jumlah
.457 .162 .443 2.820 .026 .121 8.249
Unit

Investasi .009 .025 .040 .345 .740 .221 4.535

Upah .186 .059 .527 3.140 .016 .106 9.397

a. Dependent Variable: Penyerapan Tenaga kerja

Berdasarkan table coefficients diatas dapat diketahui bahwa:

a. Variabel jumlah unit usaha ( X 1 ) memiliki nilai sebesar 2,820 dengan

signifikansi 0,026 nilai ini menunjukkan bahwa nilai signifikan lebih

kecil dari level of sifnificance (α = 0,05 ). Artinya variabel jumlah unit

usaha berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja

industry kecil dan menengah di Kota Samarinda.

b. Variabel investasi ( X 2 ) memiliki nilai sebesar 0,345 dengan

signifikansi 0,740 nilai ini menunjukkan bahwa nilai signifikan lebih

besar dari level of sifnificance (α = 0,05 ). Artinya variabel investasi

tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja

industry kecil dan menengah di Kota Samarinda.

c. Variabel upah minimum kota ( X 3 ) memiliki nilai sebesar 3.140

signifikansi sebesar 0,016 nilai ini menunjukkan bahwa nilai signifikan

lebih kecil dari level of sifnificance (α = 0,05 ). Artinya variabel upah

minimum kota berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga

kerja industry kecil dan menengah di Kota Samarinda.

3. Koefisien korelasi (R) dan Koefisien determinasi ( R2)

Model Summaryb

R Change Statistics
44

Std.
R Adjusted Error of R F
Mo Squar R the Square Chang Sig. F Durbin-
del e Square Estimate Change e df1 df2 Change Watson

1 108.9
.989a .979 .970 .01098 .979 3 7 .000 2.605
96

a. Predictors: (Constant), Upah, Investasi, Jumlah Unit


b. Dependent Variable: Penyerapan Tenaga kerja
Koefisien korelasi (R)

Hasil perhitungan pada table model summary diatas menunjukan korelasi

(R) yang secara simultan antara variabel jumlah unit usaha ( X 1 ), investasi ( X 2 )

dan upah minimum kota ( X 3 ) terhadap variabel terikat yaitu penyerapan tenaga

kerja pada industry kecil dan menengah (Y) diperoleh nilai sebesar 0,989. Nilai

tersebut menunjukan hubungan yang kuat antara variabel terikat dengan variabel

bebas tersebut.

Koefisien determinasi ( R2)

Untuk mengetahui kontribusi koefisien regresi antara variabel bebas

dengan variabel terikat maka digunakan koefisien determinasi ( R2). Apabila nilai

koefisien determinasi mendekati 1 maka pengaruh dari vriabel bebas terhadap

variabel terikat adalah kuat, apabila ( R2) adalah 0 maka tidak ada pengaruh

antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien ( R2) sebesar 0,970

sesuai dengan kriteria pengujian R2 = 0,970 yang menunjukkan bahwa 97% dari

variasi perubahan penyerapan tenaga kerja (Y) mampu dijelaskan oleh variabel–

variabel jumlah unit usaha ( X 1 ), investasi ( X 2 ) dan upah minimum kota ( X 3 ).

Sedangkan sisanya yaitu sebesar 3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang

belum dimasukkan dalam model sehingga ( R2) sebesar 0,970 dinyatakan bahwa

model valid.
45

4.5. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka interpretasi model secara

rinci atau spesifik mengenai hasil pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh jumlah unit usaha terhadap penyerapan tenaga kerja

industry kecil dan menengah

Berdasarkan table x.x sebeblumnya, perhitungan nilai t hitung = 2.820

sedangkan t table = 1.894 jadi berdasarkan perhitungan tersebut t hitung

> t table atau 2.820 > 1.894 artinya t hitung lebih besar daripada t table,

dimana H 0 ditolak dan H 0 di terima artinya jumlah unit usaha

berppengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry

kecil dan menengah di Kota Samarinda.

Dari table x.x sebelumnya, perhitungan sig pengaruh jumlah unit usaha

terhadap penyerpan tenaga kerja pada industry kecil dan menengah di

Kota samarinda adalah posistif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi

jumlah unit usaha, maka semakin tinggi pula tingkat penyerapan tenaga

kerjanya. Dengan demikian, hipotesis yang dinyatakan : “jumlah unit

usaha berpengaruh posituf dan signifikan terhadap penyerapan tenaga

kerja pada industry kecil dan menengah di Kota samarinda” diterima.

2. Pengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja industry kecil

dan menengah

Berdasarkan table x.x sebeblumnya, perhitungan nilai t hitung = 0.345

sedangkan t table = 1.894 jadi berdasarkan perhitungan tersebut t hitung

< t table atau 0.345 < 1.894 artinya t hitung lebih kecil daripada t table,

dimana H 0 diterima dan H 0 ditolak artinya investasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry kecil dan

menengah di Kota Samarinda.


46

Dari table x.x sebelumnya, perhitungan sig pengaruh investasi terhadap

penyerpan tenaga kerja pada industry kecil dan menengah di Kota

samarinda adalah posistif dan tidak signifikan. Artinya, bahwa nilai

investasi berpengaruh positif secara tidak signifikan terhadap penyerapan

tenaga kerja. Pengaruh positif menandakan bahwa nilai investasi yang

tinggi mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Namun, tidak

signifikan menandakan bahwa tinggi rendahnya nilai investasi belum

tentu berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, hal ini di

karenakan nilai investasi lebih digunakan untuk meningkatkan nilai

produksi. Dengan demikian, hipotesis yang dinyatakan : “investasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja

pada industry kecil dan menengah di Kota samarinda” ditolak.

3. Pengaruh upah minimum kota terhadap penyerapan tenaga kerja

industry kecil dan menengah

Berdasarkan table x.x sebeblumnya, perhitungan nilai t hitung = 3.140

sedangkan t table = 1.894 jadi berdasarkan perhitungan tersebut t hitung

> t table atau 3.140 1.894 artinya t hitung lebih besar daripada t table,

dimana H 0 ditolak dan H 1 diterima artinya upah minimum kota

berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry

kecil dan menengah di Kota Samarinda.

Dari table x.x sebelumnya, perhitungan sig pengaruh upah minimum kota

terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry kecil dan menengah di

Kota samarinda adalah posistif dan signifikan. Artinya, semakin tinggi

upah minimum kota, maka semakin tinggi pula tingkat penyerapan tenaga

kerjanya. Dengan demikian, hipotesis yang dinyatakan : “upah minimum

berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja

pada industry kecil dan menengah di Kota samarinda” diterima.

Anda mungkin juga menyukai